Jesus SA
Category: Opinion
Revolusi Venezuela : Kebohongan Media Barat terbongkar
Oleh: Shua Garfield
Direct Action, September 2008—
“Chavez membuat kediktaktoran baru” teriak Wall Street Journal tanggal 6 Agustus. Keesokan harinya dalam sebuah tulisan berjudul “Diktator dari Caracas”, The London Economist mengklaim bahwa presiden Venezuela Hugo Chavez telah “melanggar konstitusi”. Sebuah editorial di Los Angeles Times, 9 Agustus menggambarkan “Kediktaktoran terbaru-nya” Chavez merupakan sebuah “serangan terhadap demokrasi”. Pada 14 Agustus, kolumnis Andres Oppenheimer dalam Miami Herald syndicated beropini bahwa Chavez telah “melanggar aturan-aturan demokrasi yang paling mendasar”.
Pernyataan terang-terangan ini terutama seputar tentang 26 Undang-Undang baru yang di tanda tangan Chavez pada tanggal 31 Juli. Seperti yang telah menjadi ciri khas komentar media korporasi mengenai revolusi Venezuela , kekalutan seputar undang-undang ini hanya kebenaran yang setengah-setengah, penyimpangan dan kebohongan mentah-mentah.
Setelah Chavez terpilih kembali sebagai presiden kembali pada 26 Desember 2006 dengan 64% suara pada pemilu ditandai dengan(sebagai rekor) jumlah terbesar pemilih yang menggunakan hak pilih, Dewan Nasional memberinya kewenangan untuk mengesahkan undang-undang untuk satu periode 18 bulan di 11 kawasan. Di dalamnya termasuk: transformasi kelembagaan negara untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dan membuka selebar-lebarnya partisipasi rakyat; memberantas korupsi; lebih adil dalam distribusi kekayaan, kesehatan dan pendidikan; modernisasi pada sistem keuangan; meng-upgrade teknologi dan ilmu pengetahuan; keamanan dan pertahanan; dan meningkatkan kontrol negara pada sektor energi. 26 undang-undang baru telah disahkan di hari terakhir yang “memungkinan hukum” terpengaruh. (berubah)
Perubahan itu termasuk memperkuat tekanan pada pendidikan di dalam badan militer, termasuk dalam hukum-hukum HAM nasional dan international, dan membentuk Milisi Nasional Bolivarian untuk menggantikan Cadangan Nasional yang tidak berfungsi. Undang-undang baru terkait dengan keamanan pangan mendukung akses untuk mendapat kredit bagi pelaku produksi kecil dan menengah, menyetujui intervensi negara secara kuat dalam rencana penggunaan tanah dan denda yang detail, menyita harta benda dan hukuman penjara bagi yang terbukti bersalah menjual dengan harga yang terlalu tinggi secara ilegal, spekulasi pangan, penyelundupan makanan, mengacaukan produksi atau menghancurkan atau mencuri cadangan makanan. Ukuran-ukuran ini disusun untuk menghindari terulang kembali kekurangan makanan seperti yang pernah di derita Venezuela pada akhir tahun 2007. Untuk memastikan peningkatan kontrol terhadap rencana pertanian dibarengi dengan melipatgandakan peningkatan demokrasi, hukum-hukum ini menyerukan untuk membentuk majelis-majelis pertanian di daerah-daerah tingkat lokal, nasional dan regional.
Satu dari sekian perundang-undangan yang paling menakutkan bagi para kapitalis Venezuela dan media korporasi adalah izin pengambil alihan, selama masa krisis, atas bisnis-bisnis yang menghasilkan atau menyediakan barang-barang pokok penting. Dengan tujuan untuk menghindar terulang kembali kelangkaan makanan, obat-obatan, sabun mandi dan kebutuhan lain yang melanda banyak rakyat Venezuela sepanjang Desember 2002 – Januari 2003 saat penutupan paksa pabrik-pabrik oleh kaum oposisi pro-kapitalis dalam upaya menggulingkan pemerintah.
Diantara 26 hukum itu juga tentang Nasionalisasi terhadap Bank Venezuela yang ke tiga terbesar. Menurut Chavez, tujuannya untuk “di investasikan dalam pembangunan Sosialis”. Dalam undang-undang yang lainnya mengizinkan presiden untuk mengangkat pejabat-pejabat daerah dengan budget terpisah, demi memastikan berjalannya program-program sosial tanpa hambatan atau korupsi dari pemerintahan pusat dan lokal.
‘Kediktatoran’ dan ‘tidak konstitusional’?
Undang-undang baru yang disahkan sepanjang 18 bulan terakhir mencapai 67. Di dalam yang disahkan tersebut termasuk hukum tentang konversi moneter, kontrol harga dan nasionalisasi perusahaan baja, semen, minyak, perbankan, dan Listrik. Perusahaan Media berupaya untuk menggambarkan keterbatasan kemampuan dalam mengeluarkan keputusan sebagai “kediktatoran”. Namun demikian, penduduk-penduduk kota Venezuela bisa memprakarsai sebuah referendum untuk mencabut hukum-hukum apa pun dengan mengumpulkan Tandatangan hanya 5% dari Suara yang terdaftar.
Beberapa politisi dari pihak oposisi mengklaim bahwa hukum-hukum itu “tidak konstitusional”, klaim yang kemudian diulang-ulang lagi di The Economist, New York Times dan Miami Herald. Tudingan tersebut dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian dari undang-undang ini adalah usulan-usulan perubahan konstitusi yang telah dikalahkan pada referendum yang digelar pada Desember 2. Namun, setelah kekalahan ini, undang-undangnya ditulis ulang untuk sesuai dengan konstitusi 1999.
Pembentukan kelompok milisi nasional telah ditampilkan sebagai sebuah langkah jahat menuju tirani. Dalam sebuah artikel Wall Street Journal, 6 Agustus, politisi dari pihak oposisi Venezuela Luis Miquilena dikutip saat menyampaikan: “sasaran mereka adalah untuk mengintimidasi tentara dan rakyat… kelompok milisi itu dibawah komando personal [Chavez].” Namun, para milisi tersebut akan dilatih oleh tentara. Mengapa tentara melatih lembaga yang akan mengintimidasi diri mereka sendiri masih belum jelas. Lebih jauh, disamping “latihan, persiapan dan pengorganisiran publik untuk mempertahankan negara” (penting untuk mengurangi peningkatan ancaman dari tentara US), para milisi ini akan membantu proyek-proyek komunitas atas permintaan dari dewan-dewan communal – organ-organ baru dari partisipasi lokal pemerintahan demokratik – sehingga meningkatkan kekuatan massa rakyat.
Membesar-besarkan kekuatan oposisi
Terakhir kali Chavez memperoleh kewenangan untuk mengesahkan undang-undang, pada tahun 2001, dia mengeluarkan 49 hukum yang memasukan reformasi tanah, membalikan rencana untuk menswastakan perusahaan minyak milik negara PDVSA dan menyalurkan penerimaan minyak untuk program sosial dan pembangunan. Hal ini yang membuat marah para pemilik tanah dan pelaku bisnis yang melancarkan kudeta di bulan April 2002 dan dua bulan pemogokan industri minyak di penghujung tahun yang sama. Kedua tindakan ini bertolak belakang. Pergolakan massa rakyat melawan kudeta telah mengembalikan Chavez ke tampuk pemerintahan dan mengakhiri kekuasaan kapitalis dalam mengontrol militer dan pemerintah. Kekalahan dari mogok para boss tahun 2002-2003, lewat mobilisasi pekerja dan tentara untuk menghidupkan kembali industri minyak , sebagai permulaan yang progressif untuk mengikis kontrol kapitalis terhadap ekonomi
Melemahnya pengaruh politik para kapitalis Venezuela sejak 2002 telah menjadikan mereka tidak mampu melakukan perlawanan yang sama terhadap undang-undang baru seperti yang dulu mereka lakukan terhadap undang-undang tahun 2001. Sebuah protes di Caracas tanggal 6 Agustus hanya memobilisasi 1000 orang, sedangkan protes tanggal 9 Agustus hanya 3000 orang . Sekalipun rally ini sangat kecil tidak menghentikan the Los Angeles Times mengklaim: “rakyat Venezuela terus berlanjut memukul balik upaya-upaya Chavez untuk merampas kembali hak-hak konstitusi dan hak sipil mereka – mereka kembali ke jalanan lagi minggu ini”. Media korporasi hanya khusus melaporkan apapun tentang mobilisasi anti-Chavez, tidak perduli sekecil apapun, sementara mereka mengabaikan mobilisasi-mobilisasi pro-revolusi yang sering jauh lebih besar. Termasuk sebuah rally yang sangat kuat ini, sebanyak 300.000 orang di Caracas pada tanggal 1 May, yang merupakan bagian perayakan keputusan untuk menaikan gaji minimum sebesar 30%, yang menjadikan pendapatan gaji minimum rakyat Venezuela tertinggi di seluruh Amerika Latin.
Melarang para calon anggota legislatif
Perusahaan Media juga menyoroti sebuah keputusan pada tanggal 5 Agustus oleh pengadilan Mahkamah Agung Venezuela yang melarang 272 calon anggota legislatif mengikuti kontes pemilu kota-madya dan wilayah yang akan berlangsung bulan November. Pemberitaan berupaya untuk menggambarkan Chavez mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan mati-matian. Dalam sebuah rubrik di Oppenheimer, tanggal 24 Agustus, mengklaim bahwa hampir 90% dari para kandidat adalah para pendukung kaum oposisi dan dengan dengan berlebihan mengacu pada Leopoldo Lopez – Walikota dari Chacao, kodya Caracas dan merupakan salah satu kandidat yang di larang – membandingkan hal ini dengan pelarangan terhadap kandidat oposisi di Iran, Belarus dan Zimbabwe. Kedua media CNN.com dan Wall Street Journal dengan kokumnisnya Mary Anastasia O’Grady mengklaim berulang kali bahwa mayoritas kandidat yang dilarang adalah kaum oposisi.
“Daftar Hitam”, sebagaimana dijelaskan oleh the Los Angeles Times, berisikan orang-orang yang terpidana atas, atau baru-baru ini sedang diselidiki untuk kasus, penipuan atau korupsi. Undang-undang yang membolehkan pelarangan pencalonan dalam pemilu bagi mereka yang sedang diselidiki karena korupsi, telah disahkan oleh Majelis Nasional pada tahun 2001 dan didukung pada saat itu oleh kaum oposisi yang sekarang menyanggahnya. Sebuah berita dilaporkan pada tanggal 12 Agustus oleh Kantor Informasi Venezuela yang mensinyalir bahwa 52% dari mereka yang di larang merupakan bagian dari partai politik yang mendukung pemerintahan.
Kebohongan terang-terangan
Mungkin dengan menyadari tentang penyimpangan-penyimpangan itu saja mungkin tidak cukup, beberapa media telah menggunakan dugaan-dugaan tanpa dasar yang jelas dan jelas-jelas bohong. Sebagai contoh, klaim tanggal 7 Agustus di Economist: “pemerintah sering mewajibkan pegawai pemerintahan untuk menghadiri rally Politik dan secara teratur memecat mereka yang menunjukkan perbedaan politik”, tanpa berpura-pura berusaha untuk menunjukan fakta-fakta tuduhannya
Tuduhan yang paling liar datang dari artikel O’Grady tanggal 11 Agustus di Wall Street Journal, dimana dia menulis tentang “penambahan narapidana politik”, “metode jahat untuk menetralkan musuh”-nya Chavez dan sebuah pemerintahan “mencoba untuk menumpas persaingan dalam politik-nya”. Klaim para “tahanan politik” didukung hanya oleh dua contoh saja. Pertama adalah Ivan Simonovis, yang dulu menjabat sebagai direktur polisi Caracas selama masa kudeta April 2002 dan dia diduga telah mengkoordinasi sebuah serangan polisi terhadap para demonstran kedua belah pihak dari pro- dan anti-pemerintah dimana 19 orang tewas.
“Tahanan politik” lainnya disebutkan O’Grady adalah mantan Pengawas Nasional Letnan Kolonel Humberto Quintero. Quintero mengambil bagian dalam penculikan juru negosiasi Tentara Revolusioner Colombia (FARC) Rodrigo Granda pada 13 Desember 2004, ketika Granda sedang berada di Caracas bernegosiasi untuk melepaskan tawanan dari tangan FARC. Para penculik mengirim Granda ke garis pembatasan Colombia dan mengembalikan dia langsung ke pemerintah otoritas Colombia , berakhir dengan negosiasi yang menunjukkan janji yang mengarah untuk melepaskan tawanan. Menteri pertahanan Colombia Jorge Alberto Uribe, mengakui telah mendanai operasi tersebut.
O’Grady melukiskan sebuah gambaran kuburan krisis ekonomi, membeberkan langkanya ketersediaan pangan dan tingkat inflasi di Venezuela yang relatif tinggi. Dia mengklaim bahwa “investasi sektor-swasta dan lapangan pekerjaan semakin tenggelam”. Kenyataan secara umum sangat berbeda. Pada bulan Juli, kelangkaan pangan telah turun sampai kurang dari setengah dibanding bulan Januari, menurut Tamara Pearson dalam artikel-nya tanggal 20 Agustus di venezuelanalysis.com. Tingkat inflasi saat ini 32.2%, meski lebih tinggi dari tahun 2007, secara significan jauh dibawah dua orang presiden sebelum Chavez: 59.4% dan 49.3%. Undang-undang baru, dengan meningkatkan kontrol produksi, distribusi dan harga pangan, memperbaiki infrastruktur industri, merupakan sejumlah usaha yang serius untuk menghindar dari krisis pangan dan kontrol inflasi.
Capaian Ekonomis
Pusat perhatian kapitalis-sentris O’Grady pada “investasi sektor-swasta dan lapangan kerja” mengabaikan cepatnya perluasan sektor umum, dan oleh karena itu dia menghindar menyebutkan tentang hampir setiap sektor perekonomian Venezuela yang meningkat dengan laju yang mengesankan. Terima kasih untuk capaian-capaian ini, dan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa rakyat miskin yang akan diuntungkan dari semua ini, perimbangan penduduk yang berada dalam kondisi sangat miskin menurun tajam dari 48.6% menjadi 37.1% antara selang waktu 2002 dan 2006, menurut Komisi Perekonomian untuk Amerika Latin dan Caribbean. Laporan terbaru dari Institut Nutrisi Nasional Venezuela menemukan bahwa antara tahun 1998 dan 2007, proporsi jumlah anak-anak yang menderita gizi buruk menurun dari 21% menjadi 4%. Dalam hal ini kemungkinan besar karena subsidi makanan dan kesehatan gratis disediakan oleh program sosial pemerintah.
Lebih jauh lagi, total lapangan kerja meningkat sampai 26% antara 1998 dan pertengahan awal tahun 2007, menurut sebuah artikel pada tanggal 9 April oleh Steve Brouwer penulis ekonomi-politik yang di publikasikan pada website Venezuelanotes. Sampai saat ini, Brouwer memperkirakan pemasukan real 80% rakyat paling miskin dari penduduk venuzuela meningkat menjadi 60-100%. Ini bukanlah kali pertama revolusi Venezuela dibawah serangan media korporasi, dan ini tidak menjadi yang terakhir. Sebuah revolusi yang memenangkan kekuasaan politik dan ekonomi dari tangan kapitalis dan menyerahkan ke tangan rakyat pekerja adalah sebuah ancaman yang tak bisa ditolerir oleh mereka yang bertingkah sebagai corong untuk, dan diuntungkan dari, sistem kapitalis. Mereka akan menggunakan kebohongan-kebohongan dan lebih banyak lagi untuk menghancurkan revolusi.
_______________________________________________________________
Diterjemahkan oleh: Risnati Malinda (Anggota PPRM-Jakarta dan JNPM-Jakarta)
www.directaction.org.au
Bagaimana dan Mengapa Venezuela Akan Mengatasi Krisis Finansial
Martin Saatdjian
Terlepas dari dampak kejatuhan ekonomi saat ini, pemerintah Venezuela telah mengambil keputusan ekonomi penting – bahkan sebelum terlihatnya krisis ini – yang sekarang menguntungkan dan mengamankan ekonomi dari ancaman krisis finansial.
Wawancara baru-baru ini dengan Menteri Ekonomi dan Keuangan, Ali Rodriguez, mengonfirmasikan bahwa ekonomi Venezuela memiliki pengaman yang cukup terhadap efek-efek negatif pelambanan (slowdown) ekonomi yang memukul ekonomi-ekonomi utama di dunia.
Meskipun begitu, Menteri tersebut menekankan bahwa perhatian mendalam harus diberikan kepada evolusi langkah-langkah yang diambil Amerika Serikat dan Eropa untuk mengatasi tantangan terbesar terhadap ekonomi-ekonomi kapitalis barat sejak the Great Depression tahun 1929.
Pengamatan tersebut harus menyertakan dampak krisis terhadap ekonomi riil dan fluktuasi harga komoditas yang masih menjadi sandaran Venezuela.
Penyelidikan singkat terhadap angka-angka dalam tahun 2007 menunjukkan bahwa Venezuela berada di atas kebanyakan negeri-negeri di dunia dan seluruh Hemisfer Amerika (termasuk Amerika Serikat dan Kanada) dalam hal cadangan devisa (international reserves – IR) per kapita terbesar.
Menurut angka tahun 2007, bagi tiap orang yang tinggal di Venezuela terdapat cadangan devisa sebesar $1.300 pada akhir tahun 2007 (total $34 milyar).[1] Jumlah per kapita ini melampaui ekonomi-ekonomi utama di Amerika Latin, seperti: Argentina ($1.141); Brasil ($919), Chile ($1.023) dan Meksiko ($799).[2]
Menurut angka-angka ini, cadangan devisa Venezuela melebihi negeri Amerika Latin kedua dengan cadangan devisa per kapita tertinggi, Uruguay, dengan selisih $113. Jumlah ini, bila dikalikan dengan seluruh penduduk Venezuela (26,4 juta), akan hampir mencapai total $3 milyar.
Jumlah sebesar ini dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif krisis finansial dan Venezuela akan dapat tetap berada pada daftar teratas dalam jumlah cadangan devisa per kapita di Amerika Latin.
Cadangan Devisa Per Kapita (IR/Populasi)
Venezuela $1,300
Uruguay $1,187
Argentina $1,141
Chile $1,023
Peru $932
Brasil $919
Meksiko $799
Bolivia $572
Kolombia $464
Paraguay $362
OPEC dan Kedaulatan Ekonomi
Kebijakan ekonomi independen dan berdaulat Presiden Chavez yang bertujuan untuk menghapuskan neoliberalisme memberikan penjelasan tentang pertumbuhan IR Venezuela. Kebanyakan dari kebijakan ini mendapat kritikan pedas dari media swasta di Venezuela dan afiliasinya di penjuru dunia.
Contohnya, di tengah-tengah harga minyak $8 dolar per barel petroleum pada 1999, administrasi Clinton merasa “dijengkelkan” oleh kunjungan Presiden Hugo Chavez ke negeri-negeri Pengekspor Minyak di Timur Tengah, termasuk Irak di bawah Saddam Hussein, untuk memperkuat OPEC.
Sebelum Chavez, Venezuela adalah negeri yang tunduk pada pengaruh AS dan, dengan demikian, partisipasinya di OPEC diwujudkan dengan mengganggu kesepakatan yang bertujuan mencapai kestabilan dan harga yang adil bagi barel minyak. Kelanjutan kunjungan tersebut, negeri-negeri OPEC menggelar Pertemuan Tingkat Tinggi di Caracas pada 2000 yang dimonitor dengan ketat oleh Washington.
Selama KTT OPEC, Venezuela mendapat peran kepemimpinan yang penting dalam organisasi ini, sehingga memungkinkannya memainkan peran signifikan dalam mengembalikan harga minyak dari titik terendahnya dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dengan begitu, Venezuela mengamankan sumber pendapatan yang vital bagi ekonominya.
Menyusul kebijakan ini, Pemerintah Chavez memulai pembalikkan dari sistem produksi minyak yang paling bejat dan anti-nasional, “la apertura petrolera” (pembukaan petroleum). Dengan membuka sektor petroleum, Perusahaan Petroleum Venezuela (PDVSA) memberikan perusahaan minyak transnasional hak untuk mengekstraksi minyak dengan memberikan porsi yang tak signifikan kepada negara Venezuela.
Skema ini berarti bahwa, walaupun harga minyak sedikit membaik, sebagian besar profitnya mengalir ke korporasi transnasional. Kesepakatan-kesepakatan ini, yang penandatanganannya bertentangan dengan kepentingan rakyat Venezuela, diberikan kepada korporasi transnasional dengan masa berlaku 20 tahun.
Pembukaan petroleum nyaris menjadi privatisasi industri minyak Venezuela di masa puncak neoliberalisme di Amerika Latin. Membalikkan pembukaan industri petroleum Venezuela bukanlah tugas mudah bagi pemerintahan Chavez.
Para analis sepakat bahwa kudeta terhadap Chavez pada 2002 dan pemogokan minyak elitis pada 2002/2003 adalah konsekuensi langsung dari penerapan serangkaian Undang-Undang, termasuk Undang-Undang Hidrokarbon baru yang ditulis atas keputusan Presiden.
Menurut UU yang baru ini, “Kesepakatan Bersama” antara perusahaan minyak transnasional dan PDVSA mengenai produksi minyak, yang ditandatangani pada puncak dibukanya industri petroleum, akan dialihkan menjadi Usaha Campuran (Mixed Ventures).
Skema baru ini akan memberikan Negara Venezuela, melalui PDVSA, partisipasi mayoritas dalam produksi minyak. Juga, pajak dan royalti terhadap perusahaan transnasional akan ditingkatkan.
Merasa tak nyaman akibat keputusan berdaulat yang dibuat oleh pemerintah Chavez, Exxon-Mobil melakukan kekonyolan dengan mengajukan tuntutan terhadap Negara Venezuela pada pengadilan Inggris.
Awalnya, satu dari sejumlah pengadilan ini mengeluarkan keputusan yang berpihak pada Exxon-Mobil dengan menjatuhkan langkah pencegahan membekukan aset PDVSA sebesar $12 milyar; tapi setelah argumen yang dibuat oleh PDVSA diperdengarkan pada 18 Maret 2008, Tribunal Inggris lainnya membatalkan keputusan sebelumnya ini.
Menurut Menteri Energi dan Petroleum Venezuela, Rafael Ramirez, keputusan ini “100% menguntungkan” Venezuela dan merupakan kemenangan atas “pemerasan” korporasi transnasional.
Hasil akhirnya sudah jelas; terlepas dari harga barel minyak, faktanya adalah Venezuela, melalui “re-nasionalisasi” industri minyak, kini memiliki proporsi profit yang lebih besar dari ekspor minyak dibandingkan sebelumnya, sebagian diantaranya dikonversikan menjadi cadangan devisa.
Kontrol Pertukaran Mata Uang
Satu faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan cadangan devisa adalah Kontrol Pertukaran Mata Uang (Currency Exchange Control – CEC).
Hal yang penting diingat adalah CEC awalnya diterapkan pada puncak ketakstabilan politik di Venezuela yang dipicu oleh kelompok oposisi yang memimpin pemogokan di PDVSA.
Pemogokan ini disertai protes-protes massif dan iklan-iklan TV di media swasta yang memicu rakyat untuk berontak. Produksi minyak dihentikan dan berakibat menghancurkan ekonomi Venezuela dengan tingkat pendapatan yang menurun drastis dan PDB yang berkontraksi.
Ironisnya, Venezuela terpaksa mengimpor bensin.
Namun demikian, setelah sukses mengalahkan upaya kaum oposisi dalam menggulingkan pemerintah dan mengambil-alih operasi PDVSA, Pemerintah Chavez memerlukan penerapan CEC, sebagai langkah untuk menghindari pelarian kapital (capital flight) (sebuah problem yang konsisten dalam ekonomi Amerika Latin). Pemulihan produksi minyak dengan cepat pada 2003, sejalan dengan CEC memungkinkan Venezuela meningkatkan cadangan devisanya dengan cepat.
Media swasta dan pakar ekonomi terus-menerus memberikan tekanan untuk menghentikan CEC.
Untungnya, Pemerintah Venezuela mempertahankan CEC, dengan membolehkan penyesuaian kecil dalam tahun-tahun belakangan ini.
Hasilnya, menegakkan CEC telah memberikan Venezuela pengaman besar di tengah krisis finansial saat ini yang didemonstrasikan sebelumnya dengan pertumbuhan cadangan devisa.
Aspek positif CEC lainnya adalah harga dolar AS tetap dipatok untuk periode yang lama terlepas dari tingginya tingkat inflasi yang dicatat oleh ekonomi Venezuela dalam tahun-tahun sebelumnya [3]. Maka, bila krisis finansial semakin mendalam dan harga minyak jatuh, devaluasi kecil terhadap Bolivar (mata uang Venezuela), berikut pembelanjaan ketat (austerity spending) dalam tahun fiskal berikutnya dan langkah-langkah serupa lainnya akan memberikan Venezuela mekanisme pertahanan yang cukup, meskipun tanpa menggunakan cadangan devisa, untuk mengatasi krisis finansial.
_______________________________________
Martin Saatdjian ialah Sektretaris Ketiga dalam Kementerian Luar Negeri Republik Bolivarian Venezuela.
Catatan:
[1] Dalam wawancara yang diberikan oleh Menteri Ekonomi dan Keuangan pada 5 Oktober 2008, ia mengumukan bahwa saat ini cadangan devisa berada hampir pada jmulah $40 milyar.
[2] Informasi diambil dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/
[3] Walaupun inflasi relatif tinggi, upah telah meningkat dengan laju yang lebih cepat dibandingkan inflasi.
_______________________________________
Diambil dari venezuelanalysis.com
Diterjemahkan oleh NEFOS.org
Sosialisme Abad Ke 21: Memilah Kaum Reformis dari Kaum Revolusioner
Oleh Ted Sprague
30 Juli 2008
Semenjak berkobarnya revolusi di Amerika Latin yang dipimpin oleh rakyat Venezuela, ide sosialisme mulai bangkit lagi dari tidurnya. “Sosialisme Abad ke 21” begitu bunyinya, sebuah frase yang dipopulerkan oleh Presiden Chavez sebagai sosialisme yang bebas dari distorsi Stalinisme. Bagi rakyat banyak, Sosialisme abad ke 21 merupakan simbol penolakan terhadap kapitalisme. Ia merupakan suatu hardikan kepada Francis Fukuyama yang mengklaim akhir sejarah dan kemenangan mutlak kapitalisme. Tetapi lebih dari itu, konsep Sosialisme Abad ke 21 sangatlah longgar. Apakah ini adalah sosialisme yang benar-benar baru? Para intelektual kiri dan kanan dan aktivis-aktivis berlomba-lomba menulis buku mengenai sosialisme ini; untuk menuangkan isi yang baru. Tetapi apakah sebenarnya isi baru dari Sosialisme Abad ke 21 ini?
Ada yang mengatakan bahwa Sosialisme Abad ke 21 ini adalah pembenaran untuk jalan parlementer menuju sosialisme; tentu saja ini berarti kita harus menutup mata kita terhadap aksi-aksi massa yang telah berulang kali menyelamatkan revolusi Bolivarian. Ada juga yang mengatakan bahwa Sosialisme Abad ke 21 ini adalah sosialisme ala Amerika Latin yang bernuansakan tradisi penduduk asli Amerika Latin, bahwa sosialisme ini tidak diimpor dari Eropa (baca Marx dan Engels) dan maka dari itu bebas dari kecongkakan orang putih.
Dari semua tafsiran akan apa sosialisme ini, yang paling keras diteriakkan oleh para intelektual adalah bahwa Sosialisme Abad Ke 21 merupakan sebuah sosialisme dimana semua kelas di dalam masyarakat dapat bekerja sama untuk mencapai kemakmuran bersama: buruh, tani, pedagang kecil, ….DAN para bos-bos besar! Yang dibutuhkan adalah sebuah sistem sosialisme yang berdampingan dengan sistem kapitalisme. Sedikit demi sedikit kapitalisme direformasi hingga kita mencapai tahapan sosialisme (kasarnya, mulai 90% kapitalisme, 10% sosialisme; lalu 80% kapitalisme 20% sosialisme, dan seterusnya hingga kita mencapai 100% sosialisme). Dibungkus dengan jargon-jargon baru dan radikal, para intelektual ini, yang diwakili oleh Heinz Dieterich[1], bersorak sorai: “Kita telah menemukan sebuah formulasi sosialisme yang baru. Ide-ide Marx dan Engels dari abad 19 sudah usang dan tidak cocok dengan abad sekarang, mari kita campakkan mereka dan bersama-sama menuju ke era yang baru: Sosialisme Abad ke 21!”.
Sosialisme yang baru?
Tetapi, apakah formulasi mereka ini merupakan sesuatu yang baru? Bila kita teliti lebih seksama, ternyata ide sosialisme abad ke 21 tersebut hanyalah ide-ide tua yang sudah berulang kali dijawab dan dihancurkan oleh Marx dan Engels. Engels di dalam bukunya Anti-Duhring (1878) menghancurkan ide Herr Eugen Dühring yang mengklaim bahwa dia telah menemukan satu filosofi yang baru, satu sistem sosialisme yang baru. Kemudian, Rosa Luxemburg di dalam karya monumentalnya Reform or Revolution (1908) kembali harus menjawab Eduard Bernstein yang mengklaim bahwa abad ke 20 telah membuka jalan bagi sosialisme yang baru (baca Sosialisme Abad ke 20), yang dapat diraih dengan jalan reformasi semata.
100 tahun kemudian, dengan judul yang mirip, Alan Woods[2] menerbitkan buku (Reformism or Revolution: Marxism and Socialism of 21st Century, a reply to Heinz Dieterich[3]) untuk menjawab Heinz Dieterich yang mengklaim telah menemukan konsep sosialisme yang baru, sosialisme abad ke 21. Kutipan dari buku Alan:
“Mengenai ide sosialisme abad ke 21 yang ‘baru dan orisinil’ ini, saya hanya akan mengatakan ini: bahwa sampai hari ini, saya belum menemukan satu ide baru pun dari kumpulan tulisan-tulisan Dieterich dan kawan-kawannya. Yang saya temui adalah ide-ide tua dan antik yang telah diangkat dari tong sampah sejarah, yakni ide-ide yang tidak ilmiah dan utopis yang sudah dijawab oleh Marx, Engels, dan Lenin. Ini adalah ide-ide yang seharusnya ditinggalkan di zaman pra-sejarah gerakan buruh. Ide-ide sosialisme utopis ini dibersihkan dari debu-debunya dan disajikan sebagai Sosialisme Abad ke 21. Dan ada orang-orang naif yang menanggapinya dengan serius”
Heinz Dieterich tampil di arena internasional sebagai kawan Revolusi Bolivarian yang memberikan nasihat kepada aktivis-aktivis Venezuela yang jujur. Dan inilah mengapa Alan merasa perlu untuk menulis satu buku (yang sangat tebal, 400 halaman tebalnya) untuk menjawab satu per satu ‘nasehat-nasehat’ Heinz Dieterich dan mengeksposnya. Artikel ini terlalu pendek untuk bisa menguraikan satu-per-satu poin-poin Heinz Dieterich dan konternya dari Alan Woods. Akan tetapi secara garis besar, Heinz menentang nasionalisasi aset-aset kelas kapitalis dan menyerukan sosialisme utopis, yakni sistem kapitalisme yang eksis bersama-sama dengan sistem sosialisme, dimana perlahan-lahan sosialisme akan menggantikan kapitalisme.
Perjuangan Ideologi: Bagian penting dari perjuangan kelas
Banyak sekali aktivis kiri yang tidak pernah mendengar Heinz, apalagi membaca tulisan-tulisannya. Dan ini mengundang satu pertanyaan: Mengapa kita harus repot-repot menanggapi ide-ide Heinz? Saya rasa pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya. Ide-ide Heinz-lah yang harus dijawab, yakni ide-ide reformis yang kerap bersembunyi di dalam jargon-jargon sosialisme abad ke 21, ide-ide tua yang diberi bungkusan baru untuk membingungkan kaum muda dan pekerja.
Di dalam perjuangan kelas, pengorganisiran dan mobilisasi massa bukanlah satu-satunya lahan perjuangan yang harus digarap. Satu lagi arena perjuangan yang penting adalah perjuangan ideologi. Kelas kapitalis, dengan medianya, sekolahnya, intelektual-intelektual bayaran mereka, telah menciptakan suatu kabut ideologi yang sangat tebal untuk membingungkan kelas pekerja. Ideologi kapitalisme biasanya mudah dihancurkan bila rakyat pekerja sudah mulai bergerak. Tetapi ideologi yang paling berbahaya adalah reformisme yang berjubah sosialisme, layaknya serigala berbulu domba. Dengan lantangnya kaum reformis mengutuk kapitalisme dengan jargon-jargon sosialisme. Akan tetapi pada saat-saat yang menentukan, reformismelah yang kerap menyelamatkan kapitalisme dari kehancuran mutlaknya.
Buku Alan Woods yang terbaru ini bukan diterbitkan untuk dibaca oleh kaum intelektual dan disimpan di rak buku mereka. Justru sebaliknya, buku ini ditujukan kepada rakyat pekerja, terutama di Venezuela, sebagai senjata untuk melawan ide-ide reformisme. Semenjak penerbitannya (dalam bahasa Spanyol, lalu kemudian dalam bahasa Inggris), Alan Woods telah melakukan tur buku (http://www.marxist.com/alan-woods-speaking-tour-in-venezuela/) di 9 negara bagian Venezuela, dimana ribuan buruh, mahasiswa, kaum miskin kota, dan petani dengan antusias menghadiri tur buku tersebut. Yang patut disebut adalah pertemuannya dengan ribuan buruh minyak PDVSA di San Tome, Managos, Morical; 600 delegasi buruh pabrik mobil dari seluruh Venezuela; ratusan buruh Venalum (pabrik Aluminum negara); ratusan buruh dari SIDOR (pabrik besi baja yang baru saja dinasionalisasi); dan pemimpin-pemimpin nasional PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela). PDVSA (Perusahaan Minyak Negara Venezuela) lalu memutuskan untuk memesan 10 ribu kopi buku tersebut untuk dibagi-bagikan kepada pekerjanya.
Saking popularnya tur buku ini, Alan Woods diundang untuk hadir di acara TV nasional Venezuela (Venezolana de Televisión) untuk berbicara mengenai buku terbarunya. Esok harinya, Presiden Chavez yang mendengar mengenai Alan Woods dan tur bukunya dari acara televisi tersebut langsung mengundang Alan untuk bertemu. Sebulan kemudian, Chavez di dalam acara Alo Presidente (episode 315, 27 Juli) mengutip buku tersebut; dia mengatakan kalau dia sedang membaca buku ini dengan sangat teliti. Ini berita yang harus disambut dengan gembira, terutama kalau kita melihat belakangan ini Chavez yang dikelilingi oleh birokrat-birokrat reformis (Chavista kanan) mulai mengambil jalan reformisme. Kita hanya bisa berharap kalau Chavez bisa mengambil pelajaran revolusioner dari buku Alan.
Akan tetapi, pemeran utama dari Revolusi Bolivarian tetap adalah rakyat Venezuela: kaum buruh, petani, miskin kota, dan kaum muda. Untuk merekalah buku tersebut ditujukan, supaya rakyat pekerja Venezuela dapat memilah reformisme dari sosialisme. 10 tahun sudah revolusi ini berjalan, dan hanya keberanian rakyat pekerja Venezuela yang memberikan nafas panjang bagi proses revolusi ini. Di setiap tikungan, bukan hanya kaum oligarki Venezuela yang harus dihadapi oleh rakyat pekerja Venezuela, tetapi juga para ‘kawan’ revolusi yang menawarkan nasehat sosialisme abad ke 21 mereka.
Ide-ide sosialisme ilmiah sudahlah diformulasikan oleh Marx dan Engels, dan mereka masihlah relevan, apalagi dalam periode sekarang ini. Sejarah sudah membuktikan kebenaran ide-ide mereka. Kita tidak perlu ide yang baru (atau yang mengaku baru) bila yang lama masih benar adanya. Yah, tentu saja detil-detil ide Marxisme akan berbeda di situasi yang berbeda, tetapi ide umumnya masih sama: sosialisme hanya bisa dicapai dengan menghancurkan relasi produksi kapitalisme, yakni menyita hak milik alat produksi, dan menghancurkan negara kapitalis dan bangun negara buruh yang baru.
____________________________________
Maju Menuju Sosialisme Yang Sejati!
[1] Heinz Dieterich (1943 – ) adalah seorang ahli sosiologi dan analisa politik kelahiran Jerman yang sekarang tinggal di Meksiko. Dia banyak menulis mengenai konflik di Amerika Latin.
[2] Alan Woods (1944 – ) adalah seorang aktivis politik dari Inggris, salah satu pemimpin dari International Marxist Tendency. Pada tahun 1970, Alan aktif di Spanyol dalam melawan kediktaturan Franco. Dia sudah menulis banyak buku menge, salah satunya adalah Reason in Revolt (http://www.marxist.com/reason-in-revolt-bahasa-indonesia.htm) yang sudah diterbitkan di Indonesia.
[3] Penerbit Wellred sudah ada rencana untuk menerjemahkan buku Alan Woods ke dalam Bahasa Indonesia dan menerbitkannya.
Ada Dunia Lain di Luar sana*
Oleh Rulan
“Gimana kesan kalian setelah menonton film NO VOLVERAN ini ? “, tanya Mas Farid Gaban, pemimpin majalah Madina,dan juga pernah jadi redaktur di Majalah Tempo.
Langsung saya jawab:
“Saya terpana, Mas. Ternyata sosialisme bukan utopia ya, bisa diaplikasikan dengan contoh kasus di Venezuela ini”.
Ya benar, film dokumenter buatan handoffvenezuela, sebuah LSM yang mendukung independensi Venezuela dari campur tangan imperialism asing ini benar-benar menggambarkan betapa kekuatan dan persatuan rakyat Venezuela bisa mengusir campur tangan AS dan sekutunya via perusahaan multinasionalnya. NO VOLVERAN adalah film dokumenter yang menyajikan pengalaman empiris Venezuela dalam mewujudkan apa yang Chavez sebut dengan “Sosialisme abad 21?. Film yang disutradarai Melanie Mc Donald ini menyajikan satu model pendidikan politik dalam bentuknya yang populer. Meski berkisah sejarah ringkas Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo Chavez, film ini menekankan aktivisme masyarakat Venezuela tentang bagaimana paham Sosialisme dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di kawasan kumuh perkotaan, gang-gang kecil, dan pabrik-pabrik. Momen kebangkitan masyarakat menentukan model ideologi untuk kesejahteraannya.
Saya terkesan dengan system komunitas yang muncul dari karsa dari bawah yang diterapkan di sana, di tiap kelompok masyarakat di sana dibentuk organisasi mandiri yang pengurusnya dari kalangan masyarakat itu sendiri, mereka membuat radio komunitas sendiri untuk saling berkomunikasi, mereka menentukan apa kebutuhan mereka dan melaporkannya ke dewan yang lebih tinggi untuk mendapatkan dana pemerintah untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Mereka punya slogan “DON’T WATCH TV, MAKE IT! “, maka tumbuhlah beberapa stasiun TV komunitas yang berisi acara acara dari mereka oleh mereka dan untuk mereka. Dengan begitu propaganda asing via RCTV dan Globalvision milik perusahaan multinasional asing jadi tidak berguna lagi. Itulah kenapa ketika Hugo Chaves gagal diturunkan oleh para kaum borjuis Venezuela yang bersekutu dengan AS tahun 2002, Hugo Chaves didukung rakyat! Propaganda asing di TV-TV besar tidak mempan untuk membuat rakyat membenci Sang Commandante.
Saya pun kaget ternyata di banyak negara latin khususnya di Kuba dan Venezuela, pelayanan kesehatan dan pendidikan begitu baik, APBN untuk kedua bidang ini sangat besar alokasinya, maka tidak aneh tingkat melek huruf di Negara Fidel Castro dan Hugo Chaves mencapai 100 % ! Anda akan kaget ketika melihat seorang ibu rumah tangga biasa mampu berbicara politik sekualitas aktivis di Indonesia. Mereka menolak pendapat Fukuyama bahwa setelah runtuhnya soviet telah terjadi The End Of History karena hanya system kapitalis yang bisa mengatur dunia. Rakyat Venezuela tanpa banyak teori bisa membuktikan bahwa system sosialisme yang identik dengan kontrol rakyat terhadap Negara pun bisa sejalan dengan demokrasi.
Nasionalisasi perusahaan yang menjadikan komposisi kepemilikan saham menjadi 49% untuk buruh yang bekerja di tempat itu dan 51% untuk pemerintah ternyata bisa diterapkan. Buruh- buruh ternyata bisa juga mengambil alih tugas pemilik, insinyur dan administrator ketika dilatih dengan benar.Mereka lah yang menjalankan perusahaan minyak Venezuela ketika terjadi pemogokan para teknisi dan insinyur sebagai wujud
sabotase mereka guna menggulingkan Hugo Chaves tahun 2002. Sejak saat itu para buruh kalangan kelas bawah lah yang menjadi tulang punggung perusahaan selanjutnya, dan itu pasti karena pendidikan yang baik di sana, sehingga seorang buruh kecil pun dengan mudah dilatih menjadi teknisi, lagi- lagi masalah tingkat pendidikan kan ? Dengan nasionalisasi ini para buruh pun menjadi jauh lebih sejahtera karena memiliki saham di perusahaannya.
Anda pun mungkin akan takjub melihat distribusi makanan bergizi bisa tersebar merata di sana, dengan sistem komunitas tersebut, para aktivis di kalangan mereka mengatur distribusi itu dari pemerintah. Mungkin hanya di Venezuela ada produk makanan yang dibungkus dengan kemasan berisi konstitusi Negara! Anda pun akan kaget ketika masyarakat kecil bergotong royong memperbaiki saluran air mereka dibantu dengan para teknisi yang dibayar pemerintah sehingga masalah urbanisasi dan tata kota menjadi terselesaikan dengan karsa dari bawah. Sekali lagi ini nyata dan bukan teori, Brur !
Saya lalu teringat dengan negara ini, banyak sekali tokoh pergerakan kita yang berpaham sosialisme, ada Bung Hatta dan Bung Syahrir sebagai ikonnya. Bung Hatta yang identik dengan Bapak Koperasi Indonesia tentu tidak menginginkan koperasi hanya sekedar sebagai unit simpan pinjam dan arena mengeruk keuntungan oknum pengurusnya. Kondisi Indonesia dan Venezuela banyak kesamaan, masalah privatisasi perusahaan nasional yang dikuasai pihak asing, masalah kemiskinan, masalah korupsi juga dihadapi Venezuela sebelum era Hugo Chaves. Negara dikontrol oleh oligarkhi kaum borjuis yang menguasai media, dan sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak juga dihadapi oleh rakyat Venezuela di jaman Perez, presiden sebelum Hugo Chaves.
Selama ini kita selalu mengidentikkan sosialisme dengan komunisme, padahal dua paham ini sebenarnya berbeda, komunisme biasanya menafikkan demokrasi, Negara dikontrol oleh satu partai politik dominan, dan Negara hanya dikuasai oleh segelintir elit, jadi komunisme identik dengan oligarkhi memang. Sedangkan sosialisme tidak, mereka membolehkan sistem mulipartai, rakyat mengontrol Negara sepenuhnya dan social expense untuk pendidikan dan kesehatan di Negara sosialisme biasanya besar. Orde Baru memang telah membuat bangsa kita membenci sosialisme, mendegradasi Marxisme dan menganggap paham ini anti Tuhan. Hugo Chaves sering mengutip teologi pembebasan yang ada di bible dalam melancarkan promosi sosialismenya. Film ini membuka mata kita untuk membuka kembali pemikiran para tokoh sosialis Indonesia, betapa Bung Hatta dan HOS Cokroaminoto yang sangat shalih keislamannya pun merupakan pendukung sosialisme. Jadi mau kemana kau, Indonesia ?
____________________________
*Disadur dari www.apakabar.ws
Marxisme dan Masa Depan Revolusi Bolivarian
Oleh : Jesus S. Anam
Terpilihnya para kandidat walikota dan gubernur dari Partai Persatuan Sosialis Venezuela (PSUV) telah menyita perhatian seluruh gerakan revolusioner di Venezuela akhir-akhir ini. Ini menunjukkan bahwa rakyat dan kaum pekerja masih tetap kokoh berdiri guna menyelamatkan revolusi.
Survei yang dilakukan oleh Venezuelan Institute for Data Analysis (IVAD) baru-baru ini juga menunjukkan bahwa gelombang massa yang besar masih tetap berada di barisan depan sosialisme. Dukungan atas kebijakan Chavez dan langkah-langkahnya dalam melawan kapitalisme, seperti nasionalisasi pabrik Sidor dan pabrik-pabrik lain, mencapai sekitar 68%. Nasionalisasi di beberapa pabrik semen: setuju 56.0%; tidak setuju 33.3%; abstain 16.0%. Dan mengenai nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor makanan: setuju 50.1%; tidak setuju 42.1%; abstain 7.8%.
Dari hasil survei ini kita bisa melihat bahwa ada suatu lompatan yang luar biasa, yakni terjadi pengambilalihan monopoli-monopoli besar — sebuah lompatan kesadaran yang tinggi dari rakyat dan kaum pekerja. Data ini juga memberi gambaran bahwa ada situasi yang luar biasa bagi rakyat Venezuela untuk menuju kedamaian yang sempurna — sosialisme. Situasi seperti ini telah cukup memberi pembenaran bagi Chavez untuk mengeluarkan kebijakan mengenai nasionalisasi berbagai sektor bisnis: perbankan, monopoli-monopoli besar, dan tanah-tanah industrial. Dengan dasar ini, rencana-rencana demokratik bisa diimplementasikan, seluruh perekonomian Venezuela akan berada di bawah kontrol rakyat dan kaum pekerja; seluruh rakyat dan kepemimpinan revolusioner mengambil kontrol atas ekonomi-ekonomi kunci dan mengorganisir ekonomi-ekonomi kunci tersebut untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, dan bukan untuk kepentingan segelintir golongan, yakni kaum modal.
Ini merupakan buah terakhir dari penderitaan kaum miskin dan kaum pekerja di Venezuela.
Sebuah kekeliruan yang cukup fatal jika percaya bahwa sosialisme bisa dibangun dengan bertahap, melakukan kompromi-kompromi dengan kaum reformis, dan memberi kelonggaran kepada kaum modal. Gagasan yang mempromosikan suatu ekonomi campuran, di mana baik negara maupun sektor swasta memegang peranan penting, bahwa negara yang kuat bisa menggiring dan menstimuli sektor swasta, tidak ada dalam sosialisme. Gagasan ekonomi seperti ini didasarkan pada pikiran ekonom Inggris abad ke-20, John Maynard Keynes, dan terbukti mengakibatkan kesengsaraan dan memimpin letupan inflasi ke seluruh dunia.
Kaum reformis dan sektor-sektor birokratik di Venezuela mencoba membangkitkan kembali kebijakan Keynesian dari kuburnya. Menghidupkan lagi gagasan mengenai ekonomi campuran, bahwa majikan dan pekerja bisa bersama bekerja membangun sosialisme. Sektor-sektor ini yang akan menekan pemerintahan revolusioner ke arah kanan, memainkan terompet bernada sumbang dan membangkitkan kebingungan mengenai sosialisme, yakni sosalisme yang tidak jelas, jenis kolaborasi antara penunggang kuda dengan kuda tunggangan. Kebijakan tipe ini membawa kepada ledakan inflasi hingga 30 % di Venezuela. Jika mereka, yang berada di sektor birokratik, memaksakan garis politik seperti ini guna mempertahankan dan meindungi kawan-kawannya, yakni kaum modal, mereka akan membawa revolusi Bolivarian menuju jurang ngarai yang amat dalam.
Untuk mematahkan arus yang akan memnghanyutkan revolusi, perlu membangun aliansi yang kuat dari gerakan-gerakan politik Bolivarian dengan gagasan-gagasan yang benar. Tindakan Hugo Chavez debngan membaca buku karya Alan Wood, Bolshevism: Road to the Revolution, merupakan contoh dari kejeliannya untuk mencari gagasan yang tepat guna mengeluarkan Venezuela dari ancaman kaum reformis. Buku Reform or Revolution, Marxisme and Socialism of the twenty-first century, a response to Heinz Dietrich akan berkontribusi besar untuk melawan ide-ide kaum reformis seperti Dietrich dan saatnya mengembalikan ide-ide genuine dari sosialisme ilmiah, atau Marxisme.
Salam Solidaritas!
Chavez dan Revolusi Bolivarian: Bukan Gerak Teaterikal
Written by Jesus S. Anam*
Impian adalah sah. Tidak ada salahnya menjangkau kebesaran dan kesuksesan. Tidak ada salahnya merindukan hasil yang cepat dan keuntungan seketika. Begitulah kata Mao, yang diucapkan pada bulan Januari 1958.
Mao memang berhasrat untuk melakukan lompatan besar yang terayun. Saat itu dia ingin menggiring negeri petani menjadi negeri industri secara cepat. Dia sedang mencoba melecut musim. Lalu seluruh Cina bergemuruh dan bergerak meski akhirnya terbentur dinding tua Tiongkok.
Namun demikian, saya tidak hendak mengatakan Cina adalah kegagalan, tetapi hendak menyatakan bahwa “revolusi sosialis bukanlah gerak teaterikal”. Revolusi sosialis haruslah gerak yang berpijak pada tumpukan realitas, tidak berdiri di sisi dan hanya mengintip. Bukan gerak bebas tanpa makna dan semu, bukan pula gerak yang terpotong-potong dan absurd seperti layaknya panggung-panggung teaterikal. Ia harus menjadi gerakan kontinyu, menyeluruh, mengejawantah, mengandungi misi membebaskan diri dari hegemoni kapitalis hingga benar-benar mewujud pada terbentuknya masyarakat tanpa kelas.
Continue reading “Chavez dan Revolusi Bolivarian: Bukan Gerak Teaterikal”