Pada hari Minggu, 30 Januari 2011, Hands Off Venezuela (HOV) Indonesia bekerjasama dengan Serikat Buruh Plywood Jombang (SBPJ) mengadakan diskusi progresif mengenai perkembangan revolusi sosialis di Venezuela dan revolusi di Tunisia yang sedang terjadi hari ini. Acara tersebut bertempat di sekretariat Forum Pemuda Mambang (FPM) Jombang dengan dihadiri oleh seluruh pengurus SBPJ. Dalam acara ini, hadir sebagai narasumber, Nophee Yohana (Koodinator HOV Indonesia), Jesus SA (Militan Indonesia), dan Agus Mulya Abadi (SBPJ).
Nophee Yohana, dalam diskusi ini, mengupas mengenai proses revolusioner yang pernah terjadi di Venezuela. Chavez, sebagai seorang presiden yang terpilih pada pemilu 1998, dan dikudeta oleh kelompok oposisi oligarki pada tahun 2002, mengawal proses revolusi ini dengan dukungan dari jutaan rakyatnya (dari kalangan buruh, petani, dan kaum miskin) yang menginginkan perubahan secara menyeluruh. Yohana juga mencoba mengaitkan fakta obyektif penindasan buruh di Venezuela (pra revolusi) oleh pemilik modal dengan kondisi penindasan buruh di Indonesia hari ini. Secara general, persoalan buruh di Venezuela pada saat itu, tidak jauh beda dengan yang sedang terjadi di Indonesia saat ini. Jadi, lanjut Yohana, perjuangan buruh di Venezuela sangat relevan dijadikan pelajaran dan inspirasi bagi buruh Indonesia mengenai bagaimana mengorganisir diri, mengkonsolidasi, dan menjadi pengawal utama dalam proses revolusi.
Selanjutnya, Jesus SA, selain berbicara panjang lebar mengenai proses dari awal revolusi di Venezuela dan progres-progresnya sampai hari ini, juga mengupas mengenai fenomena pergerakan takyat yang terjadi di Tunisia. Titik kulminatif kesabaran rakyat Tunisia atas rejim korup Ben Ali, menurut Jesus, telah memicu gerakan jalanan yang massif. Dan saat ini, revolusi di Tunisia tersebut, selain telah menciptakan kesadaran kelas rakyat, juga telah menyebar di beberapa negara Arab, seperti Mesir, Yaman, Aljazair, dll. Peristiwa-peristiwa politik fenomenal, ungkap Jesus, harus disambut dengan gegap gempita revolusioner oleh kaum buruh dan kaum muda progresif Indonesia dengan melakukan hal yang sama.
Pada sesi ini, muncul beberapa pertanyaan kritis dari para pengurus SBPJ, bahwa apakah kaum buruh Indonesia sudah cukup mampu meradikalisasikan diri seperti yang pernah terjadi di Venezuela dan Tunisia, mengingat fragmentasi di serikat-serikat buruh masih sangatlah kuat. Dalam menjawab pertanyaan ini, Jesus mengungkap tiga hal penting yang harus dibangun oleh serikat-serikat buruh di Indonesia, pertama, mengembangkan isu-isu normatif-ekonomik perjuangan buruh ke arah politis-ideologis melalui pendidikan intensif dan reguler; kedua, serikat-serikat buruh harus mengkonsolidasi diri secara nasional dan terlibat dalam membangun organisasi politik revolusioner yang bisa mewadahi kehendak jutaan rakyat yang tertindas; ketiga, organisasi tersebut harus mengusung program politik yang jelas (sosialisme), melakukan agitasi dan propaganda terus menerus kepada seluruh rakyat tentang perlunya perubahan sistem secara menyeluruh (revolusi), dan mengekspos keboborokan pemerintahan borjuis.
Badi’, sapaan akrab dari Agus Mulya Abadi (SBPJ), merespon apa yang disampaikan oleh Jesus terkait dengan fragmentasi yang banyak terjadi di serikat-serikat buruh di Indonesia . Menurutnya, bahwa gerakan buruh di Indonesia memang masih banyak yang mengalami perpecahan dan lebih mengedepankan bendera masing-masing dalam perjuangannya. Masih menurut Badi’, bahwa kaum buruh Indonesia akan siap menjadi motor perubahan jika kondisi seperti ini segera diatasi dengan penyatuan kekuatan buruh secara nasional. Hal ini memang tidak mudah, butuh waktu dan komitmen yang kuat. Dan, menurutnya, pembangunan organ politik revolusioner yang bisa menyatukan jutaan rakyat, yang akan memunculkan kepemimpinan progresif pro rakyat (buruh, tani, kaum miskin), merupakan wacana yang harus segera terealisasi, jika kaum buruh ingin menang!
Hidup Revolusi Venezuela!
Hidup Revolusi Tunisia!
Hidup Kaum Buruh Indonesia!