Oleh Jesus S. A.
Hands Off Venezuela – Indonesia
Pada awalnya saya — dan (mungkin) juga anda — mengenal revolusi Kuba karena ketenaran salah seorang pejuangnya yang heroik, flamboyan, romantis, dan tak kenal kompromi: Che Guevara. Dan kali ini saya tidak sedang mengajak anda untuk membicarakan sosok Che dengan segala kharismanya, tetapi memeriksa kembali cita-cita besar dari Revolusi Kuba.
Revolusi Kuba adalah revolusi yang pertama di Amerika Latin yang membebaskan bangsa itu dari kuk imperialisme dan melakukan tugas-tugas demokratik, yang secara historis, belum pernah terjadi. Revolusi Kuba mampu berbuat sesuatu yang sangat fundamental. Seperti pernah terjadi dalam Revolusi Rusia tahun 1917, Revolusi Kuba menggunakan kekuatan revolusioner yang konsisten dari kaum proletar dan massa rakyat.
Digerakkan oleh semangat yang kuat, Revolusi Kuba telah mengemban aspirasi-aspirasi programatik dari arus yang paling revolusioner. Ini yang pertamakalinya sejak meninggalnya Jose Marti (1895), pemimpin gerakan pembebasan Kuba dari penjajahan Spanyol. Pemimpin pasukan gerilya internasionalis dalam proses revolusi tersebut, Comandante Che Guevara, memiliki rencana-rencana strategis revolusioner. Tentara Pembebasan Nasional dibawah komandonya akan disatukan di atas dasar strategi tunggal yang meliputi seluruh gerakan revolusioner Amerika Latin, dan selanjutnya akan dintegrasikan kedalam Tentara Proletariat Internasional. Setelah terlibat dalam revolusi Congo dan menyaksikan kekalahannya, Che semakin yakin akan pentingnya penyatuan kekuatan-kekuatan bersenjata secara internasional (paling tidak seluruh kawasan) untuk menumbangkan bangsa-bangsa penjajah. ”Inisiatif mengenai Tentara Proletariat Internasional tidak akan mati,” demikian tulisnya.
Ketika Che dan Kubanya, kamerad-kamerad Bolivia dan Peru berjuang di Bolivia, suatu peristiwa historis terjadi di Havana. Berbagai gerakan revolusioner dan organisasi-organisasi kiri dari seluruh negera-negara Amerika Latin bertemu pada konferensi Organisasi Solidaritas Amerika Latin (OLAS). ”Berbagai organisasi hadir disini” kata Armando Hart, delegasi Kuba, ”bertemu untuk membicarakan strategi perjuangan bersama guna melawan imperialis AS, oligarki-oligarki borjuis, dan para tuan tanah, yang telah disetir oleh kepentingan pemerintah AS. Delegasi Kuba hadir sebagai partai revolusioner. Tesis kami didasarkan atas ideologi Marx dan Lenin. Kami adalah ahliwaris tradisi revolusioner Amerika Latin. Kami akan setia pada tradisi ini. Karl Marx pernah berkata pada saat komune Paris, bahwa tujuan dari revolusi massa adalah menghancurkan mesin birokrasi militer sebuah negara dan menggantikannya dengan tentara rakyat. Selanjutnya Lenin berkata bahwa gagasan ini meletakkan pelajaran fundamental dari Marx dalam hubungan dengan tugas-tugas proletariat dalam revolusi. Delegasi kami menganggap bahwa pengalaman historis ini memperkuat penegasan dari Marx dan Lenin ini. Kami menganggap perlunya ada analisis mengenai pandangan Marx dan Lenin serta konsekensi-konsekuensi praxisnya.”
Dalam pidato mengenai strategi revolusi yang akan dikembangkan di seluruh kawasan (Amerika Latin), delegasi Kuba mengingatkan kembali bahwa ”nilai dan kebesaran konsepsi dari Jose Marti bisa diukur dengan apa yang tengah terjadi: [Marti] menanamkan cita-cita Bolivarian, yaitu dengan menyatukan negara-negara Amerika Latin menjadi satu negara yang besar yang dimulai dari perjuangan bagi pembebasan Kuba sebagai bagian dari revolusi Amerika Latin”. Pada saat yang sama, delegasi Kuba mengatakan bahwa ”hari ini, solidaritas revolusioner rakyat Amerika Latin memiliki kekuatan yang luar biasa, karena cita-cita mengenai penyatuan negara-negara Amerika Latin menjadi satu negara yang besar telah diperkuat.”
Setahun kemudian, Peredo, anggota pasukan gerilya Bolivia yang selamat, mempertegas pentingnya dan harapannya mengenai penyatuan Amerika Latin, ”keberhasilan pasukan revolusionerlah yang akan memapankan sosialisme di Amerika Latin, tidak hanya sebagai kawasan kami, tetapi juga negara kami.”
Selanjutnya, cita-cita besar tentang penyatuan Amerika Latin, dimana Amerika Latin akan menjadi satu negara yang besar — seperti yang dicita-citakan oleh para pejuang sebelumnya seperti simon Bolivar dan Jose Marti — harus didengungkan kembali dan didukung oleh negara-negara di kawasan ini. Ini perlu secepatnya dilakukan guna mengamankan rakyat di seluruh Amerika Latin dari kondisi-kondisi yang meresahkan, yakni globalisasi kapitalis neoliberal yang agresif, busuk, dan mematikan.
Dalam konferensi OLAS pada tahun 1967, kita bisa membaca bahwa ada sebuah fakta yang secara mendalam belum dievaluasi: sekompok masyarakat dengan jumlah besar dengan teritori yang sangat luas mampu bertahan dalam kultur, interes, dan tujuan-tujuan anti-imperialis yang sama. Inilah pelajaran yang menarik yang bisa kita ambil. Kuba — dengan berbagai interpretasi atasnya, terutama sosialisme yang berkembang disana — merupakan pelopor bagi revolusi-revolusi di Amerika Latin hari ini dan yang akan datang. Dan Amerika Latin, sebagai kawasan yang cukup luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar, memiliki semangat perlawanan yang sama. Imperialisme, kapitalisme, bagi rakyat Amerika Latin, tak lebih dari perampas dan penindas yang terus menerus harus dilawan.
Membicarakan Revolusi Kuba yang terjadi 48 tahun lalu sebagai peristiwa sejarah, mungkin, tidak terlalu menarik. Tetapi semangat Kuba dan konsistensinya dalam perang melawan imperialisme, adalah hal yang menarik untuk dimunculkan kembali terkait pembangunan Sosialisme Abad 21. Dan isu penyatuan kawasan yang dibicarakan pada tahun 1967 lalu di Havana, yang didasarkan atas ideologi Marxis, bisa menjadikan alternatif bagi pembangunan politik anti-neoliberalisme di kawasan-kawasan lain guna membendung derasnya arus neoliberalisme dan senjata untuk menumbangkan kapitalisme global.
Akhirnya, pesan yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, sebuah teori yang revolusioner dan komprehensif untuk mewujudkan cita-cita besar mengenai penyatuan Amerika Latin yang pernah dibicarakan dalam konferensi OLAS 41 tahun yang lalu sangatlah perlu. Sebuah teori revolusi yang pernah diterapkan Stalin yang kita kenal dengan ”teori revolusi bertahap” terbukti gagal. Hasil dari teori revolusi bertahap selalu sama: revolusi hanya dikenang sebagai peristiwa sejarah tetapi tugas-tugas dari revolusi tidak selesai. Satu-satunya cara untuk memastikan terjadinya revolusi demokratik nasional adalah dengan menyelesaikan tugas-tugas revolusi sosialis. Dan inilah esensi dari sebuah teori yang dikembangkan oleh Trotsky, yaitu ”teori revolusi permanen”.
Untuk menjadi satu negara yang besar, Amerika Latin harus menjadi sosialis. Untuk menjadi sosialis, Amerika Latin harus bersatu. Sebuah masyarakat sosialis tidak mudah dikerjakan dalam lingkup perbatasan-perbatasan nasional. Sebagaimana kata Trotsky, ”program sosialisme dalam satu negara adalah sebuah utopia kaum borjuis kecil.”
_____________
Sumber Tulisan :
- Ernesto Che Guevara, ”Pasajes de la guerrarevolucionaria: Congo”, 1999.
- ”Informe de la delegacion cubana a la Primera Conferencia de la OLAS”, 1967
- Guido ”Inti” Peredo, ”Ala guerrilla boliviana no ha muerto! Acaba apenas de comenzar”, 1968.
Wajib hukumnya ada Che Guevara di indonesia. Berjuang dan bersatu rebut kekuasaan. Kala Sejarah tidak mungkin ditulis dengan pena maka dengan senjatalah ia harus ditulis!!!
Hm..
saya mendapat beberapa isu yang masih ingin tahu kejelasannya:
Denger-denger ni yaaa…
Revolusi pertama di Amerika Latin tu dari negara Meksiko ya?
Tokohnya Emiliano Zapata,
Kira-kira itu terjadi tahun 1910.
Bedanya ma Kuba, Meksiko nggak berubah jadi sosialis (Komunis).
Denger-denger lagi..ada pengaruh politik Uni Soviet di belakang revolusi Kuba yang menjadikan Kuba adalah satu-satunya negara Komunis (sosialis, seperti Uni Soviet)di Amerika Latin.
Nah, itu garis besarnya.
Tolong diluruskan jika ada yang salah.
sekalian tambahkan info selengkap-lengkapnya mengenai latar belakang revolusi di Amerika Latin, khususnya Kuba.
thx..^^