Venezuela: Presiden Chavez memerintahkan penyelidikan kasus pembunuhan aktivis serikat buruh, dan menyerukan ekspropriasi perusahaan-perusahaan

Oleh Jorge Martín

Selasa, 02 Desember 2008

Saat berbicara pada acara pengambilan sumpah gubernur Aragua dari PSUV yang baru saja terpilih, yakni Rafael Isea, presiden Hugo Chávez memerintahkan investigasi penuh dalam kasus pembunuhan tiga pemimpin serikat buruh di negara bagian tersebut dan mengancam untuk menasionalisasi perusahan-perusahaan yang melanggar hak-hak buruh.

Dia menyatakan dengan tegas bahwa “tidak ada kejahatan yang bisa lolos dari hukuman, baik dalam kasus ini maupun kasus yang lain”, dan menjelaskan bahwa pembunuhan para pemimpin serikat buruh, Richard Gallardo, Carlos Requena dan Luis Hernandez adalah tindakan sicariato, sebuah pembunuhan politik.Terkait dengan pabrik susu Alpina milik perusahaan Kolumbia, Chavez mengatakan bahwa “sebuah perusahaan tertentu perlu diinvestigasi. Ini adalah perusahaan asing dimana para pekerja sedang bertarung melawan serangan-serangan dari perusahaan tersebut. Saya telah memerintahkan sebuah investigasi atas aksi-aksi yang telah dilakukan oleh perusahaan ini.” Chavez menambahkan, “karena ada banyak perusahaan di belahan dunia lainnya yang telah menggunakan pembunuh bayaran untuk membunuh para pemimpin kaum tani dan kaum buruh, dan sekarang mereka ingin mempraktekkannya di sini. Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi di Venezuela! Dan kita harus berjuang keras melawannya.”

Dengan merujuk pada penggunaan kekuatan kepolisian dalam memerangi aksi-aksi kaum buruh oleh mantan gubernur Aragua, Didalco Bolivar, Chavez berkata: “Isea, anda memiliki dukungan penuh dari saya untuk, secara radikal, mentransformasi kekuatan lembaga kepolisian dan aparat keamanan negara bagian Aragua.”

Kemudian dalam pidato yang sama, Chavez menyebutkan konflik-konflik sosial dan ekonomi di Aragua, dan meminta informasi yang baru mengenai perjuangan kaum buruh Sanitarios Maracay. “Semua perusahaan dimana terdapat banyak masalah dengan para pekerja, dimana pekerja tidak dibayar upahnya, dimana para majikan mengeksploitasi buruh, atau dimana sebuah perusahaan menutup perusahaannya dan tidak membayar gaji para buruhnya, atau perusahaan tersebut memiliki banyak hutang dan tidak dapat membayar para buruhnya, dengan demikian, mereka harus dinasionalisasi, diambil alih.” Dia lalu menambahkan bahwa “inilah yang dinamakan sosialisme, sebuah kepemilikan sosial atas alat-alat produksi.”

Presiden Chavez juga menekankan bahwa dalam hal ini (pengambilalihan dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan), “kelas pekerja memiliki peran kunci” dan membuat sebuah seruan kepada “para pekerja di Aragua dan kelas pekerja”.

Ini bukan yang pertama kalinya Chavez menyerukan secara terang-terangan kepada kaum pekerja untuk mengambil alih pabrik-pabrik untuk dinasionalisasi. Namun di masa lalu, para pemimpin serikat buruh UNT (Serikat Buruh Nasional Venezuela) (karena mereka menentang kontrol buruh atau karena adanya sikap sektarian terhadap pemerintah) tidak menggunakan kesempatan ini untuk meluncurkan sebuah kampanye pendudukan pabrik yang serius dan perjuangan dalam skala nasional untuk kontrol buruh.

Hanya Front Revolusioner Pendudukan Pabrik (Freteco, www.controlobrero.org) satu-satunya organisasi di Venezuela yang telah merealisasikan seruan ini dalam praktek, tetapi dengan kekuatan yang masih terbatas. Dalam beberapa kasus, seperti perjuangan Sanitarios Maracay, di Aragua, kaum buruh telah melakukan pendudukan pabrik dan sudah mulai melakukan kegiatan produksi di bawah kontrol buruh. Tetapi kemudian Menteri Tenaga Kerja, Ramon Rivero (yang sudah dipecat), menolak untuk menasionalisasi perusahaan tersebut dan menyabotase perjuangan para pekerja Sanitarios Maracay. Sayap yang berbeda-beda di dalam kepemimpinan UNT juga memainkan peran yang menjijikkan di dalam perjuangan ini, beberapa secara terbuka mendukung kebijakan anti-mogok dari Ramon Rivero, dan yang lain (seperti Orlando Chirino) menentang ide nasionalisasi di bawah kontrol buruh dan bahkan mengusulkan bahwa kaum buruh harus bernegosiasi dengan para pemilik modal.

Perjuangan kaum buruh di Sanitarios Maracay meliputi masalah-masalah utama dalam revolusi Venezuela: sabotase dari birokrasi sayap kanan dalam kepemimpinan gerakan Bolivarian, aparatus negara kapitalis yang lama masih bercokol dan telah digunakan untuk melawan kaum buruh, dan tidak adanya sebuah kepemimpinan alternatif yang serius di dalam gerakan buruh..

Semua ini kontras dengan semangat perjuangan revolusioner dari rakyat pekerja Venezuela, yang mana pada pagi hari, Selasa, 2 Desember, mengorganisir pertemuan-pertemuan massa di pabrik-pabrik, mengadakan demonstrasi, memblokade jalan-jalan dan berhenti bekerja di Aragua, sebagai bagian dari hari protes atas pembunuhan tiga pemimpin serikat buruh. Laporan-laporan awal mengenai aksi protes ini melaporkan keterlibatan para pekerja dari perusahaan-perusahan berikut: Produvisa, Cervecería Regional, Vasos Selva, Cativen, Remavenca, HV Envases, Industrias Iberia, Alconca, Plumrose, Titán, Diablitos Underwood, Pepsio-Cola, Toronocas, Venezolana de Riego, Serviquim, Sindicato de la Alcaldía del municipio Zamora, Nestlé, Vasos Dixie, Tupaca, Manpa Higiénico, Sanitarios Maracay, Mom, Aluminios Reynolds, Galletera Puig, Central El Palmar, Cebra, Inica. Demonstrasi dan pemblokadean jalan-jalan diadakan di Villa de Cura, Cagua dan Maracay, melumpuhkan seluruh negara bagian.

Satu-satunya cara untuk mengakhiri provokasi dan pembunuhan-pembunuhan yang reaksioner adalah dengan merebut kekuasaan politik dan ekonomi dari para bos, bankir dan tuan tanah. Ini adalah tugas kelas buruh Venezuela dan satu-satunya cara untuk menjamin kemenangan revolusi Bolivarian.

__________________________________

(Diterjemahkan oleh Jesus S. Anam, diedit oleh Ted Sprague. Sumber: Venezuela: President Chavez orders investigation into killing of trade unionists, calls for expropriation of companies oleh Jorge Martin, 2 Desember 2008)



Tiga pimpinan serikat buruh dibunuh di Aragua – Pernyataan HOV Internasional

Oleh Hands Off Venezuela

Senin, 01 Desember 2008

Tiga anggota serikat buruh terkemuka dibunuh di Aragua, Venezuela, pada Kamis malam tanggal 27 November. Salah satu dari mereka adalah koordinator UNT di Aragua, dan yang lain adalah direktur serikat buruh di Pepsi-Cola, dan orang yang ketiga, sering terlibat dalam isu-isu kesehatan dan keselamatan. Mereka bertiga telah menghabiskan hari untuk membantu para buruh di Alpina, sebuah perusahaan susu yang dimiliki oleh perusahaan Kolombia, dimana para buruh disana sedang berjuang dan telah diserang secara brutal oleh polisi setempat. Didalco Boliviar, gubernur yang sebelumnya dipilih dengan tiket Bolivarian telah membangkang dan kemudian bergabung dengan oposisi. Dia digantikan pada hari Minggu tanggal 23, saat calon dari PSUV, Rafael Isea, menang Pilkada di Aragua.

Metode yang digunakan untuk membunuh tiga anggota serikat buruh ini adalah metode sicariato (pembunuhan politik lewat pembunuh bayaran), yang seringkali digunakan di Kolombia untuk membunuh para aktivis serikat buruh.

Hari Jumat, ribuan buruh berhenti kerja dan memblokade jalan-jalan di Aragua, dan pada hari Sabtu beribu-ribu buruh hadir di prosesi pemakaman.

Semua ini terjadi dengan latar belakang meningkatnya provokasi dari aktivis-aktivis sayap kanan yang menyerang program-program dari pemerintah Bolivarian (Misiones) di daerah-daerah yang mana oposisi memenangkan pemilihan umum daerah (Miranda, Bolivar , dan Tachira).

Pernyataan Hands Off Venezuela

Kampanye Hands off Venezuela telah mendengar berita pembunuhan 3 anggota serikat buruh terkemuka di Aragua, Venezuela, pada tanggal 27 November. Ricard Gallardo, Luis Hernandez dan Carlos Requena, dibunuh pada petang hari setelah mereka baru saja kembali dari mendukung perjuangan kaum buruh di perusahaan Alpina, yang menghadapi represi yang berat dari polisi.

  • Kami mengutuk pembunuhan brutal ini.
  • Kami mengirim pernyataan belasungkawa dan solidaritas untuk keluarga, teman dan para kamerad anggota serikat buruh yang telah gugur.
  • Kami meminta pemerintah Venezuela untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, ditangkap dan dibawa ke pengadilan, dan tidak ada seorangpun yang bisa lolos dari hukuman atas kejahatan ini

Terluka satu, cedera untuk semua!

Hidup Revolusi Bolivarian!

Hidup Solidaritas Internasional!

John McDonnell MP, Jeremy Dear NUJ general secretary, joint presidents of the Hands Off Venezuela campaign
___________________________

Diterjemahkan dari www.handsoffvenezuela.org oleh HOV Indonesia

Makna dari Hasil Pemilihan Kepala Daerah di Venezuela: Sebuah Refleksi

Jesus SA

“Kelompok oposisi telah menguasai dua kota terbesar Venezuela, termasuk Caracas, ibukota Negara. Mereka juga menang di 5 dari 22 propinsi, termasuk daerah terkaya dan paling banyak penduduknya. Sebuah hasil yang menandakan bahwa kelompok oposisi akan menguasai lebih dari setengah penduduk Venezuela.” Demikianlah berita tentang pemilihan kepala daerah di Venezuela yang diturunkan oleh The New York Time tanggal 24 November 2008.

Hasil pemilihan kepala daerah 23 November lalu, sebenarnya, dari perolehan jumlah suara, lebih baik dibanding referendum reformasi konstitusional bulan Disember tahun lalu. Partai Persatuan Sosialis Venezuela (PSUV) telah memenangkan sekitar 80% dari seluruh dewan local dan 17 dari 22 propinsi yang sedang mengadakan pemilihan. Tapi media-media kapitalis melakukan propaganda terus menerus bahwa Chavez telah kehilangan banyak massa. Bahkan, The New York Time, salah satu media kapitalis, lebih lanjut mengatakan bahwa anjloknya harga minyak jelas-jelas telah mengurangi kemampuannya untuk mengambil rasa simpati dari rakyat.

Continue reading “Makna dari Hasil Pemilihan Kepala Daerah di Venezuela: Sebuah Refleksi”

Pertemuan Luar Biasa ALBA

HOV Indonesia

Istana Presiden Miraflores, Caracas – Pada hari Rabu pagi, tanggal 26 November 2008, wakil-wakil dari negara-negara anggota ALBA (America Latina Bolivarian Alternative; Alternatif Bolivarian untuk Amerika Latin) tiba di Istana Presisden Miraflores untuk menghadiri Pertemuan Luar Biasa ALBA yang diprakarsai oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez guna bertukar gagasan dan membuat suatu usulan dalam rangka menyikapi krisis keuangan global.

Pertemuan ini dihadiri oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez dan kawan karibnya dari Bolivia Evo Morales, Nicaragua Daniel Ortega, Honduras Manuel Zelaya, Dominica Roosevelt Skerrit, Kuba Ricardo Cabrisas, dan Presiden Ecuador, sebagai tamu, Rafael Correa.

Presiden Chavez telah mengumumkan pertemuan tingkat tinggi ini pada hari Jumat tanggal 14 November lalu. Chavez mengatakan bahwa ia bersama kabinetnya sedang bekerja keras dan mendiskusikan berbagai persoalan dengan para kepala daerah (negarabagian) guna mencari solusi dan mengambil langkah-langkah preventif untuk menghadapi krisis keuangan dunia.

Selanjutnya, Chavez menekankan bahwa solusi atas krisis global ini tidak akan datang dari pasar bebas, tetapi dari jalan alternatif lain.

ALBA adalah proposal integrasi yang diprakarsai oleh Venezuela dan Kuba dan dibentuk pada tanggal 14 Disember 2004 di Havana, Kuba. ALBA adalah sebuah kelompok yang diintegrasi dengan tujuan-tujuan sosial dan membangun masa depan Amerika Latin yang sejahtera sebagai kekuatan yang mampu menjalankan model perekonomian sendiri di tengan dunia yang mengglobal melalui strategi ekonomi alternatif (Jesus).

_________________________________________________

Presidential Press Office / November 26, 2008


Venezuela: Neraca Pertama dari Pemilu

By Patrick Larsen in Venezuela

Wednesday, 26 November 2008

Lewat tengah malam pada tanggal 24 November, Komisi Pemilihan Umum (CNE) Venezuela mengumumkan hasil awal pemilu untuk walikota lokal dan gubernur negara bagian (Pilkada). Dari hasil pemilihan ini, muncul gambaran bahwa kekuatan revolusi kalah dalam Pilkada di beberapa negara bagian yang strategis. Bagaimanpun juga, sangat penting untuk dicatat bahwa 5,6 juta orang memilih PSUV. Ini merupakan peningkatan sebesar lebih dari satu juta pemilih dibandingkan pada hasil referendum konstitusi pada bulan Desember 2007. Di sisi lain, hanya sekitar 4 juta pemilih yang memilih kandidat-kandidat oposisi. Ini berarti oposisi sayap kanan kehilangan lebih dari 300.000 suara. Ini menggambarkan perimbangan kekuatan yang sebenarnya.

Walaupun PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela) menang di 17 negara bagian, pihak oposisi menang di 5 negara bagian (satu negara bagian tidak memilih gubernur pada Pilkada ini). Di Pilkada sebelumnya (2004), pihak oposisi hanya dapat memenangkan dua kegubernuran – di negara bagian Zulia dan Nueva Esparta. Sekarang pihak oposisi mampu memenangkan juga negara bagian Miranda, Carabobo, Tachira dan yang paling penting adalah Alcaldia ibukota Caracas (dewan kota Caracas). Untuk sementara, hasil final untuk Carabobo dan Tachira belum diumumkan, penghitungan awal menyebutkan bahwa disana pihak oposisi sudah mendapatkan suara mayoritas.

Harus ditekankan bahwa meskipun PSUV memenangkan kembali tiga negara bagian (Sucre, Aragua dan Guarico) dari gubernur yang menjadi bagian dari PODEMOS dan telah mengkhianati revolusi, ini tidak dapat memperbaiki kekalahan pada negara-negara bagian penting tersebut di atas. Terutama kekalahan krusial di Alcaldia ibukota Caracas merupakan suatu kemunduran dan pihak oposisi akan menggunakannya sebagai basis dukungan mereka.

Pentingnya Pilkada ini

Pilkada ini bukanlah Pilkada “biasa”. Semua orang memahami bahwa pilkada ini akan memiliki sebuah pengaruh yang menentukan bagi masa depan revolusi secara keseluruhan. Sejak awal kaum borjuasi internasional memahami ini dengan baik. Seperti yang dikatakan koran sayap kanan Spanyol ABC; “Chavez menghadapi pemilu dimana ‘masa depan Revolusi Bolivarian’ dipertaruhkan.” Media yang lain berupaya untuk menggambarkan situasi penuh kekacauan dan ketidakpastian, membelokkan dan melebih-lebihkan pernyataan Chavez sebelumnya. Ini merupakan perilaku khas pers borjuis yang bermaksud untuk mendiskreditkan pemerintahan Bolivarian dan menyiapkan kejatuhannya di masa depan.

Seperti yang telah kami laporkan sebelumnya bahwa ancaman kudeta militer masih tetap ada. Beberapa bulan yang lalu, berbagai macam konspirasi yang melibatkan pejabat tinggi militer dalam angkatan bersenjata ditemukan oleh otoritas Venezuela. Dalam hal ini, CIPC, sebuah badan intelejen khusus, menyatakan bahwa terdapat 6 negara bagian yang berbahaya yaitu Tujilo, Lara, Portuguesa, Zulia, Bolivar dan Carbobo, dimana intelejen mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan bahwa pihak oposisi akan mencoba mengganggu proses Pilkada dengan kerusuhan. Selama hari pemilihan sendiri, 88 orang telah ditangkap karena membawa senjata secara ilegal atau mengganggu proses pemilu dengan berbagai cara.

Meskipun begitu, terdapat partisipasi yang tinggi. Sekitar 65% pemilih ikut Pilkada dibandingkan dengan hanya 45% pemilih di Pilkada 2004. Pos-pos pemilihan tetap buka berjam-jam melebihi waktu penutupan resmi, karena ratusan orang masih antri untuk memberikan suara (sesuatu yang dianggap oleh kaum oposisi ‘tidak demokratis’).
Akar Penyebab dari Kemunduran ini

Tidak diragukan lagi bahwa para birokrat di dalam gerakan Bolivarian akan menyalahkan rakyat atas kemunduran ini. Mereka akan mengatakan: “Ini menunjukkan rendahnya kesadaran rakyat, rakyat belum siap untuk sosialisme. Maka kita harus menunggu dan menunda pembangunan Sosialisme”. Akan muncul sebuah kampanye yang kuat untuk mendukung garis “moderat” dan tekanan yang kuat akan diarahkan kepada Chavez untuk mengadopsi garis ini. Kampanye ini akan merupakan sebuah pengulangan dari kampanye yang serupa setelah kesalahan dalam referendum konstitusi pada Desember 2007 lalu -tetapi pada skala yang lebih tinggi.

Namun, terdapat sisi yang lain dari situasi ini. Kesimpulan yang diambil oleh banyak lapisan yang lebih maju pada bulan Desember 2007 adalah bahwa kekalahan referendum konstitusi disebabkan justru oleh kebijakan ini (yakni, kebijakan yang moderat). Mereka mulai memberontak terhadap apa yang mereka lihat sebagai kolom kelima (kaum birokrat dan reformis di dalam revolusi) di dalam gerakan Bolivarian. Ini terekspresikan di dalam kontradiksi yang tajam dalam kongres nasional PSUV pada bulan Februari dan juga pada kongres pemuda PSUV pada bulan September.

Hilangnya berbagai negara bagian sebenarnya adalah kelanjutan dari proses kemunduran akibat referendum konstitusi pada Desember 2007. Tidak sulit bagi kita untuk melihat alasannya. Setelah 10 tahun revolusi dan mobilisasi permanen, sebagian massa lelah karena kurangnya perubahan mendasar dalam masyarakat. Meskipun kemajuan telah dibuat di dalam program-program sosial, missiones dan pelayanan kesehatan mission barrio adentro, masalah mendasar (perumahan, pekerjaan dan harga barang) tetap belum terselesaikan. Sekarang, akibat sabotase dari para pemilik modal, sebagian besar daerah di Venezuela kekurangan suplai makanan, termasuk beberapa produk dasar seperti kopi, gula dan kacang.

Harga makanan di Caracas melonjak sampai hampir 50% selama setahun terakhir. Demikian juga tingkat kejahatan yang mencapai rekor tingkat kematian per kapita. Mantan walikota dari kota Alcaldia, Juan Baretto (anggota PSUV), memulai dengan pengambilalihan perumahan, akan tetapi kemudian mengambil langkah mundur dan terbukti tidak dapat menyelesaikan permasalahan perumahan bagi kaum miskin perkotaan.

Permasalahan serupa juga terdapat di Miranda. Ini dibuat lebih buruk dengan kenyataan bahwa kandidat PSUV adalah Diosdado Cabello, seorang pengusaha dan pemimpin yang lugas dari “kaum endogenus kanan”, sayap kanan di PSUV. Seperti di banyak tempat lain, ini jelas-jelas mengusir banyak pendukung setia.

Isu korupsi juga penting di Carabobo, dimana mantan gubernur “Bolivarian” (Acosta Carles, seorang pejabat militer) telah ditunjukkan keterlibatannya dalam berbagai macam bisnis gelap dengan menggunakan posisinya. Dia dikeluarkan dari PSUV dan digantikan oleh Mario Silva, seorang presenter TV populer. Namun, Acosta Carles ikut Pilkada melawan kandidat PSUV dan mampu memenangkan cukup suara untuk memasukkan kandidat sayap kanan.

Ini hanya beberapa contoh saja. Mereka menunjukkan bahwa alasan utama dari kekalahan ini adalah kebijakan reformis, bukan kebijakan radikal. Reformisme sudah membuktikan ketidakberdayaannya dalam menyelesaikan permasalahan mendesak bagi rakyat. Terutama sekarang ketika harga minyak jatuh secara drastis dan akan mengurangi jumlah anggaran yang tersedia untuk program-program sosial.
Perspektif

Tidak diragukan lagi bahwa kemunduran di dalam pemilu ini akan digunakan oleh sayap kanan dan kontra-revolusioner dalam kampanye mereka untuk menggulingkan Chavez dan menghentikan revolusi. Mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan; yakni menguasai beberapa negara bagian yang strategis. Dari sini mereka akan menyebarkan kampanye untuk membangun ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan mengkritik secara lebih terbuka dan lebih radikal. Mereka akan menggunakan hasil yang mereka dapatkan saat ini untuk memobilisasi para pendukung mereka dan mendorong para pendukungnya secara aktif untuk menggulingkan Chavez. Mereka akan mendapatkan dukungan dari media borjuis internasional yang telah menyebarkan berita mengenai melemahnya dan terdiskreditnya Chavez.

Kaum oposisi mungkin akan melakukan kampanye pengumpulan tanda tangan untuk referendum pemanggilan kembali (recall atau pencabutan mandat – Penerjemah) seperti yang mereka lakukan pada tahun 2004, dimana hal ini diperbolehkan di dalam konstitusi Venezuela. Tetapi kali ini mungkin mereka akan lebih percaya diri terhadap kekuatan mereka dan menggunakan metode legal dan ilegal untuk mencapai tujuan mereka.

Di sisi lain, rakyat tidak akan pasif. Kekecewaan atas hilangnya beberapa posisi strategis akan berubah menjadi kemarahan. Rakyat akan meletakkan tanggung jawab atas kekalahan ini pada birokrasi yang tidak dapat diandalkan dan pemimpin yang pengecut di sekitar Chavez.

Selama masa kampanye, tanpa mengenal lelah Chavez melakukan perjalanan dari satu negara bagian ke negara bagian lain, bahkan mengunjungi beberapa negara bagian sebanyak dua kali. Dimana-mana dia berupaya maksimal di dalam kampanye ini. Tapi para kandidat PSUV di banyak tempat justru membuat moderat isi politik dari kampanye ini dan upaya mereka tidak sampai setengah dari upaya Chavez. Bahkan pada malam hari pemilihan, kandidat-kandidat dari PSUV memberikan konferensi pers yang payah, yang kemudian dilampaui oleh Chavez sendiri yang segera memberikan konfrensi pers tanpa pemberitahuan.

Hal ini akan mengakibatkan dampak besar di dalam PSUV, di dalam sayap Pemuda PSUV dan gerakan serikat buruh. Organisasi-organisasi ini akan tergoncang dari atas kebawah. Dimulai dari lapisan vanguard yang paling maju, rakyat akan mengambil kesimpulan. Mereka akan melihat bahwa revolusi benar-benar dalam bahaya. Mereka akan menggerakkan semua kekuatan yang mereka miliki untuk menyelamatkan revolusi – tapi kali ini perjuangannya juga akan melawan musuh internal di dalam revolusi; yakni kolom kelima dari birokrat yang berada di dalam gerakan revolusioner.

Perimbangan Kekuatan

Pilkada ini menunjukkan sebuah polarisasi yang mendalam di dalam masyarakat Venezuela, Ya. Tetapi ini bukanlah berarti akhir dari revolusi. Seperti yang disebutkan diatas, mayoritas besar rakyat masih mendukung revolusi dan ide sosialisme dan siap untuk maju. Bahkan pada hari pilkada, dimanapun kaum oposisi mencoba membuat kerusuhan, masyarakat meresponnya dengan turun ke jalan-jalan dan mendorong mereka keluar. Ini adalah waktu yang menentukan. Pada akhirnya, sebuah revolusi tidak diputuskan di dalam parlemen atau pada pemilu. Sebuah Revolusi ditentukan oleh perjuangan kelas, di pabrik-pabrik, di universitas-universitas dan di jalan-jalan.

Situasi sekarang ini masih mendukung bagi revolusi. Chavez telah mendapatkan dukungan dari sebagian besar penduduk. Ia memiliki mayoritas di dalam majelis nasional. Yang terpenting, ide sosialisme telah menjadi inspirasi bagi jutaan pekerja, petani, pemuda, perempuan dan kaum miskin perkotaan. Bahkan, semua kondisi telah matang untuk melancarkan serangan yang dapat meniadakan kapitalisme dan mulai membangun sosialisme.

Sebanyak 5,6 juta orang yang memilih PSUV memilih sosialisme. Tetapi setelah 10 tahun revolusi, tidak hanya cukup berbicara sosialisme. Sosialisme harus dibuktikan dalam tindakan, jika tidak ini hanya akan menjadi mimpi. Revolusi harus mengambil posisi ofensif!

Slogan kami adalah:

Tidak ada konsesi bagi sayap kanan !

Laksanakan keinginan mayoritas – Laksanakan Sosialisme !

Nasionalisasi tanah, Pabrik-pabrik dan Bank-bank !

Pekerja berkuasa di semua pabrik !

Persenjatai rakyat !

Maju Menuju Revolusi Sosialis !

Kemenangan PSUV di Pemilu Regional Venezuela: Kemenangan bagi Revolusi Bolivarian dan Sosialisme

Jesus S. Anam – HOV Indonesia

Hasil dari pemilihan gubernur negara bagian dan walikota di Venezuela yang diadakan pada tanggal 23 November 2008, telah menunjukkan keseriusan rakyat dalam membela revolusi Bolivarian.

Partai Persatuan Sosialis Venezuela (PSUV), yang dibentuk enam bulan lalu dengan Chavez sebagai presidennya, telah memenangkan 17 dari 22 negarabagian yang sedang mengadakan pemilihan. Kelompok oposisi yang disokong oleh Amerika Serikat hanya memenangkan 5 negarabagian dengan perolehan suara sekitar 4 juta suara, selisih dengan suara untuk para kandidat dari PSUV yang memperoleh sekitar 5.5 juta suara.

Hasil pemilihan ini juga merupakan kemenangan bagi demokrasi di Venezuela. Para pemilih yang hadir saat ini adalah yang terbesar dalam pemilu wilayah, yakni sekitar 65.45% dari seluruh jumlah pemilih.

Secara keseluruhan, pemilihan wilayah yang diadakan tanggal 23 November kemarin adalah kemenangan bagi PSUV, kemenangan bagi revolusi Bolivarian dan sosialisme. Jumlah pemilih dari rakyat yang pro revolusi meningkat sekitar 1.3 suara dari referendum reformasi Konstitusional bulan Desember 2007 lalu. Di sini terjadi perbandingan yang menyolok dari jumlah suara kontra-revolusi yang menurun sekitar 300.000 suara. Selain itu, kemenangan pro-revolusi juga ditunjukkan dengan memenangkan kembali tiga negarabagian ( Arugua, Guarico, dan Sucre), yang mana gubernur yang sedang menjabat, lebih dari 18 bulan terakhir, telah menyeberang ke pihak oposisi.

Meskipun kemenangan-kemenangan tersebut sudah terlihat jelas, namun pertarungan tajam masih menyelimuti rakyat Venezuela; perjuangan berat masih menghadang rakyat miskin untuk mempertahankan capaian-capaian revolusioner dan mewujudkan mimpi mereka tentang sosialisme baru di Venezuela. Pertahanan atas program-program sosialisme masih harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh oleh rakyat terkait dengan fakta bahwa kelompok oposisi, yang hanya memenangkan dua negarabagian pada tahun 2004 (Zulia dan Nueva Esparta, wilayah kaya minyak), sekarang memenangkan tiga negarabagian lagi (Miranda, Tachira, dan Carabobo). Kelompok oposisi juga memenangkan posisi walikota di daerah pemilihan kota besar Caracas dan sekarang mengontrol 4 dari 5 kotamadya yang ada di Caracas, mskipun kota yang paling luas dan paling miskin, Libertador, dimenangkan kembali oleh pro-revolusi.

Dari 17 pemilihan kepala daerah yang dimenangkan oleh PSUV, delapan daerah menang dengan tidak kurang dari 60% suara dan sebagian besar pemilihan daerah yang lain menang dengan lebih perolehan lebih unggul 10% dibanding rivalnya. Pada pemilihan kepala daerah di tingkat lokal, yang diadakan pada saat yang sama, suara untuk para kandidat Chavista masih tetap lebih unggul.

Meskipun banyak kesulitan-kesulitan dan kontradisksi-kontradiksi yang sedang menghadang revolusi, tetapi jelas bahwa mayoritas besar rakyat Venezuela menginginkan adanya proses pengambilalihan sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan ke tangan mayoritas rakyat miskin di hari-hari mendatang.

Berikut daftar kandidat jadi dan perolehan suara dari PSUV dan kelompok oposisi:

Kandidat PSUV

1. Tarek William Saab (Anzoategui, 55.05%; 305,279 suara)
2. Jesús Aguilarte (Apure, 56.44%; 79,152 suara)
3. Rafael Isea (Aragua, 58.57%; 379,272 suara)
4. Adán Chávez (Barinas, 50.00%; 137,732 suara)
5. Francisco Rangel Gómez (Bolivar, 46.99%; 201,386 suara)
6. Teodoro Bolivar (Cojedes, 52.31%; 68,167 suara)
7. Lizeta Hernández (Delta Amacuro, 55.61%; 36,372 suara)
8. Stella Lugo de Montilla (Falcon, 55.23%; 197,793 suara)
9. William Lara (Guarico, 52.30%; 141,798 suara)
10. Henri Falcon (Lara, 73.33%; 436,755 suara)
11. Marcos Díaz Orellana (Merida, 54.62%; 193,601 suara)
12. José Gregorio Briceño (Monagas, 64.77%; 199,451 suara)
13. Wilmar Castro (Portuguesa, 57.89%; 175,901 suara)
14. Enrique Maestre (Sucre, 56.40%; 196,287 suara)
15. Hugo Cabezas (Trujillo, 59.85%; 168,045 suara)
16. Jorge García Carneiro (Vargas, 61.29%; 83,531 suara)
17. Julio Leon (Yaracuy, 57.82%; 130,557 suara)

Kandidat oposisi

1. Antonio Ledezma (Caracas, 52.40%; 708,547 suara)
2. Enrique Salas Feo (Carabobo, 47.72%; 402,904 suara)
3. Morel Rodríguez (Nueva Esparta, 57.55%; 111,980 suara)
4. César Pérez Vivas (Tachira, 49.53%; 237,809 suara)
5. Pablo Pérez (Zulia, 53.59%; 756.138 suara)

_________________________________________

Tulisan ini diadaptasi dari www.venezuelasolidarity.org dan berbagai sumber

Kemenangan Bolivarian di 17 Pemilihan Gubernur

Presiden Venezuela Hugo Chavez mengakui perolehan kemenangan oleh partai-partai oposisi di beberapa negarabagian dan mendorong mereka untuk memiliki sikap demokratis dan tidak menyerang Pemerintah lagi.

Chavez menegaskan bahwa Bolivarian telah memenangkan di 17 pemilihan gubernur, sebuah fakta dimana telah digelar kembali peta jalan kaum merah. Dia mengatakan bahwa kemenangan-kemenangan ini merupakan “konstruksi dari sosialisme, dan kita harus membangunnya lebih sungguh.”

Pemimpin Bolivarian itu menyampaikan ucapan selamat kepada “para pemenang dari kelompok oposisi, dan berharap mereka tidak melakukan kesalahan fatal seperti kesalahan yang telah mereka buat pada tahun 2001, 2002, 2003, ketika Gubernur Miranda dan Gubernur Caracas, juga para gubernur lain dan para wali kota, menyerang rakyat, Republik, dan perdamaian dengan mengibarkan bendera fasisme.”

Presiden Hugo Chavez menyerukan untuk membangun demokrasi. “Saya, sebagai kepala pemerintahan; saya, sebagai presiden Partai Persatuan Sosialis Venezuela, bersama-sama dengan kamerad-kamerad saya, mengakui kemenangan kalian dan mendorong kalian untuk memiliki sikap yang demokratis. Saya berharap kalian bertekun diri untuk memahami rakyat, memerintah dengan transparansi, tulus hati dan respek terhadap Pemerintah Pusat, pemerintah kotamadya dan institusi-institusi negara yang lain. Jika kalian semua melakukan hal demikian, kalian pantas mendapat penghormatan; tetapi jika tidak, Konstitusi akan dijatuhkan di atas kalian.”

Presiden Chavez mengatakan bahwa ini saat yang tepat untuk mengatakan dan menegaskan hal ini karena mereka adalah “para gubernur dan walikota yang berpotensi untuk melakukan konspirasi dan membuka pintu terhadap intervensionisme asing; mereka juga berpotensi untuk merangkul pejabat-pejabat yang terlibat dalam kup militer dan paramiliter dari Kolimbia.”

“Kepada Gubernur baru Miranda, Zulia dan Nueva Esparta, saya, sebagai kepala negara, mengucapkan selamat atas kemenangan anda dan mengharapkan kepada anda untuk mengakui Kepala Pemerintahan, yakni Konstitusi dan rakyat,” tegas Chavez.

Demikian juga, “saya mengakui kemenangan Gubernur baru Caracas. Saya berharap dia tidak mengulang lagi jalan kup; saya berharap mereka bisa menunjukkan sikap respek terhadap rakyat dan patuh terhadap Konstitusi, dan memang demikianlah yang seharusnya kita lakukan.”

Presidential Press Office / November 24, 2008
__________________________________

Diterjemahkan dari Australia Venezuela Solidarity Network oleh HOV Indonesia


Krisis Keuangan Global dan Konsolidasi Buruh untuk Revolusi: Laporan Perjalanan Jorge Martin di Malaysia dan Indonesia

Oleh HOV Indonesia

Jorge Martin di Konferensi Sosialisme Abad 21 Kuala Lumpur

Di acara Konferensi Sosialisme Abad 21 yang diselenggarakan oleh Partai Sosialis Malaysia dari tanggal 7 hingga 9 Nopember bertempat di New Era College Kajang Malaysia, sekitar 100-200 kamerad hadir dari berbagai negara: Swedia, Belgia, Australia, Inggris, Pakistan, Nepal, Taiwan, Hongkong, Indonesia, Thailand, Singapore, India, dan Sri Lanka.

Jorge Martin berbicara di dalam sesi mengenai Revolusi Venezuela dan Amerika Latin bersama-sama dengan Lisa MacDonald dari Australian-Venezuela Solidarity Network. Jorge menjelaskan latar belakang gelombang revolusi di Amerika Latin yang merupakan akibat dari kegagalan kapitalisme untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Revolusi Venezuela dimulai dari usaha untuk menyelesaikan masalah kesehatan, pendidikan, kontrol nasional terhadap sumber daya alam, reformasi agraria, dll. Tetapi usaha ini dihadang oleh para oligarki dengan pemberontakan bersenjata (Kudeta April 2002, dll). Dari tahun 2005, Chavez kemudian mulai menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keluar adalah sosialisme, dan kapitalisme tidak akan mampu menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang dihadapi oleh rakyat.

Sekarang, menurut Jorge, krisis ekonomi global dari kapitalisme bisa menjadi momentum bagi kelas pekerja untuk membangun kekuatan perlawanan berskala internasional. Membangun solidaritas antar kelas pekerja di berbagai negara merupakan poin penting untuk menyikapi krisis global yang terjadi saat ini. Kelas pekerja harus mempersiapkan diri untuk menggantikan sistem kapitalisme yang rapuh dan sedang dalam krisis ini dengan sosialisme, mengambil alih pabrik-pabrik, bank-bank, dan sektor-sektor bisnis besar untuk dijalankan di bawah kontrol buruh. Karena, menurut Jorge, hanya kelas pekerja yang bersatu secara internasional yang bisa melakukan revolusi.

Selain Jorge Martin, dalam konferensi sosialis Malaysia, koordinator HOV Indonesia, Jesus S. Anam, yang berbicara dalam sesi Political Coalition juga menyinggung pentingnya membangun kekuatan kiri revolusioner (dari kalangan pekerja, petani, dan miskin kota). Transformasi ideologi dan kesadaran politik di semua level sangat dibutuhkan untuk membangun organisasi yang kuat, terutama organisasi pekerja sebagai basis yang terpenting dalam revolusi. Menurut Jesus dalam konteks Indonesia, prioritas utama dalam gerakan kiri Indonesia saat ini adalah membangun kader-kader yang berkualitas dan memiliki miltansi yang tinggi. Bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela merupakan cara untuk membangun kekuatan bersama dengan pemikiran bahwa Revolusi Venezuela merupakan titik masuk menuju revolusi sosialis di seluruh dunia.

Jorge di PT Istana Jakarta

Jorge sampai ke PT Istana bersama rombongan KASBI (Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia). Perjalanan dari sekretariat KASBI ke PT Istana dihadang banjir Rob (air laut yang naik) yang mengakibatkan kemacetan cukup lama. Dengan disambut whiteboard bertuliskan ”Selamat Datang Jorge Martin” para buruh menyambut kedatangan rombongan dan langsung makan siang di salah satu ruang pabrik.. Setelah mengajak Jorge mengunjungi banyak ruang-ruang pabrik PT Istana, para buruh PT Istana yang telah menduduki pabrik selama 15 bulan, yang berjumlah sekitar 75 orang perempuan dan 2 orang buruh laki-laki, melakukan diskusi bersama Jorge Martin. Pada diskusi tersebut juga dihadiri anggota PRP (Perhimpunan Rakyat Pekerja), ABM (Aliansi Buruh Menggugat), FPBJ (Federasi Perjuangan Buruh Jabotabek), dan SMI ( Serikat Mahasiswa Indonesia). Jumlah total peserta diskusi mencapai 100 orang lebih.

Diskusi berlangsung hampir 3 jam dari Pkl 15.00 – 18.00 WIB. Jorge menjelaskan tentang proses revolusi Venezuela, pendudukan dan pengambilalihan banyak pabrik di Venezuela, termasuk pengambilalihan pabrik minyak yang sangat spektakuler [Catatan: pada saat sabotase industri minyak oleh para oligarki tahun 2002-2003]. Buruh menjalankan produksi tanpa manager, direktur, dan dukungan kelompok lain yang menguasai teknologi. Selain itu Jorge menjelaskan tentang pentingnya konsolidasi, memperoleh dukungan organ buruh secara meluas, kerjasama antar organisasi buruh dalam pemasaran dan proses produksi serta bagaimana bertahan dalam tekanan dan keterbatasan logistik untuk menjalankan pabrik. Jorge juga menjelaskan sabotase dan ancaman yang terus menerus dari kaum kapitalis – oligarki. Dalam jangka panjang, Jorge menjelaskan bahwa kita tidak bisa membangun sosialisme di satu pabrik, dan gerakan okupasi pabrik hanya akan berhasil bila ia menjadi bagian dari perjuangan yang lebih menyeluruh dari kelas pekerja untuk menasionalisasi sektor-sektor ekonomi yang penting di bawah kontrol buruh.

Jorge menekankan pentingnya melakukan konsolidasi intensif dan penyadaran kelas buruh secara massif agar muncul banyak pabrik yang bisa diduduki, tidak hanya di PT Istana. Munculnya sebuah gerakan bersama pendudukan pabrik akan banyak membantu tahapan lanjutan dari gerakan buruh, seperti di Argentina. Diskusi berlangsung cukup intensif, beberapa peserta menanyakan tentang kondisi buruh saat ini (pasca revolusi Venezuela), dukungan pemerintah, peran organ mahasiswa, serta kondisi buruh Indonesia yang saat ini banyak berhadapan dengan kasus buruh kontrak, outsourcing, upah dibawah standar dan PHK massal. Jorge mengunci semua pernyataan bahwa sumber masalah perburuhan adalah sistem kapitalistik yang eksploitatif. Krisis finansial saat ini, menunjukkan bahwa pembusukan kapitalisme sedang terjadi yang membuktikan sitem kapitalisme terbukti tidak aman lagi.

Pertemuan ditutup dengan pemberian cinderamata dari Buruh ke Jorge dan menyanyikan lagu internationale.

Jorge di Diskusi Panel di Universitas Indonesia

Global Economic Crisis adalah isu yang yang dilontarkan Jorge di depan peserta diskusi yang berjumlah sekitar 70 orang. Para peserta diskusi berasal dari kalangan akademisi dan aktivis buruh, dan panel diskusi ini diorganisir dengan bantuan dari Lab Sosiologi Universitas Indonesia Selain Jorge, ada tiga pembicara dalam acara tersebut, yakni Anwar Ma’ruf (koordinator Aliansi Buruh Menggugat), Dodik (ketua Serikat Buruh PLN), dan Silvia Tiwon (Praxis).

Jorge memaparkan dengan jelas bahwa krisis global yang terjadi sekarang ini merupakan pembusukan dari sistem kapitalisme. Capaian-capaian besar dari kapitalisme ternyata disangga oleh kaki-kaki yang rapuh. Solusi yang tepat untuk mengatasi krisis ini adalah mengganti sistem kapitalisme dengan sosialisme: nasionalisasi perusahaan-perusahaan migas, bank-bank, dan sektor-sektor penting dibawah kontrol rakyat. Hal yang sama juga disampaikan oleh Anwar Ma’ruf, bahwa sosialismelah satu-satunya solusi untuk mengatasi krisis global ini.

Silvia Tiwon, memiliki perspektif yang agak berbeda dengan Jorge dan Anwar Ma’ruf. Satu poin penting yang bisa ditangkap dari penjelasan Silvia Tiwon adalah, bahwa pencerdasan masyarakat merupakan titik masuk untuk menghadapi krisis. Cara pandang ini jelas akan mengundang sebuah pertanyaan kritis, mungkinkah krisis yang telah membusuk ini cukup deselesaikan dengan cara yang parsial?
Di akhir acara, seorang kamerad mengatakan bahwa diskusi ini adalah sebuah diskusi yang bersejarah, karena untuk pertama kalinya, selama lebih dari 40 tahun, ide sosialisme didiskusikan di sebuah pertemuan formal di UI.

Jorge di Kelompok Studi Mahasiswa Universitas Nasional (KSM UNAS)

Kenapa harus dengan sosialisme? Kenapa harus bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela? Apakah Venezuela sudah menjadi negara sosialis? Bagaimana peran kelas kelas pekerja dalam Revolusi Venezuela?

Di atas adalah pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari beberapa anggota Kelompok Studi Mahasiswa UNAS, yang terlihat cukup antusias untuk mendengar paparan kritis dan ilmiah dari Jorge Martin.

Sebagaimana telah dikatakan oleh Jorge di acara-acara diskusi sebelumnya, bahwa kapitalisme terbukti telah gagal. ”Free Market” dengan kompetisi pencarian profit yang tak terkontrol menyebabkan surplus produksi. Penumpukan hasil produksi mengharuskan para kapitalis menjual barangnya dengan harga murah. Akibatnya, perusahan-perusahaan tersebut dengan segera akan bangkrut dan kolap. Dampak dari kebangkrutan tersebut adalah pemecatan massal tenaga kerja dan meluapnya pengangguran. Kelas pekerjalah yang harus menanggung kerugian tersebut dengan hilangnya pekerjaan mereka, bukan para bos. Satu-satunya solusi adalah dengan mengambilalih tuas-tuas kunci ekonomi (bank-bank, tanah, dan industri-industri penting), menempatkannya di bawah kontrol buruh secara demokratis melalui rencana produksi sosialis.

Selama sepuluh tahun revolusi Venezuela, bisa dilihat bahwa massa rakyat telah mengamankan revolusi dari kekalahan dalam pertarungan hebat dengan kaum oligarki: peristiwa kudeta tahun 2002 dan dilanjutkan oleh sabotase dari para bos, referendum tahun 2004, dan pemilihan presiden tahun 2006.

Kegigihan kaum buruh dan rakyat secara keseluruhan di Venezuela merupakan inspirasi penting bagi rakyat tertindas dan kaum buruh di seluruh dunia dan pintu masuk untuk membangun kekuatan-kekuatan massa rakyat di berbagai tempat. Dengan bersolidaritas dengan Venezuela, berarti kita sedang membangun kekuatan sosialisme di seluruh dunia. Sebagaimana yang pernah dikatakan Trotsky, bahwa sosialisme tidak akan berhasil jika dibangun hanya di satu negara, tetapi sosialisme harus melintasi batas-batas negara.

Memang, menurut Jorge, Venezuela belum menjadi negara sosialis, tetapi sedang menuju ke sana. Revolusi Venezuela harus diselesaikan atau revolusi ini akan dikalahkan.

Jorge di Pertemuan PRP Jakarta

Tepatnya hari Kamis tanggal 13 November, Jorge berdiskusi intensif dengan anggota PRP di kantor PRP pusat. PRP, sebagai main organizer dalam acara kunjungan Jorge ke Indonesia ini, sangat antusias untuk sharing tentang pengalaman pendudukan pabrik-pabrik di Venezuela. Kerjasama antara HOV dengan PRP sangat memungkinkan untuk dilakukan di hari-hari mendatang. Karena mengkonsolidasi gerakan buruh secara internasional merupakan poin penting bagi HOV. PRP sebagai organ buruh revolusioner di Indonesia bisa menjadi patner yang tepat untuk membangun kekuatan baik di tingkat kawasan maupun di tingkat internasional.

Jorge di Pertemuan Buruh – PRP Bandung

Dengan dihadiri sekitar 35 orang buruh pabrik yang menjadi anggota beberapa organisasi buruh, Jorge menjadi narasumber diskusi yang difasilitasi oleh PRP dan KASBI. Kamerad HoV Bandung ikut serta dalam diskusi tersebut. Jorgi menjelaskan tentang proses revolusi di Venezuela. Peran rakyat yang turun kejalan untuk menuntut dikembalikannya Chaves dari penjara, merupakan fenomena yang tak pernah terjadi dalam sejarah. Buruh dan rakyat bersatu menghentikan kudeta kaum oligarkhi yang didukung media kapitalis.

Selanjutnya, Jorge menjelaskan kondisi pengambilalihan pabrik di Venezuela, dimana Chaves mendukung penuh proses dan penguasaan buruh atas`pabrik-pabrik, serta menjelaskan sabotase dan upaya kelompok oligarki dalam menghancurkan proses revolusi menuju sosialisme di Venezuela.

Beberapa peserta diskusi menanyakan tentang peran sayap militer yang pro buruh di Venezuela, cara menjalankan pabrik tanpa logistik dan dukungan penguasaan teknologi, membuka pasar yang sebelumnya tidak dikuasi, landasan hukum dalam pendudukan, juga situasi organisasi buruh di Venezuela, dan organ lain yang mendukung perjuangan buruh.

Jorge menekankan bahwa tantangan di Indonesia dan Venezuela sebelum revolusi hampir sama (adanya sumber daya alam yang kaya, banyak penduduk miskin, donor asing yang mengontrol birokrasi (IMF, World Bank dll) serta militer yang tidak kondusif mendukung buruh) namun kita harus belajar dari Venezuela bahwa momentum dan situasi politik bisa menjadikan transformasi kesadaran kelas menjadi gerakan politik yang effektif.

Jorge menutup sesi diskusi dengan mengatakan bahwa perbedaan bahasa, budaya, negara bukanlah halangan untuk semangat solidaritas mendukung perjuangan buruh dimanapun, karena kelas pekerja adalah satu kelas internasional yang memiliki musuh bersama, kepentingan bersama, dan perjuangan bersama.
Jorge Di Acara Launching Hov Bandung

Di ruang 29 Campus Center (CC), kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jorge Martin hadir sebagai pembicara utama dalam launching Hands Off Venezuela Indonesia seksi Bandung.

Acara launching diawali dengan pemutaran film “No Volveran” yang bercerita tentang proses revolusi dan program-program sosialis di Venezuela. Dalam film tersebut kita juga bisa melihat bagaimana rakyat Venezuela mampu mengorganisir diri dan kaum buruh yang sedang mengambilalih pabrik-pabrik dan menjalankannya meskipun tanpa tenaga-tenaga ahli dalam manajemen dan teknologi.

Acara peluncuran HOV Bandung ini diinisiasi oleh Majalah Ganesha ITB dan individu-individu yang bersepakat dengan prinsip kampanye HOV.

Dalam diskusi ini Jorge Martin menjelaskan bahwa demokrasi Venezuela belumlah bisa dijadikan sebagai sebuah tatanan demokrasi sejati karena beberapa elemen dari kekuasaan masih dikuasai oleh kaum oligarki dan kapitalis. Namun, proses gerakan massa yang terorganisir melalui communal council dan serikat-serikat buruh yang mampu mengokupasi pabrik di Venezuela telah mendorong kepada menguatnya kesadaran rakyat. Mereka melawan oligarki dengan merubah demokrasi oligarki menjadi demokrasi partisipatoris dan inilah yang dijadikan titik awal bagi pembangunan sosialisme di Venezuela.

Diskusi ini mengambil kesimpulan bahwa kapitalisme bukanlah sebuah akhir dan demokrasi partisipatoris merupakan sebuah langkah awal yang sanggup membawa rakyat terlibat dalam politik dan pengambilan kebijakan publik dan mengarahkan rakyat pada terwujudnya sosialisme. Dalam hal ini Venezuela merupakan salah satu contoh nyata bagaimana proses transformasi sebuah sistem oligarki (baca: demokrasi borjuis) menjadi demokrasi partisipatoris dan membangun sosialisme yang dilandaskan oleh kesadaran rakyat. Akan tetapi, Jorge menekankan bahwa bila struktur lama negara kapitalis tidak dihancurkan, kita tidak akan bisa meraih demokrasi yang sejati.

Acara ini pun diakhiri dengan pernyataan dari Roliv selaku koordinator HOV bandung meresmikan pembangunan kampanye solidaritas dan mengajak semua elemen progresif di bandung untuk ikut serta dalam kampanye solidaritas ini dan mempelajari revolusi Bolivarian di Venezuela untuk mengeksplorasi peluang revolusi Indonesia dengan belajar dari kasus Venezuela.

Peluncuran HOV (Hands Off Venezuela) Bandung

Solidaritas Sosialisme Internasional!!!

Jumat, 14 November 2008.

Bertempat di Ruang 29 Campus Center (CC) Barat kampus ITB diadakan peluncuran HOV (Hands off Venezuela) chapter Bandung yang di inisiasi oleh Majalah Ganesha ITB dan individu2 yang bersepakat dengan prinsip kampanye HOV. Acara ini dibuka dengan sambutan yang dilakukan oleh Feriandri sebagai ketua pelaksana sekaligus Pemimpin Umum Majalah Ganesha ITB (MG-ITB), kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film dokumenter “No Volverán – The Venezuelan Revolution Now”, film ini merupakan film dokumentasi tentang revolusi yang terjadi di venezuela yang dibuat oleh Hands off Venezuela (HOV).

Film ini membawa kita pada masa pemilihan presiden tahun 2006, perjalanan menuju perkampungan kumuh (barrios), dan beberapa pabrik yang dikontrol secara langsung oleh buruh. Film dokumenter ini juga mengajak kita untuk mencari tahu kenapa disana terjadi pergerakan melawan kapitalisme, apakah sosialisme abad ke 21 itu, dan bagaimana ini merubah kehidupan masyarakat. Setelah pemutaran film kurang lebih selama tiga puluh menit, acara ini dilanjutkan dengan diskusi publik dengan tema “Komparasi demokrasi representatif dan demokrasi partisipatoris”. Diskusi ini di isi oleh dua orang pembicara yaitu Jorge Martin (International Secretary of Hands Off Venezuela), Agus Wahyuono (Ketua LMND Jabar) dan dihadiri oleh audience yang berjumlah sekitar 80 orang dan berasal dari berbagai macam elemen mulai dari mahasiswa, serikat buruh, jurnalis, LSM dan serikat angkutan umum.

Dalam diskusi ini Jorge Martin (International Secretary of Hands Off Venezuela) menjelaskan bahwa demokrasi venezuela belumlah bisa dijadikan sebagai sebuah tatanan demokrasi sejati karena beberapa elemen dari kekuasaan masih dikuasai oleh oligarki dan kapitalisme. Namun, proses evolusi gerakan massa yang terorganisir melalui communal council dan serikat-serikat buruh yang mampu mengokupasi pabrik di venezuela telah mendorong kepada menguatnya kesadaran rakyat. Mereka juga melawan oligarki dengan merubahnya menjadi demokrasi partisipatoris dan inilah yang dijadikan titik awal bagi pembangunan sosialisme di venezuela. Agus wahyuono (Ketua LMND Jabar) juga menjelaskan bahwa bukanlah demokrasi parlementer yang kita butuhkan dengan ritual pemilu dan prosedural lainnya akan tetapi dalam jangka panjang yang kita butuhkan adalah sebuah sistem komunal-dialogis yang mampu memfasilitasi setiap individu mampu dengan bebas bergabung dan keluar dari sebuah komunitas ketika ia merasa ditindas atau melalui kesepakatan komunitas dan antar komunitas tanpa dibatasi batas negara.

Diskusi ini mengambil kesimpulan bahwa oligarki kapitalisme bukanlah sebuah akhir dan demokrasi partisipatoris merupakan sebuah langkah awal yang sanggup membawa rakyat terlibat dalam politk dan pengambilan kebijakan publik dan mengarahkan rakyat pada terwujudnya sosialisme. Dalam hal ini venezuela merupakan salah satu contoh nyata bagaimana proses transformasi sebuah oligarki menjadi demokrasi partisipatoris dan membangun sosialisme yang dilandaskan oleh kesadaran rakyat.

Acara ini pun diakhiri dengan pernyataan dari Roliv selaku koordinator HOV bandung meresmikan pembangunan kampanye solidaritas dan mengajak semua elemen progresif di bandung untuk ikut serta dalam kampanye solidaritas ini dan mempelajari revolusi bolivarian di venezuela untuk mengeksplorasi peluang revolusi Indonesia dengan belajar dari kasus Venezuela. (rlv)


Revolusi Venezuela : Kebohongan Media Barat terbongkar

Oleh: Shua Garfield

Direct Action, September 2008—

“Chavez membuat kediktaktoran baru” teriak Wall Street Journal tanggal 6 Agustus. Keesokan harinya dalam sebuah tulisan berjudul “Diktator dari Caracas”, The London Economist mengklaim bahwa presiden Venezuela Hugo Chavez telah “melanggar konstitusi”. Sebuah editorial di Los Angeles Times, 9 Agustus menggambarkan “Kediktaktoran terbaru-nya” Chavez merupakan sebuah “serangan terhadap demokrasi”. Pada 14 Agustus, kolumnis Andres Oppenheimer dalam Miami Herald syndicated beropini bahwa Chavez telah “melanggar aturan-aturan demokrasi yang paling mendasar”.

Pernyataan terang-terangan ini terutama seputar tentang 26 Undang-Undang baru yang di tanda tangan Chavez pada tanggal 31 Juli. Seperti yang telah menjadi ciri khas komentar media korporasi mengenai revolusi Venezuela , kekalutan seputar undang-undang ini hanya kebenaran yang setengah-setengah, penyimpangan dan kebohongan mentah-mentah.

Setelah Chavez terpilih kembali sebagai presiden kembali pada 26 Desember 2006 dengan 64% suara pada pemilu ditandai dengan(sebagai rekor) jumlah terbesar pemilih yang menggunakan hak pilih, Dewan Nasional memberinya kewenangan untuk mengesahkan undang-undang untuk satu periode 18 bulan di 11 kawasan. Di dalamnya termasuk: transformasi kelembagaan negara untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dan membuka selebar-lebarnya partisipasi rakyat; memberantas korupsi; lebih adil dalam distribusi kekayaan, kesehatan dan pendidikan; modernisasi pada sistem keuangan; meng-upgrade teknologi dan ilmu pengetahuan; keamanan dan pertahanan; dan meningkatkan kontrol negara pada sektor energi. 26 undang-undang baru telah disahkan di hari terakhir yang “memungkinan hukum” terpengaruh. (berubah)

Perubahan itu termasuk memperkuat tekanan pada pendidikan di dalam badan militer, termasuk dalam hukum-hukum HAM nasional dan international, dan membentuk Milisi Nasional Bolivarian untuk menggantikan Cadangan Nasional yang tidak berfungsi. Undang-undang baru terkait dengan keamanan pangan mendukung akses untuk mendapat kredit bagi pelaku produksi kecil dan menengah, menyetujui intervensi negara secara kuat dalam rencana penggunaan tanah dan denda yang detail, menyita harta benda dan hukuman penjara bagi yang terbukti bersalah menjual dengan harga yang terlalu tinggi secara ilegal, spekulasi pangan, penyelundupan makanan, mengacaukan produksi atau menghancurkan atau mencuri cadangan makanan. Ukuran-ukuran ini disusun untuk menghindari terulang kembali kekurangan makanan seperti yang pernah di derita Venezuela pada akhir tahun 2007. Untuk memastikan peningkatan kontrol terhadap rencana pertanian dibarengi dengan melipatgandakan peningkatan demokrasi, hukum-hukum ini menyerukan untuk membentuk majelis-majelis pertanian di daerah-daerah tingkat lokal, nasional dan regional.

Satu dari sekian perundang-undangan yang paling menakutkan bagi para kapitalis Venezuela dan media korporasi adalah izin pengambil alihan, selama masa krisis, atas bisnis-bisnis yang menghasilkan atau menyediakan barang-barang pokok penting. Dengan tujuan untuk menghindar terulang kembali kelangkaan makanan, obat-obatan, sabun mandi dan kebutuhan lain yang melanda banyak rakyat Venezuela sepanjang Desember 2002 – Januari 2003 saat penutupan paksa pabrik-pabrik oleh kaum oposisi pro-kapitalis dalam upaya menggulingkan pemerintah.

Diantara 26 hukum itu juga tentang Nasionalisasi terhadap Bank Venezuela yang ke tiga terbesar. Menurut Chavez, tujuannya untuk “di investasikan dalam pembangunan Sosialis”. Dalam undang-undang yang lainnya mengizinkan presiden untuk mengangkat pejabat-pejabat daerah dengan budget terpisah, demi memastikan berjalannya program-program sosial tanpa hambatan atau korupsi dari pemerintahan pusat dan lokal.

‘Kediktatoran’ dan ‘tidak konstitusional’?

Undang-undang baru yang disahkan sepanjang 18 bulan terakhir mencapai 67. Di dalam yang disahkan tersebut termasuk hukum tentang konversi moneter, kontrol harga dan nasionalisasi perusahaan baja, semen, minyak, perbankan, dan Listrik. Perusahaan Media berupaya untuk menggambarkan keterbatasan kemampuan dalam mengeluarkan keputusan sebagai “kediktatoran”. Namun demikian, penduduk-penduduk kota Venezuela bisa memprakarsai sebuah referendum untuk mencabut hukum-hukum apa pun dengan mengumpulkan Tandatangan hanya 5% dari Suara yang terdaftar.

Beberapa politisi dari pihak oposisi mengklaim bahwa hukum-hukum itu “tidak konstitusional”, klaim yang kemudian diulang-ulang lagi di The Economist, New York Times dan Miami Herald. Tudingan tersebut dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian dari undang-undang ini adalah usulan-usulan perubahan konstitusi yang telah dikalahkan pada referendum yang digelar pada Desember 2. Namun, setelah kekalahan ini, undang-undangnya ditulis ulang untuk sesuai dengan konstitusi 1999.

Pembentukan kelompok milisi nasional telah ditampilkan sebagai sebuah langkah jahat menuju tirani. Dalam sebuah artikel Wall Street Journal, 6 Agustus, politisi dari pihak oposisi Venezuela Luis Miquilena dikutip saat menyampaikan: “sasaran mereka adalah untuk mengintimidasi tentara dan rakyat… kelompok milisi itu dibawah komando personal [Chavez].” Namun, para milisi tersebut akan dilatih oleh tentara. Mengapa tentara melatih lembaga yang akan mengintimidasi diri mereka sendiri masih belum jelas. Lebih jauh, disamping “latihan, persiapan dan pengorganisiran publik untuk mempertahankan negara” (penting untuk mengurangi peningkatan ancaman dari tentara US), para milisi ini akan membantu proyek-proyek komunitas atas permintaan dari dewan-dewan communal – organ-organ baru dari partisipasi lokal pemerintahan demokratik – sehingga meningkatkan kekuatan massa rakyat.

Membesar-besarkan kekuatan oposisi

Terakhir kali Chavez memperoleh kewenangan untuk mengesahkan undang-undang, pada tahun 2001, dia mengeluarkan 49 hukum yang memasukan reformasi tanah, membalikan rencana untuk menswastakan perusahaan minyak milik negara PDVSA dan menyalurkan penerimaan minyak untuk program sosial dan pembangunan. Hal ini yang membuat marah para pemilik tanah dan pelaku bisnis yang melancarkan kudeta di bulan April 2002 dan dua bulan pemogokan industri minyak di penghujung tahun yang sama. Kedua tindakan ini bertolak belakang. Pergolakan massa rakyat melawan kudeta telah mengembalikan Chavez ke tampuk pemerintahan dan mengakhiri kekuasaan kapitalis dalam mengontrol militer dan pemerintah. Kekalahan dari mogok para boss tahun 2002-2003, lewat mobilisasi pekerja dan tentara untuk menghidupkan kembali industri minyak , sebagai permulaan yang progressif untuk mengikis kontrol kapitalis terhadap ekonomi

Melemahnya pengaruh politik para kapitalis Venezuela sejak 2002 telah menjadikan mereka tidak mampu melakukan perlawanan yang sama terhadap undang-undang baru seperti yang dulu mereka lakukan terhadap undang-undang tahun 2001. Sebuah protes di Caracas tanggal 6 Agustus hanya memobilisasi 1000 orang, sedangkan protes tanggal 9 Agustus hanya 3000 orang . Sekalipun rally ini sangat kecil tidak menghentikan the Los Angeles Times mengklaim: “rakyat Venezuela terus berlanjut memukul balik upaya-upaya Chavez untuk merampas kembali hak-hak konstitusi dan hak sipil mereka – mereka kembali ke jalanan lagi minggu ini”. Media korporasi hanya khusus melaporkan apapun tentang mobilisasi anti-Chavez, tidak perduli sekecil apapun, sementara mereka mengabaikan mobilisasi-mobilisasi pro-revolusi yang sering jauh lebih besar. Termasuk sebuah rally yang sangat kuat ini, sebanyak 300.000 orang di Caracas pada tanggal 1 May, yang merupakan bagian perayakan keputusan untuk menaikan gaji minimum sebesar 30%, yang menjadikan pendapatan gaji minimum rakyat Venezuela tertinggi di seluruh Amerika Latin.

Melarang para calon anggota legislatif

Perusahaan Media juga menyoroti sebuah keputusan pada tanggal 5 Agustus oleh pengadilan Mahkamah Agung Venezuela yang melarang 272 calon anggota legislatif mengikuti kontes pemilu kota-madya dan wilayah yang akan berlangsung bulan November. Pemberitaan berupaya untuk menggambarkan Chavez mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan mati-matian. Dalam sebuah rubrik di Oppenheimer, tanggal 24 Agustus, mengklaim bahwa hampir 90% dari para kandidat adalah para pendukung kaum oposisi dan dengan dengan berlebihan mengacu pada Leopoldo Lopez – Walikota dari Chacao, kodya Caracas dan merupakan salah satu kandidat yang di larang – membandingkan hal ini dengan pelarangan terhadap kandidat oposisi di Iran, Belarus dan Zimbabwe. Kedua media CNN.com dan Wall Street Journal dengan kokumnisnya Mary Anastasia O’Grady mengklaim berulang kali bahwa mayoritas kandidat yang dilarang adalah kaum oposisi.

“Daftar Hitam”, sebagaimana dijelaskan oleh the Los Angeles Times, berisikan orang-orang yang terpidana atas, atau baru-baru ini sedang diselidiki untuk kasus, penipuan atau korupsi. Undang-undang yang membolehkan pelarangan pencalonan dalam pemilu bagi mereka yang sedang diselidiki karena korupsi, telah disahkan oleh Majelis Nasional pada tahun 2001 dan didukung pada saat itu oleh kaum oposisi yang sekarang menyanggahnya. Sebuah berita dilaporkan pada tanggal 12 Agustus oleh Kantor Informasi Venezuela yang mensinyalir bahwa 52% dari mereka yang di larang merupakan bagian dari partai politik yang mendukung pemerintahan.

Kebohongan terang-terangan

Mungkin dengan menyadari tentang penyimpangan-penyimpangan itu saja mungkin tidak cukup, beberapa media telah menggunakan dugaan-dugaan tanpa dasar yang jelas dan jelas-jelas bohong. Sebagai contoh, klaim tanggal 7 Agustus di Economist: “pemerintah sering mewajibkan pegawai pemerintahan untuk menghadiri rally Politik dan secara teratur memecat mereka yang menunjukkan perbedaan politik”, tanpa berpura-pura berusaha untuk menunjukan fakta-fakta tuduhannya

Tuduhan yang paling liar datang dari artikel O’Grady tanggal 11 Agustus di Wall Street Journal, dimana dia menulis tentang “penambahan narapidana politik”, “metode jahat untuk menetralkan musuh”-nya Chavez dan sebuah pemerintahan “mencoba untuk menumpas persaingan dalam politik-nya”. Klaim para “tahanan politik” didukung hanya oleh dua contoh saja. Pertama adalah Ivan Simonovis, yang dulu menjabat sebagai direktur polisi Caracas selama masa kudeta April 2002 dan dia diduga telah mengkoordinasi sebuah serangan polisi terhadap para demonstran kedua belah pihak dari pro- dan anti-pemerintah dimana 19 orang tewas.

“Tahanan politik” lainnya disebutkan O’Grady adalah mantan Pengawas Nasional Letnan Kolonel Humberto Quintero. Quintero mengambil bagian dalam penculikan juru negosiasi Tentara Revolusioner Colombia (FARC) Rodrigo Granda pada 13 Desember 2004, ketika Granda sedang berada di Caracas bernegosiasi untuk melepaskan tawanan dari tangan FARC. Para penculik mengirim Granda ke garis pembatasan Colombia dan mengembalikan dia langsung ke pemerintah otoritas Colombia , berakhir dengan negosiasi yang menunjukkan janji yang mengarah untuk melepaskan tawanan. Menteri pertahanan Colombia Jorge Alberto Uribe, mengakui telah mendanai operasi tersebut.

O’Grady melukiskan sebuah gambaran kuburan krisis ekonomi, membeberkan langkanya ketersediaan pangan dan tingkat inflasi di Venezuela yang relatif tinggi. Dia mengklaim bahwa “investasi sektor-swasta dan lapangan pekerjaan semakin tenggelam”. Kenyataan secara umum sangat berbeda. Pada bulan Juli, kelangkaan pangan telah turun sampai kurang dari setengah dibanding bulan Januari, menurut Tamara Pearson dalam artikel-nya tanggal 20 Agustus di venezuelanalysis.com. Tingkat inflasi saat ini 32.2%, meski lebih tinggi dari tahun 2007, secara significan jauh dibawah dua orang presiden sebelum Chavez: 59.4% dan 49.3%. Undang-undang baru, dengan meningkatkan kontrol produksi, distribusi dan harga pangan, memperbaiki infrastruktur industri, merupakan sejumlah usaha yang serius untuk menghindar dari krisis pangan dan kontrol inflasi.

Capaian Ekonomis

Pusat perhatian kapitalis-sentris O’Grady pada “investasi sektor-swasta dan lapangan kerja” mengabaikan cepatnya perluasan sektor umum, dan oleh karena itu dia menghindar menyebutkan tentang hampir setiap sektor perekonomian Venezuela yang meningkat dengan laju yang mengesankan. Terima kasih untuk capaian-capaian ini, dan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa rakyat miskin yang akan diuntungkan dari semua ini, perimbangan penduduk yang berada dalam kondisi sangat miskin menurun tajam dari 48.6% menjadi 37.1% antara selang waktu 2002 dan 2006, menurut Komisi Perekonomian untuk Amerika Latin dan Caribbean. Laporan terbaru dari Institut Nutrisi Nasional Venezuela menemukan bahwa antara tahun 1998 dan 2007, proporsi jumlah anak-anak yang menderita gizi buruk menurun dari 21% menjadi 4%. Dalam hal ini kemungkinan besar karena subsidi makanan dan kesehatan gratis disediakan oleh program sosial pemerintah.

Lebih jauh lagi, total lapangan kerja meningkat sampai 26% antara 1998 dan pertengahan awal tahun 2007, menurut sebuah artikel pada tanggal 9 April oleh Steve Brouwer penulis ekonomi-politik yang di publikasikan pada website Venezuelanotes. Sampai saat ini, Brouwer memperkirakan pemasukan real 80% rakyat paling miskin dari penduduk venuzuela meningkat menjadi 60-100%. Ini bukanlah kali pertama revolusi Venezuela dibawah serangan media korporasi, dan ini tidak menjadi yang terakhir. Sebuah revolusi yang memenangkan kekuasaan politik dan ekonomi dari tangan kapitalis dan menyerahkan ke tangan rakyat pekerja adalah sebuah ancaman yang tak bisa ditolerir oleh mereka yang bertingkah sebagai corong untuk, dan diuntungkan dari, sistem kapitalis. Mereka akan menggunakan kebohongan-kebohongan dan lebih banyak lagi untuk menghancurkan revolusi.

_______________________________________________________________

Diterjemahkan oleh: Risnati Malinda (Anggota PPRM-Jakarta dan JNPM-Jakarta)

www.directaction.org.au