-Mengapa kaum gerakan di Indonesia harus bersolidaritas-
Written by Zely Ariane*
Tulisan ini merupakan pokok-pokok pikiran yang mendukung pembangunan Sosialisme Abad 21 di Venezuela. Sumbangan penting Revolusi Venezuela terhadap masa depan perjuangan sosialisme di dunia menuntut tanggung jawab gerakan revolusioner di seluruh dunia untuk memertahankan dan memajukan proses revolusioner di negeri itu; sekaligus membangun solidaritas diantara kaum kiri dan gerakan rakyat di negeri kita sendiri terhadap Revolusi Venezuela.
Sekarang, alternatif itu ada; mari mempertahankan dan memajukannya.
Ada Alternatif
Neoliberalisme telah kehilangan legitimasi dan landasannya, sejak ia tidak bisa “membebaskan pasar dan membiarkan tangan-tangan tak terlihat melakukan pekerjaan” untuk mengglobalisasikan kesejahteraan. Neoliberalisme telah mengkhianati filosofinya sendiri dan terpaksa kembali pada tipe Negara Kesejahteraan (Keynesianism) demi terlihat lebih manusiawi dan dermawan. Millennium Development Goals (MDGs), Corporate Social Responsibility (CSR), sokongan terhadap kebijakan Mikro Kredit (paling jauh) semacam Greemen Bank, adalah diantara formula klise mereka untuk mempertahankan sistem (kapitalisme), namun, tak pernah bisa menanggulangi globalisasi kemiskinan dan kehancuran tenaga produktif dunia saat ini.
Namun sekarang, dunia sudah berubah dan neoliberalisme sedang dipertanyakan. Revolusi Venezuela (bersamaan dengan kemajuan sosialisme Kuba) telah mempercantik dunia, membuat suatu (sistem) alternative menjadi mustahil dan menggugat apa yang dianggap oleh perspektif dominan sebagai akhir dari sejarah. Seiring perlawanan terhadap neoliberalisme di banyak tempat di dunia, perluasan alternative Venezuela telah menjadi isu besar diantara gerakan social: suatu alternative yang mengembalikan revolusi dan sosialisme ke dalam agenda perjuangan rakyat.
Revolusi Venezuela telah memutus rantai involusi di bawah neoliberalisme; merevolusionerkannya melalui proses transfer kekuasaan ke tangan rakyat (dengan demokrasi langsung dan partisipatif) serta mendistribusi kepememilikan pribadi (baik secara bertahap maupun simultan) yang membuka jalan bagi sosialisme abad 21. Sosialisme ini harus sanggup memberi jawaban kongkret bagi kemajuan tenaga produktif yang telah dihancurkan oleh kapitalisme yang rakus di banyak negeri di dunia ketiga; meningkatkan produktivitas rakyat yang selaras dengan keberlanjutan lingkungan; memperjuangkan suatu demokrasi langsung yang partisipatif untuk membangkitkan kesadaran rakyat atas kekuatannya sendiri untuk mengatur Negara dan kehidupannya.
Proses revolusioner yang menempatkan Chavez-Venezuela-Sosialisme Abad 21 sebagai suatu pilihan tandingan dari Bush-Washington-Neoliberalisme, bersamaan dengan kemajuan di Kuba, Bolivia, dan Ekuador, telah menginspirasi banyak kekuatan demokratik dan revolusioner di seluruh dunia. Pada kenyataannya, ada pusaran baru di dunia saat ini; pusaran alternative yang harus dibela oleh kaum kiri dan gerakan social di seluruh dunia.
Sumbangan Revolusi Venezuela
Revolusi sosialis dalam pengertian kongkritnya berupa sosialisasi kepemilikan pribadi, transformasi kesadaran dan kebudayaan, serta peningkatan tenaga produktif, sedang berkembang di Venezeula. Melalui apa yang disebut ‘revolusi damai’, proses tersebut terus berlanjut dan membuat yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Momen-momen penting dan menentukan dalam tahap revolusi adalah 13 April 2002—ketika mobilisasi jutaan rakyat miskin Venezuela berhasil mengalahkan kudeta oposisi sayap kanan—serta keberhasilan perjuangan melawan pemogokan para pemilik bisnis di akhir tahun yang sama.
Sejak itulah, proses revolusioner semakin ditingkatkan, meski beberapa pendapat menganggapnya masih terlalu lamban. Karena sosialisme tidak terjadi lewat dekrit atau deklarasi—walau Chavez sudah mendeklarasikannya di akhir Desember 2005—maka pemahaman terhadap proses revolusi Venezuela sangatlah penting dalam rangka menentukan kesimpulan bersama yang bermanfaat bagi kampanye sosialisme.
Pemenuhan kebutuhan darurat rakyat bukanlah hal mudah bagi negeri-negeri miskin di bawah imperialisme. Kontradiksi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya membuat propaganda social demokrasi hanya di atas awan. Seperti itulah nasib yang akan terjadi pada masa depan kebijakan MDGs; suatu pajangan ‘niat baik’ di bawah liberalisasi pasar domestic, liberasilisasi pendidikan, kesehatan, perumahan, pertanian dst, di bawah dikte institusi keuangan internasional dan perancang ekonomi konsensus Washington. Venezuela telah meninggalkan involusi ini, dan meradikalisir proses perubahan negerinya dengan memutus hubungan dengan IMF dan Bank Dunia, serta pengambil-alihan alat produksi dari tangan imperialis.
Misi-misi sosial (Missions) Venezuela merupakan program-program transisional darurat untuk memenuhi kebutuhan darurat rakyat sekaligus meningkatkan kapasitas tenaga produktifnya. Sekilas tampak mirip dengan kebijakan-kebijakan sosial demokrasi (Negara kesejahteraan), namun memiliki perbedaan mendasar dalam karakter politiknya, yakni partisipasi/inisiatif rakyat dan sumber pembiayaanya. Misi-misi tersebut dibiayai langsung dari pemasukan minyak (yang sudah dinasionalisasi) dan diatur sendiri oleh rakyat (tidak ada institusi ‘formal’ pemerintah terlibat) melalui berbagai komite seperti komite kesehatan; pendidikan; makanan; perumahan, pertanian, dst.
Penguasaan alat produksi dan distribusi kepemilikan pribadi berlanjut. Dalam beberapa kasus (seperti di Invepal—pabrik kertas, dan Alcasa—pabrik alumunium), tingkat dan tipe penguasaan buruh terhadap produksi dan distribusi pabrik berbeda satu dengan lainnya (lihat wawancara dengan Rafael Rodriguez oleh International Viewpoint, bulan Oktober 2006). Di sector pertanian, reforma agrarian tak hanya meliputi distribusi tanah pada para petani tak bertanah, namun juga peningkatan teknologi dan system produksi pertanian.
Peningkatan tenaga produktif dan teknologi. Venezuela sekarang adalah negeri kedua di dunia (setelah Kuba) yang bebas buta huruf. Program-program peningkatan penguasaan teknologi seperti perangkat lunak gratis, komputerisasi tingkat sekolah dasar, produksi komputer dalam negeri , merupakan sebagian dari langkah-langkah pentingnya.
Praktek demokrasi partisipatoris dan kekuasaan kerakyatan sekarang mulai menantang demokrasi perwakilan. Meski belum begitu jelas bagaimana mekanisme nasional dan otoritasnya terhadap pemerintah, pembentukan ribuan Dewan-dewan Komunitas (lokal) merupakan langkah yang menguntungkan.
Poros internasionalisme baru telah berdiri. Alternatif Bolivarian untuk Amerika Latin (ALBA) dan Bank Selatan (Bancosur) merupakan kampanye yang penting untuk membangun solidaritas yang progressif diantara negeri-negeri miskin di selatan.
Kerja Solidaritas
Pekerjaan solidaritas terhadap pembangunan sosialisme di Venezuela (dan Kuba) adalah tugas penting yang menentukan sukses tidaknya perjuangan untuk pembebasan nasional dan sosialisme di negeri-negeri dunia ketiga. Kekalahan sosialisme di Venezuela akan memundurkan perjuangan untuk sosialisme di negeri manapun di dunia.
Di Indonesia, selama 33 tahun rezim diktator Soeharto berkuasa, telah berhasil menghapus memori sejarah rakyat Indonesia dari pengalaman-pengalaman sejarah revolusionernya; gagasan-gagasan kiri dan sosialis yang subur di masa-masa pergerakan nasional (paruh pertama abad 20) hingga sebelum 1965, hampir-hampir mati potensi. Terima kasih kepada Revolusi Kuba, Revolusi Sandinista, kemenangan Front Popular di Chile, termasuk kemenangan rakyat Vietnam, yang turut menyumbang inspirasi pada kebangkitan kesadaran politik kiri-kerakyatan mahasiswa di era 1970-an, melalui berbagai kelompok studi dan ruang-ruang diskusinya.
Setelah Soeharto dijatuhkan, dan hampir 10 tahun reformasi berjalan, ruang-ruang keterbukaan yang berhasil diperjuangan gerakan mahasiswa dan rakyat belum berhasil dimanfaatkan untuk meluaskan kampanye mengenai kebutuhan dan pembangunan kekuasaan alternative. Banyak aktivis gerakan radikal yang popular di era 90-an (termasuk pimpinan-pimpinan Partai Rakyat Demokratik—PRD, tokoh-tokoh LSM, tokoh-tokoh mahasiswa) , terkooptasi ke dalam politik parlementer di bawah bendera pemerintahan rezim neoliberal, partai-partai sisa lama dan reformis gadungan.. Situasi tersebut telah memperlambat perjuangan untuk menuntaskan reformasi dan mengampanyekan suatu politik alternatif.
Apa yang terjadi di Venezuela di akhir tahun 90-an (1998 dan 1999) serupa dengan situsi politik di Indonesia saat ini, yang ditandai dengan kekecewaan rakyat pada partai politik tradisional. Namun, di Indonesia tidak ada elit politik dan partai politik sisa lama (Orde Baru) dan reformis gadungan di Indonesia yang menyatakan keberpihakan terhadap pembebasan rakyat miskin, seperti yang dikatakan Chavez di banyak pidatonya bahwa pembebasan rakyat miskin adalah satu-satunya cara untuk membangun sebuah bangsa.
Ditengah situasi inilah pekerjaan solidaritas untuk revolusi sosialis di Venezuela mendapatkan momentumnya. Kaum aktivis gerakan (kiri) di Indonesia (seharusnya) merupakan mereka yang berkepentingan untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan revolusi Venezuela; meluruskan propaganda sesat tentang demokrasi dan Chavez dari tangan elemen-elemen sisa lama (orba) dan tentara di Indonesia.
Propaganda sesat yang dilancarkan kekuatan lama di Indonesia terhadap Venezuela saat ini adalah, bahwa kesejahteraan rakyat dapat dicapai tanpa demokrasi; dan tentara adalah elemen penting yang berkesanggupan melakukan perubahan. Termasuk di antara elemen sisa orba tersebut adalah Prabowo—pelaku penculikan aktivis gerakan 90-an—dan Wiranto—mantan Jenderal pelanggar HAM—yang mencoba masuk dalam politik nasional kembali dengan menunggangi perubahan di Venezuela di bawah kepemimpinan Chavez.
Demikian pula para politisi reformis palsu seperti Amien Rais—mantan ketua MPR—dan beberapa anggota DPR dari partai-partai reformis gadungan semacam partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP), yang mulai bersuara mengenai nasionalisasi minyak Venezuela. Mereka khususnya mengambil contoh renegosiasi kontrak karya terhadap perusahaan minyak asing di Venezuela. Tapi tentu saja, mereka tidak bicara mengenai demokrasi partisipatif; nasionalisasi di bawah kontrol buruh (rakyat); referendum; dewan-dewan komunal sebagai elemen yang paling penting dari revolusi Venezuela.
Dalam kepentingan inilah pekerjaan solidaritas terhadap Revolusi Venezuela dapat sekaligus memberikan landasan bagi perjuangan pembebasan nasional di Indonesia, yakni perjuangan pembebasan rakyat miskin oleh kekuatan rakyat miskin sendiri. Revolusi Venezuela merupakan bukti bahwa berjuang (untuk perubahan yang mendasar) tidaklah mustahil; bahwa rakyat bisa melakukan perubahan dengan kekuatannya sendiri; bahwa mobilisasi kekuatan rakyat sendiri adalah senjata paling ampuh untuk merebut kekuasaan. Inilah senjata utama revolusi yang tidak boleh dilucuti oleh politik kooptasi dan kooperasi dengan musuh-musuh rakyat.
Banyak kalangan yang skeptis mengatakan bahwa tidak mungkin Indonesia bisa mencontoh Venezuela, oleh karena latar belakang sejarah, ekonomi dan politik yang berbeda. Pertanyaannya adalah, mengapa tidak mungkin? Mengapa membatasi diri? Dalam logika yang sama, banyak masyarakat klas menengah Indonesia tak segan untuk dengan terbuka berkiblat pada mimpi-mimpi Amerika atau Eropa yang bisa maju karena kolonialisme dan imperialisme modern. Atau kagum pada China dan India yang bisa besar karena mengambil madu dari perjalanan sejarah bangsanya yang revolusioner—dari Revolusi Kebudayaan Mao Tsetung dan militansi Gandi. Para pejuang pergerakan nasional Indonesia pun mengambil manfaat sebesar-besarnya dari Revolusi Rusia 1917 dan Nasionalisme Tiongkok, untuk pergerakan rakyat yang lebih modern demi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Mengapa kita takut untuk membebaskan diri mempelajari Revolusi yang terjadi Venezuela, Kuba, dan Bolivia? Apakah ketakutan itu akibat prasangka terhadap sosialisme yang dijadikan hantu berpuluh-puluh tahun oleh rezim Soeharto? Atau karena kita terperangkap oleh sistem ‘bebas nilai’ dunia akademik yang palsu? Bila benar demikian, maka tamatlah riwayat kita sebagai manusia berilmu yang bertanggung jawab untuk merubah situasi dunia menjadi lebih baik dan manusiawi.
Untuk kepentingan inilah Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL) didirikan pertengahan tahun 2006 lalu. Meski belum maksimal dalam perluasan propaganda, beberapa aktivitas yang sudah dilakukan antara lain:
Kegiatan penerbitan
- Buku: “Perubahan Sejati Terbukti Bisa”, Pidato Presiden Venezuela Hugo Chavez di depan Majelis Nasional bulan Januari tahun 2005. Diterbitkan dalam bahasa Indonesia bulan Agustus 2006.
- Pamflet: “Strategi Pembangunan Gerakan Perempuan dalam Revolusi Bolivarian”, diterbitkan bulan November, 2006.
- Mendukung penerbitan buku: “Memahami Revolusi Venezuela”, Wawancara Martha Harnecker dengan Hugo Chavez, Monthly Review Book, Februari 2007.
- Memberikan teks bahasa Indonesia pada film dokumenter: “A Revolution Will Not be Televised”, tahun 2005.
- Memberikan teks bahasa Indonesia pada film dokumenter “Bersama Rakyat Miskin Dunia-Con Los Pobres Del Tierra”, tahun 2007.
Kegiatan seminar
- P elucuran SERIAL, dengan tema: Ada Alternatif, Bercermin dari Amerika Latin, 15 Agustus 2006
- Belajar dari Amerika Latin, Solo, Oktober, 2006
- Perubahan di Amerika Latin; Apa Manfaatnya Buat Indonesia, 22 Februari 2007
- Talk Show di TV Kabel: Q-TV, Venezuela-Chavez dan Indonesia.
Melanjutkan pekerjaan tersebut, pada awal Februari 2008, SERIAL bersama beberapa aktivis dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Rumah Kiri (RK), dan mahasiswa dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, berkumpul dan mendiskusikan suatu proyek kerja bersama untuk membangun komunitas solidaritas Hands Off Venezuela (HOV) di Indonesia. Inisiatif ini segera mendapat dukungan dari banyak pihak seperti: penerbit buku-buku radikal Resist Book- Jogjakarta; Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI); dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Politik Rakyat Miskin (LMND-PRM). Pekerjaan terdekat yang akan dilakukan adalah pertunjukan film No Volveran, dan deklarasi Hands Off Venezuela-Indonesia.
Kerja-kerja solidaritas yang masih perlu ditingkatkan meliputi
- Pembangunan komite-komite SERIAL dan atau HOV di berbagai Universitas di Indonesia
- Produksi lebih banyak bahan bacaan; subtitling dan pertunjukan film; web site; diskusi publik, dll.
- Aksi-aksi solidaritas
- Konfrensi-konfrensi taktik diantara aktivis gerakan, belajar dari pengalaman taktik perjuangan di AL.
- Membuka ajang-ajang studi dan perdebatan ilmiah mengenai sosialisme abad 21.
Sedikit disayangkan, bahwa pekerjaan kampanye Venezuela sendiri dalam bahasa Indonesia tidak banyak dikeluarkan oleh Kedutaan Venezuela di Jakarta. Serangkaian pertemuan yang kami lakukan untuk mendorong Kedutaan Venezuela lebih mampu terbuka mengampanyekan perubahan Venezuela, belum membuahkan hasil. Hingga saat ini belum ada satu bentuk kampanye dalam bahasa Indonesia (penerbitan maupun website) yang reguler dikeluarkan oleh kedutaan Venezuela, yang memberitakan kemajuan perjuangan sosialisme abad 21 di negerinya kepada rakyat Indonesia.
Pada akhirnya, kami berharap Rakyat Venezuela dan Pemerintahan Chavez memainkan peran penting untuk mendukung pekerjaan solidaritas diantara gerakan rakyat di seluruh dunia. Penyebarluasan informasi tentang kemajuan sosialisme di Venezuela, Kuba, dan Bolivia, dalam berbagai bahasa, adalah kunci bagi membesarnya gerakan solidaritas terhadap perjuangan sosialisme abad 21 di seluruh dunia.
Sampai Menang.***
_______________________
Zely Ariane adalah Juru Bicara Hands off Venezuela – Indonesia; Koordinator Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL): www.amerikalatin.blogspot.com;
Juru Bicara Komite Politik Rakyat Miskin-Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD):
www.kprm-prd.blogspot.com;
www.kprm-peoples-democratic-party.blogspot.com