Para Pembela Venezuela

9 Mei 2008 – 13:21 WIB

Oleh : Mulyani Hasan

Sekelompok anak muda di Jakarta membela Venezuela dari serangan media massa yang mendukung Amerika Serikat. Mereka tak sendiri. Anak muda di 30 negara membentuk kelompok solidaritas untuk Venezuela: menyiarkan kabar baik dari rakyat Venezuela yang tengah suka cita menyambut revolusi.

Di pojok kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sore itu ada pertunjukan. Sebuah film dokumenter berjudul No Volveran diputar. Film itu merekam kehidupan rakyat Venezuela. Di sana ada revolusi tanpa moncong senjata. Sang revolusioner, Hugo Chavez, terpilih sebagai presiden secara konstitusional.

Rakyat begitu gegap gempita menyambut revolusi. Suka cita di mana-mana. Sangat memukau. Mereka bekerja keras, mengendalikan industri, membangun rumah-rumah, bersama-sama membuat konstitusi. Mereka melunasi utang luar negeri, menyalurkan kekayaan negeri, dan memutuskan hubungan dengan International Monetary Fund atau IMF.

Lebih dari itu, revolusi Republik Bolivarian Venezuela adalah inspirasi bagi kekuatan rakyat di mana pun di muka bumi. Venezuela adalah inspirasi. Revolusi Bolivarian sebuah kemenangan sekaligus pembuktian sosialisme adalah keniscayaan. Ia kini menjadi simbol masyarakat sosialis abad ke-21. Maka, mereka yang meyakini sosialisme sebagai sistem kehidupan sosial, perlu membela negara mana pun yang sedang berjalan di atas kemenangan revolusi rakyat.

Apa yang terjadi di Jakarta sore itu rupanya bagian dari solidaritas untuk Venezuela. Anak-anak muda itu seperti berjalan bersama rakyat Venezuela. Solidaritas itu bernama Hands off Venezuela, dalam bahasa Indonesia berarti Jangan Sentuh Venezuela. Solidaritas itu sudah merebak di lebih 30 negara. Di Indonesia diluncurkan sore itu, 28 Maret 2008.

Solidaritas itu pertama kali dibentuk pada Desember 2002 di Inggris. Itu adalah bentuk kekhawatiran para aktivis pendukung revolusi Venezuela di Inggris yang menyaksikan kelicikan propaganda kelompok oposisi reaksioner Venezuela yang berusaha menggulingkan Presiden Hugo Chavez yang terpilih secara konstitusional. Mereka melihat kerja-kerja media massa di dunia sudah didomplengi kekuatan imperialisme yang tidak senang negara sosialis macam Venezuela berdiri. Aktivitas kampanye ini telah diakui Presiden Chavez sendiri. Mereka ingin mendukung dan mempertahankan revolusi di Venezuela dari serangan imperialisme dan agen lokal di Venezuela. Mereka juga ingin memberikan informasi yang benar tentang Venezuela yang selama ini, menurut mereka, telah diselewengkan oleh pemberitaan media.

Satu demi satu solidaritas itu menguap dari banyak negara di dunia. Tak banyak orang yang ikut campur, tapi mereka membangun hubungan dengan aktivis lain di berbagai belahan dunia untuk Venezuela. Bahkan wakil-wakil Hands off Venezuela tampil secara mencolok di pertemuan sedunia untuk solidaritas dengan revolusi kedua pada April 2004.

Pada awal pembentukannya, Hands off Venezuela semacam bentuk media alternatif melawan pemberitaan yang menyesatkan. Alan Woods, editor situs In Defence of Marxist memulainya dengan menyerukan pembelaan terhadap revolusi Venezuela, menentang intervensi Amerika dan memastikan agar serikat buruh dan gerakan buruh di seluruh dunia dapat memperoleh informasi yang benar mengenai situasi yang sebenarnya sedang terjadi di Venezuela.

Seruan itu dipicu ketika kelompok oposisi Venezuela yang terdiri atas para petinggi militer yang berkumpul di Altamira Square di Caracas Timur, lalu menyerukan boikot terhadap Chavez. Para oposisi itu mengeluarkan perintah mogok kerja nasional tanpa batas waktu. Padahal itu adalah kerjaan para bos yang mengatasnamakan rakyat. Manajer-manajer dan direktur-direktur perusahaan minyak negara yang kaya raya serentak menggerakkan sabotase terhadap industri. Mereka ingin melumpuhkan negara, seolah-olah rakyat menentang Chavez.

Berita dusta soal Venezuela bergelora di dunia. Media internasional penyambung lidah kebijakan politik Amerika juga punya andil. Berita yang beredar adalah telah terjadi mogok kerja umum di Venezuela menolak rezim otoriter yang sudah tidak populer. Kelompok itu mendompleng demokrasi untuk menghantam Chavez. Jaringan televisi RCTV dan Globovision digunakan untuk menyokong misi mereka dan menghantam kekuasaan Chavez lewat liputan yang manipulatif dan sepihak.

Jeremy Dear, Sekretaris Jendral British National Union of Journalists, dan sejumlah pemimpin penting serikat buruh di Inggris menyambut baik rencana Alan Woods. Kampanye ini dengan cepat menjalar ke negara-negara di Eropa, Amerika Utara, Asia, dan Afrika. Lebih dari 30 negara bersolidaritas untuk Venezuela.

Alan Woods adalah aktivis organisasi International Marxist Tendency. Organisasi ini mengeluarkan situs In Defence of Marxist dan Woods sebagai editornya. Organisasi ini sudah ada di 34 negara. Mereka mendukung gerakan sosialisme di seluruh dunia.

Dalam wawancara dengan Humania del Sur, Alan Woods mengatakan bagaimana kita bisa berbicara mengenai kemerdekaan media, ketika semua media dimiliki oleh segelintir orang kaya seperti Rupert Murdoch? “Apa yang disebut kemerdekaan berekspresi di Inggris dan Amerika hanyalah guyonan dengan selera yang sangat rendah,” katanya.

Itulah sebabnya di Amerika Latin sudah ada Televisi Pan Amerika Latin, Telesur. Ia adalah media alternatif untuk melawan dominasi kekuasaan media imperialis macam CNN dan sejenisnya. Telesur mengudara atas inisiatif Presiden Huge Chavez yang merangkul Venezuela, Kuba, Argentina, Bolivia, Ekuador, Nikaragua, dan Uruguay.

Bagaimana di Indonesia?

“Meski tidak seperti media-media barat yang jelas-jelas mendistorsi kenyataan di Venezuela, media di Indonesia belum objektif menyikapi fakta politik di Venezuela, ,” tutur Jesus Syaiful Anam, koordinator Hands off Venezuela-Indonesia. Menurut dia, media barat itu macam CNN dan BBC.

Selama ini pemberitaan soal Venezuela di media-media di Indonesia lebih banyak diambil dari media-media internasional macam Reuter, The Associated Press atau AP. Bisa dipahami, karena cara kerja seperti ini lebih mudah dan murah, ketimbang mengirim wartawan ke lokasi.

“Media-media di bawah kekuasaan kapitalisme kan seperti industri yang cari untung,” lanjut Anam. “Sekalipun ada keberpihakan media terhadap rakyat, tetap saja itu semua sudah diperhitungkan berdasarkan keuntungan bisnis.” Farid Gaban yang menyaksikan acara itu berpendapat, dalam lingkungan kapitalisme, media cenderung dipandang sebagai industri semata, sehingga makin jauh meninggalkan hakikat awalnya sebagai lembaga publik. Bekas wartawan majalah Tempo kini bekerja untuk Pena Indonesia.

Ia juga tak sepenuhnya membenarkan bahwa sistem kapitalisme serta merta menumbuhkan demokrasi dan partasipasi politik publik yang kuat lewat media yang bebas. Media di Amerika Serikat yang dianggap matang, profesional, kritis, dan independen mengapa gagal mencegah pemerintahnya melakukan agresi dan teror ke Irak? “Kenapa media tidak bisa menangkal, justru mengamini kebohongan pemerintah George Bush tentang alasan utama menyerbu Irak? Kenapa media gagal meyakinkan publik Amerika untuk tidak memilih lagi George Bush, presiden terburuk sepanjang sejarah negeri itu?” ucap Farid mempertanyakan sikap media di Amerika yang sering dianggap kritis dan independen.

Di Indonesia juga begitu, malah lebih parah. Di negara-negara maju macam Amerika dan Inggris, perlawanan terhadap dominasi media kapitalis digandeng dengan tumbuhnya media-media alternatif dan berhaluan kiri. Sejak Orde Baru mengambil kekuasaan, dunia jurnalisme mengalami titik terburuk. Tak ada kebebasan informasi. Semua yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah dihabisi. Nilai bahasa juga menjadi kacau di bawah kekuasaan Soeharto. Media diarahkan untuk berpihak pada pemerintah. Sensor diperketat. Informasi publik disajikan sesuai resep pemerintah.

Hal itu berlangsung selama puluhan tahun. Generasi Indonesia tumbuh dalam lingkungan semacam itu. Masih ingat bagaimana Orde Baru mengharamkan segala sesuatu yang berhubungan dengan marxisme? Itu masih berlangsung sampai sekarang. Itulah sebabnya wacana kiri menjadi sangat menakutkan. Juga di lingkungan media dan jurnalistik. Takut dicap kiri, tidak independen.

Seorang wartawan Indonesia, Andreas Harsono, menempuh pendidikan jurnalistik di Amerika. Pernah juga bekerja di beberapa media internasional. Melihat media di Indonesia yang tumbuh di lingkungan kapitalisme, dia menilai mereka sangat buruk. Dia menilai pemahaman wartawan soal kapitalisme, sosialisme, maupun pemikiran politik lain tidak proporsional. “Dia harus mengerti analisis kelas. Dia juga harus belajar soal konflik etnik, agama, dan sebagainya. Kalau hanya diarahkan guna melayani kepentingan modal, saya kira si wartawan akan kesulitan untuk melihat realita masyarakat yang sesungguhnya,” ujarnya.

“Hari ini praktis kita makin sulit melihat media yang berhaluan sosialisme sejak rezim Soeharto menghantam golongan kiri, termasuk media mereka, pada 1965-1966. Hari ini kebanyakan media di Pulau Jawa, terutama pada konglomeratnya, punya pandangan pentingnya modal dalam menjalankan kehidupan masyarakat,” lanjutnya. Saya menghubungi Andreas melalui email. Dia kini mengelola Yayasan Pantau, lembaga yang berkonsentrasi pada persoalan media dan meningkatkan mutu jurnalisme.

Penyelewengan informasi soal Venezuela begitu cepat dan beragam. Zely Ariane, juru bicara Hands off Venezuela-Indonesia, merasakan dampaknya. Perempuan muda ini keberatan atas perilaku politisi Indonesia yang menggunakan Venezuela sebagai barang dagangan untuk menarik simpati saja. Seolah-olah tentara tulang punggung perubahan. Kita tahu, Hugo Chavez seorang tentara revolusioner. Lebih membahayakan lagi jika para politisi menggunakan alasan bahwa menyejahterakan rakyat tidak harus dengan jalan demokrasi. “Mengerikan,” ujar Zely. Apalagi itu disiarkan oleh media-media di Indonesia

Di Indonesia, menurut Zely, tidak ada partai politik yang berpihak pada pembebasan rakyat miskin, sebagaimana diungkapkan Chavez, bahwa pembebasan rakyat miskin satu-satunya cara untuk membangun sebuah bangsa. Hands off Venezuela bagian kecil dari upaya membangun perubahan itu. Mereka, orang-orang yang membela Venezuela, merasa saudara senasib di bagian bumi mana pun mereka berada. Semangat di Indonesia disambut jutaan rakyat di Amerika Latin. Mereka bersorak menyambutnya (lihat di situs rumahkiri.net dan aporrea.org).Kemunculan ini diberitakan di TV Telesur di Amerika Latin dan ditayangkan di lebih dari 15 negara. Rakyat Amerika Latin mengetahui di Indonensia ada dukungan bagi mereka. Mereka tidak sendirian rupanya. (E4)

______________________________

Tulisan ini diambil dari : http://www.amerikalatin.blogspot.com/

Demo Hari Buruh di Venezuela Dihadiri Ratusan Ribu Massa, Upah Naik 30%

Mei 2008, oleh Kiraz Janicke – Venezuelanalysis. com

Caracas, 2 Mei 2008 – Sambil mengibarkan bendera merah dan spanduk pro-revolusi bertuliskan “lawan imperialisme” dan mendukung “sosialisme dan perdamaian”, lebih dari 300.000 buruh melakukan aksi jalan di hari Kamis lalu untuk merayakan 1 Mei, Hari Perjuangan Buruh Sedunia. Demo tersebut juga dirayakan dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Hugo Chavez yang menaikkan upah minimum sebesar 30% menjadikan upah minimum Venezuela yang tertinggi di Amerika Latin.

Sehari sebelumnya, dalam suatu upacara khusus untuk menyumpah Menteri Perburuhan baru Roberto Hernandez di Teater Teresa Carreno, Chavez mengumumkan kenaikan gaji sebesar 30% bagi upah minimum dari Bs.F 615(US$286) [sekitar Rp.2,5 juta] menjadi Bs.F 799(US$371.6) [sekitar Rp. 3,2 juta] per bulan, yang diberlakukan sejak 1 Mei.

Bila tiket Cesta (subsidi pangan) diperhitungkan, pendapatan minimum per bulan Bs.F. 1.199 atau US$557 [sekitar Rp 4,9 juta]; lebih dari dua kali lipat rata-rata Amerika Latin, demikian ditambahkan Presiden. Langkah ini secara langsung dirasakan oleh sekitar 20% penduduk.

Sebagai tambahan dari peningkatan upah minimum, Chavez juga mendekritkan peningkatan upah sebesar 30% bagi semua pekerja sektor publik. Pemerintah memperkirakan langkah ini memicu tuntutan kenaikan upah di sektor swasta.

Untuk mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan upah, Chavez mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan “Surat Hutang bagi Buruh” (Worker’s Bonds) dengan tingkat bunga tinggi untuk menarik simpanan dan menyerap likuiditas berlebih (excess liquidity) dalam ekonomi. Pemerintah juga mempertimbangkan kebijakan anti-inflasi lainnya, tapi tidak yang merugikan buruh, katanya.

Presiden juga menandatangani suatu dekrit yang memformalisir nasionalisasi SIDOR, pabrik baja terbesar di Venezuela yang sebelumnya dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina, grup Techint. Chavez pertama kali mengumumkan nasionalisasi SIDOR pada 9 April setelah perjuangan panjang buruh di sana.

“Dengan Undang-Undang ini, Venezuela menyembuhkan SIDOR. Selamat bagi buruh kita, bagi serikat buruh kita!” katanya.

Berbicara di hadapan sekitar 2.000 pimpinan serikat buruh yang diundang secara khusus dan mewakili aliran-aliran penting dalam Serikat Buruh Nasional (UNT) – termasuk Stalin Perez Borges, Orlando Chirino, Marcela Maspero, Orlando Castillo, dan Osvaldo Vera – maupun kontingen buruh dari pabrik baja SIDOR, Chavez mendeklarasikan, “Kelas pekerja adalah tumpuan utama pembangunan sosialisme.”

Dalam konteks seruan baru-baru ini oleh suatu faksi dalam UNT – Angkatan Buruh Sosialis Bolivarian (FSBT) – agar serikat buruh melepaskan afiliasinya dari UNT dan membentuk federasi nasional terpisah, ia juga menekankan bahwa “kesatuan kelas pekerja Venezuela adalah suatu keharusan… adalah fundamental dalam momen historik ini.”

Pemimpin Serikat Buruh harus mengesampingkan perbedaan pribadinya dan memiliki “kerendahan hati yang dibutuhkan untuk bersatu,” tambahnya.

Namun, presiden mengklarifikasi, kelas pekerja haruslah mandiri dalam keputusan dan kapasitasnya dalam memilih pimpinan-pimpinannya.

“Kini PSUV [Partai Persatuan Sosialis Venezuela] sedang lahir, ia harus berkontribusi terhadap persatuan dan perjuangan kelas pekerja, perjuangan petani (campesinos), pemuda, mahasiswa, dan gerakan perempuan. Tapi partai itu tidak boleh bertujuan mengambil alih kekuasaan gerakan buruh. Ia tak boleh bertujuan untuk mengawasi dan. Hidup kelas pekerja, gerakan buruh!” demikian pernyataannya yang disambut tepukan berdiri.

Menteri Perburuhan baru yang berbicara dalam demo May Day juga menekankan perlunya persatuan, bilamana tidak “imperialisme menang,” katanya.

Terlepas dari perbedaan di antara mereka, penekanan terhadap persatuan ini juga dicerminkan di podium oleh koordinator nasional UNT Marcelo Maspero dan Stalin Perez Borges dan koordinator FSBT Orlando Vera, yang semuanya menyetujui perlunya menguatkan gerakan buruh.

Perez Borges bicara tentang perlunya mempertahankan UNT dan Maspero berargumen bahwa buruh harus mengambil alih kendali produksi.

Omar Rangel dari Serikat Buruh Nasional Bolivarian bagi Pekerja Pendidikan mengatakan bahwa kenaikan gaji merupakan tindakan bagi keadilan terhadap kelas pekerja. “Kenaikan gaji akan banyak membantu buruh dalam memperbaiki kondisi kehidupannya. “

Pembicara yang lain mendukung pengurangan jam kerja harian dari 8 menjadi 6 jam, yang awalnya diusulkan dalam reformasi konstitusional Presiden Chavez tahun lalu, sebagai jalan untuk memungkinkan partisipasi buruh yang lebih besar dalam urusan politik negeri tersebut.

Demo tersebut juga diisi oleh pidato John Cleary dari Serikat Buruh Listrik Australia yang mengunjungi Venezuela sebagai bagian dari delegasi May Day yang diorganisir oleh Jaringan Solidaritas Venezuela Australia.

“Perjuangan buruh Venezuela untuk membangun sosialisme memberikan inspirasi bagi buruh di Australia dan di seluruh dunia,” ujar Cleary di hadapan massa.

Solidaritas internasional juga dikedepankan dalam demo dengan spanduk dan plakat yang menentang perang di Irak dan Afganistan maupun intervensi AS di Haiti, Kuba, dan Bolivia.

Ratusan ribu buruh juga ikut serta dalam demo May Day pro-revolusi di kota-kota di daerah seperti Valencia, Maracaibo, dan Ciudad Guayana, di mana buruh merayakan nasionalisasi pabrik baja SIDOR.

Konfederasi Buruh Venezuela (CTV) yang sejalan dengan kaum oposisi, yang umumnya telah didiskreditkan karena perannya dalam kudeta militer April 2002 melawan pemerintahan Chavez, menggelar demonstrasi yang secara mencolok lebih kecil dengan sekitar 1000 massa di penjuru kota, untuk menentang dekrit presiden yang menaikkan upah minimum karena menurutnya akan menyebabkan inflasi.

Dalam suatu dokumen yang diserahkan kepada perwakilan Majelis Nasional dari partai oposisi PODEMOS, CTV berargumen bahwa “dalam 2007 inflasi mencapai 22,5% dan dalam sektor pangan mencapai 33%, semuanya mengindikasikan bahwa angka-angka ini akan meningkat pada 2008.”

Wartawan Vanessa Davies dari televisi pemerintah VTV berkomentar bahwa aksi-jalan CTV “anehnya” tidak mengusung tuntutan apa pun dari buruh.

__________________________

Diterjemahkan oleh Data Brainanta

Chavez memperingatkan bahwa “Bolivia berada di tepi peledakan”

http://boliviarising.blogspot.com/2008/04/chavez-warns-that-bolivia-is-on-verge.html

Caracas – Presiden republik, Hugo Chavez, memperingatkan bahwa “Bolivia berada di tepi peledakan” dan mengakui bahwa itu adalah alasan utama di belakang digelarnya KTT luar biasa Alternatif Bolivarian untuk Amerika (ALBA).

“Adalah imperium yang menginginkan Bolivia meledak. Adalah kaum fasis kanan yang tidak menginginkan dialog atau apa pun. Mereka hanya mau perang untuk menendang presiden (Evo) Morales”, kata Chavez melalui telepon dalam program Dando y Dando, di Venezolana de Television.

Kepala negara menuduh sang “imperium” hendak mengulang di Bolivia format sama yang digunakannya di Venezuela lima tahun lalu dengan kerjasama faktor-faktor lokal. “Inilah ide gila fasisme, dari kaum Kanan ekstrim, yang digenggam oleh tangan berdarah imperium sekali lagi.”

Walau begitu, Chavez berharap agar KTT luar biasa ALBA dapat berguna untuk Bolivia. “Kami beraksi untuk mencoba dan menghindari, dari luar dan dengan rendah hati, apa yang bagi banyak orang terlihat sebagai hal yang tak terhindarkan dalam tahap permainan ini.”

Ia menginformasikan bahwa wakil presiden Kuba, Carlos Lage sudah berada di Venezuela untuk berpartisipasi dalam pertemuan; sementara kepala negara Bolivia, Evo Morales dan Nikaragua, Daniel Ortega, akan tiba dalam beberapa jam ke depan.

Diterjemahkan dari El Universal oleh Data Brainanta

Pabrik-pabrik yang Dijalankan Buruh: Dari Bertahan Hidup hingga Solidaritas Ekonomi*

Oleh Raul Zibechi

Pabrik-pabrik yang ‘diselamatkan’ (recovered) oleh para buruhnya merupakan respon dari dua dekade neoliberalisme dan deindustrialisasi. Dalam suatu gerakan yang tak pernah ada sebelumnya di Amerika Latin, buruh telah mengambil kendali langsung produksi dan operasi tanpa pengusaha – dan bahkan kadang tanpa pengawas (foremen), teknisi, atau spesialis – di 200 pabrik dan tempat kerja di Argentina, sekitar 100 di Brazil dan lebih dari 20 di Uruguay.

Aksi para buruh ini bukanlah hasil dari perdebatan ideologis melainkan dari kebutuhan mendesak. Penutupan massal terhadap pabrik dan perusahaan yang memasok pasar domestik memicu sejumlah buruh untuk mencegah setidaknya beberapa pabrik-pabrik ini agar tidak menjadi gudang-gudang yang ditinggalkan.

Meskipun gerakan buruh yang baru ini bersifat heterogen, banyak permasalahan yang dihadapinya biasa ditemukan dalam serangkaian luas pabrik-pabrik di berbagai sektor produktif. Ini meliputi isu-isu legal untuk memperoleh pengakuan terhadap kepemilikan pabrik, menjamin pasokan bahan baku, ketiadaan modal kerja (working capital), penjualan hasil produksi (product marketing), dan kesulitan teknis yang muncul dari mesin-mesin yang usang atau larinya (exodus) para teknisi dan manajer. Problem-problem demikian telah ditangani dan sering kali diselesaikan oleh para buruh sendiri.

Bubarnya kediktatoran militer (1983 di Argentina, 1985 di Uruguay dan Brasil) telah melahirkan rejim-rejim demokratik, tapi pemerintah-pemerint ah ini sejak awal sangat terkungkung oleh struktur ekonomi, politik, dan sosial warisan periode otoriter tersebut. Warisan ini – dikarakterkan dengan hutang luar negeri yang besar – menyebabkan pemerintahan- pemerintahan tersebut menyetujui berbagai rekomendasi yang ditekankan oleh “Konsensus Washington”. Perubahan ini meliputi penarikan regulasi ekonomi dan pelucutan negara kesejahteraan yang lemah yang telah dibangun dalam negeri-negeri di wilayah tersebut.

Bermula pada 1990, deregulasi finansial dan ekonomi, privatisasi dan penurunan tarif proteksi dan subsidi, menyebabkan banyak pabrik tutup. Kebijakan ini mengakibatkan pengangguran bagi banyak buruh dan semakin buruknya kondisi kerja bagi mereka yang masih bekerja. Ketika pembatasan impor ditanggalkan, terbukalah pintu bagi membanjirnya produk impor, dan industri lokal sering kali tak dapat bersaing. Yang mendapat pukulan paling parah adalah perusahaan kecil dan sedang yang memasok pasar domestik.

Penutupan massif terhadap perusahaan-perusaha an ini hanyalah satu aspek dari restrukturisasi produksi secara mendalam yang dilaksanakan pada tahun 1990an. Sementara itu, sektor-sektor industri terdepan menjadi sangat terkonsentrasi. Ini memperparah pengangguran dan segera menjadi sifat struktural permanen dari ekonomi.

Proses deindustrialisasi di Argentina, Uruguay dan Brasil diikuti oleh pertumbuhan baru yang didasarkan pada penyederhanaan strategi produksi dan transformasi pengorganisiran kerja secara teknik dan sosial. Restrukturisasi tak hanya meningkatkan tingkat pengangguran – menjadi 10% dalam populasi yang aktif secara ekonomi dalam hampir seluruh negeri Amerika Latin, dan di atas 20% pada akhir dekade di Argentina. Itu juga menyebabkan buruh yang di-PHK tidak dipekerjakan kembali dalam pabrik-pabrik terotomatisasi dan terobotisasi yang telah dimodernisasi, karena mereka tak memiliki pelatihan yang diperlukan bagi posisi-posisi baru di pabrik-pabrik tersebut. Lebih lagi, modernisasi jenis ini memperparah kecenderungan eksklusi sosial dan isolasi terhadap kaum miskin.

Bagi banyak buruh, penutupan perusahaan tempat mereka bekerja telah mengutuk mereka ke dalam kehidupan yang terpinggirkan. Ini sangat benar bagi buruh di atas usia 40, yang memiliki kesempatan sangat tipis untuk memasuki kembali pasar tenaga-kerja formal. Pengangguran bukan hanya berarti kehilangan pendapatan tapi juga kehilangan jaminan seperti asuransi kesehatan, dana pensiun dan perumahan. Ini menjelaskan kenapa beberapa buruh memilih untuk berjuang menyelamatkan sumber pekerjaan mereka; yakni, tetap mengoperasikan pabrik bahkan tanpa pemiliknya.

Di Brasil, gerakan penyelematan pabrik mendahului upaya-upaya serupa di Argentina dan Uruguay. Pada 1991, Calzados Makerly di Sao Paulo menutup pintunya dan menghilangkan 482 pekerjaan yang langsung. Dengan dukungan Serikat Buruh Sepatu, Departemen Studi dan Statistik Inter-Serikat Buruh, dan para aktivis akar-rumput (grassroots) , para buruh Calzados meluncurkan suatu proses menuju produksi yang dikelola buruh (workers-managed production).

Pada 1994, Asociacao Nacional dos Trabalhadores em Empresas de Autogestao (Asosiasi Nasional Usaha-Usaha yang Dikelola Buruh, ANTEAG) dibentuk untuk mengkoordinasikan respon-respon kreatif yang muncul di awal krisis industrial. ANTEAG saat ini bermarkas di enam negara bagian dan berupaya mendukung proyek-proyek yang dikelola buruh dengan cara menghubungkan mereka dengan berbagai inisiatif organisasi non-pemerintah dan pemerintah negara bagian maupun kotapraja.

Memecahkan masalah serius pendanaan gerakan adalah salah satu tugas terpenting asosiasi tersebut. ANTEAG kini bekerjasama dengan 307 proyek koperasi yang dikelola buruh dengan mempekerjakan 15.000 pekerja; 52 di antarnya adalah perusahaan yang diselamatkan oleh para buruhnya. Perusahaan yang dikelola buruh dapat ditemukan dalam semua cabang industri dari pertambangan mineral (Cooperminas, contohnya, memiliki 381 buruh) hingga tekstil (sejumlah banyak perusahaan kecil, hampir seluruhnya dioperasikan oleh perempuan) dan layanan pariwisata.

ANTEAG melihat pengelolaan buruh (worker management) sebagai suatu model organisasional yang mengkombinasikan kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi dengan partisipasi demokratik dalam pengelolaan. Model tersebut juga berarti otonomi, yang oleh karenanya para buruh bertanggungjawab terhadap pengambilan keputusan dan kendali perusahaan. Model otonomi mengurangi dipekerjakannya manajer-manajer profesional, dan bila mempekerjakan kaum profesional, mereka harus selalu di bawah kontrol kolektif.

Argentina telah menempuh jalan berbeda dalam hal pabrik yang dijalankan buruh. Di sana, gerakannya muncul saat puncak krisis ekonomi negeri itu dan berkembang maju dengan sangat cepat. Pembentukan usaha-usaha tersebut di Argentina dihubungkan dengan pengalaman akar-rumput dalam gerakan perlawanan yang lahir dari krisis. Gerakan pabrik-pabrik yang dijalankan buruh tumbuh dari kombinasi antara upaya buruh mempertahankan pekerjaannya, organisasi di antara kelompok-kelompok kelas menengah (kaum profesional, pegawai, teknisi) di majelis-majelis pemukiman (neighbourhood assemblies), dan pertemuan-pertemuan buruh pengangguran terorganisir yang dikenal dengan piqueteros. Semua kelompok ini terus memajukan tuntutan dan proposal mereka masing-masing, sambil membangun hubungan dengan usaha-usaha yang dijalankan buruh.

Mayoritas besar pabrik-pabrik yang diselamatkan di Argentina adalah yang berukuran kecil atau sedang, dan sebagian besar dirugikan oleh liberalisasi ekonomi yang diterapkan pemerintahan Carlos Menem pada tahun 1990an. Mereka menjangkau sektor yang amat luas: lebih dari 26% adalah industri metalurgi, 8% manufaktur perangkat listrik. Perusahaan percetakan, transportasi, pemrosesan makanan, tekstil, gelas dan kesehatan masing-masing mewakili di bawah 5%. Setengah dari jumlah tempat kerja tersebut telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun dan, ketika diambil alih oleh para buruh, rata-rata mempekerjakan 60 karyawan. Hanya 13% memiliki lebih dari 100 pekerja.

Sekitar 71% pabrik yang dijalankan buruh mendistribusikan pendapatannya secara egalitarian (buruh pembersih [janitor] mendapat bagian sama dengan pekerja berketrampilan tinggi), dan hanya 15% melanjutkan kebijakan upah yang diterapkan sebelum pendudukan pabrik. Meskipun proses penyelamatan pabrik dimulai pada pertengahan 1990an, dua pertiga dari perusahaan tersebut diambil-alih pada tahun-tahun kataklismik sosial 2001 dan 2002. Ini menggarisbawahi hubungan dekat antara gerakan perlawanan akar-rumput terhadap krisis ekonomi dan pengambil-alihan pabrik.

Tujuh dari 10 pabrik diselamatkan hanya setelah pertarungan sengit – pengambil-alihan secara fisik dalam hampir setengah jumlah kasus dan “acampadas en la puerta” (pendudukan berkepanjangan di gerbang-gerbang pabrik) dalam 24% kasus. Dalam kasus-kasus ini, pendudukan paksa bertahan rata-rata selama lima bulan, yang menunjukkan intensitas konflik yang dijalani para buruh sebelum memenangkan kendali pabrik.

Survey menunjukkan bahwa pabrik-pabrik yang menjalani konflik intens dan panjang adalah yang paling cenderung menerapkan distribusi pendapatan secara egalitarian dan mengambil bagian dalam majelis-majelis pemukiman dalam pemukiman kelas menengah. Hanya 21% perusahaan yang diselamatkan mempertahankan para pengawas (foremen) mereka yang lama, dan hanya 44% mempekerjakan personil administrasi mereka. Maka, lebih dari setengah pabrik-pabrik yang direbut memulai produksinya dengan hanya kerja-kerja manual. Terlepas dari pertempuran sengit dan seringkali melelahkan untuk memenangkan kendali pabrik, tempat-tempat kerja tempat berlangsungnya pertempuran sengit menunjukkan tingkat kesuksesan tertinggi – rata-rata 70% kapasitas keluaran digunakan dalam pabrik-pabrik ini dibandingkan dengan 36% di pabrik bertingkat konflik rendah. Serupa dengan itu, fasilitas-fasilitas yang ditinggalkan oleh para supervisor dan pengelola menggunakan kapasitas produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang masih melibatkan supervisor dan pengelola (70% versus 40%).

Pandangan sekilas terhadap beberapa pengalaman spesifik mengungkapkan salah satu aspek paling menarik dari gerakan di Argentina – hubungan erat yang dibangun antara para buruh di perusahaan yang diselamatkan, warga terorganisir dalam majelis-majelis pemukiman dan kelompok-kelompok piquetero. Melalui berbagai bentuk kolaborasi erat, para buruh berhasil memperluas jaringan mereka hingga melampaui lantai pabrik.

Dua usaha yang diselamatkan – Chilavert (rumah grafis) dan El Aguante (pembuatan roti) – mampu bertahan berkat peran kepemimpinan yang dimainkan oleh majelis-majelis pemukiman dalam mengambil alih fasilitas. Pada akhir Mei 2002, para pengelola Chilavert, berlokasi di wilayah Pompeya di Buenos Aires, menelpon polisi untuk mengusir para buruh yang menduduki pabrik. Majelis Kerakyatan Pompeya, maupun berbagai majelis dan kelompok warga lainnya, melibatkan diri dengan menyerukan pertemuan untuk mendiskusikan masalah ini dan kemudian mengkomunikasikan via telefon atau omongan mulut untuk mengirimkan kelompok-kelompok pemukiman untuk mendukung para buruh dalam berulang kali upaya pengusiran. Situasi serupa muncul di pabrik-pabrik lain. Dalam banyak kasus, aliansi antara buruh dan warga pemukiman terbukti krusial, baik dalam hal warga yang terorganisir dalam majelis atau yang secara formal tidak terorganisir sama sekali.

Panificadora Cinco (sebagaimana Koperasi El Aguante dikenal sebelumnya) ditutup pada bulan Oktober 2001, 80 karyawannya di-PHK tanpa uang tunjangan. Pada April 2002, majelis pemukiman Carapachay demi mencari cara mendapatkan roti murah membangun hubungan dengan suatu kelompok beranggotakan 20 buruh yang di-PHK oleh pabrik pembuat roti tersebut. Setelah suatu pertemuan bersama, warga dan mantan buruh mengambil alih pabrik. Selama 45 hari mereka melawan percobaan pengusiran, sementara warga sekitar dan buruh mendirikan tenda di luar pabrik dalam sebuah aguante (secara longgar ditejemahkan sebagai “daya tahan”). Mereka akhirnya berhasil memenangkan kepemilikan pabrik tersebut.

Solidaritas oleh warga lingkungan memainkan peran menentukan: anggota majelis, piqueteros dan aktivis kiri yang bertugas patroli keamanan menyelenggarakan tiga festival: aksi jalan di barrio, kecaman publik terhadap pemilik, upacara May Day, temu wicara, perdebatan dan aktivitas budaya. Meskipun ini suatu pengecualian (exceptional) , kasus ini mengungkap bagaimana suatu perjuangan sosial dapat menarik garis teritori baru, membangun hubungan antara sektor masyarakat yang sebelumnya saling tidak peduli.

Dalam kasus perusahaan metalurgi IMPA, organisasi buruh membantu konsolidasi kelompok pemukiman sekitar dan merekatkan aliansi yang lebih kuat di antara keduanya. Pabrik yang dijalankan pegawainya itu mendapat dukungan warga sekitar bahkan sebelum para buruhnya mengorganisir majelis di zona itu. Kemudian para buruh berkeputusan membuat suatu pusat budaya sebagai upaya merangkul komunitas sekitar dan membangun solidaritas dengan gerakan sosial dan warga lingkungan. Pusat tersebut merupakan suatu keberhasilan dan membuka jalan bagi upaya yang kini ditempuh oleh pabrik-pabrik lainnya yang diselamatkan, yang para buruhnya menyadari pentingnya melepaskan diri dari isolasi dalam pabrik dan gudang-gudang.

Secara serupa, di tengah-tengah konflik di suatu koperasi roti bernama Harapan Baru, sebuah kelompok yang terdiri dari anggota majelis pemukiman, para psikologis yang memiliki hubungan dengan majalah Topia, dan artis-artis lokal membawa suatu proposal ke hadapan majelis buruh untuk mendirikan suatu pusat seni dan budaya untuk menggalang dukungan warga pemukiman dan mengangkat profil sosial koperasi tersebut. Kini pusat budaya tersebut menyelenggarakan pelatihan harian di bidang musik, teater, tari, sandiwara boneka, sastra dan pertamanan; menawarkan resital dan sandiwara; menayangkan film-film pilihan untuk dewasa maupun anak-anak; dan mengorganisir konferensi bagi para intelektual ternama.

Contoh-contoh ini mendemonstrasikan salah satu karakteristik unik gerakan buruh: masih sebagai benih namun membesar dan menyebarkan akar-akar teritorial. Hubungan antara usaha-usaha yang dijalankan buruh dan majelis pemukiman menunjuk kepada minat masyarakat yang semakin besar dalam berkomitmen mensukseskan perusahaan tersebut dan juga kepada tekad para buruh untuk menjangkau ke luar gerbang pabrik dan merasa sebagai bagian dari gerakan sosial yang lebih luas. Dalam beberapa kasus, ini dimanifestakan oleh komitmen pabrik untuk mempekerjakan warga lingkungan yang menganggur untuk mengisi lowongan pekerjaan. Maka, dengan menjaga aktivisme komunitas, membangun kembali ikatan sosial dan bergerak menuju “teritorialisasi” perjuangan, gerakan penyelamatan-pekerjaan (job-recovery movement) berupaya menangani permasalahan yang dihadapinya: hubungan antara operasi yang dikelola pegawai dengan pasar lokal.

Solidaritas bermula ketika muncul kolaborasi antara warga sekitar (bertindak secara individual atau melalui majelis), pabrik-pabrik yg dijalankan buruh, kelompok-kelompok mahasiswa dan piqueteros. Ketika suatu pabrik mulai beroperasi di bawah kendali buruh, solidaritas ini biasanya mengambil dua jalan: itu dapat terinstitusionalkan lewat organisasi yang besar dan stabil seperti ANTEAG di Brasil, atau, sebagaimana yang terjadi di tempat-tempat kerja di Argentina, hubungan horizontal dapat terjalin dengan inisiatif lainnya, seperti pusat budaya di pabrik-pabrik atau inisiatif yang menyangkut kebutuhan gerakan secara keseluruhan, khususnya mengenai hubungannya dengan pasar.

Brasil telah mengembangkan suatu gerakan lebar yang dihubungkan dengan solidaritas ekonomi, dengan seluruh jaringan distribusi hasil produksi dibuat oleh kaum tani tanpa tanah (landless peasants) dan koperasi produksi. Di Argentina, hubungan ini telah terbirokratisasi tapi kini lahir kembali di tingkat akar-rumput. Di puncak krisis ekonomi, jaringan barter tumbuh secara eksponensial, pernah hingga melibatkan dua sampai lima juta rakyat. Meskipun gerakan barter kemudian menurun, ia berkontribusi terhadap perdebatan tentang bagaimana menjalankan perdagangan di luar pasar monopolistik. Pengalaman baru yang dikembangkan di Argentina berupaya menghindari pembentukan struktur besar yang melebihi kontrol kolektif akar-rumput dan sebaliknya lebih memilih hubungan “muka ke muka”.

Menyusul protes massa pada 19 dan 20 Desember 2001 yang berujung pada kejatuhan Presiden Argentina Fernando de la Rua. Hubungan produksi antara pabrik-pabrik yang terselamatkan, piqueteros, kaum tani dan majelis pemukiman telah berlipat ganda. Sifat umum dari sektor-sektor dan gerakan sosial ini adalah bahwa mereka cenderung memproduksi untuk kebutuhan mereka sendiri. Kelompok seperti piqueteros menanam tanaman, memanggang roti dan memproduksi barang-barang lainnya, dan sebagian mendirikan peternakan babi dan kelinci atau penangkaran ikan. Sejumlah majelis lingkungan memanggang roti, memasak makanan, menyediakan produk-produk kebersihan dan kosmetik, atau berkolaborasi dengan cartoneros (orang yang hidup dari memulung dan mendaur ulang sampah).

Beberapa majelis warga melakukan kerja-kerja menarik yang mengaburkan pemisah antara produsen dan konsumen. Terdapat 67 majelis kerakyatan di Buenos Aires dan lebih dari setengahnya bersifat otonom dan terkoordinasikan di tingkat teritorial. Sektor ini secara aktif menjunjung perdagangan adil (fair trade) dan solidaritas melalui konsumsi yang cermat. Beberapa aktivitas komersial juga telah menumbuhkan berbagai upaya lintas sektor: produsen di pedesaan, piqueteros, anggota majelis dan buruh pabrik yang terselamatkan mulai menjalin ikatan langsung tanpa mediasi pasar. Dalam satu sisi, upaya experimental ini memulihkan sifat asli pasar, yang digambarkan oleh Fernando Braudel dan Immanuel Wallerstein sebagai berkarakter transparan, berprofit sedang, kompetisi terkendali, kebebasan, dan di atas segalanya, dalam wilayah “rakyat biasa”.

Beberapa pengalaman mendemonstrasikan prinsip-prinsip tersebut dalam prakteknya: Palermo, di pinggiran Buenos Aires, menyelenggarakan pameran perdagangan adil selama dua hari tiap minggu dengan menggelar lebih dari 100 stan. Pameran itu hanya menjual produk yang dibuat oleh majelis pemukiman, kelompok piquetero dan pabrik-pabrik yang diselamatkan. Barang yang dijual meliputi tas yang dibuat dari bahan bekas, alat-alat pembersih, roti, popok, komputer daur ulang, kertas daur ulang, pasta buatan tangan, kerajinan tangan dan selai.

Dalam contoh lainnya, buruh dan warga berkolaborasi dalam produksi dan distribusi satu merek yerba mate (teh yang populer di wilayah tersebut) yang dikenal sebagai Titrayju (akronim untuk Tierra, Trabajo, y Justicia, atau Tanah, Buruh, dan Keadilan). Teh ini diproduksi oleh suatu organisasi produsen rural kecil di Argentina utara yang bernama Gerakan Agraria Misiones. Pengoperasiannya telah menghindari eksploitasi perantara pada tahun lalu dengan bermitra dengan 30 majelis pemukiman yang menjual dan mendistribusikan teh itu secara langsung di Buenos Aires, dengan dibantu piqueteros dan organisasi akar-rumput lainnya.

Menggunakan ruang kreatif yang dibuka oleh aksi-aksi protes menentang krisis ekonomi Argentina, Koperasi Majelis (Cooperativa Asamblearia) didirikan pada 2004 oleh majelis di pemukiman berpenghasilan menengah dan menengah-atas di Nunez dan Saavedra. Majelis itu pertama-tama memulai dengan pembelian oleh komunitas (community purchasing), kemudian mengorganisir suatu koperasi yang mendistribusikan berbagai produk dari lima pabrik yang terselamatkan, sebuah koperasi agraria dan beberapa majelis pemukiman lainnya. Hal serupa juga sedang dilakukan oleh mantan pegawai El Tigre, sebuah supermarket yang dikelola buruh di kota Rosaria yang menjual produk-produk dari pabrik-pabrik terselamatkan di seluruh negeri maupun dari kebun-kebun komunitas dan petani kecil.

Meskipun gerakan di Argentina masih dalam tahap awalnya, ia telah menciptakan bentuk-bentuk pemasaran baru yang melampaui pengaturan barter yang mengawalinya. Guna dari barter adalah untuk menciptakan suatu alat penukar yang dapat memfasilitasi suatu sistem ekonomi alternatif yang masif. Upaya baru ini, di sisi lain, memproritaskan kriteria etik dan politik sehubungan dengan bagaimana barang-barang diproduksi dan dipasarkan, dan mereka berupaya menutup jurang antara produsen dan konsumen dengan mempromosikan hubungan langsung, dari muka-ke-muka. Koperasi Majelis, contohnya, berupaya “mempromosikan produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi barang dan jasa dari pabrik-pabrik yang dikelola buruh, yakni, produk yang merupakan buah hasil kerja kepemilikan kolektif buruh,” menurut sebuah brosur yang memperkenalkan Koperasi itu. Tiga prinsip dasar yang memandu aksi-aksi kelompok itu: produksi yang dikelola buruh, konsumsi yang bertanggung jawab dan perdagangan adil. Prinsip-prinsip ini membentuk bagian dari ekonomi solidaritas yang diupayakan pembangunannya oleh usaha-usaha yang dijalankan buruh dan organisasi pemukiman untuk melepas ketergantungan mereka terhadap pasar dominan.

Catatan :

*Naskah Asli dari :

Raul Zibechi, “Worker-Run Factories: From Survival to Economic Solidarity,” (Silver City, NM: International Relations Center, August 1, 2004)

Diterjemahkan ke Bahasa Inggris untuk International Relations Center (IRC) oleh Laura Carlsen; diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Data Brainanta

______________________________

Komentar penerjemah: tulisan ini mendeskripsikan gerakan pendudukan (penyelematan) pabrik di Argentina saat puncak krisis ekonomi-politik dan Brasil pada saat kemerosotan ekonomi di mana – berbeda dengan kasus Venezuela – pemerintah tidak secara terbuka mendukung gerakan tersebut sehingga keberlangsungannya menjadikan solidaritas dan kerjasama antar sektor rakyat lainnya, bukan sekedar buruh, sebagai faktor yang sangat menentukan.

REVOLUSI KUBA DAN CITA-CITA PENYATUAN AMERIKA LATIN

Oleh Jesus S. A.

Hands Off Venezuela – Indonesia

Pada awalnya saya — dan (mungkin) juga anda — mengenal revolusi Kuba karena ketenaran salah seorang pejuangnya yang heroik, flamboyan, romantis, dan tak kenal kompromi: Che Guevara. Dan kali ini saya tidak sedang mengajak anda untuk membicarakan sosok Che dengan segala kharismanya, tetapi memeriksa kembali cita-cita besar dari Revolusi Kuba.

Revolusi Kuba adalah revolusi yang pertama di Amerika Latin yang membebaskan bangsa itu dari kuk imperialisme dan melakukan tugas-tugas demokratik, yang secara historis, belum pernah terjadi. Revolusi Kuba mampu berbuat sesuatu yang sangat fundamental. Seperti pernah terjadi dalam Revolusi Rusia tahun 1917, Revolusi Kuba menggunakan kekuatan revolusioner yang konsisten dari kaum proletar dan massa rakyat.

Digerakkan oleh semangat yang kuat, Revolusi Kuba telah mengemban aspirasi-aspirasi programatik dari arus yang paling revolusioner. Ini yang pertamakalinya sejak meninggalnya Jose Marti (1895), pemimpin gerakan pembebasan Kuba dari penjajahan Spanyol. Pemimpin pasukan gerilya internasionalis dalam proses revolusi tersebut, Comandante Che Guevara, memiliki rencana-rencana strategis revolusioner. Tentara Pembebasan Nasional dibawah komandonya akan disatukan di atas dasar strategi tunggal yang meliputi seluruh gerakan revolusioner Amerika Latin, dan selanjutnya akan dintegrasikan kedalam Tentara Proletariat Internasional. Setelah terlibat dalam revolusi Congo dan menyaksikan kekalahannya, Che semakin yakin akan pentingnya penyatuan kekuatan-kekuatan bersenjata secara internasional (paling tidak seluruh kawasan) untuk menumbangkan bangsa-bangsa penjajah. ”Inisiatif mengenai Tentara Proletariat Internasional tidak akan mati,” demikian tulisnya.

Ketika Che dan Kubanya, kamerad-kamerad Bolivia dan Peru berjuang di Bolivia, suatu peristiwa historis terjadi di Havana. Berbagai gerakan revolusioner dan organisasi-organisasi kiri dari seluruh negera-negara Amerika Latin bertemu pada konferensi Organisasi Solidaritas Amerika Latin (OLAS). ”Berbagai organisasi hadir disini” kata Armando Hart, delegasi Kuba, ”bertemu untuk membicarakan strategi perjuangan bersama guna melawan imperialis AS, oligarki-oligarki borjuis, dan para tuan tanah, yang telah disetir oleh kepentingan pemerintah AS. Delegasi Kuba hadir sebagai partai revolusioner. Tesis kami didasarkan atas ideologi Marx dan Lenin. Kami adalah ahliwaris tradisi revolusioner Amerika Latin. Kami akan setia pada tradisi ini. Karl Marx pernah berkata pada saat komune Paris, bahwa tujuan dari revolusi massa adalah menghancurkan mesin birokrasi militer sebuah negara dan menggantikannya dengan tentara rakyat. Selanjutnya Lenin berkata bahwa gagasan ini meletakkan pelajaran fundamental dari Marx dalam hubungan dengan tugas-tugas proletariat dalam revolusi. Delegasi kami menganggap bahwa pengalaman historis ini memperkuat penegasan dari Marx dan Lenin ini. Kami menganggap perlunya ada analisis mengenai pandangan Marx dan Lenin serta konsekensi-konsekuensi praxisnya.”

Dalam pidato mengenai strategi revolusi yang akan dikembangkan di seluruh kawasan (Amerika Latin), delegasi Kuba mengingatkan kembali bahwa ”nilai dan kebesaran konsepsi dari Jose Marti bisa diukur dengan apa yang tengah terjadi: [Marti] menanamkan cita-cita Bolivarian, yaitu dengan menyatukan negara-negara Amerika Latin menjadi satu negara yang besar yang dimulai dari perjuangan bagi pembebasan Kuba sebagai bagian dari revolusi Amerika Latin”. Pada saat yang sama, delegasi Kuba mengatakan bahwa ”hari ini, solidaritas revolusioner rakyat Amerika Latin memiliki kekuatan yang luar biasa, karena cita-cita mengenai penyatuan negara-negara Amerika Latin menjadi satu negara yang besar telah diperkuat.”

Setahun kemudian, Peredo, anggota pasukan gerilya Bolivia yang selamat, mempertegas pentingnya dan harapannya mengenai penyatuan Amerika Latin, ”keberhasilan pasukan revolusionerlah yang akan memapankan sosialisme di Amerika Latin, tidak hanya sebagai kawasan kami, tetapi juga negara kami.”

Selanjutnya, cita-cita besar tentang penyatuan Amerika Latin, dimana Amerika Latin akan menjadi satu negara yang besar — seperti yang dicita-citakan oleh para pejuang sebelumnya seperti simon Bolivar dan Jose Marti — harus didengungkan kembali dan didukung oleh negara-negara di kawasan ini. Ini perlu secepatnya dilakukan guna mengamankan rakyat di seluruh Amerika Latin dari kondisi-kondisi yang meresahkan, yakni globalisasi kapitalis neoliberal yang agresif, busuk, dan mematikan.

Dalam konferensi OLAS pada tahun 1967, kita bisa membaca bahwa ada sebuah fakta yang secara mendalam belum dievaluasi: sekompok masyarakat dengan jumlah besar dengan teritori yang sangat luas mampu bertahan dalam kultur, interes, dan tujuan-tujuan anti-imperialis yang sama. Inilah pelajaran yang menarik yang bisa kita ambil. Kuba — dengan berbagai interpretasi atasnya, terutama sosialisme yang berkembang disana — merupakan pelopor bagi revolusi-revolusi di Amerika Latin hari ini dan yang akan datang. Dan Amerika Latin, sebagai kawasan yang cukup luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar, memiliki semangat perlawanan yang sama. Imperialisme, kapitalisme, bagi rakyat Amerika Latin, tak lebih dari perampas dan penindas yang terus menerus harus dilawan.

Membicarakan Revolusi Kuba yang terjadi 48 tahun lalu sebagai peristiwa sejarah, mungkin, tidak terlalu menarik. Tetapi semangat Kuba dan konsistensinya dalam perang melawan imperialisme, adalah hal yang menarik untuk dimunculkan kembali terkait pembangunan Sosialisme Abad 21. Dan isu penyatuan kawasan yang dibicarakan pada tahun 1967 lalu di Havana, yang didasarkan atas ideologi Marxis, bisa menjadikan alternatif bagi pembangunan politik anti-neoliberalisme di kawasan-kawasan lain guna membendung derasnya arus neoliberalisme dan senjata untuk menumbangkan kapitalisme global.

Akhirnya, pesan yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, sebuah teori yang revolusioner dan komprehensif untuk mewujudkan cita-cita besar mengenai penyatuan Amerika Latin yang pernah dibicarakan dalam konferensi OLAS 41 tahun yang lalu sangatlah perlu. Sebuah teori revolusi yang pernah diterapkan Stalin yang kita kenal dengan ”teori revolusi bertahap” terbukti gagal. Hasil dari teori revolusi bertahap selalu sama: revolusi hanya dikenang sebagai peristiwa sejarah tetapi tugas-tugas dari revolusi tidak selesai. Satu-satunya cara untuk memastikan terjadinya revolusi demokratik nasional adalah dengan menyelesaikan tugas-tugas revolusi sosialis. Dan inilah esensi dari sebuah teori yang dikembangkan oleh Trotsky, yaitu ”teori revolusi permanen”.

Untuk menjadi satu negara yang besar, Amerika Latin harus menjadi sosialis. Untuk menjadi sosialis, Amerika Latin harus bersatu. Sebuah masyarakat sosialis tidak mudah dikerjakan dalam lingkup perbatasan-perbatasan nasional. Sebagaimana kata Trotsky, ”program sosialisme dalam satu negara adalah sebuah utopia kaum borjuis kecil.”

_____________

Sumber Tulisan :

  1. Ernesto Che Guevara, ”Pasajes de la guerrarevolucionaria: Congo”, 1999.
  2. ”Informe de la delegacion cubana a la Primera Conferencia de la OLAS”, 1967
  3. Guido ”Inti” Peredo, ”Ala guerrilla boliviana no ha muerto! Acaba apenas de comenzar”, 1968.

Venezuela: Melawan Logika Globalisasi

Oleh : Steve Ellner,

Diterbitkan dalam :

NACLA Report of the Americas, Empire & Dissent; Vol. 39 No. 2 September/October 2005

Kemampuan presiden Hugo Chavez untuk terus-menerus menjalankan berbagai reformasi signifikan di tengah permusuhan AS dan oposisi domestik dukungan AS memberikan pengaruh penting bagi perjuangan progresif di Amerika Latin. Kesuksesan Chavez meletakkan keraguan pada pandangan bahwa dalam dunia kapitalisme global saat ini tidak mungkin lagi bagi negeri-negeri Amerika Latin dan Karibia untuk secara efektif melawan tatanan neoliberal “pasar-bebas”.

Persyaratan berbasis-pasar yang berkelanjutan bagi segala bantuan ekonomi (termasuk penghapusan hutang) dari Amerika Serikat dan institusi keuangan internasional dominasi AS mungkin memperkuat pandangan bahwa “tidak ada alternatif” terhadap kebijakan pasar-bebas, sebagaimana terkenal dicetuskan oleh Thatcher. Tapi pengalaman Chavez bertentangan dengan diktum Thatcher dan mengangkat pertanyaan menarik tentang apakah jalan Venezuela dapat dipraktekkan di negeri-negeri Amerika Latin dan Karibia lainnya. Naiknya berbagai pemerintahan kiri-tengah ke kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir di Argentina, Brasil dan Uruguay menjadikan pertanyaan ini dalam sorotan.

Sejak awal sasaran kunci Chavez adalah untuk mencapai – dan mempertahankan – kekuasaan negara untuk mendorong perubahan radikal. Untuk tujuan itu, ia membangun partai politik terbesar di negeri itu, Gerakan Republik Kelima (MVR), yang telah memerintah sejak 1998 dengan beraliansi dengan partai-partai kiri yang lebih kecil. Sebelum berkuasa, ia mengkritik Fransisco Arias Cardenas, orang kedua pemegang komando dalam kudeta militer gagal yang dipimpinnya pada 1992, karena mengincar jabatan gubernur negara bagian pada 1995 bukannya berkonsentrasi mencapai kekuasaan nasional. Sebagai respon jalan lokal yang dipilih Arias, Chavez menyatakan, “Merebut kekuasaan melalui jabatan walikota atau gubernur untuk memiliki panggung bagi kemajuan-kemajuan lebih jauh adalah kebohongan yang akan selalu menenggelamkanmu ke dalam rawa-rawa.”

Gebrakan radikal aksi-aksi Chavez sejak kemenangan elektoral awalnya pada 1998 melampaui keumuman dan diskursus. Memang, banyak program reformasi dan aksinya telah merongrong kepentingan ekonomi kaum berkuasa Venezuela dan kelompok-kelompok transnasional. Pemerintahan MVR, contohnya, telah menahan laju dari skema yang dijalankan oleh pendahulu neoliberal Chavez yang berpihak pada privatisasi jaminan sosial, industri aluminum dan industri minyak yang teramat penting. Alokasi dana pemerintah berpihak pada kaum miskin dan dengan signifikan menaikkan persentase anggaran nasional untuk pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan kredit bagi unit usaha berskala kecil. Lebih jauh lagi, peran aktivis Venezuela di OPEC dalam setahun pertama pemerintahan Chavez, melebihi negara anggota lainnya, berperan mengembalikan harga minyak ke tingkat tahun 1970an. Dan akhirnya, sejak awal 2005 “Komisi Intervensi” yang ditunjuk Chavez telah memeriksa kembali legalitas surat-surat kepemilikan tanah pertanian, dengan demikian mengancam kaum pemilik tanah besar dengan kehilangan kepemilikannya.

Respon AS terhadap Chavez menyusul terpilihnya ia pada 1998 dipandu oleh kebijaksanaan konvensional saat itu mengenai keniscayaan kembalinya ia ke kebijakan neoliberal. Duta Besar AS John Maisto mendukung pendekatan garis-lunak dan berhasil meyakinkan Departemen Negara bahwa Chavez harus dinilai dari aksi-aksinya, secara tak langsung menyatakan bahwa retorika radikalnya tak akan menghasilkan apapun. Pada saat itu, tesis Maisto sepertinya dapat diterima. Memang, selama kampanye presidensialnya, Chavez harus melunakkan posisinya yang menyetujui moratorium pembayaran hutang luar negeri dan sebaliknya mengkonsentrasikan proposal untuk majelis konstituante yang akan menghasilkan perubahan politik internal dengan penulisan kembali Konstitusi.

Selama dua tahun pertamanya menjabat, Chavez menekankan reformasi politik. Pada 2001, walau demikian, pemerintahan MVR mengesahkan rangkaian undang-undang dengan kandungan sosio-ekonomi yang signifikan, termasuk reformasi agraria dan sebuah undang-undang yang menjamin kepemilikan mayoritas negara dalam semua operasi industri minyak. Radikalisasi pemerintahan ini bersamaan dengan permulaan Administrasi Bush, dan pengerasan sikap global Washington menyusul 9/11. Perkembangan di AS ini membuat kaum oposisi Venezuela semakin berani, yang kini mengklaim bahwa hari-hari Chavez sebagai presiden telah dihitung. Keyakinan kaum oposisi terhadap tesis Thatcher tentang keniscayaan neoliberalisme bisa jadi telah mempengaruhi para pimpinannya untuk meremehkan Chavez dan berakibat bencana bagi mereka. Kesalahan kalkulasi ini terterjemahkan menjadi berbagai skema-skema gagal untuk mendepak Chavez tanpa rencana untuk menghadapi kekalahan.

Pada 2002, sikap AS terhadap Chavez mulai bersinggungan dengan rencana partai-partai tradisional kaum oposisi yang selama itu mempertahankan sikap tak berkompromi. Dukungan Administrasi Bush pada kudeta singkat terhadap Chavez pada April 2002, persetujuannya terhadap pemogokan umum 10-minggu yang sama sia-sianya pada tahun itu dan upaya-upayanya yang lebih baru belakangan ini untuk mengisolasi Venezuela dari para tetangganya bukanlah sekedar reaksi terhadap reformasi-reformasi tertentu yang mengancam kepentingan ekonomi. Washington takut terhadap “efek demonstrasi,” yakni pengaruh yang dapat disebabkan oleh contoh Venezuela terhadap negeri lain di benua tersebut.

Efek demonstrasi yang cukup berbeda telah berpihak pada Washington 10 tahun lebih awal dengan keruntuhan Uni Soviet. Para kampiun neoliberalisme dan globalisasi mengacu pada nasib sosialisme Soviet sebagai bukti nyata bahwa segala bentuk intervensi negara dalam ekonomi ditakdirkan gagal. Dengan meletakkan keraguan pada tiap kemungkinan yang dapat efektif menentang sistem kapitalisme global yang dominan, demonstrasi ini merugikan kaum kiri sedunia, apa pun pandangan mereka terhadap Uni Soviet. Ketakutan Washington adalah Venezuela Chavez dapat memberikan efek sebaliknya dengan mendemonstrasikan kemungkinan melawan model neoliberal dan mendirikan alternatif yang mampu bertahan.

Pengaruh Chavez di hemisfer (belahan bumi, pen.) tersebut dapat dirasakan di tingkat rakyat maupun diplomatik. Ia telah menjadi pahlawan bagi jutaan rakyat Amerika Latin yang tak diistimewakan, yang mengagumi keberaniannya dan dengan cermat mencatat keberhasilan-keberhasilan politiknya. Beberapa aktivis dan pemimpin telah bereaksi serupa. Berbeda dengan reaksi bercampur terhadap pidato Lula pada Forum Sosial Dunia 2005 di Porto Alegre, Brasil, Chavez mendapat tepukan menggelegar. Chavez menekankan komitmennya pada perjuangan akar-rumput ketika ia mengatakan kepada massa: “Saya di sini bukan sebagai Presiden Venezuela…Saya hanya Presiden karena situasi-situasi tertentu. Saya Hugo Chavez dan saya seorang aktivis sekaligus revolusioner.”

Di tingkat diplomatik, Chavez telah berhati-hati untuk menghindari kesalahan Kuba pada tahun 1960an, ketika Fidel Castro berseru kepada kaum kiri dan rakyat kebanyakan di seluruh Amerika Latin, tapi dengan melakukan itu kehilangan strategi aliansi dengan pemerintahan yang ada. Akibatnya, Washington dapat mengisolasi Kuba dari komunitas bangsa-bangsa Amerika Latin. Dengan kontras, terlepas dari retorikanya yang berapi-api, Chavez menjaga hubungan baik dengan presiden-presiden berorientasi neoliberal seperti Vicente Fox di Mexico, Ricardo Lagos di Chile dan Alejandro Toledo di Peru, yang mana ketiganya segera menolak kudeta anti-Chavez pada 2002. Chavez bahkan membantu Presiden Bolivia, Carlos Mesa, yang sedang susah payah bertahan sebelum dipaksa turun Juni lalu, dengan berseru kepada gerakan sosial Bolivia yang siap bertempur untuk membiarkannya menyelesaikan masa jabatannya.

Kepemimpinan dan inisiatif diplomatik Chavez dapat berpotensi membawa perubahan dramatik di Amerika Latin – tak diragukan lagi ini sumber keprihatinan bagi Washington. Kaum kiri telah mencatat kemajuan elektoral dalam beberapa tahun belakangan, dan kemenangan calon-calon kiri-tengah dalam pemilu presidensial di Bolivia, Ekuador, Meksiko dan Nikaragua dalam satu setengah tahun ke depan akan lebih jauh lagi merubah korelasi kekuatan di benua itu.

Pergeseran politik seperti itu dapat menyebabkan aksi kolektif dalam berbagai lini (front) menurut garis yang telah ditarik oleh Chavez. Ia menyerukan pembentukan persekutuan hemisferik Amerika Latin – “Alternatif Bolivarian untuk Amerika” (ALBA) – sebagai alternatif terhadap Wilayah Perdagangan Bebas Amerika (FTAA) yang disponsori Washington. Chavez berpengaruh dalam membuyarkan rencana-rencana yang sejak lama dipupuk oleh Bush untuk mendirikan FTAA pada 2005.

Dukungan Chavez terhadap negosiasi kolektif hutang luar negeri Amerika Latin bahkan jauh lebih membahayakan kepentingan AS. Dalam hal ini, ia telah mendesakkan dalam berbagai konferensi internasional agar 10% pembayaran hutang luar negeri dialihkan kepada Dana Kemanusiaan Internasional yang akan menyediakan bantuan bagi program-program sosial tanpa menyertakan ikatan-ikatan neoliberal seperti biasanya. Chavez mendapat dukungan resmi bagi rencana pembentukan Dana ini pada KTT Presiden Ibero-Amerika yang digelar bulan November 2003.

Bahkan dalam subyek yang lebih sensitif, Washington secara khusus memprihatinkan de-dolarisasi penjualan minyak internasional. Ekonomi AS disokong oleh penggunaan dolar secara khusus dalam pertukaran internasional dan sebagai cadangan mata-uang utama di dunia. Di bawah Chavez, Venezuela melangkahi dolar dengan menjalankan kesepakatan-kesepakatan barter non-moneter untuk minyaknya dengan lebih dari selusin negeri Amerika Latin dan Karibia. Ia telah menyerukan negara-negara OPEC lainnya untuk membentuk kesepakatan serupa. Satu kesepakatan pertukaran serupa itu melibatkan minyak untuk ditukar dengan kehadiran 12.000 dokter Kuba, yang telah mendirikan klinik dan bekerja tanpa bayaran di wilayah-wilayah termiskinkan di seluruh negeri itu.

Dalam OPEC, Chavez menekankan penurunan daya beli dolar sebagai argumen untuk meningkatkan harga minyak denominasi dolar. Dan beberapa perwakilan pemerintah Venezuela telah mengangkat kemungkinan menjual persentase minyak dalam mata uang euro. Duta besar negeri itu untuk Rusia sekaligus seorang pakar perminyakan, Francisco Mieres, mendiskusikan usulan ini dalam konferensi tahun 2001 di Moscow bertemakan “Ancaman Tersembunyi dari Krisis Mata Uang”.

Walau demikian, lebih baru ini ketegangan dengan industri minyak telah termanifestasi. Pada awal 2005 Exxon-Mobil mengumumkan bahwa mereka mempertimbangkan arbitrase untuk menentang peningkatan royalti pemerintah dari 1% ke 16,66% dalam penjualan minyak non-konvensional dari wilayah Timur negeri itu. Exxon Mobil mengklaim bahwa kenaikan itu melanggar ikatan kontrak-kontrak legal, tapi pemerintah menekankan bahwa kesepakatan sebelumnya dibuat ketika harga minyak – dan keuntungannya – hanyalah fraksi kecil dari tingkat harga saat ini. Pada saat itu juga, bendera merah diangkat oleh sektor swasta asing. Deutsche Bank baru-baru ini menurunkan penilaiannya terhadap perusahaan minyak berbasis AS Conoco-Philips, salah satu investor utama di Venezuela, karena keprihatinannya bahwa hubungan yang menguntungkan saat ini antara perusahaan minyak transnasional dan pemerintah Venezuela dapat segera berubah.

Pengalaman Venezuela menunjuk ke arah berlawanan dari penulisan globalisasi saat ini yang meminimalkan peran negara-bangsa, terutama dalam negeri-negeri berkembang. Para analis dengan perspektif ini berargumen bahwa dalam ekonomi global saat ini, penekanan pada kedaulatan nasional oleh pemerintah-pemerintah kuat di dunia-ketiga tidak berpotensi untuk transformasi dan lebih lagi, itu bahkan tidak dimungkinkan. Para penulis yang mendukung tesis ini terbentang dari kiri hingga kanan dalam spektrum politik. Mereka yang di kanan, yang membela kebijakan luar negeri AS dan formula-formula pasar-bebas, mengasosiasikan negara-negara kuat di dunia ketiga sebagai oligarki lokal dan “kapitalisme kroni,” yang dituduh sebagai penyebab kegagalan besar-besaran neoliberalisme dalam memenuhi harapannya.

Beberapa penulis kiri yang menganalisa globalisasi juga memandang penguatan negara-negara dunia ketiga sebagai kesia-siaan. Sebagaimana telah kita lihat, tujuan Chavez sedari awalnya adalah untuk mencapai kekuasaan di tingkat nasional. Tujuan ini sangat dicurigai oleh beberapa dari mereka yang telah mencoret pentingnya negara-bangsa dan sebaliknya memuja perjuangan untuk otonomi lokal dan bersolidaritas dengan kelompok-kelompok seperti Zapatista di Meksiko.

Michael Hardt, contohnya, ko-penulis dari buku yang mendapat banyak pujian, “Empire”, menunjuk pada dua posisi berbeda mengenai “peran kedaulatan nasional” yang muncul dalam beberapa Forum Sosial Dunia. Di satu sisi, katanya, para pemimpin yang berasal dari organisasi yang umumnya terkenal secara internasional, ketika berpartisipasi dalam Forum membela kedaulatan nasional dunia-ketiga “sebagai penghalang defensif terhadap kontrol kapital asing dan global.” Posisi kedua didukung oleh mayoritas dari mereka yang menghadiri Forum dan berasal dari gerakan sosial yang terorganisir menurut beragam isu yang saling melengkapi satu sama lain. Kelompok kedua ini “menentang segala solusi nasional dan sebaliknya mengupayakan globalisasi demokratik.” Posisi kedua pada dasarnya demokratik dan menentang kapital, demikian argumen Hardt, sementara yang pertama bercirikan atas-ke-bawah (top-down) dan berpotensi menjadi otoriter. Hardt menyimpulkan bahwa “struktur terpusat dari negara berdaulat itu sendiri bertentangan dengan bentuk-jaringan horizontal (horizontal network-form) yang dikembangkan oleh gerakan [yang identik dengan posisi kedua].”

Tapi bertentangan dengan pernyataan Hardt, kekuasaan Chavez selama enam setengah tahun mendemonstrasikan bahwa pemerintahan dunia-ketiga dapat dengan kokoh menegakkan kedaulatan nasional dan di saat yang sama memajukan suatu agenda nasionalis-progresif untuk melawan kepentingan ekonomi yang berkuasa. Karakterisasi Hardt bahwa pemerintahan ‘pembebasan nasional’ dunia-ketiga sifat demokratiknya diragukan tidaklah sejalan dengan kompleksitas transformasi yang sedang berjalan di Venezuela. Meskipun gerakan Chavista dimulai secara sangat “vertikal,” dua rangkaian pemilihan internal dalam MVR (satu untuk pimpinan partai nasional dan satunya lagi dilangsungkan April lalu untuk memilih kandidat dalam pemilu lokal) merupakan langkah-langkah ke arah demokratisasi internal, terlepas dari problem-problem prosedural yang tercipta.

Sering pula diargumentasikan bahwa Venezuela Chavez terlalu berbeda dari negeri Amerika Latin lainnya untuk dapat memberikan pengaruh yang berkelanjutan. Harga minyak yang tinggi mendanai program-program kerakyatan dan maka menempatkan Venezuela ke dalam liga tersendiri. Lebih jauh lagi, Chavez mendapat dukungan krusial dari struktur militer yang perwiranya secara historik berasal dari kelas menengah dan menengah-bawah, secara tajam kontras dengan sifat ke-kasta-an angkatan bersenjata yang ada di hampir seluruh benua itu.

Ini adalah argumen-argumen yang cukup akurat, tapi walau bagaimanapun “proses revolusioner” Venezuela mengandung pelajaran-pelajaran penting bagi mereka di Amerika Latin yang mengkampiunkan keadilan sosial dan transformasi-transformasi yang dibutuhkan untuk mencapainya. Pelajaran pertama adalah memupuk suara elektoral mayoritas yang substansial sangatlah diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan sosial berjangkauan-luas (far-reaching) melalui cara-cara demokratik. Chavez memperoleh 60% suara dalam sembilan pemilu yang digelar sejak 1998. Hasil ini tampaknya membuktikan pengamatan bahwa suara mayoritas tipis atau suara pluralitas, seperti 36% suara yang memilih Salvador Allende di Chile pada 1970, tidak mewakili suatu mandat untuk perubahan radikal.

Kedua, partisipasi aktif dan mobilisasi merupakan komponen kunci dalam proses tersebut. Chavez telah bersandar tidak sekedar pada dukungan elektoral atau pasif. Ia telah menjalankan strategi mobilisasi rakyat yang berkelanjutan dalam menghadapi aksi-aksi insurgensi musuh-musuhnya yang terbukti sangat diperlukan bagi keberlangsungan politiknya termasuk kembalinya ia setelah kudeta April 2002. Aksi-aksi jalanan massif yang mendukung proses Chavista telah dimungkinkan berkat keyakinan para jajaran bawah Chavistas bahwa retorika Chavez didasarkan pada kenyataan dan komitmen melalui perubahan, bukan manipulasi.

Pelajaran ketiga dari pengalaman Chavez adalah pentingnya ketepatan waktu (timing) dan pendalaman proses transformasi secara konstan via memperkenalkan tujuan baru menyusul tiap kemenangan politik. Kemenangan-kemenangan yang diikuti dengan slogan-slogan dan usulan-usulan baru termasuk pembentukan majelis konstituensi nasional pada 1999, kekalahan kudeta April 2002, kekalahan pemogokan umum Februari 2003, kekalahan pemilu penurunan presiden pada Februari 2003 dan pemilu kegubernuran dua bulan kemudian di mana Chavistas menang di seluruh negeri kecuali dua negara bagian.

Meski demikian, Venezuela masih jauh dari mengembangkan suatu sistem ekonomi baru yang memungkinkan Chavez untuk mengemas dan mengekspor suatu model ke negeri Amerika Latin lainnya. Pada Forum Sosial Dunia 2005 ia menyatakan diri sebagai “sosialis” dan menambahkan: “Kita harus merebut kembali sosialisme sebagai suatu tesis, suatu proyek dan suatu jalan, tapi suatu sosialisme jenis baru, yang manusiawi dan menempatkan manusia, bukan mesin atau pemerintah, di atas segalanya. Inilah perdebatan yang perlu kita kedepankan di seluruh dunia.” Venezuela, walau begitu, belumlah mendirikan sosialisme, setidaknya dalam pengertian tradisional kata tersebut, karena belum ada sektor ekonomi yang didaftarkan untuk dinasionalisasi. Bila ada suatu model baru yang muncul, ia didasarkan pada prioritas terhadap kebutuhan sosial, kemunculan koperasi pekerja dan produsen kecil baik di wilayah pedesaan dan perkotaan, dan penolakan pemerintah terhadap aliansi dengan kelompok kapitalis besar meskipun tidak membuang modus vivendi [hidup berdampingan dengan lawan, pen.] dengan mereka.

Kemampuan Venezuela dalam mempengaruhi bangsa-bangsa di Amerika bersandar pada keberhasilan pelaksanaan kebijakan dan strategi Chavez. Dalam tahap ini, aspek terpenting dari efek demonstrasi Chavez adalah nasionalismenya, yang mendorongnya untuk menepis paksaan-paksaan AS; anti-neoliberalismenya, yang menghadang privatisasi; dan prioritas sosialnya yang telah diterjemahkan ke dalam program-program spesial di bidang kesehatan dan pendidikan. Emulasi [peniruan, pen.] kebijakan-kebijakan Chavez oleh negeri-negeri tetangga akan menunjukkan, kalaupun ada, bahwa pemerintah dunia-ketiga berada sangat tepat di tengah-tengah pertarungan politik dan bahwa alternatif nasional sesungguhnya ada, terlepas dari peringatan-peringatan serius dari para penulis terunggul tentang globalisasi.

__________________

Tentang Penulis :

Steve Ellner telah menerbitkan karya-karyanya yang ekstensif tentang politik dan sejarah Amerika Latin. Sejak 1994, ia mengajar kuliah sarjana di Sekolah Hukum dan Ilmu Politik di Universidad Central de Venezuela (UCV).

Diterjemahkan oleh Data B.

Belajar dari Revolusi Venezuela

Ditulis Oleh Diana Aziza*

Monday, 14 April 2008

“Bentuk Konkret Kekuasaan Buruh adalah Dewan-Dewan Pabrik”

Wawancara Diana Aziza -PRP Divisi Internasional – London dengan Jorge Martin

Berikut adalah wawancara PRP dengan Jorge Martin—Sekretaris Internasional “Hands Off Venezuela (HOV), organisasi kampanye internasional untuk Revolusi Venezuela, pada Jumat tanggal 11 Maret yang lalu. Beberapa materi kampanye yang telah mereka buat, dan dikenal oleh kawan-kawan di Indonesia antara lain adalah adalah film “Revolution Will Not be Televised” dan “No Volveran”. Selain di HOV, Jorge juga adalah anggota pusat International Marxist Tendency (IMT), sebuah partai Marxist internasional yang terlibat secara langsung dengan revolusi.

SEPUTAR KELAS BURUH VENEZUELA DAN SERIKAT

Tanya (PRP):

Bagaimana gerakan buruh di Venezuela dibangun? Bagaimana karakter kelas pekerjanya? Sektor mana yang menjadi tiang utama dari gerakan?

Jawab:

Selama bertahun-bertahun terdapat serikat buruh di Venezuela, namun serikat-serikat buruh tersebut sudah sangat birokratis, dan memiliki hubungan dengan sistem dua partai. Pada kenyataannya, serikat tersebut berkolaborasi dengan kelas kapitalis dalam membasmi, bahkan membunuh buruh-buruh yang mengorganisir aksi-aksi buruh yang militan.

Bahkan pada tahun 2002, ketika ada lock-out dari perusahaan minyak dan kudeta terhadap Chaves, para pengurus dan pemimpin serikat buruh dari serikat-serikat birokratis tersebut mendukung kudeta dan kapitalis.

Terdapat kekecewaan di kalangan massa buruh yang militant sehingga mereka memulai usaha untuk membentuk sebuah serikat buruh baru. Dan hampir seluruh serikat buruh dari tingkat pabrik hingga wilayah meninggalkan kepemimpinan serikat yang lama dan mereka memulai usaha untuk membentuk sebuah konfederasi yang baru bernama Serikat Buruh Nasional (National Worker’s Union) yang berdiri kalau saya tidak salah bulan Agustus 2005. Ini adalah sebuah kemajuan yang sangat besar dan menghimpun semua sektor industri. Ini adalah situasi secara umumnya

Mengenai kelas pekerja Venezuela, terdapat sekitar tiga sektor yang paling terpenting. Pertama adalah industri minyak sekitar 15 ribu buruh, mereka ini sangat terorganisir dan tenaga kerja yang sangat terampil dan memainkan peranan kunci pada tahun 2002. Yang kedua adalah buruh-buruh dari industri dasar, seperti industri baja, alumunium yang juga merupakan sektor-sektor industri yang penting. Yang ketiga, industri-industri swasta yang relative sangat kecil dengan pengecualian industri mobil, perakitan mobil. Sebelumnya ada industri tekstil yang besar tapi ini sudah hancur total beberapa tahun yang lalu. Juga ada buruh yang bekerja di sektor publik, pemerintahan dan sebagainya

Tanya (PRP):

Bagaimana kondisi kelas pekerja di Venezuela secara umum? Bagaimana kehidupan mereka?

Jawab:

Ada berbagai macam tipe buruh. Ada buruh yang tidak memiliki status kontrak kerja yang jelas, ada yang tidak memiliki serikat buruh dengan kondisi hidup yang sangat buruk, juga ada buruh yang hidup dengan kondisi yang baik, misalnya buruh perminyakan, mereka menerima gaji yang cukup besar dan tunjangan-tunjangan seperti perumahan, jaminan kesehatan. Jadi terdapat macam-macam lapisan buruh. Sekitar 50 persen dari buruh Venezuela tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga mereka harus pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan ini merupakan bagian yang paling tereksploitasi

SEPUTAR GERAKAN PENDUDUKAN PABARIK, KONTROL BURUH DAN DEWAN PABRIK

Tanya (PRP):

Bila kita melihat dari sejarah gerakan Pendudukan Pabrik seperti di Rusia, Afrika, Brazil dll, gerakan tersebut biasanya terjadi secara spontan. Bagaimana dengan pengalaman di Venezuela, apakah ini juga gerakan spontan atau terorganisir? Jika spontan, perlukah kita mempropagandakan pendudukan pabrik dan Dewan Buruh kepada massa buruh sekarang?

Jawab:

Secara umum gerakan pendudukan pabrik dan dewan-dewan pabrik terjadi secara spontan, biasanya bukan sebuah hasil dari rencana, tapi terjadi karena buruh berhadapan dengan situasi yang khusus misalnya penutupan pabrik, atau adanya serangan yang serius yang dilakukan pengusaha terhadap buruh, sehingga buruh melakukan pendudukan terhadap pabrik, dari sana buruh mulai bergerak sendiri mengambil kontrol terhadap pabrik-pabrik (workers’ control), misalnya yang pernah terjadi di Rusia sekitar 1919, di Jerman, di Spanyol di 1930an dstnya.

Ini sama kasusnya dengan di Venezuela, gerakan workers’ control berawal pada tahun 2002. Pada saat itu para bos, atau kapitalis mengorganisir lock-out (penutupan pabrik-pabrik) sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Chaves. Para buruh kemudian menduduki pabrik dibeberapa sektor yang sangat penting seperti buruh di industri perminyakan, dan pabrik-pabrik lainnya untuk mempertahankan kerja mereka, mempertahankan revolusi, dan mempertahankan keberlangsungan kerja ditempat kerja secara normal, untuk melawan kapitalis yang mensabotase ekonomi. Misalnya di INVEPAL, yakni sebuah pabrik kertas, yang nantinya dinasionalisasi, perjuangan dimulai karena pemilik pabrik ingin melakukan sabotase terhadap ekonomi

Namun di Venezuela, ini adalah kombinasi, antara gerakan spontan buruh dan intervensi kesadaran dari Revolutionary Marxist Current (Cabang IMT di Venezuela) dan FRETECO (front revolutioner untuk gerakan pendudukan pabrik).

Sebagai contoh, perjuangan buruh di Sanitarious Maracay (yang anda lihat di film No Volveran) telah melewati berbagai tahapan. Pada awalnya partai kami melakukan intervensi kesadaran terhadap pabrik ini, dengan mengajak buruh membentuk Dewan Pabrik tapi buruh tidak setuju. Baru belakangan yakni sekitar November 2006, ketika suatu hari bos mereka datang kepada buruh dan mengatakan bahwa pabrik ini ditutup, maka para buruh bergerak menduduki pabrik. Baru kemudian para buruh berpikir, ternyata apa yang dikatakan dulu oleh kami ternyata tepat. Sehingga kemudian mereka memulainya membangun Dewan Pabrik dengan saran-saran dari kami, tapi juga hasil dari pengalaman langsung mereka sebelumnya.

Tanya (PRP):

Jadi, meskipun buruh-buruh akan bergerak secara spontan, namun kita harus tetap memperkenalkan dan mempropagandakan pendudukan buruh,workers’ control dan dewan buruh sejak awal?

Jawab:

Ya. Gerakan spontan terjadi karena adanya kondisi yang khusus. Namun kita harus mendorong buruh sejak awal untuk mengikuti arah itu. Dengan adanya intervensi dari partai Marxist, maka proses ini akan menjadi lebih mudah. Contohnya di Sanitarious Maracay, pimpinan dan Penasehat Politik dari serikat buruh pada awalnya menolak propaganda Dewan Pabrik (dari kami) tapi lewat pengalaman langsung akhirnya mereka mengakui ide tersebut. Hanya ketika pengalaman langsung para buruh bertemu dengan propaganda Marxist maka buruh akan menjalankannya dalam praktek

Tanya (PRP):

Di Indonesia juga terdapat banyak kasus dimana pabrik di tutup dan ditinggal oleh pengusaha. Buruh sendiri juga memiliki keinginan untuk menduduki dan mengambil alih pabrik tersebut, namun gerakan Pendudukan Pabrik tidak terjadi. Jadi, apakah yang menjadi syarat-syarat gerakan Pendudukan Pabrik dapat terjadi?

Jawab:

Itu tergantung. Maksud saya di Venezuela, ada kondisi dimana para pengusaha besar melakukan lock out dan juga ada situasi politik revolusioner yang sedang bergejolak yang mendorong buruh ke arah gerakan itu. Begitu ini terjadi di satu pabrik, maka dia akan menjadi contoh dan akan menyebar ke pabrik-pabrik yang lain.

Di Indonesia, kaum Marxist yang militan harus berpartisipasi dalam perjuangan buruh dan ketika terjadi kondisi dimana contohnya pengusaha kabur, atau ada konflik yang besar, mereka harus mengarahkan, mendorong buruh untuk melakukan pendudukan terhadap pabrik.

Namun yang pasti, harus ada perjuangan yang benar-benar kuat dari buruh, dan mereka harus bertindak secara terkodinasi dan pada satu saat mereka akan sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengoperasikan pabrik tersebut tanpa para bos. Ini adalah elemen yang mendasar

Namun dari banyak pengalaman gerakan Pendudukan Pabrik misal di Brazil, Argentina, jika para bos mereka meninggalkan pabrik, buruh-buruh tidak mencari pekerjaan ketempat lain, tapi mereka mulai melakukan pendudukan

Tanya (PRP):

Bagaimana membangun demokrasi dalam serikat?

Jawab:

Ya, kita harus memulai praktek dan tradisi itu sejak awal. Yang pertama, kita harus memastikan bahwa semua orang terlibat dalam keputusan, yang kedua, perwakilan dipilih dan harus bertanggung jawab kepada massa, kemudian majelis (assembly) dapat menarik kembali (recalling) wakil-wakil buruh tersebut. Jika mereka tidak suka lagi, maka majelis dapat menurunkan mereka. Perwakilan-perwakilan yang diburuh dalam serikat, tidak menerima hak-hak istimewa (privilege) atas posisi mereka. Contohnya di Invepal, massa buruh bertemu atau rapat tiap minggu secara regular, dan mereka yang memilih dewan pabrik. Dewan pabrik bertemu tiap 2 kali seminggu dan mereka yang menjalankan tugas-tugas dalam berhadapan dengan semua persoalan di pabrik, tapi mereka juga mencoba agar setiap orang diposisikan dalam peranan yang berbeda-beda di pabrik. Dewan buruh sama sekali tidak menerima gaji khusus, meskipun mereka bertindak sebagai direktur atau manajer pabrk dan mereka menerima gaji yang sama dengan buruh yang lainnya. Seluruh buruh menerima gaji yang sama, mulai dari tukang bersih2 sampai tekhnisi dan insinyur.

TENTANG REVOLUSI BOLIVARIAN

Tanya (PRP):

Kapan Revolusi Bolivarian pertama kali diprogandakan? Oleh siapa dan bagaimana?

Jawab:

Titik awal adalah Februari 1989, pemerintahan kapitalis saat itu memperkenalkan paket kebijakan IMF. Dan kebijakan yang pertama adalah menaikkan harga minyak dan menghapus subsidi makanan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya biaya transportasi umum secara massif. Ketika rakyat pergi bekerja pada pagi harinya, mereka menemukan harga tiket bus naik 200 hingga 300 persen. Kondisi ini mendorong pemborontakan massa rakyat, dan ini bersifat spontan tidak terorganisir yang dikenal dengan nama Caracaso, karena terjadi diberbagai tempat di Caracas, yang berlangsung selama 2-3 minggu. Disana terjadi pemborantakan, kerusuhan, kerusuhan pangan, penjarahan toko, bentrokan dengan polisi dan tentara. Dan pemerintah kemudian mengirimkan tentara untuk menghadapi massa yang sedang berontak, sekitar 2000 hingga 3000 orang tewas. Ini adalah titik yang penting dari proses awal dari revolusi. Poin penting lainnya adalah massa, tidak saja aktivis, tidak lagi percaya pada sisitem politik yang ada yakni sistem dua partai

Kemudian di tahun 1992, tanggal 4 Feb Chaves mengorganisir pemberontakan militer bersama beberapa tentara-tentara yang progresif yang memprotes penggunaan tentara dalam menghadapi massa. Jadi ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada tahun 1989 sebelumnya. Pemberontakan ini gagal tapi Chaves menjadi pemimpin yang populer ditengah massa karena melawan keterlibatan tentara dalam memerangi rakyat, dan berupaya untuk merubah situasi tersebut. Chaves kemudian dijebloskan ke penjara dan kemudian dikeluarkan beberapa tahun kemudian karena adanya tekanan dari massa. Kemudian dia memulai ide tentang gerakan Bolivarian. Menurutnya, kita harus kembali kepada ide Simon Bolivar, seorang tokoh pejuang pembebasan Venezuela tahun 1810-1812, dan kita harus merubah semua sistem politik. Kemudian dia membuat gerakan tersebut dan menang pemilu di 1998

Tanya (PRP):

Ide Chaves bila mengacu pada tokoh Simon Bolivar, berarti berusaha untuk menyatukan berbagai macam kekuatan/kelompok dari ideologi yang berbeda, sebagai mana dulu yang dilakukan Soekarno dalam melawan imperialisme. Apakah ini hanya semacam Popular Front melawan imperialisme? Lalu apa sebenarnya makna dan isi dari Revolusi Bolivarian? Apakah Chaves sedang berjuang untuk menciptakan sosialisme ala Venezuela?

Jawab:

Revolusi Bolivarian itu telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada awalnya ini adalah gerakan untuk menentang imperialisme dan menuntut politik yang bersih dari korupsi, penggunaan hasil minyak untuk rakyat. Jadi gerakan ini tidak anti kapitalis, tapi revolusi nasional yang progressif (program ketika Chaves mengikuti pemilu 98)

Tapi pada tahun 2005…, memang Chaves memang berupaya untuk membuat deal dengan kelas borjuasi nasional. Dia bilang siapapun yang ingin membangun perekonomian negeri kita ini, harus saling bekerjasama. Tapi kelas kapitalis tidak mau bekerja sama dengan Chaves karena menurut mereka dia terlalu berbahaya, bukan karena program-program nya, tapi karena rakyat mengikuti dan patuh pada dia.

Massa rakyat yang terlibat berpartisipasi dalam politik masa-masa itu dianggap berbahaya bagi kelas yang berkuasa. Keadaan ini membuat Chaves dipaksa untuk beralih ke kiri, karena tekanan dari massa, tekanan dari imperialism, dan oligarki, setelah peristiwa sabotasse, kudeta tersebut. Kemudian Chaves bilang, bahwa kita harus ke sosialisme. Namun dia bicara sosialisme dalam pengertian yang membingungkan. Tapi dia sudah mulai bicara soal sosialisme, dan melawan kapitalisme dan ini penting.

Dia bilang ini tidak lagi revolusi nasional, tapi ini harus anti kapitalisme, anti imperialisme dan revolusi sosialis. Namun ini bukan berarti bahwa Chaves mengerti apa itu sosialisme. Dia juga masih berusaha untuk melakukan konsoliasi, karena dia mendapat tekanana dari sayap reformis dari Revolusi Bolivarian yang tidak menginginkan sosialisme. Mereka menginginkan ekonomi campuran. Sosialisme ala Venezuela bagi mereka berarti ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme). Namun bagi mayoritas rakyat, dari buruh dan petani (yang kita lihat difilm) adalah pendudukan pabrik, pendudukan tanah, kekuasaan buruh. Sehingga ada kontradiksi didalam revolusi Bolivarian antara sayap kiri Marxis revolusioner dan sayap kanan konservatif.

Jadi perjuangan itu sekarang terjadi didalam didalam Revolusi Bolivarian sendiri. Kita tidak mungkin memiliki “sosialisme ala Venezuela”, tapi sosialisme yang berarti nasionalisasi ekonomi, demokrasi buruh atau sebaliknya kapitalisme.

Jadi setiap ide untuk menghasilkan sosialisme yang berbeda, Sosialisme ala Venezuela adalah alasan bagi elemen reformis untuk mengatakan: “Tidak, kita tidak bisa melakukan nasionalisasi, karena ini bukan Sosialisme ala Venezuela”

Tanya (PRP):

Apakah itu yang dimaksud dengan Sosialisme abad 21?

Jawab:

Sosialisme abad 21 artinya berbeda. Jadi ketika Chaves bicara soal Sosialisme abad 21 yang dia maksud adalah sosialisme yang menentang “Stalinisme”. Menurut dia, kita harus belajar dari kesalahan sosialisme abad 20 yakni :Stalinisme”. Dia bilang Trotsky adalah benar menolak Stalin. Lenin dan Trotsky yang telah membangun sosialisme yang sejati namun kemudian Stalin menjalankannya dengan salah. Ini yang dimaksud oleh Chaves.

Sebaliknya kemudian sayap reformis disekitar Chaves, mereka mengatakan bahwa sosialisme abad 21 berarti: kita tidak harus menasionalisasi ekonomi. Mereka memakai istilah sosialisme abad 21, yang pada kenyataanya adalah sosial demokrasi.

Tanya (PRP):

Bagaimana gerakan sosialis di Venezuela membangun gerakan internasional? Bagaimana mereka mengintegrasikan gerakannya dengan gerakan sosialis internasional?

Jawab:

Yang pertama sebelumnya tidak ada partai sosialis di Venezuela mereka baru saja dibentuk sekarang. Partai sosialis terbesar, united socialist party (PSUV) baru terbentuk beberapa bulan yang lalu. Namun sangat jelas bahwa revolusi Venezuela memiliki perspektif internasional, dan mereka telah membangun hubungan terutama dengan Amerika latin, dan memiliki jaringan yang kuat dngan Bolivia, Ecuador, dsbnya.

Tapi juga sayap lain dari gerakan Bolivarian juga memiliki jaringan dengan berbagai macam trend yang berbeda-beda. Sayap reformis dari gerakan Bolivarian telah berhubungan dengan kelompok reformis di Eropa dan dengan sayap sosial demokrat di negara-negara lainnnya. Sayap revolusioner telah berhubungan dengan sayap revolusioner di negara-negara lain. Jadi perdebatan yang sama didalam Revolusi Bolivarian juga terjadi di dalam gerakan sayap kiri yang lain di berbagai Negara.

Tanya (PRP):

Apa bentuk konkret dari Buruh berkuasa di Venezuela? Dan bagaimana buruh di Venezuela memandang Kekuasaan Buruh, tidak sebagai jargon semata tapi sebagai bentuk konkret?

Jawab:

Bentuk konkret dari Buruh berkuasa adalah Dewan Buruh di pabrik-pabrik dan ini terdapat di berbagai dipabrik-pabrik di Venezuela. Selain itu ada juga Dewan Komunal, sebuah organisasi yang Chaves telah promosikan disetiap komunitas (lingkungan atau kampung), dimana rakyat di dipilih, komite dipilih. Dan ini bisa menjadi embrio dari soviet (Dewan Rakyat)

Namun harus jelas jalan mana yang akan mereka tuju. Jika Dewan Pabrik dan Dewan Komunal berkordinasi dan menjadi bagian dari masyarkat yang sedang berjalan, maka ini lah yang akan menjadi kekuasaan Buruh yang sesungguhnya. Namun, Jika mereka menjadi terinstitusionalisasi dan birokratis, dan berhenti berpartisipasi maka mereka tidak akan beda dengan bentuk dari negara kapitalis yang lain.

REFLEKSI GERAKAN DI INDONESIA TERHADAP GERAKAN DI VENEZUELA

Tanya (PRP):

Kami coba merefleksi pengalaman kami di Indonesia sepuluh tahun belakangan ini dengan yang terjadi di Venezuela. Saat ini di Indonesia perlawanan terhadap neoliberalisme baru saja dimulai, dimana lapisan termaju dari rakyat itu tidak hanya melancarkan tuntutan-tuntutan ekonomis semata, tapi juga tuntutan sosialis. Saat ini kami telah memulai mempropagandakan sosialisme, dan tentunya kami sadar bahwa dengan tuntutan sosialisme maka kami akan berhadapan dengan represi, itu sebuah kepastiani. Belajar dari pengalaman Venezuela, bagaimana rakyat Venezuela bisa mengubah atau mentransformasikan pengalaman di represi sebelumnya menjadi basis materi atau energi untuk radikalisasi, untuk pembangungan organisasi, dan gerakan yang lebih maju?

Jawab:

Perbedaannya dengan di Indonesia adalah mereka di Venezuela memenangkan pemilu di tahun 1998, sehingga mereka beroperasi, di kondisi yang berbeda, yakni kondisi di mana adanya keterlibatan kekuatan progresif di dalam kekuasaan.

Tapi sebelum itu, gerakan ini telah berhadapan dengan berbagai macam kesulitan. Mereka tidak memiliki akses terhadap media, mereka mendapatkan represi, juga terdapat anti komunis anti sosialis ideologi. Ada banyak aktivis yang terbunuh, dipenjara dan disiksa.

Sehingga ini adalah kombinasi dari dua hal, yang pertama adalah kondisi objektif dan yang kedua adalah faktor subjektif. Kondisi objektif sudah berubah ketika massa rakyat mulai termobilisasi secara besar, di 1989 rakyat mulai melakukan pemberontakan dan 1992 ada pemborantakan militer. Jadi semua kondisi ini, rakyat tidak tahan lagi dengan sistem ini dengan menyerang kebijakan ekonomi neoliberal .

Namun pada saat yang bersamaan, dan ini sangat penting sekali, tidak ada organisasi pelopor yang terorganir di Venezuela. Jika saja misalnya di tahun 1998, ketika Chaves meraih kekuasaan, memenangkan pemilu, ada kelompok 500 Marxis revolusioner di Venezuela, maka situasi sekarang di sana mungkin akan sangat berbeda. Jadi tidak ada kelompok revolusioner Marxist di Venezuela tahun 1998

Jika kelompok tersebut ada, bekerja di pabrik-pabrik, di area kelas pekerja, maka mereka akan mendapatkan dukungan yang lebih besar, 3 atau 5 tahun kemudian. Dan mereka akan dapat memegang peranan kepemimpinan yang besar, karena saat itu tidak ada organisasi yang memimpin, gerakan tersebut menjadi sangat tidak terorganisir, ditingkat lokal sangat kuat, tapi tidak memiliki perspektif nasioanl, tidak ada kejelasan ideologi

Ini yang kami maksud dengan kondisi objektif dan faktor subjektif. Kondisi subjektif tersebut tidak ada di Venezuela, dan kami baru memulainya sekarang. Kondisi objektif sudah berkembang, sehingga ada gerakan yang besar yang dipimpin oleh Chaves, tapi dia juga bingung dengan idenya karena tidak memiliki latar belakang politik, dan ide yang jelas kemana dia akan membawa gerakan tersebut. Itu mengapa revolusi berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama untuk maju.

Tanya (PRP):

Bagaimana metode propaganda dan pendidikan sosialis untuk massa dan kader buruh di Venezuela?

Jawab:

Di Venezuela ada keingintahuan yang sangat besar mengenai marxisme dan sosialisme. Apalagi Chaves sekarang sudah mulai berbicara soal ini, sehingga rakyat juga sangat tertarik.

Ada dua jenis kerja, yang pertama Pendidikan Kader, kita harus mengindentifikasi elemen terbaik diantara lapisan buruh-buruh, petani dan mahasiswa yang termaju dan mengintegrasikan mereka kedalam organisasi revolusioner dan memberikan mnereka training, pendidikan, pendidikan dasar politik dan seterusnya.

Juga kita harus melakukan interfensi ditengah-tengah massa. Jika memiliki kader yang memimpin di sutu pabrik, universitas, sekolah, kita harus menjalankan agitasi massa. Ini tidak mesti sama dengan pendidikan politik terhadap kader. Ini mengaju pada apa yang dikatakan oleh Lenin tentang Agitasi dan Propaganda. Propaganda adalah menjelaskan banyak ide kepada kelompok kecil orang (kader), agitasi, menjelaskan beberapa ide yang simple kepada massa luas. Begini cara kami bekerja di Venezuela. Pendidikan politik untuk kader-kader, penyebaran selebaran untuk massa, agitasi massa, Koran dsbnya.

Tanya (PRP):

Seperti yang kita saksikan didalam film radio dan TV digunakan sebagai alat agitasi dan propadanda. Dengan demikian, apakah peranan koran (Partai) seperti yang di katakan oleh Lenin masih relevan di Venezuela?

Jawab:

Ya, saya pikir sangat relevan, karena sebagai contoh, stasion radio sangat berguna , tapi ini tidak mengantikan fungsi press dalam bentuk tulisan. Maksud saya, di Venezuela kami juga menggunakan internet secara luas, website dsbnya, ini sangat penting, tapi website tersebut tidak terlalu berbeda dengan koran, karena dari website kita butuh menulis artikel, mengeditnya dan harus memiliki tema politik, dan orang yang membaca artikel mungkin bisa mendownload artikel dan mendistribusikannya ke orang lain. Ini kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Lenin tentang fungsi koran.

Tapi kami tetap memiliki Koran yang dikeluarkan tiap bulan dan didistribukan di pabrik-pabrik, dikampus, didemonstrasi, dan ini sangat penting karena: Pertama, jika kita menjual koran tersebut, maka kita diidentifikasikan dengan ide dari koran tersebut. Ini membuat anda bagian dari organisasi tersebut. Kedua, koran adalah juru bicara bagi organisasi dalam menyebarkan ide-idenya. Selain itu, (penjualan) koran juga bentuk usaha mendapat dana organisasi. Dengan koran maka kita juga bisa berdialog dengan orang yang membeli tersebut secara langsung, bertanya pada mereka bagaimana pendapat nya tentang koran tersebut, bisakah kita mendiskusikannya, dstnya. Dan orang tersebut bisa mengkritik koran atau memberi komentar. Dengan cara ini kita juga melakukan pendidikan mendidik kepada mereka

Tapi kita juga menggunakan teknologi-teknologi baru, sepertinya halnya Lenin dan Trotky menggunakan teknologi film dan radio, Lenin dan Trotsky sangat peduli pada penggunaan film dan radio untuk pendidikan politik, propaganda dstnya. Tapi penggunaan Koran tidak bisa digantikan.

Tanya (PRP):

Proses revolusi tidak berlangsung begitu saja dengan singkat, tapi membutuhkan waktu yang panjang. Jadi bagaimana logistik diperoleh dan bagaimana memastikan bahwa logistik tersedia dengan cukup sehingga perjuangan tidak kehilangan energi atau berhenti ditengah jalan?

Jawab:

Ada dua hal, yang pertama organisasi kami di Venezuela membiayai dirinya sendiri dimana setiap anggota membayar iuran bulanan kepada organisasi, baik itu buruh yng harus membayar lebih besar, mahasiswa membayar lebih kecil, pengangguran membayar lebih kecil dstnya. Ini adalah cara mendasar untuk mendapatkan dana. Tidak ada cara lain, di Venezuela, di Afrika selatan juga di Inggris.

Tapi pada saat yang bersamaan energi dari gerakan terjadi secara menaik atau menurun. Tidak selamanya dalam 10 tahun terebut gerakan dalam selalu meninggi, ada puncaknya, menurunnya, kemudian naik lagi dstnya. Referendum tahun 2004 adalah salah satu puncaknya, pemilihan presiden 2006 adalah puncak yang lain. Ketika terjadi benturan yang keras antara kapitalis dengan massa, massa berpartisipasi dengan aksi-aksi yang besar. Namun ketika fase tersebut lewat, maka aktivitas juga berkurang. Tidak mungkin aktifas revolusioner massa berlangsung secara konstan terus menerus dalam waktu 10 tahun.

Tanya (PRP):

Bagaimana melibatkan keluarga dalam perjuangan? Apakah ada pengorganisiran terhadap keluarga yang tidak terpisah dari pengorganisiran serikat? Contohnya berdasarkan pengalaman kami di Indonesia, perjuangan sering kali mendapatkan hambatan dari persoalan keluarga dan ada banyak kasus keluarga seolah menjadi hampatan dalam partisipasi dalam politik/gerakan?

Jawab:

Ini juga problem di Venezuela, tapi perbedaannya dengan di Indonesia, di sini terjadi revolusi sehingga semua orang menjadi lebih aktif dan terlibat. Tapi kami selalu berusaha membangun link antara kerja di pabrik dengan kerja di komunitas. Di kerja komunitas, perempuan biasanya terlibat lebih banyak Contoh di INVEPAL, di sana ada Dewan Pabrik dan mereka bekerja sama dengan Dewan Komunal yang terdekat dengan pabrik. Mereka menyelenggarakan dan memiliki sekolah, pusat kesehatan didalam pabrik untuk komunitas.

Tanya (PRP):

Bagaimana perjuangan dengan menggunakan budaya, seperti lagu, sastra dsbnya di Venezuela?Apakah perjuangan lewat budaya memainkan peranan yang besar disana?

Jawab:

Perjuangan lewat kebudayaan sangat penting dan memaikan peranan yang besar. Disana ada satu figur,seorang penyanyi yang revolusioner 1970an yang dibunuh, namanya, Alitrimvera (?) semua orang mengenal lagunya, dan dia dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Venezuela, dan lagu-lagunya bersifat sangat politis dari sudut pandang kelas pekerja, anti imperialis, anti kapitalisme, sosialisme. Dan lagu2nya sangat berguna, dalam agitasi, propaganda dan kerja-kerja politik lainnya

Tanya (PRP):

Bagaimana proses partai kiri bisa bersatu dalam Proses Partai sosialis di Venezuela? Bagaimana mereka mengatasi perbedaan diantara mereka, dan menjadikan perbedaan diantara mereka menjadi satu kekuataan bukan perpecahan?

Jawab:

Tidak demikian, partai-partai tersebut tidak bekerja bersama-sama membentuk satu partai baru, tapi ini (Partai Persatuan) adalah ide yang berasal dari Chaves sendiri, dia mengatakan: kita butuh satu partai tunggal dan cukup dengan partai-partai sebelumnya. Hampir semua partai kiri di Venezuela sangat birokratis dan rakyat tidak menyukai partai-partai ini dan mayoritas rakyat yang revolusioner tidak menyukai fungsionaris partai-partai tersebut, tidak menyukai kepemimpinann mereka

Jadi ketika Chaves keluar dengan ide nya: Kita butuh satu partai persatuan sosialis dan rakyat sangat mendukungnya. Jadi, ide tersebut dari Chaves dan juga karena adanya tekanan, dorongan dari rakyat. Rakyat menginginkan partai yang demokratis, lalu Chaves mengatakan, kita butuh satu partai, dan partai ini harus demokratis dan berdasarkan pada demokrasi massa dan ia mendapatkan dukungan yang massif dari rakyat dengan ini.

TENTANG HOV

Tanya (PRP):

Bagaimana HOV terbentuk? Dan bagaimana pengalaman membentuk HOV di berbagai negara?

Jawab:

HOV dimulai sebagai inisiatif dari IMT. Alan Wood pada tahun 2003 mengajukan proposal untuk membentuk HOV. Alan mengatakan: Ingat, kita adalah Marxist, tapi kita tidak ingin HOV menjadi kampanye Marxist (IMT). Kami menginginkan HOV menjadi kampanye semua orang yang mendukung revolusi Venezuela, bagi mereka yang mau mendukung dan membangun solidaritas dengan revolusi Venezuela. Demikian lah kami dimulai

Pada awalnya sangat kecil, tapi kami telah mendapatkan kesuksesan yang besar Kenapa? Karena ada banyak interest dengan apa yang terjadi di Venezuela, karena apa yang terjadi di Venezuela adalah positif, sebagai contoh revolusi yang terus berjalan dengan maju dan sekaligus memberikan tawaran dan harapan kepada seluruh kelas pekerja diseluruh dunia bahwa kita bisa melawan kapitalisme, kita bisa melawan imperialisme. Itu lah mengapa kami mengkampanyekan ini. Dengan demikian Venezuela tidak menjadi sesuatu yang terasa begitu asing dan jauh, ini adalah sesuatu yang relevan bagi kelas pekerja.

Kami mendatangi serikat buruh, dan memutar film No Volveran dan Revolution will not televised dan buruh sangat tertarik dengan. Mereka tidak pernah mendengar soal ini di media (borjuis).

Tanya (PRP):

Apakah mungkin bagi PRP dan KASBI bisa melihat dan belajar gerakan gerakan factory occupation dan workers’ control secara langsung di Venezuela?

Jawab:

Ya, tentu mungkin! Tapi permasalahannya sekarang adalah sumber daya dalam mengirim seseorang ke Venezuela dan sebagainya. Saya sarankan agar kalian mendatangi Kedutaan Besar Venezuela di Indonesia. Katakan pada mereka,: “Lihat, kami telah mulai melakukan membantu dan mengkampanyekan Revolusi Bolavarian dan bagaimana kalau kita bekerjasama”. Mungkin kalian bisa mengajukan proposal dan mereka akan menolong mengorganisir mengirimkan delegasi ke Venezuela.

Dalam kesempatan tersebut, Jorge Martin dan Alan Wood juga menyampaikan salam hormat dan solidaritasnya untuk kawan-kawan buruh di Indonesia atas perjuangannya dan terimakasih atas dukungan dan interest yang besar dalam mengkampanyekan perjuangan rakyat Venezuela lewat film-film mereka. Mereka akan senang sekali berdiskusi lebih lanjut, jika ada pertnyaan, komentar, dsbnya.

– London 13 April 08 –

_______________________________________

* Penulis adalah Koordinator PRP Internasional

Para Buruh dan Serikat Buruh Sutiss memenangkan pertempuran; Nasionalisasi Pekerjaan Baja Orinoco “SIDOR” – 09/04/2008

MERIDA, Venezuela (Reporter Komunitas Merida) Para buruh di SIDOR dan serikat buruh Sutiss memenangkan perjuangan mereka untuk menasionalisasi perusahaan baja “Ternium-Sidor” setelah pemogokan, penyerangan, dan represi selama berbulan-bulan oleh Garda Nasional (tentara – pen.). Pagi ini, pukul 1:22 AM, Wakil Presiden Ramon Carrizales, diutus oleh eksekutif nasional dengam tujuan membuka jalan definitif untuk solusi konflik antara serikat buruh dan pengusaha transnasional. Dalam proses ini para buruh telah melaporkan berbagai keganjilan kontrak dan kondisi-kondisi eksploitasi kapitalistik yang ada kepada Kementrian Perburuhan, namun demikian tuduhan-tuduhan ini tidak diperhatikan oleh pejabat nasional.

Carrizales, berbicara atas nama Republik Bolivarian Venezuela mengumumkan keputusan yang diambil oleh presiden Hugo Chavez Frias untuk menasionalisasi “Ternium-Sidor”, industri baja utama negeri itu yang dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina “Techint”. Akhir tak terduga dari konflik industrial di SIDOR dikonfirmasikan malam tadi dg diumumkannya pengambil-alihan mayoritas saham perusahaan itu yg diprivatisasi pada 1997. Setelah menerima petisi Serikat Pekerja Baja dan Sejenisnya (Sutiss) untuk melanjutkan negosiasi kontrak dengan perusahaan, Eksekutif [Nasional] Senin lalu mengadakan pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan yang sejak awal pertemuan ditandai dengan penegasan wakil presiden untuk mengakhiri konflik ini sekali untuk selamanya. Kementrian Perburuhan tidak diundang dalam pertemuan Senin lalu.

Kenyataannya adalah tekanan yang dilancarkan oleh para buruh menyebabkan disetujuinya nasionalisasi. Sementara pengusaha menolak untuk mengakui: transfer pembayaran bagi 600 pekerja “outsourced” (kontrak – pen.) dan pembentukan dana pensiun sebesar tingkat upah minimum pagi para pensiunan.

Kemenangan para buruh

Pada tengah malam, suasana tegang meliputi ruang pertemuan kompleks hidroelektrik Macagua. Saat itu para buruh Sutiss mengajukan tawaran ekonomis tanpa mendapat respon dari pengelola perusahaan.

Sementara itu, ancaman nasionalisasi mengerubungi tempat tersebut dan semakin mengambil momentum. Dengan mengejutkan sebagian yang hadir, wakil presiden meminta agar dilakukan pencatatan terhadap penolakan perwakilan perusahaan transnasional dalam mengajukan tawaran balik, dan tak lama kemudian ia mengumumkan keputusan bahwa tidak perlu lagi proses lebih lanjut: Sidor akan dinasionalisasi.

[Diterjemahkan ke Bhs Inggris oleh Gonzalo Villanueva untuk Reporteros Comunitarios de Mérida. Teks asli dapat dilihat di www.aporrea.org]

Nasionalisasi, Industrialisasi Nasional, dan Pembangunan Komunitas ‘Sosialis’ di Venezuela; Tiga Pilihan Berita dari Venezuelananlysis.com

1. VENEZUELA NASIONALISASI INDUSTRI SEMEN UNTUK PACU SEKTOR KONSTRUKSI

5 April 2008, oleh James Suggett

Mérida, 3 April 2008 – Presiden Venezuela Hugo Chavez mengumumkan pada Kamis lalu bahwa industri semen Venezuela akan dinasionalisasi, menurutnya perusahaan asing mengekspor semen sementara pasar Venezuela menderita harga tinggi dan kelangkaan.

“Cukup sudah” tegas Chavez, sambil menjamin bahwa perusahaan asing akan diberikan kompensasi secara adil.

Nasionalisasi ini akan menjadi satu dari sekian kebijakan dua tahun terakhir yang bertujuan mengembangkan kemampuan Venezuela untuk memenuhi kebutuhan sektor konstruksi, terutama perumahan. Angka pemerintah menunjukkan defisit 2,7 juta rumah di negeri pengekspor minyak itu.

“Kalau mereka yang kaya hendak membangun rumahnya, silakan saja, tapi mereka harus menghormati kami yang lainnya ini.” demikian pernyataan Chavez.

Akhir pekan lalu, Presiden Chavez menyerukan percepatan program-program pemerintah untuk mengganti perumahan kumuh yang dikenal sebagai “ranchos”, tempat tinggal mayoritas rakyat miskin Venezuela, menjadi “komune sejati dan komunitas kerakyatan…di mana Rakyat hidup dengan kebahagiaan yang sebesar mungkin.” Bagian dari rencana ini adalah membangun rumah dengan plastik PVC yang diisi semen, suatu proyek yang dinamakan “Petrocasa” karena didanai oleh keuntungan minyak dan penggunaan bahan-bahan derivatif (hasil turunan – pen) minyak.

Untuk memperkuat industri semen Venezuela, pada bulan Juni 2006 Venezuela dan Iran menandatangani perjanjian ekonomi senilai 9 milyar dolar, termasuk pembangunan Pabrik Semen Cerro Azul. Pada 2007, produksi semen menjadi titik fokus perjanjian ekonomi antara Venezuela dan Kuba dan juga Alternatif Bolivarian bagi Bangsa-bangsa Amerika (ALBA), suatu kesepakatan perdagangan adil (fair trade) hasil inisiatif Venezuela dan Kuba dalam menghindari perjanjian-perjanjian perdagangan bebas (free trade) yang dipaksakan oleh Amerika Serikat.

Rencana-rencana ini naik wacana pada awal janji Chavez, sejak kedua kalinya terpilih pada Desember 2006, untuk “menasionalisasi semua yang diprivatisasi” oleh pemerintahan sebelumnya, sambil memfokuskan pada apa yang disebutnya sebagai “industri strategis” seperti minyak, semen, dan telekomunikasi.

Chavez sebelumnya telah mengancam akan menasionalisasi industri semen pada Juni 2007, dan Agustus tahun itu, sebuah cabang kecil perusahaan semen Kolombia, Argos, diambil-alih dan diberikan tebusan. Presiden berkata Kamis lalu bahwa dengan rampungnya nasionalisasi seluruh sektor tersebut, Venezuela akan menggalakkan “kekuasaan sosial di pabrik-pabrik semen.”

Perusahaan semen terbesar ketiga di dunia, CEMEX, yang bermarkas di Meksiko sekaligus penghasil semen utama di Venezuela, menurut harian Venezuela El Nacional tidak memberikan komentar kepada umum.

Namun, pejabat Meksiko menyatakan bahwa pemerintah “akan mengupayakan segala yang masih dalam jangkauannya, untuk melindungi kepentingan sah perusahaan Meksiko di luar negeri.”

Departemen hubungan luar negeri Meksiko mengumumkan lewat pernyataan singkat bahwa mereka telah mengontak para pejabat Venezuela “untuk mencari tahu jangkauan dan sifat deklarasi ini,” dan telah memanggil Kedubes Venezuela di Meksiko untuk mendapatkan perincian lebih lanjut.

Perusahaan semen Perancis, Lafarge, yang ketiga terbesar di Venezuela setelah Cemex dan Holcim dari Swiss, sejauh ini juga menolak mengomentari soal nasionalisasi.

Menteri Ekonomi Perancis, Christine Lagarde, berkata pada pers bahwa kementriannya “dengan cermat mengikuti perkembangan situasi dan akan meminta penjelasan.” Menteri tersebut menegaskan bahwa Venezuela dan Perancis menandatangani kesepakatan pada 2001, yang menjamin “penebusan yang layak dan segera, yang jumlahnya harus sama dengan nilai riil investasi yang bersangkutan” dalam peristiwa nasionalisasi.

Jubir Holcim Peter Gysel berkata, “kami sangat serius akan hal ini,” tapi mengklarifikasi bahwa perusahaannya “tenang-tenang saja karena ini bukan pertama kalinya Chavez mengumumkan bahwa sektor ini akan dinasionalisasi,” dan berkesimpulan bahwa “kita harus menunggu dan melihat apa yang akan terjadi.” Pemerintah Swiss belum berkomentar hingga kini.

Menurut El Nacional, Holcim mencapai rekor harga stok pada 2007 dan investasinya di Venezuela bernilai 1% dari total pendapatan perusahaan dan merupakan 1,5% dari produksinya sedunia, kata Gysel kepada pers Jumat lalu.

Laporan trimester ketiga 2007 oleh CEMEX-Venezuela menunjukkan kenaikan penjualan bersih sebesar 30% dan menyatakan bahwa “investasi publik tetap menjadi motor utama aktivitas konstruksi,” terutama dalam bidang perumahan dan infrastruktur.

Nasionalisasi industri semen merupakan kelanjutan dari nasionalisasi di beberapa sektor seperti listrik, perusahaan telekomunikasi utama di negeri itu (CANTV), dan sejumlah proyek produksi minyak. Contohnya, pada Mei 2007, pemerintah secara sebagian menasionalisasi proyek-proyek perminyakan penting di sekitar Sabuk Minyak Orinoco. Semuanya diberikan kompensasi melalui kesepakatan bersama antara pemerintah dan pemilik awalnya.

***

2. CHAVEZ UMUMKAN 3 MILYAR DOLAR UNTUK REVOLUSI “ENERGI” VENEZUELA

31 Maret 2008, oleh Chris Carlson

31 Maret 2008 – Presiden Venezuela Hugo Chavez menyetujui pendanaan dan mengumumkan rencana baru bagi revolusi “energi” dalam acara mingguannya Aló Presidente yang lalu.

Presiden meresmikan sebuah perumahan komunitas “sosialis” baru yang dibangun dari derivat minyak, dan mengumumkan bahwa Venezuela akan menjadi produsen besar derivat minyak seperti pupuk dan plastik pada 2013.

Bersiaran dari negara bagian di pusat negeri, Carabobo, Presiden Chavez memantau komunitas baru berupa 459 rumah yang dibuat dari Polyvinyl klorida (PVC), material plastik hasil produksi migas. Industri petrokimia milik negara Venezuela memproduksi PVC dari produk sampingan (by-products) industri minyak, sehingga lebih murah dari material bangunan tradisional.

Komunitas yang pertama bagi jenisnya itu seluruhnya terdiri dari rumah-rumah yang dibangun perusahaan negara Venezuela, Petrocasa, yang memproduksi bermacam bentuk plastk untuk dicor dengan semen. Venezuela berencana membangun komunitas “sosialis” di penjuru negeri dan sekitar 60.000 rumah sejenis ini per tahun.

“Ini komunitas Petrocasa pertama yang kami resmikan, tapi kami akan mengisi Venezuela dengan rumah-rumah ini,” kata Chavez.

Program perumahaan baru ini hanyalah satu bagian dari apa yang oleh Presiden Chavez disebut sebagai revolusi “energi”, suatu program untuk mengembangkan berbagai industri yang memproses bahan-bahan baku, seperti industri petrokimia.

Chavez mengumumkan bahwa pemerintah Venezuela akan berinvestasi sebesar 20 milyar dolar selama enam tahun ke depan untuk mengembangkan 52 proyek-proyek industri, dan menyetujui total dana sebesar 2,96 milyar dolar untuk diinvestasikan tahun ini. Presiden menekankan bahwa dalam pemerintahan sebelumnya investasi seperti ini tidaklah mungkin.

“Sebelumnya, untuk membuat investasi seperti ini mereka harus memanggil Dana Moneter International (IMF) atau Bank Dunia (World Bank), atau menyerahkan negeri ini ke investor asing. Kini tak lagi, karena kita telah menciptakan dana pembangunan kita sendiri,” katanya.

Investasinya akan berasal dari dana pembangunan nasional Venezuela, Fonden, yang sebagaimana ditunjukkan Chavez, kini memiliki sekitar 35 milyar dolar yang dapat diinvestasikan bagi pembangunan negeri itu. Dana pembangunan nasional dipasok oleh sebagian pemasukan negara yang dialihkan dari cadangan internasional negeri itu.

Chavez menekankan bahwa banyak proyek industri baru ini ditempatkan di wilayah selatan negeri itu untuk memberikan pembangunan ekonomi kepada wilayah-wilayah yang lebih miskin dan kurang berkembang. Pemerintah juga memperkirakan bahwa lebih dari 600.000 lapangan pekerjaan baru akan diciptakan sebagai hasil langsung program itu.

Presiden berbicara melalui satelit kepada pimpinan komunitas terdekat di mana 700 rumah baru lainnya sedang dibangun, tapi ia bersikeras agar pemerintah mempercepat pembangunan perumahan baru, dan mengusulkan dibuatnya pajak baru terhadap keuntungan migas untuk mendanainya.

“Kita harus meningkatkan laju penggantian perumahan kumuh dengan komune-komune sejati dan komunitas-komunitas,” kata Chavez,”di mana rakyat dapat hidup sepenuhnya, dengan kebahagiaan sebesar mungkin.”

Chavez juga berbicara melalui satelit dengan Menteri Pangan Felix Osorio untuk peresmian “Mercal” baru, yakni pasar-pasar pangan subsidi pemerintah. Ia menjelaskan bahwa Venezuela berupaya untuk swasembada (self-sufficient) cadangan pangannya, dan berterimakasih pada pemerintah Brazil, Argentina, dan Uruguay dalam menyediakan teknologi baru yang dibutuhkan untuk membangun pabrik-pabrik produksi bahan pangan di Venezuela.

Ia menambahkan bahwa Venezuela akan segera swasembada produksi pangan, tapi sebelum produksi domestik dapat mencukupi kebutuhan pangan, mereka akan tetap mengimpor bahan pangan dari tetangga mereka.

“Kami sedang mengupayakan berbagai proyek untuk memproduksi semua ayam yang dapat kita konsumsi. Tapi, untuk sementara waktu, karena produksi nasional kita belum cukup, kita akan menghadirkan produksi terbaik dari Argentina, Brasil, Nikaragua, Kolombia, Ekuador, dan negeri-negeri lainnya,” kata Chavez.

Presiden Venezuela itu juga menekankan bahwa pemerintahan Amerika Serikat menjalankan rencana-rencana menciptakan kelangkaan pangan di negeri itu untuk mendestabilisasi pemerintahannya. Ia mengacu kepada kasus-kasus sebelumnya di Nikaragua dan Kuba, di mana pemerintah AS memblokir impor pangan dengan tujuan mendestabilisasi pemerintahan-pemerintahan itu.

“Ketika Bush bicara tentang kelangkaan pangan, ia tidak bicara tentang kenyataan, melainkan keinginannya. Tapi saya jamin bahwa kita akan mengalahkannya, karena kini rakyat Venezuela diberi makan dengan lebih baik; tak hanya dengan makanan, tapi dengan kesehatan, perumahaan, pekerjaan, dan industri,” katanya.

***

3. CHAVEZ ANCAM NASIONALISASI PABRIK NESTLE DAN PARMALAT DI VENEZUELA

13 Februari 2008, oleh James Suggett

Mérida, 13 Februari, 2008

Presiden Venezuela Hugo Chavez mengancam akan menasionalisasi pabrik-pabrik susu Nestle dan Parmalat; dituduhnya bahwa perusahaan transnasional tersebut menyuap para produsen dan mengakibatkan jaringan pabrik pemrosesan susu milik negara dan koperasi tak mendapatkan produk yang dibutuhkan.

“Pemerintahan ini perlu mengencangkan sekrup-sekrupnya,” tegas presiden dalam acara Alo Presidente pada hari Minggu. “Jika, misalnya, terbukti bahwa [Nestle dan Parmalat], melalui mekanisme atau tekanan ekonomi tertentu, menahan produksinya dan membuat pabrik-pabrik negara dan koperasi kehilangan pasokan susu yang dibutuhkannya, kita harus menerapkan konstitusi dan mengintervensi dan menasionalisasi pabrik-pabrik itu.”

Nestle mengklaim bahwa akan “prematur” bagi perusahaan tersebut merespon ancaman nasionalisasi itu, yang baru didengarnya lewat media, hingga ada suatu “komunikasi langsung, formal dan resmi dari pemerintahan Mr. Chavez.” Namun, Nestle berkomentar dalam pers: “kami menjaga hubungan dekat dengan produsen susu Venezuela karena kami adalah pelanggannya, itu wajar…hubungan itu selalu berada dalam aturan-aturan legal yang ditentukan oleh tiap negeri.”

Pemerintah Chavez telah menasionalisasi sektor-sektor kunci industri telekomunikasi, listrik dan migas di Venezuela. Keuntungan dari perusahaan yang dinasionalisasi seperti raksasa telekomunikasi CANTV telah disalurkan menuju penurunan tarif secara umum, plus tarif khusus bagi pengorganisir komunitas dan para pengguna berpenghasilan rendah.

Tahun lalu, kelangkaan bahan pangan dasar di Venezuela mencapai 25%, sementara kelangkaan susu mencapai 80% menurut firma polling Venezuela, Datanalisis. Sejalan dengan itu, inflasi harga bahan-bahan dan layanan dasar mencapai 22% pada 2007. Sektor-sektor kaum oposisi menyalahkan kontrol harga pemerintah, nilai berlebih (overvaluing) mata uang Venezuela, dan pengelolaan ekonomi yang tidak efesien oleh pemerintah sebagai permasalahannya. Pemerintah, di lain pihak, mengatakan bahwa mereka memerangi spekulasi harga, penimbunan pangan, dan penyelundupan, yang menurut Chavez pada hari Minggu adalah bagian dari “konspirasi ekonomi” yang mengancam keamanan nasional di saat kapasitas konsumsi Venezuela telah sangat meningkat berkat kesuksesan program-program sosial.

Pada akhir Januari, Institut Pembela Konsumer Nasional (Indecu) dan Angkatan Bersenjata mengawasi penyaluran hampir 2 juta kilogram susu bubuk oleh Nestle ke berbagai kota di 11 negara bagian Venezuela. Juga, Pengawas Lumbung Nasional (National Silos Supervisor) memanggil Parmalat dan Nestle dalam sejumlah pertemuan yang bertujuan “mengambil alih kendali terhadap inventaris negara,” demikian lapor Menteri Pangan. Agenda pertemuan tersebut menyertakan evaluasi sistem nasional, rencana distribusi sektor swasta, dan presentasi Sistem Kendali Internal bagi Pangan dan Pertanian.

Selama bulan lalu, pemerintah telah mencabut regulasi harga pada semua kecuali 10 produk pangan dasar, termasuk sedikit peningkatan harga susu dan berbagai keju. Sementara itu, Administrasi Mata Uang Asing (CADIVI) memberikan ijin bagi pembayaran langsung transaksi internasional untuk mempercepat impor susu, yang merupakan sumber utama susu di negeri tersebut.

Nestle, yang mempekerjakan 4000 Venezuela secara langsung maupun tak langsung, adalah salah satu perusahaan swasta yang melalui Kamar Industri Pangan Venezuela pada 2003 menjual produknya dengan potongan harga kepada pasar pangan subsidi pemerintah yang dikenal sebagai Mercal. Ini adalah salah satu kebijakan pemerintahan Chavez yang bertujuan menyediakan makanan bagi mayoritas rakyat miskin negeri tersebut.

Tapi Nestle bukan bagian dari badan usaha terbaru milik pemerintah untuk distribusi pangan, PDVAL, yang dijalankan melalui perusahaan minyak dan listrik negara. Pemerintah justru menandatangani kontrak impor susu selama 12 tahun dengan koperasi Argentina, Sancor, dan juga akan menjual minyak yang diimpor dari Brasil. PDVAL akan mendistribusikan susu yang diproduksi dalam pabrik pengelolahan susu milik negara yang dibentuk oleh pemerintah tahun ini.

Anggaran federal tahun ini berinvestasi besar-besaran dalam sektor pertanian yang sedang berkembang dan dikelola negara, yang beroperasi menurut prinsip-prinsip ’sosialis’ seperti partisipasi komunitas dan memprioritaskan kebutuhan manusia di atas keuntungan. Ini menyertakan pembentukan Dana Produksi Minyak Nasional yang diumumkan oleh presiden Sabtu lalu, yang disambut baik oleh Konfederasi Nasional Agrikulturalis Venezuela. Dana ini akan disalurkan kepada “para pengusaha kecil yang memproduksi susu, yang selama ini telah ditelantarkan, untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri.”

Chavez memberikan pengumuman yang berkaitan dengan ini pada hari Minggu bahwa kekuatan paramiliter Kolombia semakin menginfiltrasi komunitas Venezuela dan industri-industri swasta. Nestle adalah satu dari sekian perusahaan transnasional yang mempekerjakan pasukan paramiliter untuk merepresi para buruh yang mengorganisir fasilitas-fasilitasnya di Kolombia, demikian menurut Ahli Ilmu Politik Jerman, Dario Azzellini, yang bermarkas di Caracas dan menghadiri siaran Alo Presidente hari Minggu lalu.

______________________________________

Diterjemahkan dan dihimpun oleh Data Brainanta

Peluncuran Kampanye Hands Off Venezuela – Indonesia Diberitakan di Seluruh Amerika Latin

Oleh Ted Sprague

Acara peluncuran kampanye Hands Off Venezuela di Indonesia pada tanggal 28 Maret lalu bukan hanya menjadi berita di antara aktivis-aktivis lokal dan global, ia juga diberitakan secara publik di seluruh Amerika Latin oleh stasiun Televisi Pan-Amerika Latin, Telesur [1]. Stasiun Telesur merupakan media alternatif Amerika Latin untuk melawan media imperialis seperti CNN. Diprakarsai oleh inisiatif dari Presiden Chavez, stasiun TV ini merupakan kerja sama antara 7 negara (Venezuela, Kuba, Argentina, Bolivia, Ekuador, Nikaragua, dan Uruguay) dan ditayangkan di lebih dari 15 negara. Tidak diragukan bahwa puluhan juta rakyat Amerika Latin menyambut berita peluncuran HOV-Indonesia dengan sorak gembira.

Pemberitaan kampanye HOV-Indonesia di seluruh Amerika Latin adalah sebuah pencapaian yang besar bagi aktivis-aktivis HOV. Puluhan juta rakyat Amerika Latin sekarang tahu bahwa ada sebuah gerakan solidaritas di Indonesia . “Kita tidak sendiri!”, begitulah sorak mereka. Gerakan revolusioner di Amerika Latin sudah menjadi inspirasi bagi rakyat tertindas di Indonesia, dan sekarang gerakan rakyat di Indonesia akan menjadi inspirasi juga bagi perjuangan di Amerika Latin.

Kapitalisme, sebagai sebuah sistem sosial-ekonomi yang global, harus dilawan dengan sebuah gerakan sosial yang global. Tidak ada lagi ruang untuk perjuangan yang hanya bersifat nasional, atau perjuangan yang hanya bersifat kedaerahan. Ini bukan berarti kita akan mengabaikan perjuangan di dalam negeri kita masing-masing, tetapi kita justru akan membawa perjuangan lokal kita ke level yang lebih tinggi dengan mengkaitkannya dengan prinsip internasionalisme. Dan prinsip internasionalime ini jangan hanya bersifat abstrak, ia harus dikonkritkan dengan pembentukan organ perjuangan yang bersifat internasional dimana aktivis-aktivis dari seluruh dunia dapat secara konkrit mengorganisir sebuah perlawanan.

Disinilah kampanye Hands Off Venezuela dapat memainkan peran yang penting dalam mengkonkritkan prinsip internasionalisme. Kampanye HOV di Indonesia bisa menjadi wadah untuk menghubungkan dan menyatukan organisasi-organisasi perjuangan di Indonesia (seperti PRP, KPRM-PRD, IGJ, SMI, dll) dengan organ-organ di Venezuela seperti FRETECO (Front Buruh Revolusioner Okupasi Pabrik), PSUV (Partido Socialista de Venezuela, Partai Persatuan Sosialis Venezuela), FNCEZ (Front Petani Nasional Ezequiel Zamora), dll; juga dengan organ-organ perjuangan di Brazil, Argentina, Ekuador, dll. Sosialisme abad ke-21 akan menjadi sosialisme yang mendunia.

Terus Maju Kawan!

___________________________________

[1] Campaña ”Manos Fuera de Venezuela” llega hasta Indonesia , http://www.aporrea.org/venezuelaexterior/n111844.html