Pertempuran Yang Berat Demi Sosialisme

Rafael Ramirez

Wawancara dengan Rafael Ramirez, menteri energi dan petroleum Venezuela, diambil dari Punto Final.

* * *

Hingga kini, proyek sosialis Presiden Venezuela Hugo Chavez mengandalkan dukungan rakyat luas. Tapi itu kini sedang menghadapi – sebagaimana telah diperkirakan – beberapa kesulitan dan suatu oposisi yang tidak mengharamkan rencana kudeta maupun percobaan pembunuhan. Pada 23 November, proyek revolusioner ini harus mendaftarkan diri dalam suatu ujian baru, kali ini dalam bentuk pemilihan gubernur dan walikota.

Partido Socialista Unido de Venezuela (Partai Persatuan Sosialis Venezuela, PSUV), yang masih dalam proses pembentukan, akan harus menunjukkan bahwa mereka merupakan kekuatan pemimpin di negeri ini. Meskipun polling yang dapat dipercaya memberikan Chavez seorang dukungan sebesar 55%, ini bisa dibilang tak dapat disamakan dengan partainya. Dalam PSUV mulai terlihat gejolak. Terdapat selera dan ambisi caciques (pentolan-pentolan) elektoral yang selalu tampak, apa lagi dalam sebuah partai yang anggotanya lebih dari 5,5 juta. Tapi yang menjadi persoalan utama adalah pertarungan ideologi yang mulai dilancarkan seputar proyek-proyek sosialis yang masih terus menerus banyak kekurangan definisi.

Salah satu wakil-presiden PSUV adalah menteri energi dan petroleum dan presiden Petroleos de Venezuela (PDVSA), Rafael Ramirez Carreno. Sebagai seorang militan yang terkenal – dan dihormati – di kalangan kiri revolusioner di Venezuela, Rafael Ramirez bicara tentang isu sosialisme dalam wawancaranya dengan [Manuel Cabieses Donoso untuk] Punto Final. Ia menjelaskann dari sudut pandang yang realistik, sadar akan rintangan-rintangan yang dihadapi proyek semacam itu dalam negeri seperti Venezuela, tapi loyal terhadap proyek sosialis yang mana banyak kaum revolusioner memberikan nyawanya dalam era perjuangan bersenjata, dan yang kini – via jalan damai dan dengan sungguh-sungguh menghormati konstitusi dan undang-undang – turut dibagi dengan jutaan rakyat Venezuela, terutama sektor penduduk yang termiskin.

Ramirez berasal dari Partido de la Revolucion Venezolana (Partai Revolusi Venezuela, PRV) yang meneruskan perjuangan bersenjata yang dimulai pada awal enampuluhan oleh Partai Komunis dan MIR (Movimiento de la Izquierda Revolucionario, Gerakan Kiri Revolusioner), melalui Fuerzas Armadas de Liberacion Nacional (Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional, FALN). Dengan kekalahan dan perpecahan PRV, Ramirez dan militan lainnya membentuk Esperanza Patriotica (Harapan Patriotik), yang pemimpin utamanya adalah Diego Salazar – kini almarhum – dan yang kemudian digantikan oleh Rafael Ramirez sendiri, yang mengambil tanggung jawab hingga Esperanza Patriotica – yang digambarkan sebagai “sesuatu yang lebih dari sekedar gerakan; suatu sentimen, suatu hubungan manusia yang berdasarkan kasih sayang mendalam antara anggotanya dan kecintaan yang besar akan tujuan revolusioner” – menuruti seruan Presiden Chavez untuk membubarkan diri dan menjadi bagian dari PSUV

Bagian pertama wawancara ini – tentang harga petroleum dan krisis energi dunia – diterbitkan pada edisi Punto Final tanggal 30 Mei 2008 , ketika harga minyak mencapai “rekor historik” US$ 135 … dan kini menembus batas US$ 145 per barel.

Merespon pertanyaan Punto Final, Ramirez menjawabnya dengan berefleksi tentang proyek sosialis macam apa bagi Venezuela, yang mana sintesisnya kami terbitkan dalam edisi ini.

* * *

Dalam negeri kami, isu sosialisme sangatlah kompleks. Itu telah didiskusikan di masa lalu dan, tentunya, kini lebih banyak lagi didiskusikan, karena kini merupakan kemungkinan yang nyata. Kami selalu menegaskan bahwa tidak ada manual atau pamflet yang dapat menuntaskan beragam permasalahan teoretik dan praktek yang disodorkan proyek sosialis kepada kami. Begitu juga, tidak ada model, maupun revolusi yang identik dengan yang lainnya, tiap revolusi merupakan proses yang orisinil, yang sesuai untuk tiap rakyat yang melaksanakan pembangunan sosialisme.

Lebih lagi, mungkin saja situasi di Venezuela bahkan lebih kompleks, karena aktivitas petroleum telah menyebabkan deformasi yang luar biasa dalam wilayah ekonomi, sosial dan budaya. Di sini, lebih dari sekedar permasalahan tentang bagaimana kaum borjuasi mengambil alih nilai surplus yang diproduksi oleh kerja [rakyat], yang menjadi problem adalah bagaimana kaum borjuasi dan imperialisme mengambil alih rente petroleum. Permasalahannya adalah rente petroleum merupakan masalah yang besar karena menghapuskan pembentukan kelas-kelas sosial. Di Venezuela tidak ada borjuasi nasional tipe apa pun. Yang kami miliki adalah sektor-sektor pinggiran (peripheral) yang mengambil keuntungan dari rente petroleum untuk mengakumulasi banyak uang dan kekuasaan. Mereka mengambil rente petroleum via sektor perbankan dan spekulasi keuangan, tapi mereka tidak memproduksi sebuah paku pun. Konsekuensinya, kami juga tak memiliki kelas pekerja yang dapat kami nilai sebagai kelas hegemonik yang akan menciptakan revolusi.

Kelas pekerja yang konservatif

Pemikiran yang diajukan oleh Che [Guevara], tentang bagaimana kelas-kelas lainnya mengambil ideologi proletariat, adalah pemikiran yang perlu kami praktekkan ke dalam realitas, karena kami tidak mengandalkan kelas pekerja yang kritis. Justru sebaliknya, kelas pekerja yang ada di Venezuela sering kali bersikap sangat konservatif, karena mereka menikmati berbagai keistimewaan dan berjuang untuk mempertahankannya. Sedemikian rupa sehingga corak produksi yang dominan, yakni rente raksasa yang diproduksi oleh petroleum, bukanlah produk dari kerja dan manufaktur, melainkan sumber daya alam yang di saat yang sama mengambil rente global. Bila harga petroleum meroket hingga US$ 130 per barel [kini lebih dari $140], sekitar $11 milyar akan masuk ke Venezuela.

Ringkasnya: tidak ada buruh, tidak ada borjuasi nasional, tidak ada apa-apa. Yang ada adalah sekelompok orang yang hidup dari rente petroleum. Respon dari ini adalah jutaan orang yang termasuk dalam sektor-sektor tersebut menjadi terpinggirkan bukan saja dari aktivitas ekonomi, tapi juga terpinggirkan dari wilayah budaya dan dari segalanya. Di negeri ini kami memiliki masalah serius berupa ketersingkirian (exclusion). Disingkirkan dari apa? Yah, disingkirkan dari rente petroleum! Karenanya, untuk bicara serius tentang sosialisme, ini harus dan perlu melalui penguatan negara. Negara adalah satu-satunya entitas yang mampu menjamin bahwa kendali terhadap rente petroleum yang besar dapat memiliki takdir sosial yang berguna.

Takdir sosial lain dari rente petroleum

Sebelumnya, negara Venezuela adalah negara kapitalis yang mengorientasikan penggunaan rente petroleumnya untuk memperkuat oligarki nasional dan kepentingan [korporasi] transnasional. Kini, kami memiliki negara revolusioner, dan tugas kami adalah memastikan bahwa rente petroleum ini, pertama-tama, beralih ke wilayah sosial – karena kami memiliki hutang yang amat besar terhadap rakyat kami – tapi itu harus juga digunakan untuk membantu penciptaan struktur ekonomi dan produktif yang mampu memberikan fondasi yang kokoh bagi pembentukan sosialisme.

Inilah kenapa kami berfokus pada perubahan yang mengarah kepada pengambil-alihan kendali oleh negara terhadap wilayah-wilayah produksi yang penting. Kami telah memiliki kendali terhadap petroleum, yang paling terpenting. Kami juga mengendalikan rente petroleum: 96% pemasukan petroleum menetap di negeri ini. Kami juga telah melakukan investasi sosial yang besar, rakyat sebelumnya tidak bisa membaca atau menulis dan meninggal karena miskin. Masih banyak hal yang harus kami lakukan dalam wilayah sosial tapi kami melangkah maju dengan pasti.

Kini, kami memfokuskan diri untuk memperluas kapasitas produktif kami: kami meyakini bahwa aktivitas yang fundamental untuk pembangunan ekonomi di Venezuela, seperti industri-industri dasar, kompleks-kompleks industrial, petrokimia, industri yang mampu menciptakan dan mereproduksi aktivitas ekonomi dsb. harus berada di tangan negara agar didapatkan kemungkinan nyata untuk memulai pembangunan sosialisme. Hingga kini kami bahkan tidak memiliki kemungkinan ini, karena alat-alat produksi di bawah kendali swasta. Tapi apa ini berarti kami hendak mengendalikan seluruh rantai ekonomi? Tidak! Ada aktivitas pinggiran dan jasa yang tidak kami minati. Tujuan kami adalah menciptakan keberadaan hegemonik negara dalam industri dasar besar di negeri ini agar mampu merencanakan ekonomi. Dengan memiliki kendali ini, kami dapat menetapkan bahwa produk-produk tertentu dan barang-barang tertentu ditentukan untuk tujuan tertentu, yakni, untuk menjamin bahwa kebutuhan dasar penduduk kami terpenuhi.

`Tidak ada kaum oligarki yang berjiwa besar’

Saat ini, contohnya, bila pemerintah hendak membangun rumah, ia harus berurusan dengan [korporasi] transnasional yang mengendalikan produksi semen. Mereka memiliki strategi sendiri yang bertentangan dengan kami yang nasional, dan mereka mengekspor semua hasil produksinya. Bila kami hendak membangun sosialisme – dan itu melalui penyediaan perumahan bagi penduduk kami – kami harus memiliki kendali terhadap pabrik-pabrik semen, inilah kenapa mereka dinasionalisasi. Bila Venezuela, yang merupakan negeri penting dalam hal produksi baja, tidak memiliki kerangka baja untuk membangun rumah, atau selang (tube) untuk aquaduk, atau pipa untuk industri petroleum, karena kaum transnasional mengekspor baja, maka kami berkewajiban menegakkan kendali untuk menjamin bahwa kebutuhan dasar untuk baja dipenuhi di negeri kami. Bila kami hendak menjamin pangan terhadap penduduk kami, bagaimana kami akan menghindari kelangkaan palsu bila rantai distribusinya ada di tangan oligarki Venezuela? Tidak ada cara lain untuk melakukan ini, karena tidak ada oligarki yang berjiwa besar. Kapitalis adalah kapitalis, bila mereka melihat ada spekulasi global terhadap pangan, mereka bisa merebut susu dari seorang anak Venezuela demi berspekulasi untuk susu itu, atau mengambil jagung agar dapat menjualnya untuk memproduksi bahan bakar organik (biofuels)

Venezuela mengimpor 90% pangannya

Pada tahap ini, kami mencoba mempengaruhi kendali terhadap produksi elemen produksi terbesar dan terpenting untuk merencanakan pembangunan ekonomi kami dan memenuhi kebutuhan kami, sehingga itu tidak dijalankan dengan logika kapitalisme yang global atau untuk mengabdi pada kepentingan tertentu. Seperti yang saya katakan, dalam banyak segmen ekonomi, keberadaan borjuasi nasional bahkan tak eksis. Contohnya, kami mengimpor 90% pangan kami. Latifundios (pemilik tanah yang besar, pen.) menguasai sebagian yang cukup besar dari tanah kami. Tak lama sebelumnya, kami katakan kepada pengusaha sektor agrikultur bahwa di sini pembangunan kapitalisme bahkan tidak dimungkinkan – dan apalagi sosialisme – karena bentuk-bentuk feodal masih eksis.

Tak ada yang tertarik bekerja di pedesaan karena semuanya hidup dari petroleum. Dengan tersedianya uang yang cukup untuk mengimpor pangan, kenapa kami menyerang latifundio dan membudidayakan lahan. Para latifundistas yang hidup dari rente petroleum memiliki ratusan ribu hektar lahan yang mereka gunakan untuk berlibur, memancing atau berburu. Rockefeller, atau ayahnya Bush, datang kemari untuk memancing di sungai-sungai kami, untuk menikmati pemandangan di sebuah negeri yang ekonominya sangat terdistorsi dan terbelakang dalam perkembangannya.

Sosialisme, suatu persoalan kedaulatan

Sebagaimana dapat Anda pahami, persoalan sosialisme di Venezuela berjalan melalui suatu persoalan nasional, kedaulatan negeri ini. Dibutuhkan suatu rencana dasar yang memungkinkan kami menciptakan kondisi untuk membangun sosialisme. Bila kami tidak mengendalikan industri petroleum, bila kami tidak mengontrol sumber daya alam atau rente yang diproduksi, bahkan dengan semua niat baik di dunia, kami tak dapat sedikitpun mencoba membangun sosialisme. Tapi kami memiliki itu sekarang.

Tentunya, dengan rakyat yang berada dalam kondisi memprihatinkan dalam wilayah sosialnya, dalam pendidikan, dalam kesehatan, kami bahkan tidak dapat berpikir untuk membangun sosialisme. Ini berjalan melalui suatu rangkaian permasalahan fundamental yang akan memungkinkan kami mengartikulasikan suatu sistem produktif dan distributif yang bersifat sosialis. Dan ada juga permasalahan definisi politik. Ini adalah persoalan yang sangat penting karena terdapat banyak kebingungan – tentang permasalahan sosialisme – tidak hanya di Venezuela, tapi juga di penjuru dunia. Banyak kaum kiri bahkan telah menyangkal kemungkinan membangun sosialisme. Untuk mengusulkannya sebagai suatu panji, suatu tujuan politik, sebagaimana telah kami lakukan di Venezuela, merupakan suatu kemajuan programatik besar; dengan masih adanya kelangkaan definisi, pemikiran progresif sekali lagi mulai memikirkan tentang suatu sosialisme di abad 21.

Sebuah paham sosialis baru

Paham politik tidak dapat dibangun atas ketiadaan, ia harus didirikan di atas basis kontribusi yang dilakukan oleh pengalaman lainnya, yang sukses maupun juga yang kurang sukses. Dalam basis inilah kami harus membangun suatu paham sosialis yang baru.

Di Venezuela kami berada dalam suatu pertempuran yang mendasar dan krusial: menyelamatkan kedaulatan kami dan mengembalikan penggunaan sumber daya alam kepada bangsa ini. Perjuangan ini berjalan melalui upaya mempertahankan hak-hak rakyat Venezuela untuk menentukan nasibnya dengan tujuan bergerak menuju sosialisme. Tentunya, ini bukanlah menanti hingga segalanya terselesaikan untuk mulai membangun sosialisme, karena ini dapat berpotensi membawa kita ke arah mana pun. Kami telah mengambil langkah maju dalam wilayah ekonomi. Adalah fundamental bagi kami untuk menciptakan basis ekonomi demi mempertahankan dukungan yang diberikan rakyat terhadap proposal sosialis Presiden Chavez. Bila kami tidak berhati-hati, kami akan berakhir dengan pembangunan sosialisme yang tenggelam dalam kapitalisme. Struktur yang ada ketika chavismo naik ke kekuasaan masihlah bercokol, banyak dari mereka masih utuh. Problem utama kami adalah bagaimana memberikan pukulan terhadap struktur-struktur ini, mereformasi mereka, dan dalam beberapa kasus, menyingkirkan mereka, menciptakan struktur-struktur baru.

Untuk memperjuangkan sosialisme, dalam kapitalisme, sangatlah sulit, karena nilai-nilai dan hubungan-hubungan kapitalis masih ada, mereka mempengaruhi dan menekan kita. Bila kami membuat kesalahan, mereka mereproduksi diri. Inilah kenapa diskusi sosialisme di Venezuela harus mempertimbangkan bahwa proses ini masihlah permulaan, dan masih harus disertai praktek-praktek yang intensif.

Kami telah memiliki capaian-capaian penting, tapi kami juga telah melakukan kesalahan yang tidak sedikit. Revolusi kami masih harus kritis terhadap diri sendiri, mendiskusikan dengan keloyalan tinggi permasalahan kesatuan aksi, melihat dan menganalisa bagaimana memperbaiki diri dan maju lebih cepat, mengawal Presiden Chavez, yang merupakan pemimpin proses ini.

——————————————————————————————————-
Diterjemahkan dari Bahasa Spanyol ke Bahasa Inggris oleh Federico Fuentes
Dimuat dalam Links International Journal of Socialist Renewal pada 21 Juli 2008
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh NEFOS.org

Negeri Non-Blok Dukung Proposal Venezuela Untuk Media Alternatif Dunia

James Suggett

6 Juli 2008 – Venezuelanalysis.com

Minggu lalu, negara-negara Non-blok sepakat mendirikan suatu sistem berita, radio, dan tukar-informasi (information-sharing) untuk menghubungkan dan mewakili negeri-negeri di Selatan Dunia.

Merida, 5 Juli, 2008 (venezuelananlysis.com) — Pada Konferensi Menteri-Menteri Informasi Gerakan Negara-Negara Non-Blok yang digelar di Pulau Margarita, Venezuela, minggu lalu, lebih dari 80 delegasi berbagai negeri mendukung proposal Venezuela untuk menciptakan suatu jaringan media alternatif sedunia.

Continue reading “Negeri Non-Blok Dukung Proposal Venezuela Untuk Media Alternatif Dunia”

Alan Woods akan hadir dalam acara bedah buku tanggal 1 Juli di Caracas

Jesus SA – HOV Indonesia

Pendiri kampanye internasional Hands Off Venezuela dan pimpinan International Marxist Tendency, Alan Woods, akan hadir dalam bedah buku yang berjudul Reform or Revolution, Marxisme and Socialism of the twenty-first century, a response to Heinz Dietrich, dalam acara yang diselenggarakan oleh Gerakan Marxis Revolusioner tanggal 1 Juli 2008 di hotel ALBA, Caracas.

Buku yang akan dibedah ini merupakan respon kritis atas gagasan Heinz Dietrich, Sosialisme Abad 21, yang telah tersiar ke seluruh Amerika Latin. Gagasan tentang sosialisme abad 21 ala Heinz Dietrich ini, menurut Alan Woods, merupakan gagasan yang usang dan utopis, yang beberapa tahun lalu telah dijawab oleh Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky.

Dalam buku ini, Alan Woods memberikan analisis yang mendalam atas gagasan-gagasan Heinz Dietrich dan menunjukkan kekeliruan-kekeliruannya. Buku ini juga merupakan aplikasi praktis dari materialisme dialektik dan respon atas tindakan kaum reformis yang hanya akan menyumbat arus gerakan revolusioner dan program-program sosialisme.

Buku Alan Woods ini memuat beberapa bagian: Filsafat dan ilmu pengetahuan; Materialisme historis, ekonomi, sosialisme ilmiah atau utopis; Sosialisme atau Stalinisme; Masa depan revolusi Kuba; Sosialisme atau internasioanalisme; Negara dan Revolusi; dan yang terakhir, Revolusi Venezuela. Ini merupakan versi update karya puncak dari Marxisme, Anti-Duhring, dimana Engels juga pernah memberi respon terhadap seseorang yang mengklaim telah menemukan sesuatu yang baru dan menganggap rendah potensi dan perjuangan kaum pekerja.



Hands Off Venezuela – Indonesia Mendukung Aksi Front Pembebasan Nasional (FPN)

Oleh Jesus S. Anam

Hands Off Venezuela – Indonesia

Jakarta, 21 Mei 2008

Lagu Internationale mengalun berulangkali, mengiringi resah ribuan kaum buruh dan miskin kota yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional (FPN) dalam aksi menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. FPN menuntut pemerintah agar menggagalkan kenaikan harga BBM, menurunkan harga bahan-bahan pokok, dan mengambil alih perusahaan-perusahaan Migas dari tangan kaum modal dibawah kontrol rakyat. FPN juga mengutuk pemerintahan SBY-JK sebagai antek kaum modal yang menghabiskan kekayaan alam negeri ini hingga terjadi krisis energi.

Merdeka memang tidak mudah. Sudah enam puluh tiga tahun merdeka dan sudah sepuluh tahun pula lepas dari otoritarianisme Soeharto, ternyata tidak cukup berarti bagi rakyat. Rakyat tetap miskin dan sengsara. Rakyat tetap menjadi gelandangan di negeri sendiri. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM hingga 30 % nanti merupakan bukti bahwa rakyat di negeri yang kaya ini belum merdeka, karena masih hidup dibawah penjajahan. Dan penjajahan kali ini lebih mengerikan dari sebelumnya: penjajahan kaum modal.

Alasan pemerintah menaikkan harga BBM karena Beban Anggaran Negara megalami defisit oleh sebab kenaikan harga minyak dunia sangatlah lucu. Defisit Anggaran Negara lebih disebabkan pembayaran hutang luar negeri yang besarnya bisa mencapai 150 trilyun rupiah per tahun. Selain itu, domonasi modal asing atas perusahaan-perusahaan minyak dan gas di Indonesia yang menjadi penyebab utama kebangkrutan negeri ini. Hasil minyak Indonesia oleh mereka (kaum modal) dijual di pasar internasioanal. Penjualan ke dalam negeri dibatasi hanya 25 % x (15 % x total produksi), dan pemerintah Indonesia harus membeli dengan harga internasional (itupun) setelah selama 60 bulan Modal Internasioanal dibebaskan menjual semua hasil produksinya ke pasar internasional.

Sekalipun Indonesia memiliki sedikitnya 329 blok/sumber minyak dan gas dengan lahan seluas 95 juta hektar, dengan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 300 milyar barel, dan produksi minyak mentah mencapai 1 juta barel perhari atau 159 juta liter per hari, sangatlah tidak berarti dan tidak berpengaruh bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika Minyak Mentah Indonesia bisa diolah sendiri sehingga tidak perlu mengolahnya di luar negeri dan dikembalikan lagi oleh para pemilik modal, para pedagang minyak, ke Indonesia dengan harga tinggi.

Kenyataan yang sudah parah ini perlu diatasi dengan membangun kekuatan-kekuatan politik ditingkat basis rakyat, terutama kaum buruh dan miskin kota, dengan agenda merebut kekuasaan yang berada di tangan politik elit; membangun kepemimpinan revolusioner yang berasal dari rakyat dan membangun barisan garda depan yang solid. Selain itu, melandaskan perjuangan pada ideologi yang revolusioner, progresif dan mapan adalah agenda yang terpenting guna mewujudkan cita-cita revolusi. Keberanian dan keberhasilan Castro di Kuba, Hugo Chavez di Venezuela, dan Evo Morales di Bolivia tidaklah lepas dari kekuatan ideologi yang menyertainya. Keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai Venezuela misalnya — kedaulatan politik dan ekonomi, partisipasi rakyat grassroot dalam politik via pemilihan umum dan referendum, kemandirian secara ekonomi, semangat patriotisme, distribusi hasil kekayaan minyak yang merata, dan penghapusan korupsi — merupakan kesatuan yang kuat dari kepemimpinan revolusioner, garda depan yang solid, kesadaran politik rakyat, dan ideologi revolusioner progresif yang menyertainya. PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela), partai yang dibangun Chavez bersama rakyat, tidak hanya mengadopsi dari Simon Bolivar, Miranda, Ezequiel Zamora, tetapi juga dari Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky.

Aliansi organ-organ kiri yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional secara eksplisit telah sepakat bahwa sosialisme adalah satu-satunya jalan menuju revolusi Indonesia. Massa dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) yang banyak membentangkan spanduk bertuliskan “Sosialisme”. Hands Off Venezuela – Indonesia dan FPN akan terus bekerjasama dalam politik guna mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia. HOV – Indonesia akan menyodorkan fakta-fakta obyektif yang terjadi di Venezuela untuk didiskusikan bersama dan mengambil bagian-bagian yang paling relevan untuk konteks Indonesia.

Revolusi sosialis memang tidak bisa bertahan lama atau sulit diwujudkan jika berjalan sendiri. Kerjasama dan komunikasi intensif antara gerakan di tingkat internasional ataupun kawasan perlu dibangun. Membangun kerjasama gerakan-gerakan di Indonesia dengan gerakan-gerakan di Amerika Latin, atau dengan negara-negara di tingkat ASEAN perlu segera dilakukan, dan HOV – Indonesia akan mencoba memfasilitasi hingga tercapainya kerjasama ini.

Demo Hari Buruh di Venezuela Dihadiri Ratusan Ribu Massa, Upah Naik 30%

Mei 2008, oleh Kiraz Janicke – Venezuelanalysis. com

Caracas, 2 Mei 2008 – Sambil mengibarkan bendera merah dan spanduk pro-revolusi bertuliskan “lawan imperialisme” dan mendukung “sosialisme dan perdamaian”, lebih dari 300.000 buruh melakukan aksi jalan di hari Kamis lalu untuk merayakan 1 Mei, Hari Perjuangan Buruh Sedunia. Demo tersebut juga dirayakan dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Hugo Chavez yang menaikkan upah minimum sebesar 30% menjadikan upah minimum Venezuela yang tertinggi di Amerika Latin.

Sehari sebelumnya, dalam suatu upacara khusus untuk menyumpah Menteri Perburuhan baru Roberto Hernandez di Teater Teresa Carreno, Chavez mengumumkan kenaikan gaji sebesar 30% bagi upah minimum dari Bs.F 615(US$286) [sekitar Rp.2,5 juta] menjadi Bs.F 799(US$371.6) [sekitar Rp. 3,2 juta] per bulan, yang diberlakukan sejak 1 Mei.

Bila tiket Cesta (subsidi pangan) diperhitungkan, pendapatan minimum per bulan Bs.F. 1.199 atau US$557 [sekitar Rp 4,9 juta]; lebih dari dua kali lipat rata-rata Amerika Latin, demikian ditambahkan Presiden. Langkah ini secara langsung dirasakan oleh sekitar 20% penduduk.

Sebagai tambahan dari peningkatan upah minimum, Chavez juga mendekritkan peningkatan upah sebesar 30% bagi semua pekerja sektor publik. Pemerintah memperkirakan langkah ini memicu tuntutan kenaikan upah di sektor swasta.

Untuk mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan upah, Chavez mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan “Surat Hutang bagi Buruh” (Worker’s Bonds) dengan tingkat bunga tinggi untuk menarik simpanan dan menyerap likuiditas berlebih (excess liquidity) dalam ekonomi. Pemerintah juga mempertimbangkan kebijakan anti-inflasi lainnya, tapi tidak yang merugikan buruh, katanya.

Presiden juga menandatangani suatu dekrit yang memformalisir nasionalisasi SIDOR, pabrik baja terbesar di Venezuela yang sebelumnya dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina, grup Techint. Chavez pertama kali mengumumkan nasionalisasi SIDOR pada 9 April setelah perjuangan panjang buruh di sana.

“Dengan Undang-Undang ini, Venezuela menyembuhkan SIDOR. Selamat bagi buruh kita, bagi serikat buruh kita!” katanya.

Berbicara di hadapan sekitar 2.000 pimpinan serikat buruh yang diundang secara khusus dan mewakili aliran-aliran penting dalam Serikat Buruh Nasional (UNT) – termasuk Stalin Perez Borges, Orlando Chirino, Marcela Maspero, Orlando Castillo, dan Osvaldo Vera – maupun kontingen buruh dari pabrik baja SIDOR, Chavez mendeklarasikan, “Kelas pekerja adalah tumpuan utama pembangunan sosialisme.”

Dalam konteks seruan baru-baru ini oleh suatu faksi dalam UNT – Angkatan Buruh Sosialis Bolivarian (FSBT) – agar serikat buruh melepaskan afiliasinya dari UNT dan membentuk federasi nasional terpisah, ia juga menekankan bahwa “kesatuan kelas pekerja Venezuela adalah suatu keharusan… adalah fundamental dalam momen historik ini.”

Pemimpin Serikat Buruh harus mengesampingkan perbedaan pribadinya dan memiliki “kerendahan hati yang dibutuhkan untuk bersatu,” tambahnya.

Namun, presiden mengklarifikasi, kelas pekerja haruslah mandiri dalam keputusan dan kapasitasnya dalam memilih pimpinan-pimpinannya.

“Kini PSUV [Partai Persatuan Sosialis Venezuela] sedang lahir, ia harus berkontribusi terhadap persatuan dan perjuangan kelas pekerja, perjuangan petani (campesinos), pemuda, mahasiswa, dan gerakan perempuan. Tapi partai itu tidak boleh bertujuan mengambil alih kekuasaan gerakan buruh. Ia tak boleh bertujuan untuk mengawasi dan. Hidup kelas pekerja, gerakan buruh!” demikian pernyataannya yang disambut tepukan berdiri.

Menteri Perburuhan baru yang berbicara dalam demo May Day juga menekankan perlunya persatuan, bilamana tidak “imperialisme menang,” katanya.

Terlepas dari perbedaan di antara mereka, penekanan terhadap persatuan ini juga dicerminkan di podium oleh koordinator nasional UNT Marcelo Maspero dan Stalin Perez Borges dan koordinator FSBT Orlando Vera, yang semuanya menyetujui perlunya menguatkan gerakan buruh.

Perez Borges bicara tentang perlunya mempertahankan UNT dan Maspero berargumen bahwa buruh harus mengambil alih kendali produksi.

Omar Rangel dari Serikat Buruh Nasional Bolivarian bagi Pekerja Pendidikan mengatakan bahwa kenaikan gaji merupakan tindakan bagi keadilan terhadap kelas pekerja. “Kenaikan gaji akan banyak membantu buruh dalam memperbaiki kondisi kehidupannya. “

Pembicara yang lain mendukung pengurangan jam kerja harian dari 8 menjadi 6 jam, yang awalnya diusulkan dalam reformasi konstitusional Presiden Chavez tahun lalu, sebagai jalan untuk memungkinkan partisipasi buruh yang lebih besar dalam urusan politik negeri tersebut.

Demo tersebut juga diisi oleh pidato John Cleary dari Serikat Buruh Listrik Australia yang mengunjungi Venezuela sebagai bagian dari delegasi May Day yang diorganisir oleh Jaringan Solidaritas Venezuela Australia.

“Perjuangan buruh Venezuela untuk membangun sosialisme memberikan inspirasi bagi buruh di Australia dan di seluruh dunia,” ujar Cleary di hadapan massa.

Solidaritas internasional juga dikedepankan dalam demo dengan spanduk dan plakat yang menentang perang di Irak dan Afganistan maupun intervensi AS di Haiti, Kuba, dan Bolivia.

Ratusan ribu buruh juga ikut serta dalam demo May Day pro-revolusi di kota-kota di daerah seperti Valencia, Maracaibo, dan Ciudad Guayana, di mana buruh merayakan nasionalisasi pabrik baja SIDOR.

Konfederasi Buruh Venezuela (CTV) yang sejalan dengan kaum oposisi, yang umumnya telah didiskreditkan karena perannya dalam kudeta militer April 2002 melawan pemerintahan Chavez, menggelar demonstrasi yang secara mencolok lebih kecil dengan sekitar 1000 massa di penjuru kota, untuk menentang dekrit presiden yang menaikkan upah minimum karena menurutnya akan menyebabkan inflasi.

Dalam suatu dokumen yang diserahkan kepada perwakilan Majelis Nasional dari partai oposisi PODEMOS, CTV berargumen bahwa “dalam 2007 inflasi mencapai 22,5% dan dalam sektor pangan mencapai 33%, semuanya mengindikasikan bahwa angka-angka ini akan meningkat pada 2008.”

Wartawan Vanessa Davies dari televisi pemerintah VTV berkomentar bahwa aksi-jalan CTV “anehnya” tidak mengusung tuntutan apa pun dari buruh.

__________________________

Diterjemahkan oleh Data Brainanta

Chavez memperingatkan bahwa “Bolivia berada di tepi peledakan”

http://boliviarising.blogspot.com/2008/04/chavez-warns-that-bolivia-is-on-verge.html

Caracas – Presiden republik, Hugo Chavez, memperingatkan bahwa “Bolivia berada di tepi peledakan” dan mengakui bahwa itu adalah alasan utama di belakang digelarnya KTT luar biasa Alternatif Bolivarian untuk Amerika (ALBA).

“Adalah imperium yang menginginkan Bolivia meledak. Adalah kaum fasis kanan yang tidak menginginkan dialog atau apa pun. Mereka hanya mau perang untuk menendang presiden (Evo) Morales”, kata Chavez melalui telepon dalam program Dando y Dando, di Venezolana de Television.

Kepala negara menuduh sang “imperium” hendak mengulang di Bolivia format sama yang digunakannya di Venezuela lima tahun lalu dengan kerjasama faktor-faktor lokal. “Inilah ide gila fasisme, dari kaum Kanan ekstrim, yang digenggam oleh tangan berdarah imperium sekali lagi.”

Walau begitu, Chavez berharap agar KTT luar biasa ALBA dapat berguna untuk Bolivia. “Kami beraksi untuk mencoba dan menghindari, dari luar dan dengan rendah hati, apa yang bagi banyak orang terlihat sebagai hal yang tak terhindarkan dalam tahap permainan ini.”

Ia menginformasikan bahwa wakil presiden Kuba, Carlos Lage sudah berada di Venezuela untuk berpartisipasi dalam pertemuan; sementara kepala negara Bolivia, Evo Morales dan Nikaragua, Daniel Ortega, akan tiba dalam beberapa jam ke depan.

Diterjemahkan dari El Universal oleh Data Brainanta

Pabrik-pabrik yang Dijalankan Buruh: Dari Bertahan Hidup hingga Solidaritas Ekonomi*

Oleh Raul Zibechi

Pabrik-pabrik yang ‘diselamatkan’ (recovered) oleh para buruhnya merupakan respon dari dua dekade neoliberalisme dan deindustrialisasi. Dalam suatu gerakan yang tak pernah ada sebelumnya di Amerika Latin, buruh telah mengambil kendali langsung produksi dan operasi tanpa pengusaha – dan bahkan kadang tanpa pengawas (foremen), teknisi, atau spesialis – di 200 pabrik dan tempat kerja di Argentina, sekitar 100 di Brazil dan lebih dari 20 di Uruguay.

Aksi para buruh ini bukanlah hasil dari perdebatan ideologis melainkan dari kebutuhan mendesak. Penutupan massal terhadap pabrik dan perusahaan yang memasok pasar domestik memicu sejumlah buruh untuk mencegah setidaknya beberapa pabrik-pabrik ini agar tidak menjadi gudang-gudang yang ditinggalkan.

Meskipun gerakan buruh yang baru ini bersifat heterogen, banyak permasalahan yang dihadapinya biasa ditemukan dalam serangkaian luas pabrik-pabrik di berbagai sektor produktif. Ini meliputi isu-isu legal untuk memperoleh pengakuan terhadap kepemilikan pabrik, menjamin pasokan bahan baku, ketiadaan modal kerja (working capital), penjualan hasil produksi (product marketing), dan kesulitan teknis yang muncul dari mesin-mesin yang usang atau larinya (exodus) para teknisi dan manajer. Problem-problem demikian telah ditangani dan sering kali diselesaikan oleh para buruh sendiri.

Bubarnya kediktatoran militer (1983 di Argentina, 1985 di Uruguay dan Brasil) telah melahirkan rejim-rejim demokratik, tapi pemerintah-pemerint ah ini sejak awal sangat terkungkung oleh struktur ekonomi, politik, dan sosial warisan periode otoriter tersebut. Warisan ini – dikarakterkan dengan hutang luar negeri yang besar – menyebabkan pemerintahan- pemerintahan tersebut menyetujui berbagai rekomendasi yang ditekankan oleh “Konsensus Washington”. Perubahan ini meliputi penarikan regulasi ekonomi dan pelucutan negara kesejahteraan yang lemah yang telah dibangun dalam negeri-negeri di wilayah tersebut.

Bermula pada 1990, deregulasi finansial dan ekonomi, privatisasi dan penurunan tarif proteksi dan subsidi, menyebabkan banyak pabrik tutup. Kebijakan ini mengakibatkan pengangguran bagi banyak buruh dan semakin buruknya kondisi kerja bagi mereka yang masih bekerja. Ketika pembatasan impor ditanggalkan, terbukalah pintu bagi membanjirnya produk impor, dan industri lokal sering kali tak dapat bersaing. Yang mendapat pukulan paling parah adalah perusahaan kecil dan sedang yang memasok pasar domestik.

Penutupan massif terhadap perusahaan-perusaha an ini hanyalah satu aspek dari restrukturisasi produksi secara mendalam yang dilaksanakan pada tahun 1990an. Sementara itu, sektor-sektor industri terdepan menjadi sangat terkonsentrasi. Ini memperparah pengangguran dan segera menjadi sifat struktural permanen dari ekonomi.

Proses deindustrialisasi di Argentina, Uruguay dan Brasil diikuti oleh pertumbuhan baru yang didasarkan pada penyederhanaan strategi produksi dan transformasi pengorganisiran kerja secara teknik dan sosial. Restrukturisasi tak hanya meningkatkan tingkat pengangguran – menjadi 10% dalam populasi yang aktif secara ekonomi dalam hampir seluruh negeri Amerika Latin, dan di atas 20% pada akhir dekade di Argentina. Itu juga menyebabkan buruh yang di-PHK tidak dipekerjakan kembali dalam pabrik-pabrik terotomatisasi dan terobotisasi yang telah dimodernisasi, karena mereka tak memiliki pelatihan yang diperlukan bagi posisi-posisi baru di pabrik-pabrik tersebut. Lebih lagi, modernisasi jenis ini memperparah kecenderungan eksklusi sosial dan isolasi terhadap kaum miskin.

Bagi banyak buruh, penutupan perusahaan tempat mereka bekerja telah mengutuk mereka ke dalam kehidupan yang terpinggirkan. Ini sangat benar bagi buruh di atas usia 40, yang memiliki kesempatan sangat tipis untuk memasuki kembali pasar tenaga-kerja formal. Pengangguran bukan hanya berarti kehilangan pendapatan tapi juga kehilangan jaminan seperti asuransi kesehatan, dana pensiun dan perumahan. Ini menjelaskan kenapa beberapa buruh memilih untuk berjuang menyelamatkan sumber pekerjaan mereka; yakni, tetap mengoperasikan pabrik bahkan tanpa pemiliknya.

Di Brasil, gerakan penyelematan pabrik mendahului upaya-upaya serupa di Argentina dan Uruguay. Pada 1991, Calzados Makerly di Sao Paulo menutup pintunya dan menghilangkan 482 pekerjaan yang langsung. Dengan dukungan Serikat Buruh Sepatu, Departemen Studi dan Statistik Inter-Serikat Buruh, dan para aktivis akar-rumput (grassroots) , para buruh Calzados meluncurkan suatu proses menuju produksi yang dikelola buruh (workers-managed production).

Pada 1994, Asociacao Nacional dos Trabalhadores em Empresas de Autogestao (Asosiasi Nasional Usaha-Usaha yang Dikelola Buruh, ANTEAG) dibentuk untuk mengkoordinasikan respon-respon kreatif yang muncul di awal krisis industrial. ANTEAG saat ini bermarkas di enam negara bagian dan berupaya mendukung proyek-proyek yang dikelola buruh dengan cara menghubungkan mereka dengan berbagai inisiatif organisasi non-pemerintah dan pemerintah negara bagian maupun kotapraja.

Memecahkan masalah serius pendanaan gerakan adalah salah satu tugas terpenting asosiasi tersebut. ANTEAG kini bekerjasama dengan 307 proyek koperasi yang dikelola buruh dengan mempekerjakan 15.000 pekerja; 52 di antarnya adalah perusahaan yang diselamatkan oleh para buruhnya. Perusahaan yang dikelola buruh dapat ditemukan dalam semua cabang industri dari pertambangan mineral (Cooperminas, contohnya, memiliki 381 buruh) hingga tekstil (sejumlah banyak perusahaan kecil, hampir seluruhnya dioperasikan oleh perempuan) dan layanan pariwisata.

ANTEAG melihat pengelolaan buruh (worker management) sebagai suatu model organisasional yang mengkombinasikan kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi dengan partisipasi demokratik dalam pengelolaan. Model tersebut juga berarti otonomi, yang oleh karenanya para buruh bertanggungjawab terhadap pengambilan keputusan dan kendali perusahaan. Model otonomi mengurangi dipekerjakannya manajer-manajer profesional, dan bila mempekerjakan kaum profesional, mereka harus selalu di bawah kontrol kolektif.

Argentina telah menempuh jalan berbeda dalam hal pabrik yang dijalankan buruh. Di sana, gerakannya muncul saat puncak krisis ekonomi negeri itu dan berkembang maju dengan sangat cepat. Pembentukan usaha-usaha tersebut di Argentina dihubungkan dengan pengalaman akar-rumput dalam gerakan perlawanan yang lahir dari krisis. Gerakan pabrik-pabrik yang dijalankan buruh tumbuh dari kombinasi antara upaya buruh mempertahankan pekerjaannya, organisasi di antara kelompok-kelompok kelas menengah (kaum profesional, pegawai, teknisi) di majelis-majelis pemukiman (neighbourhood assemblies), dan pertemuan-pertemuan buruh pengangguran terorganisir yang dikenal dengan piqueteros. Semua kelompok ini terus memajukan tuntutan dan proposal mereka masing-masing, sambil membangun hubungan dengan usaha-usaha yang dijalankan buruh.

Mayoritas besar pabrik-pabrik yang diselamatkan di Argentina adalah yang berukuran kecil atau sedang, dan sebagian besar dirugikan oleh liberalisasi ekonomi yang diterapkan pemerintahan Carlos Menem pada tahun 1990an. Mereka menjangkau sektor yang amat luas: lebih dari 26% adalah industri metalurgi, 8% manufaktur perangkat listrik. Perusahaan percetakan, transportasi, pemrosesan makanan, tekstil, gelas dan kesehatan masing-masing mewakili di bawah 5%. Setengah dari jumlah tempat kerja tersebut telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun dan, ketika diambil alih oleh para buruh, rata-rata mempekerjakan 60 karyawan. Hanya 13% memiliki lebih dari 100 pekerja.

Sekitar 71% pabrik yang dijalankan buruh mendistribusikan pendapatannya secara egalitarian (buruh pembersih [janitor] mendapat bagian sama dengan pekerja berketrampilan tinggi), dan hanya 15% melanjutkan kebijakan upah yang diterapkan sebelum pendudukan pabrik. Meskipun proses penyelamatan pabrik dimulai pada pertengahan 1990an, dua pertiga dari perusahaan tersebut diambil-alih pada tahun-tahun kataklismik sosial 2001 dan 2002. Ini menggarisbawahi hubungan dekat antara gerakan perlawanan akar-rumput terhadap krisis ekonomi dan pengambil-alihan pabrik.

Tujuh dari 10 pabrik diselamatkan hanya setelah pertarungan sengit – pengambil-alihan secara fisik dalam hampir setengah jumlah kasus dan “acampadas en la puerta” (pendudukan berkepanjangan di gerbang-gerbang pabrik) dalam 24% kasus. Dalam kasus-kasus ini, pendudukan paksa bertahan rata-rata selama lima bulan, yang menunjukkan intensitas konflik yang dijalani para buruh sebelum memenangkan kendali pabrik.

Survey menunjukkan bahwa pabrik-pabrik yang menjalani konflik intens dan panjang adalah yang paling cenderung menerapkan distribusi pendapatan secara egalitarian dan mengambil bagian dalam majelis-majelis pemukiman dalam pemukiman kelas menengah. Hanya 21% perusahaan yang diselamatkan mempertahankan para pengawas (foremen) mereka yang lama, dan hanya 44% mempekerjakan personil administrasi mereka. Maka, lebih dari setengah pabrik-pabrik yang direbut memulai produksinya dengan hanya kerja-kerja manual. Terlepas dari pertempuran sengit dan seringkali melelahkan untuk memenangkan kendali pabrik, tempat-tempat kerja tempat berlangsungnya pertempuran sengit menunjukkan tingkat kesuksesan tertinggi – rata-rata 70% kapasitas keluaran digunakan dalam pabrik-pabrik ini dibandingkan dengan 36% di pabrik bertingkat konflik rendah. Serupa dengan itu, fasilitas-fasilitas yang ditinggalkan oleh para supervisor dan pengelola menggunakan kapasitas produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang masih melibatkan supervisor dan pengelola (70% versus 40%).

Pandangan sekilas terhadap beberapa pengalaman spesifik mengungkapkan salah satu aspek paling menarik dari gerakan di Argentina – hubungan erat yang dibangun antara para buruh di perusahaan yang diselamatkan, warga terorganisir dalam majelis-majelis pemukiman dan kelompok-kelompok piquetero. Melalui berbagai bentuk kolaborasi erat, para buruh berhasil memperluas jaringan mereka hingga melampaui lantai pabrik.

Dua usaha yang diselamatkan – Chilavert (rumah grafis) dan El Aguante (pembuatan roti) – mampu bertahan berkat peran kepemimpinan yang dimainkan oleh majelis-majelis pemukiman dalam mengambil alih fasilitas. Pada akhir Mei 2002, para pengelola Chilavert, berlokasi di wilayah Pompeya di Buenos Aires, menelpon polisi untuk mengusir para buruh yang menduduki pabrik. Majelis Kerakyatan Pompeya, maupun berbagai majelis dan kelompok warga lainnya, melibatkan diri dengan menyerukan pertemuan untuk mendiskusikan masalah ini dan kemudian mengkomunikasikan via telefon atau omongan mulut untuk mengirimkan kelompok-kelompok pemukiman untuk mendukung para buruh dalam berulang kali upaya pengusiran. Situasi serupa muncul di pabrik-pabrik lain. Dalam banyak kasus, aliansi antara buruh dan warga pemukiman terbukti krusial, baik dalam hal warga yang terorganisir dalam majelis atau yang secara formal tidak terorganisir sama sekali.

Panificadora Cinco (sebagaimana Koperasi El Aguante dikenal sebelumnya) ditutup pada bulan Oktober 2001, 80 karyawannya di-PHK tanpa uang tunjangan. Pada April 2002, majelis pemukiman Carapachay demi mencari cara mendapatkan roti murah membangun hubungan dengan suatu kelompok beranggotakan 20 buruh yang di-PHK oleh pabrik pembuat roti tersebut. Setelah suatu pertemuan bersama, warga dan mantan buruh mengambil alih pabrik. Selama 45 hari mereka melawan percobaan pengusiran, sementara warga sekitar dan buruh mendirikan tenda di luar pabrik dalam sebuah aguante (secara longgar ditejemahkan sebagai “daya tahan”). Mereka akhirnya berhasil memenangkan kepemilikan pabrik tersebut.

Solidaritas oleh warga lingkungan memainkan peran menentukan: anggota majelis, piqueteros dan aktivis kiri yang bertugas patroli keamanan menyelenggarakan tiga festival: aksi jalan di barrio, kecaman publik terhadap pemilik, upacara May Day, temu wicara, perdebatan dan aktivitas budaya. Meskipun ini suatu pengecualian (exceptional) , kasus ini mengungkap bagaimana suatu perjuangan sosial dapat menarik garis teritori baru, membangun hubungan antara sektor masyarakat yang sebelumnya saling tidak peduli.

Dalam kasus perusahaan metalurgi IMPA, organisasi buruh membantu konsolidasi kelompok pemukiman sekitar dan merekatkan aliansi yang lebih kuat di antara keduanya. Pabrik yang dijalankan pegawainya itu mendapat dukungan warga sekitar bahkan sebelum para buruhnya mengorganisir majelis di zona itu. Kemudian para buruh berkeputusan membuat suatu pusat budaya sebagai upaya merangkul komunitas sekitar dan membangun solidaritas dengan gerakan sosial dan warga lingkungan. Pusat tersebut merupakan suatu keberhasilan dan membuka jalan bagi upaya yang kini ditempuh oleh pabrik-pabrik lainnya yang diselamatkan, yang para buruhnya menyadari pentingnya melepaskan diri dari isolasi dalam pabrik dan gudang-gudang.

Secara serupa, di tengah-tengah konflik di suatu koperasi roti bernama Harapan Baru, sebuah kelompok yang terdiri dari anggota majelis pemukiman, para psikologis yang memiliki hubungan dengan majalah Topia, dan artis-artis lokal membawa suatu proposal ke hadapan majelis buruh untuk mendirikan suatu pusat seni dan budaya untuk menggalang dukungan warga pemukiman dan mengangkat profil sosial koperasi tersebut. Kini pusat budaya tersebut menyelenggarakan pelatihan harian di bidang musik, teater, tari, sandiwara boneka, sastra dan pertamanan; menawarkan resital dan sandiwara; menayangkan film-film pilihan untuk dewasa maupun anak-anak; dan mengorganisir konferensi bagi para intelektual ternama.

Contoh-contoh ini mendemonstrasikan salah satu karakteristik unik gerakan buruh: masih sebagai benih namun membesar dan menyebarkan akar-akar teritorial. Hubungan antara usaha-usaha yang dijalankan buruh dan majelis pemukiman menunjuk kepada minat masyarakat yang semakin besar dalam berkomitmen mensukseskan perusahaan tersebut dan juga kepada tekad para buruh untuk menjangkau ke luar gerbang pabrik dan merasa sebagai bagian dari gerakan sosial yang lebih luas. Dalam beberapa kasus, ini dimanifestakan oleh komitmen pabrik untuk mempekerjakan warga lingkungan yang menganggur untuk mengisi lowongan pekerjaan. Maka, dengan menjaga aktivisme komunitas, membangun kembali ikatan sosial dan bergerak menuju “teritorialisasi” perjuangan, gerakan penyelamatan-pekerjaan (job-recovery movement) berupaya menangani permasalahan yang dihadapinya: hubungan antara operasi yang dikelola pegawai dengan pasar lokal.

Solidaritas bermula ketika muncul kolaborasi antara warga sekitar (bertindak secara individual atau melalui majelis), pabrik-pabrik yg dijalankan buruh, kelompok-kelompok mahasiswa dan piqueteros. Ketika suatu pabrik mulai beroperasi di bawah kendali buruh, solidaritas ini biasanya mengambil dua jalan: itu dapat terinstitusionalkan lewat organisasi yang besar dan stabil seperti ANTEAG di Brasil, atau, sebagaimana yang terjadi di tempat-tempat kerja di Argentina, hubungan horizontal dapat terjalin dengan inisiatif lainnya, seperti pusat budaya di pabrik-pabrik atau inisiatif yang menyangkut kebutuhan gerakan secara keseluruhan, khususnya mengenai hubungannya dengan pasar.

Brasil telah mengembangkan suatu gerakan lebar yang dihubungkan dengan solidaritas ekonomi, dengan seluruh jaringan distribusi hasil produksi dibuat oleh kaum tani tanpa tanah (landless peasants) dan koperasi produksi. Di Argentina, hubungan ini telah terbirokratisasi tapi kini lahir kembali di tingkat akar-rumput. Di puncak krisis ekonomi, jaringan barter tumbuh secara eksponensial, pernah hingga melibatkan dua sampai lima juta rakyat. Meskipun gerakan barter kemudian menurun, ia berkontribusi terhadap perdebatan tentang bagaimana menjalankan perdagangan di luar pasar monopolistik. Pengalaman baru yang dikembangkan di Argentina berupaya menghindari pembentukan struktur besar yang melebihi kontrol kolektif akar-rumput dan sebaliknya lebih memilih hubungan “muka ke muka”.

Menyusul protes massa pada 19 dan 20 Desember 2001 yang berujung pada kejatuhan Presiden Argentina Fernando de la Rua. Hubungan produksi antara pabrik-pabrik yang terselamatkan, piqueteros, kaum tani dan majelis pemukiman telah berlipat ganda. Sifat umum dari sektor-sektor dan gerakan sosial ini adalah bahwa mereka cenderung memproduksi untuk kebutuhan mereka sendiri. Kelompok seperti piqueteros menanam tanaman, memanggang roti dan memproduksi barang-barang lainnya, dan sebagian mendirikan peternakan babi dan kelinci atau penangkaran ikan. Sejumlah majelis lingkungan memanggang roti, memasak makanan, menyediakan produk-produk kebersihan dan kosmetik, atau berkolaborasi dengan cartoneros (orang yang hidup dari memulung dan mendaur ulang sampah).

Beberapa majelis warga melakukan kerja-kerja menarik yang mengaburkan pemisah antara produsen dan konsumen. Terdapat 67 majelis kerakyatan di Buenos Aires dan lebih dari setengahnya bersifat otonom dan terkoordinasikan di tingkat teritorial. Sektor ini secara aktif menjunjung perdagangan adil (fair trade) dan solidaritas melalui konsumsi yang cermat. Beberapa aktivitas komersial juga telah menumbuhkan berbagai upaya lintas sektor: produsen di pedesaan, piqueteros, anggota majelis dan buruh pabrik yang terselamatkan mulai menjalin ikatan langsung tanpa mediasi pasar. Dalam satu sisi, upaya experimental ini memulihkan sifat asli pasar, yang digambarkan oleh Fernando Braudel dan Immanuel Wallerstein sebagai berkarakter transparan, berprofit sedang, kompetisi terkendali, kebebasan, dan di atas segalanya, dalam wilayah “rakyat biasa”.

Beberapa pengalaman mendemonstrasikan prinsip-prinsip tersebut dalam prakteknya: Palermo, di pinggiran Buenos Aires, menyelenggarakan pameran perdagangan adil selama dua hari tiap minggu dengan menggelar lebih dari 100 stan. Pameran itu hanya menjual produk yang dibuat oleh majelis pemukiman, kelompok piquetero dan pabrik-pabrik yang diselamatkan. Barang yang dijual meliputi tas yang dibuat dari bahan bekas, alat-alat pembersih, roti, popok, komputer daur ulang, kertas daur ulang, pasta buatan tangan, kerajinan tangan dan selai.

Dalam contoh lainnya, buruh dan warga berkolaborasi dalam produksi dan distribusi satu merek yerba mate (teh yang populer di wilayah tersebut) yang dikenal sebagai Titrayju (akronim untuk Tierra, Trabajo, y Justicia, atau Tanah, Buruh, dan Keadilan). Teh ini diproduksi oleh suatu organisasi produsen rural kecil di Argentina utara yang bernama Gerakan Agraria Misiones. Pengoperasiannya telah menghindari eksploitasi perantara pada tahun lalu dengan bermitra dengan 30 majelis pemukiman yang menjual dan mendistribusikan teh itu secara langsung di Buenos Aires, dengan dibantu piqueteros dan organisasi akar-rumput lainnya.

Menggunakan ruang kreatif yang dibuka oleh aksi-aksi protes menentang krisis ekonomi Argentina, Koperasi Majelis (Cooperativa Asamblearia) didirikan pada 2004 oleh majelis di pemukiman berpenghasilan menengah dan menengah-atas di Nunez dan Saavedra. Majelis itu pertama-tama memulai dengan pembelian oleh komunitas (community purchasing), kemudian mengorganisir suatu koperasi yang mendistribusikan berbagai produk dari lima pabrik yang terselamatkan, sebuah koperasi agraria dan beberapa majelis pemukiman lainnya. Hal serupa juga sedang dilakukan oleh mantan pegawai El Tigre, sebuah supermarket yang dikelola buruh di kota Rosaria yang menjual produk-produk dari pabrik-pabrik terselamatkan di seluruh negeri maupun dari kebun-kebun komunitas dan petani kecil.

Meskipun gerakan di Argentina masih dalam tahap awalnya, ia telah menciptakan bentuk-bentuk pemasaran baru yang melampaui pengaturan barter yang mengawalinya. Guna dari barter adalah untuk menciptakan suatu alat penukar yang dapat memfasilitasi suatu sistem ekonomi alternatif yang masif. Upaya baru ini, di sisi lain, memproritaskan kriteria etik dan politik sehubungan dengan bagaimana barang-barang diproduksi dan dipasarkan, dan mereka berupaya menutup jurang antara produsen dan konsumen dengan mempromosikan hubungan langsung, dari muka-ke-muka. Koperasi Majelis, contohnya, berupaya “mempromosikan produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi barang dan jasa dari pabrik-pabrik yang dikelola buruh, yakni, produk yang merupakan buah hasil kerja kepemilikan kolektif buruh,” menurut sebuah brosur yang memperkenalkan Koperasi itu. Tiga prinsip dasar yang memandu aksi-aksi kelompok itu: produksi yang dikelola buruh, konsumsi yang bertanggung jawab dan perdagangan adil. Prinsip-prinsip ini membentuk bagian dari ekonomi solidaritas yang diupayakan pembangunannya oleh usaha-usaha yang dijalankan buruh dan organisasi pemukiman untuk melepas ketergantungan mereka terhadap pasar dominan.

Catatan :

*Naskah Asli dari :

Raul Zibechi, “Worker-Run Factories: From Survival to Economic Solidarity,” (Silver City, NM: International Relations Center, August 1, 2004)

Diterjemahkan ke Bahasa Inggris untuk International Relations Center (IRC) oleh Laura Carlsen; diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Data Brainanta

______________________________

Komentar penerjemah: tulisan ini mendeskripsikan gerakan pendudukan (penyelematan) pabrik di Argentina saat puncak krisis ekonomi-politik dan Brasil pada saat kemerosotan ekonomi di mana – berbeda dengan kasus Venezuela – pemerintah tidak secara terbuka mendukung gerakan tersebut sehingga keberlangsungannya menjadikan solidaritas dan kerjasama antar sektor rakyat lainnya, bukan sekedar buruh, sebagai faktor yang sangat menentukan.

Belajar dari Revolusi Venezuela

Ditulis Oleh Diana Aziza*

Monday, 14 April 2008

“Bentuk Konkret Kekuasaan Buruh adalah Dewan-Dewan Pabrik”

Wawancara Diana Aziza -PRP Divisi Internasional – London dengan Jorge Martin

Berikut adalah wawancara PRP dengan Jorge Martin—Sekretaris Internasional “Hands Off Venezuela (HOV), organisasi kampanye internasional untuk Revolusi Venezuela, pada Jumat tanggal 11 Maret yang lalu. Beberapa materi kampanye yang telah mereka buat, dan dikenal oleh kawan-kawan di Indonesia antara lain adalah adalah film “Revolution Will Not be Televised” dan “No Volveran”. Selain di HOV, Jorge juga adalah anggota pusat International Marxist Tendency (IMT), sebuah partai Marxist internasional yang terlibat secara langsung dengan revolusi.

SEPUTAR KELAS BURUH VENEZUELA DAN SERIKAT

Tanya (PRP):

Bagaimana gerakan buruh di Venezuela dibangun? Bagaimana karakter kelas pekerjanya? Sektor mana yang menjadi tiang utama dari gerakan?

Jawab:

Selama bertahun-bertahun terdapat serikat buruh di Venezuela, namun serikat-serikat buruh tersebut sudah sangat birokratis, dan memiliki hubungan dengan sistem dua partai. Pada kenyataannya, serikat tersebut berkolaborasi dengan kelas kapitalis dalam membasmi, bahkan membunuh buruh-buruh yang mengorganisir aksi-aksi buruh yang militan.

Bahkan pada tahun 2002, ketika ada lock-out dari perusahaan minyak dan kudeta terhadap Chaves, para pengurus dan pemimpin serikat buruh dari serikat-serikat birokratis tersebut mendukung kudeta dan kapitalis.

Terdapat kekecewaan di kalangan massa buruh yang militant sehingga mereka memulai usaha untuk membentuk sebuah serikat buruh baru. Dan hampir seluruh serikat buruh dari tingkat pabrik hingga wilayah meninggalkan kepemimpinan serikat yang lama dan mereka memulai usaha untuk membentuk sebuah konfederasi yang baru bernama Serikat Buruh Nasional (National Worker’s Union) yang berdiri kalau saya tidak salah bulan Agustus 2005. Ini adalah sebuah kemajuan yang sangat besar dan menghimpun semua sektor industri. Ini adalah situasi secara umumnya

Mengenai kelas pekerja Venezuela, terdapat sekitar tiga sektor yang paling terpenting. Pertama adalah industri minyak sekitar 15 ribu buruh, mereka ini sangat terorganisir dan tenaga kerja yang sangat terampil dan memainkan peranan kunci pada tahun 2002. Yang kedua adalah buruh-buruh dari industri dasar, seperti industri baja, alumunium yang juga merupakan sektor-sektor industri yang penting. Yang ketiga, industri-industri swasta yang relative sangat kecil dengan pengecualian industri mobil, perakitan mobil. Sebelumnya ada industri tekstil yang besar tapi ini sudah hancur total beberapa tahun yang lalu. Juga ada buruh yang bekerja di sektor publik, pemerintahan dan sebagainya

Tanya (PRP):

Bagaimana kondisi kelas pekerja di Venezuela secara umum? Bagaimana kehidupan mereka?

Jawab:

Ada berbagai macam tipe buruh. Ada buruh yang tidak memiliki status kontrak kerja yang jelas, ada yang tidak memiliki serikat buruh dengan kondisi hidup yang sangat buruk, juga ada buruh yang hidup dengan kondisi yang baik, misalnya buruh perminyakan, mereka menerima gaji yang cukup besar dan tunjangan-tunjangan seperti perumahan, jaminan kesehatan. Jadi terdapat macam-macam lapisan buruh. Sekitar 50 persen dari buruh Venezuela tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga mereka harus pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan ini merupakan bagian yang paling tereksploitasi

SEPUTAR GERAKAN PENDUDUKAN PABARIK, KONTROL BURUH DAN DEWAN PABRIK

Tanya (PRP):

Bila kita melihat dari sejarah gerakan Pendudukan Pabrik seperti di Rusia, Afrika, Brazil dll, gerakan tersebut biasanya terjadi secara spontan. Bagaimana dengan pengalaman di Venezuela, apakah ini juga gerakan spontan atau terorganisir? Jika spontan, perlukah kita mempropagandakan pendudukan pabrik dan Dewan Buruh kepada massa buruh sekarang?

Jawab:

Secara umum gerakan pendudukan pabrik dan dewan-dewan pabrik terjadi secara spontan, biasanya bukan sebuah hasil dari rencana, tapi terjadi karena buruh berhadapan dengan situasi yang khusus misalnya penutupan pabrik, atau adanya serangan yang serius yang dilakukan pengusaha terhadap buruh, sehingga buruh melakukan pendudukan terhadap pabrik, dari sana buruh mulai bergerak sendiri mengambil kontrol terhadap pabrik-pabrik (workers’ control), misalnya yang pernah terjadi di Rusia sekitar 1919, di Jerman, di Spanyol di 1930an dstnya.

Ini sama kasusnya dengan di Venezuela, gerakan workers’ control berawal pada tahun 2002. Pada saat itu para bos, atau kapitalis mengorganisir lock-out (penutupan pabrik-pabrik) sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Chaves. Para buruh kemudian menduduki pabrik dibeberapa sektor yang sangat penting seperti buruh di industri perminyakan, dan pabrik-pabrik lainnya untuk mempertahankan kerja mereka, mempertahankan revolusi, dan mempertahankan keberlangsungan kerja ditempat kerja secara normal, untuk melawan kapitalis yang mensabotase ekonomi. Misalnya di INVEPAL, yakni sebuah pabrik kertas, yang nantinya dinasionalisasi, perjuangan dimulai karena pemilik pabrik ingin melakukan sabotase terhadap ekonomi

Namun di Venezuela, ini adalah kombinasi, antara gerakan spontan buruh dan intervensi kesadaran dari Revolutionary Marxist Current (Cabang IMT di Venezuela) dan FRETECO (front revolutioner untuk gerakan pendudukan pabrik).

Sebagai contoh, perjuangan buruh di Sanitarious Maracay (yang anda lihat di film No Volveran) telah melewati berbagai tahapan. Pada awalnya partai kami melakukan intervensi kesadaran terhadap pabrik ini, dengan mengajak buruh membentuk Dewan Pabrik tapi buruh tidak setuju. Baru belakangan yakni sekitar November 2006, ketika suatu hari bos mereka datang kepada buruh dan mengatakan bahwa pabrik ini ditutup, maka para buruh bergerak menduduki pabrik. Baru kemudian para buruh berpikir, ternyata apa yang dikatakan dulu oleh kami ternyata tepat. Sehingga kemudian mereka memulainya membangun Dewan Pabrik dengan saran-saran dari kami, tapi juga hasil dari pengalaman langsung mereka sebelumnya.

Tanya (PRP):

Jadi, meskipun buruh-buruh akan bergerak secara spontan, namun kita harus tetap memperkenalkan dan mempropagandakan pendudukan buruh,workers’ control dan dewan buruh sejak awal?

Jawab:

Ya. Gerakan spontan terjadi karena adanya kondisi yang khusus. Namun kita harus mendorong buruh sejak awal untuk mengikuti arah itu. Dengan adanya intervensi dari partai Marxist, maka proses ini akan menjadi lebih mudah. Contohnya di Sanitarious Maracay, pimpinan dan Penasehat Politik dari serikat buruh pada awalnya menolak propaganda Dewan Pabrik (dari kami) tapi lewat pengalaman langsung akhirnya mereka mengakui ide tersebut. Hanya ketika pengalaman langsung para buruh bertemu dengan propaganda Marxist maka buruh akan menjalankannya dalam praktek

Tanya (PRP):

Di Indonesia juga terdapat banyak kasus dimana pabrik di tutup dan ditinggal oleh pengusaha. Buruh sendiri juga memiliki keinginan untuk menduduki dan mengambil alih pabrik tersebut, namun gerakan Pendudukan Pabrik tidak terjadi. Jadi, apakah yang menjadi syarat-syarat gerakan Pendudukan Pabrik dapat terjadi?

Jawab:

Itu tergantung. Maksud saya di Venezuela, ada kondisi dimana para pengusaha besar melakukan lock out dan juga ada situasi politik revolusioner yang sedang bergejolak yang mendorong buruh ke arah gerakan itu. Begitu ini terjadi di satu pabrik, maka dia akan menjadi contoh dan akan menyebar ke pabrik-pabrik yang lain.

Di Indonesia, kaum Marxist yang militan harus berpartisipasi dalam perjuangan buruh dan ketika terjadi kondisi dimana contohnya pengusaha kabur, atau ada konflik yang besar, mereka harus mengarahkan, mendorong buruh untuk melakukan pendudukan terhadap pabrik.

Namun yang pasti, harus ada perjuangan yang benar-benar kuat dari buruh, dan mereka harus bertindak secara terkodinasi dan pada satu saat mereka akan sadar bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengoperasikan pabrik tersebut tanpa para bos. Ini adalah elemen yang mendasar

Namun dari banyak pengalaman gerakan Pendudukan Pabrik misal di Brazil, Argentina, jika para bos mereka meninggalkan pabrik, buruh-buruh tidak mencari pekerjaan ketempat lain, tapi mereka mulai melakukan pendudukan

Tanya (PRP):

Bagaimana membangun demokrasi dalam serikat?

Jawab:

Ya, kita harus memulai praktek dan tradisi itu sejak awal. Yang pertama, kita harus memastikan bahwa semua orang terlibat dalam keputusan, yang kedua, perwakilan dipilih dan harus bertanggung jawab kepada massa, kemudian majelis (assembly) dapat menarik kembali (recalling) wakil-wakil buruh tersebut. Jika mereka tidak suka lagi, maka majelis dapat menurunkan mereka. Perwakilan-perwakilan yang diburuh dalam serikat, tidak menerima hak-hak istimewa (privilege) atas posisi mereka. Contohnya di Invepal, massa buruh bertemu atau rapat tiap minggu secara regular, dan mereka yang memilih dewan pabrik. Dewan pabrik bertemu tiap 2 kali seminggu dan mereka yang menjalankan tugas-tugas dalam berhadapan dengan semua persoalan di pabrik, tapi mereka juga mencoba agar setiap orang diposisikan dalam peranan yang berbeda-beda di pabrik. Dewan buruh sama sekali tidak menerima gaji khusus, meskipun mereka bertindak sebagai direktur atau manajer pabrk dan mereka menerima gaji yang sama dengan buruh yang lainnya. Seluruh buruh menerima gaji yang sama, mulai dari tukang bersih2 sampai tekhnisi dan insinyur.

TENTANG REVOLUSI BOLIVARIAN

Tanya (PRP):

Kapan Revolusi Bolivarian pertama kali diprogandakan? Oleh siapa dan bagaimana?

Jawab:

Titik awal adalah Februari 1989, pemerintahan kapitalis saat itu memperkenalkan paket kebijakan IMF. Dan kebijakan yang pertama adalah menaikkan harga minyak dan menghapus subsidi makanan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya biaya transportasi umum secara massif. Ketika rakyat pergi bekerja pada pagi harinya, mereka menemukan harga tiket bus naik 200 hingga 300 persen. Kondisi ini mendorong pemborontakan massa rakyat, dan ini bersifat spontan tidak terorganisir yang dikenal dengan nama Caracaso, karena terjadi diberbagai tempat di Caracas, yang berlangsung selama 2-3 minggu. Disana terjadi pemborantakan, kerusuhan, kerusuhan pangan, penjarahan toko, bentrokan dengan polisi dan tentara. Dan pemerintah kemudian mengirimkan tentara untuk menghadapi massa yang sedang berontak, sekitar 2000 hingga 3000 orang tewas. Ini adalah titik yang penting dari proses awal dari revolusi. Poin penting lainnya adalah massa, tidak saja aktivis, tidak lagi percaya pada sisitem politik yang ada yakni sistem dua partai

Kemudian di tahun 1992, tanggal 4 Feb Chaves mengorganisir pemberontakan militer bersama beberapa tentara-tentara yang progresif yang memprotes penggunaan tentara dalam menghadapi massa. Jadi ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada tahun 1989 sebelumnya. Pemberontakan ini gagal tapi Chaves menjadi pemimpin yang populer ditengah massa karena melawan keterlibatan tentara dalam memerangi rakyat, dan berupaya untuk merubah situasi tersebut. Chaves kemudian dijebloskan ke penjara dan kemudian dikeluarkan beberapa tahun kemudian karena adanya tekanan dari massa. Kemudian dia memulai ide tentang gerakan Bolivarian. Menurutnya, kita harus kembali kepada ide Simon Bolivar, seorang tokoh pejuang pembebasan Venezuela tahun 1810-1812, dan kita harus merubah semua sistem politik. Kemudian dia membuat gerakan tersebut dan menang pemilu di 1998

Tanya (PRP):

Ide Chaves bila mengacu pada tokoh Simon Bolivar, berarti berusaha untuk menyatukan berbagai macam kekuatan/kelompok dari ideologi yang berbeda, sebagai mana dulu yang dilakukan Soekarno dalam melawan imperialisme. Apakah ini hanya semacam Popular Front melawan imperialisme? Lalu apa sebenarnya makna dan isi dari Revolusi Bolivarian? Apakah Chaves sedang berjuang untuk menciptakan sosialisme ala Venezuela?

Jawab:

Revolusi Bolivarian itu telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada awalnya ini adalah gerakan untuk menentang imperialisme dan menuntut politik yang bersih dari korupsi, penggunaan hasil minyak untuk rakyat. Jadi gerakan ini tidak anti kapitalis, tapi revolusi nasional yang progressif (program ketika Chaves mengikuti pemilu 98)

Tapi pada tahun 2005…, memang Chaves memang berupaya untuk membuat deal dengan kelas borjuasi nasional. Dia bilang siapapun yang ingin membangun perekonomian negeri kita ini, harus saling bekerjasama. Tapi kelas kapitalis tidak mau bekerja sama dengan Chaves karena menurut mereka dia terlalu berbahaya, bukan karena program-program nya, tapi karena rakyat mengikuti dan patuh pada dia.

Massa rakyat yang terlibat berpartisipasi dalam politik masa-masa itu dianggap berbahaya bagi kelas yang berkuasa. Keadaan ini membuat Chaves dipaksa untuk beralih ke kiri, karena tekanan dari massa, tekanan dari imperialism, dan oligarki, setelah peristiwa sabotasse, kudeta tersebut. Kemudian Chaves bilang, bahwa kita harus ke sosialisme. Namun dia bicara sosialisme dalam pengertian yang membingungkan. Tapi dia sudah mulai bicara soal sosialisme, dan melawan kapitalisme dan ini penting.

Dia bilang ini tidak lagi revolusi nasional, tapi ini harus anti kapitalisme, anti imperialisme dan revolusi sosialis. Namun ini bukan berarti bahwa Chaves mengerti apa itu sosialisme. Dia juga masih berusaha untuk melakukan konsoliasi, karena dia mendapat tekanana dari sayap reformis dari Revolusi Bolivarian yang tidak menginginkan sosialisme. Mereka menginginkan ekonomi campuran. Sosialisme ala Venezuela bagi mereka berarti ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme). Namun bagi mayoritas rakyat, dari buruh dan petani (yang kita lihat difilm) adalah pendudukan pabrik, pendudukan tanah, kekuasaan buruh. Sehingga ada kontradiksi didalam revolusi Bolivarian antara sayap kiri Marxis revolusioner dan sayap kanan konservatif.

Jadi perjuangan itu sekarang terjadi didalam didalam Revolusi Bolivarian sendiri. Kita tidak mungkin memiliki “sosialisme ala Venezuela”, tapi sosialisme yang berarti nasionalisasi ekonomi, demokrasi buruh atau sebaliknya kapitalisme.

Jadi setiap ide untuk menghasilkan sosialisme yang berbeda, Sosialisme ala Venezuela adalah alasan bagi elemen reformis untuk mengatakan: “Tidak, kita tidak bisa melakukan nasionalisasi, karena ini bukan Sosialisme ala Venezuela”

Tanya (PRP):

Apakah itu yang dimaksud dengan Sosialisme abad 21?

Jawab:

Sosialisme abad 21 artinya berbeda. Jadi ketika Chaves bicara soal Sosialisme abad 21 yang dia maksud adalah sosialisme yang menentang “Stalinisme”. Menurut dia, kita harus belajar dari kesalahan sosialisme abad 20 yakni :Stalinisme”. Dia bilang Trotsky adalah benar menolak Stalin. Lenin dan Trotsky yang telah membangun sosialisme yang sejati namun kemudian Stalin menjalankannya dengan salah. Ini yang dimaksud oleh Chaves.

Sebaliknya kemudian sayap reformis disekitar Chaves, mereka mengatakan bahwa sosialisme abad 21 berarti: kita tidak harus menasionalisasi ekonomi. Mereka memakai istilah sosialisme abad 21, yang pada kenyataanya adalah sosial demokrasi.

Tanya (PRP):

Bagaimana gerakan sosialis di Venezuela membangun gerakan internasional? Bagaimana mereka mengintegrasikan gerakannya dengan gerakan sosialis internasional?

Jawab:

Yang pertama sebelumnya tidak ada partai sosialis di Venezuela mereka baru saja dibentuk sekarang. Partai sosialis terbesar, united socialist party (PSUV) baru terbentuk beberapa bulan yang lalu. Namun sangat jelas bahwa revolusi Venezuela memiliki perspektif internasional, dan mereka telah membangun hubungan terutama dengan Amerika latin, dan memiliki jaringan yang kuat dngan Bolivia, Ecuador, dsbnya.

Tapi juga sayap lain dari gerakan Bolivarian juga memiliki jaringan dengan berbagai macam trend yang berbeda-beda. Sayap reformis dari gerakan Bolivarian telah berhubungan dengan kelompok reformis di Eropa dan dengan sayap sosial demokrat di negara-negara lainnnya. Sayap revolusioner telah berhubungan dengan sayap revolusioner di negara-negara lain. Jadi perdebatan yang sama didalam Revolusi Bolivarian juga terjadi di dalam gerakan sayap kiri yang lain di berbagai Negara.

Tanya (PRP):

Apa bentuk konkret dari Buruh berkuasa di Venezuela? Dan bagaimana buruh di Venezuela memandang Kekuasaan Buruh, tidak sebagai jargon semata tapi sebagai bentuk konkret?

Jawab:

Bentuk konkret dari Buruh berkuasa adalah Dewan Buruh di pabrik-pabrik dan ini terdapat di berbagai dipabrik-pabrik di Venezuela. Selain itu ada juga Dewan Komunal, sebuah organisasi yang Chaves telah promosikan disetiap komunitas (lingkungan atau kampung), dimana rakyat di dipilih, komite dipilih. Dan ini bisa menjadi embrio dari soviet (Dewan Rakyat)

Namun harus jelas jalan mana yang akan mereka tuju. Jika Dewan Pabrik dan Dewan Komunal berkordinasi dan menjadi bagian dari masyarkat yang sedang berjalan, maka ini lah yang akan menjadi kekuasaan Buruh yang sesungguhnya. Namun, Jika mereka menjadi terinstitusionalisasi dan birokratis, dan berhenti berpartisipasi maka mereka tidak akan beda dengan bentuk dari negara kapitalis yang lain.

REFLEKSI GERAKAN DI INDONESIA TERHADAP GERAKAN DI VENEZUELA

Tanya (PRP):

Kami coba merefleksi pengalaman kami di Indonesia sepuluh tahun belakangan ini dengan yang terjadi di Venezuela. Saat ini di Indonesia perlawanan terhadap neoliberalisme baru saja dimulai, dimana lapisan termaju dari rakyat itu tidak hanya melancarkan tuntutan-tuntutan ekonomis semata, tapi juga tuntutan sosialis. Saat ini kami telah memulai mempropagandakan sosialisme, dan tentunya kami sadar bahwa dengan tuntutan sosialisme maka kami akan berhadapan dengan represi, itu sebuah kepastiani. Belajar dari pengalaman Venezuela, bagaimana rakyat Venezuela bisa mengubah atau mentransformasikan pengalaman di represi sebelumnya menjadi basis materi atau energi untuk radikalisasi, untuk pembangungan organisasi, dan gerakan yang lebih maju?

Jawab:

Perbedaannya dengan di Indonesia adalah mereka di Venezuela memenangkan pemilu di tahun 1998, sehingga mereka beroperasi, di kondisi yang berbeda, yakni kondisi di mana adanya keterlibatan kekuatan progresif di dalam kekuasaan.

Tapi sebelum itu, gerakan ini telah berhadapan dengan berbagai macam kesulitan. Mereka tidak memiliki akses terhadap media, mereka mendapatkan represi, juga terdapat anti komunis anti sosialis ideologi. Ada banyak aktivis yang terbunuh, dipenjara dan disiksa.

Sehingga ini adalah kombinasi dari dua hal, yang pertama adalah kondisi objektif dan yang kedua adalah faktor subjektif. Kondisi objektif sudah berubah ketika massa rakyat mulai termobilisasi secara besar, di 1989 rakyat mulai melakukan pemberontakan dan 1992 ada pemborantakan militer. Jadi semua kondisi ini, rakyat tidak tahan lagi dengan sistem ini dengan menyerang kebijakan ekonomi neoliberal .

Namun pada saat yang bersamaan, dan ini sangat penting sekali, tidak ada organisasi pelopor yang terorganir di Venezuela. Jika saja misalnya di tahun 1998, ketika Chaves meraih kekuasaan, memenangkan pemilu, ada kelompok 500 Marxis revolusioner di Venezuela, maka situasi sekarang di sana mungkin akan sangat berbeda. Jadi tidak ada kelompok revolusioner Marxist di Venezuela tahun 1998

Jika kelompok tersebut ada, bekerja di pabrik-pabrik, di area kelas pekerja, maka mereka akan mendapatkan dukungan yang lebih besar, 3 atau 5 tahun kemudian. Dan mereka akan dapat memegang peranan kepemimpinan yang besar, karena saat itu tidak ada organisasi yang memimpin, gerakan tersebut menjadi sangat tidak terorganisir, ditingkat lokal sangat kuat, tapi tidak memiliki perspektif nasioanl, tidak ada kejelasan ideologi

Ini yang kami maksud dengan kondisi objektif dan faktor subjektif. Kondisi subjektif tersebut tidak ada di Venezuela, dan kami baru memulainya sekarang. Kondisi objektif sudah berkembang, sehingga ada gerakan yang besar yang dipimpin oleh Chaves, tapi dia juga bingung dengan idenya karena tidak memiliki latar belakang politik, dan ide yang jelas kemana dia akan membawa gerakan tersebut. Itu mengapa revolusi berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama untuk maju.

Tanya (PRP):

Bagaimana metode propaganda dan pendidikan sosialis untuk massa dan kader buruh di Venezuela?

Jawab:

Di Venezuela ada keingintahuan yang sangat besar mengenai marxisme dan sosialisme. Apalagi Chaves sekarang sudah mulai berbicara soal ini, sehingga rakyat juga sangat tertarik.

Ada dua jenis kerja, yang pertama Pendidikan Kader, kita harus mengindentifikasi elemen terbaik diantara lapisan buruh-buruh, petani dan mahasiswa yang termaju dan mengintegrasikan mereka kedalam organisasi revolusioner dan memberikan mnereka training, pendidikan, pendidikan dasar politik dan seterusnya.

Juga kita harus melakukan interfensi ditengah-tengah massa. Jika memiliki kader yang memimpin di sutu pabrik, universitas, sekolah, kita harus menjalankan agitasi massa. Ini tidak mesti sama dengan pendidikan politik terhadap kader. Ini mengaju pada apa yang dikatakan oleh Lenin tentang Agitasi dan Propaganda. Propaganda adalah menjelaskan banyak ide kepada kelompok kecil orang (kader), agitasi, menjelaskan beberapa ide yang simple kepada massa luas. Begini cara kami bekerja di Venezuela. Pendidikan politik untuk kader-kader, penyebaran selebaran untuk massa, agitasi massa, Koran dsbnya.

Tanya (PRP):

Seperti yang kita saksikan didalam film radio dan TV digunakan sebagai alat agitasi dan propadanda. Dengan demikian, apakah peranan koran (Partai) seperti yang di katakan oleh Lenin masih relevan di Venezuela?

Jawab:

Ya, saya pikir sangat relevan, karena sebagai contoh, stasion radio sangat berguna , tapi ini tidak mengantikan fungsi press dalam bentuk tulisan. Maksud saya, di Venezuela kami juga menggunakan internet secara luas, website dsbnya, ini sangat penting, tapi website tersebut tidak terlalu berbeda dengan koran, karena dari website kita butuh menulis artikel, mengeditnya dan harus memiliki tema politik, dan orang yang membaca artikel mungkin bisa mendownload artikel dan mendistribusikannya ke orang lain. Ini kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Lenin tentang fungsi koran.

Tapi kami tetap memiliki Koran yang dikeluarkan tiap bulan dan didistribukan di pabrik-pabrik, dikampus, didemonstrasi, dan ini sangat penting karena: Pertama, jika kita menjual koran tersebut, maka kita diidentifikasikan dengan ide dari koran tersebut. Ini membuat anda bagian dari organisasi tersebut. Kedua, koran adalah juru bicara bagi organisasi dalam menyebarkan ide-idenya. Selain itu, (penjualan) koran juga bentuk usaha mendapat dana organisasi. Dengan koran maka kita juga bisa berdialog dengan orang yang membeli tersebut secara langsung, bertanya pada mereka bagaimana pendapat nya tentang koran tersebut, bisakah kita mendiskusikannya, dstnya. Dan orang tersebut bisa mengkritik koran atau memberi komentar. Dengan cara ini kita juga melakukan pendidikan mendidik kepada mereka

Tapi kita juga menggunakan teknologi-teknologi baru, sepertinya halnya Lenin dan Trotky menggunakan teknologi film dan radio, Lenin dan Trotsky sangat peduli pada penggunaan film dan radio untuk pendidikan politik, propaganda dstnya. Tapi penggunaan Koran tidak bisa digantikan.

Tanya (PRP):

Proses revolusi tidak berlangsung begitu saja dengan singkat, tapi membutuhkan waktu yang panjang. Jadi bagaimana logistik diperoleh dan bagaimana memastikan bahwa logistik tersedia dengan cukup sehingga perjuangan tidak kehilangan energi atau berhenti ditengah jalan?

Jawab:

Ada dua hal, yang pertama organisasi kami di Venezuela membiayai dirinya sendiri dimana setiap anggota membayar iuran bulanan kepada organisasi, baik itu buruh yng harus membayar lebih besar, mahasiswa membayar lebih kecil, pengangguran membayar lebih kecil dstnya. Ini adalah cara mendasar untuk mendapatkan dana. Tidak ada cara lain, di Venezuela, di Afrika selatan juga di Inggris.

Tapi pada saat yang bersamaan energi dari gerakan terjadi secara menaik atau menurun. Tidak selamanya dalam 10 tahun terebut gerakan dalam selalu meninggi, ada puncaknya, menurunnya, kemudian naik lagi dstnya. Referendum tahun 2004 adalah salah satu puncaknya, pemilihan presiden 2006 adalah puncak yang lain. Ketika terjadi benturan yang keras antara kapitalis dengan massa, massa berpartisipasi dengan aksi-aksi yang besar. Namun ketika fase tersebut lewat, maka aktivitas juga berkurang. Tidak mungkin aktifas revolusioner massa berlangsung secara konstan terus menerus dalam waktu 10 tahun.

Tanya (PRP):

Bagaimana melibatkan keluarga dalam perjuangan? Apakah ada pengorganisiran terhadap keluarga yang tidak terpisah dari pengorganisiran serikat? Contohnya berdasarkan pengalaman kami di Indonesia, perjuangan sering kali mendapatkan hambatan dari persoalan keluarga dan ada banyak kasus keluarga seolah menjadi hampatan dalam partisipasi dalam politik/gerakan?

Jawab:

Ini juga problem di Venezuela, tapi perbedaannya dengan di Indonesia, di sini terjadi revolusi sehingga semua orang menjadi lebih aktif dan terlibat. Tapi kami selalu berusaha membangun link antara kerja di pabrik dengan kerja di komunitas. Di kerja komunitas, perempuan biasanya terlibat lebih banyak Contoh di INVEPAL, di sana ada Dewan Pabrik dan mereka bekerja sama dengan Dewan Komunal yang terdekat dengan pabrik. Mereka menyelenggarakan dan memiliki sekolah, pusat kesehatan didalam pabrik untuk komunitas.

Tanya (PRP):

Bagaimana perjuangan dengan menggunakan budaya, seperti lagu, sastra dsbnya di Venezuela?Apakah perjuangan lewat budaya memainkan peranan yang besar disana?

Jawab:

Perjuangan lewat kebudayaan sangat penting dan memaikan peranan yang besar. Disana ada satu figur,seorang penyanyi yang revolusioner 1970an yang dibunuh, namanya, Alitrimvera (?) semua orang mengenal lagunya, dan dia dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Venezuela, dan lagu-lagunya bersifat sangat politis dari sudut pandang kelas pekerja, anti imperialis, anti kapitalisme, sosialisme. Dan lagu2nya sangat berguna, dalam agitasi, propaganda dan kerja-kerja politik lainnya

Tanya (PRP):

Bagaimana proses partai kiri bisa bersatu dalam Proses Partai sosialis di Venezuela? Bagaimana mereka mengatasi perbedaan diantara mereka, dan menjadikan perbedaan diantara mereka menjadi satu kekuataan bukan perpecahan?

Jawab:

Tidak demikian, partai-partai tersebut tidak bekerja bersama-sama membentuk satu partai baru, tapi ini (Partai Persatuan) adalah ide yang berasal dari Chaves sendiri, dia mengatakan: kita butuh satu partai tunggal dan cukup dengan partai-partai sebelumnya. Hampir semua partai kiri di Venezuela sangat birokratis dan rakyat tidak menyukai partai-partai ini dan mayoritas rakyat yang revolusioner tidak menyukai fungsionaris partai-partai tersebut, tidak menyukai kepemimpinann mereka

Jadi ketika Chaves keluar dengan ide nya: Kita butuh satu partai persatuan sosialis dan rakyat sangat mendukungnya. Jadi, ide tersebut dari Chaves dan juga karena adanya tekanan, dorongan dari rakyat. Rakyat menginginkan partai yang demokratis, lalu Chaves mengatakan, kita butuh satu partai, dan partai ini harus demokratis dan berdasarkan pada demokrasi massa dan ia mendapatkan dukungan yang massif dari rakyat dengan ini.

TENTANG HOV

Tanya (PRP):

Bagaimana HOV terbentuk? Dan bagaimana pengalaman membentuk HOV di berbagai negara?

Jawab:

HOV dimulai sebagai inisiatif dari IMT. Alan Wood pada tahun 2003 mengajukan proposal untuk membentuk HOV. Alan mengatakan: Ingat, kita adalah Marxist, tapi kita tidak ingin HOV menjadi kampanye Marxist (IMT). Kami menginginkan HOV menjadi kampanye semua orang yang mendukung revolusi Venezuela, bagi mereka yang mau mendukung dan membangun solidaritas dengan revolusi Venezuela. Demikian lah kami dimulai

Pada awalnya sangat kecil, tapi kami telah mendapatkan kesuksesan yang besar Kenapa? Karena ada banyak interest dengan apa yang terjadi di Venezuela, karena apa yang terjadi di Venezuela adalah positif, sebagai contoh revolusi yang terus berjalan dengan maju dan sekaligus memberikan tawaran dan harapan kepada seluruh kelas pekerja diseluruh dunia bahwa kita bisa melawan kapitalisme, kita bisa melawan imperialisme. Itu lah mengapa kami mengkampanyekan ini. Dengan demikian Venezuela tidak menjadi sesuatu yang terasa begitu asing dan jauh, ini adalah sesuatu yang relevan bagi kelas pekerja.

Kami mendatangi serikat buruh, dan memutar film No Volveran dan Revolution will not televised dan buruh sangat tertarik dengan. Mereka tidak pernah mendengar soal ini di media (borjuis).

Tanya (PRP):

Apakah mungkin bagi PRP dan KASBI bisa melihat dan belajar gerakan gerakan factory occupation dan workers’ control secara langsung di Venezuela?

Jawab:

Ya, tentu mungkin! Tapi permasalahannya sekarang adalah sumber daya dalam mengirim seseorang ke Venezuela dan sebagainya. Saya sarankan agar kalian mendatangi Kedutaan Besar Venezuela di Indonesia. Katakan pada mereka,: “Lihat, kami telah mulai melakukan membantu dan mengkampanyekan Revolusi Bolavarian dan bagaimana kalau kita bekerjasama”. Mungkin kalian bisa mengajukan proposal dan mereka akan menolong mengorganisir mengirimkan delegasi ke Venezuela.

Dalam kesempatan tersebut, Jorge Martin dan Alan Wood juga menyampaikan salam hormat dan solidaritasnya untuk kawan-kawan buruh di Indonesia atas perjuangannya dan terimakasih atas dukungan dan interest yang besar dalam mengkampanyekan perjuangan rakyat Venezuela lewat film-film mereka. Mereka akan senang sekali berdiskusi lebih lanjut, jika ada pertnyaan, komentar, dsbnya.

– London 13 April 08 –

_______________________________________

* Penulis adalah Koordinator PRP Internasional

Para Buruh dan Serikat Buruh Sutiss memenangkan pertempuran; Nasionalisasi Pekerjaan Baja Orinoco “SIDOR” – 09/04/2008

MERIDA, Venezuela (Reporter Komunitas Merida) Para buruh di SIDOR dan serikat buruh Sutiss memenangkan perjuangan mereka untuk menasionalisasi perusahaan baja “Ternium-Sidor” setelah pemogokan, penyerangan, dan represi selama berbulan-bulan oleh Garda Nasional (tentara – pen.). Pagi ini, pukul 1:22 AM, Wakil Presiden Ramon Carrizales, diutus oleh eksekutif nasional dengam tujuan membuka jalan definitif untuk solusi konflik antara serikat buruh dan pengusaha transnasional. Dalam proses ini para buruh telah melaporkan berbagai keganjilan kontrak dan kondisi-kondisi eksploitasi kapitalistik yang ada kepada Kementrian Perburuhan, namun demikian tuduhan-tuduhan ini tidak diperhatikan oleh pejabat nasional.

Carrizales, berbicara atas nama Republik Bolivarian Venezuela mengumumkan keputusan yang diambil oleh presiden Hugo Chavez Frias untuk menasionalisasi “Ternium-Sidor”, industri baja utama negeri itu yang dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina “Techint”. Akhir tak terduga dari konflik industrial di SIDOR dikonfirmasikan malam tadi dg diumumkannya pengambil-alihan mayoritas saham perusahaan itu yg diprivatisasi pada 1997. Setelah menerima petisi Serikat Pekerja Baja dan Sejenisnya (Sutiss) untuk melanjutkan negosiasi kontrak dengan perusahaan, Eksekutif [Nasional] Senin lalu mengadakan pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan yang sejak awal pertemuan ditandai dengan penegasan wakil presiden untuk mengakhiri konflik ini sekali untuk selamanya. Kementrian Perburuhan tidak diundang dalam pertemuan Senin lalu.

Kenyataannya adalah tekanan yang dilancarkan oleh para buruh menyebabkan disetujuinya nasionalisasi. Sementara pengusaha menolak untuk mengakui: transfer pembayaran bagi 600 pekerja “outsourced” (kontrak – pen.) dan pembentukan dana pensiun sebesar tingkat upah minimum pagi para pensiunan.

Kemenangan para buruh

Pada tengah malam, suasana tegang meliputi ruang pertemuan kompleks hidroelektrik Macagua. Saat itu para buruh Sutiss mengajukan tawaran ekonomis tanpa mendapat respon dari pengelola perusahaan.

Sementara itu, ancaman nasionalisasi mengerubungi tempat tersebut dan semakin mengambil momentum. Dengan mengejutkan sebagian yang hadir, wakil presiden meminta agar dilakukan pencatatan terhadap penolakan perwakilan perusahaan transnasional dalam mengajukan tawaran balik, dan tak lama kemudian ia mengumumkan keputusan bahwa tidak perlu lagi proses lebih lanjut: Sidor akan dinasionalisasi.

[Diterjemahkan ke Bhs Inggris oleh Gonzalo Villanueva untuk Reporteros Comunitarios de Mérida. Teks asli dapat dilihat di www.aporrea.org]

Nasionalisasi, Industrialisasi Nasional, dan Pembangunan Komunitas ‘Sosialis’ di Venezuela; Tiga Pilihan Berita dari Venezuelananlysis.com

1. VENEZUELA NASIONALISASI INDUSTRI SEMEN UNTUK PACU SEKTOR KONSTRUKSI

5 April 2008, oleh James Suggett

Mérida, 3 April 2008 – Presiden Venezuela Hugo Chavez mengumumkan pada Kamis lalu bahwa industri semen Venezuela akan dinasionalisasi, menurutnya perusahaan asing mengekspor semen sementara pasar Venezuela menderita harga tinggi dan kelangkaan.

“Cukup sudah” tegas Chavez, sambil menjamin bahwa perusahaan asing akan diberikan kompensasi secara adil.

Nasionalisasi ini akan menjadi satu dari sekian kebijakan dua tahun terakhir yang bertujuan mengembangkan kemampuan Venezuela untuk memenuhi kebutuhan sektor konstruksi, terutama perumahan. Angka pemerintah menunjukkan defisit 2,7 juta rumah di negeri pengekspor minyak itu.

“Kalau mereka yang kaya hendak membangun rumahnya, silakan saja, tapi mereka harus menghormati kami yang lainnya ini.” demikian pernyataan Chavez.

Akhir pekan lalu, Presiden Chavez menyerukan percepatan program-program pemerintah untuk mengganti perumahan kumuh yang dikenal sebagai “ranchos”, tempat tinggal mayoritas rakyat miskin Venezuela, menjadi “komune sejati dan komunitas kerakyatan…di mana Rakyat hidup dengan kebahagiaan yang sebesar mungkin.” Bagian dari rencana ini adalah membangun rumah dengan plastik PVC yang diisi semen, suatu proyek yang dinamakan “Petrocasa” karena didanai oleh keuntungan minyak dan penggunaan bahan-bahan derivatif (hasil turunan – pen) minyak.

Untuk memperkuat industri semen Venezuela, pada bulan Juni 2006 Venezuela dan Iran menandatangani perjanjian ekonomi senilai 9 milyar dolar, termasuk pembangunan Pabrik Semen Cerro Azul. Pada 2007, produksi semen menjadi titik fokus perjanjian ekonomi antara Venezuela dan Kuba dan juga Alternatif Bolivarian bagi Bangsa-bangsa Amerika (ALBA), suatu kesepakatan perdagangan adil (fair trade) hasil inisiatif Venezuela dan Kuba dalam menghindari perjanjian-perjanjian perdagangan bebas (free trade) yang dipaksakan oleh Amerika Serikat.

Rencana-rencana ini naik wacana pada awal janji Chavez, sejak kedua kalinya terpilih pada Desember 2006, untuk “menasionalisasi semua yang diprivatisasi” oleh pemerintahan sebelumnya, sambil memfokuskan pada apa yang disebutnya sebagai “industri strategis” seperti minyak, semen, dan telekomunikasi.

Chavez sebelumnya telah mengancam akan menasionalisasi industri semen pada Juni 2007, dan Agustus tahun itu, sebuah cabang kecil perusahaan semen Kolombia, Argos, diambil-alih dan diberikan tebusan. Presiden berkata Kamis lalu bahwa dengan rampungnya nasionalisasi seluruh sektor tersebut, Venezuela akan menggalakkan “kekuasaan sosial di pabrik-pabrik semen.”

Perusahaan semen terbesar ketiga di dunia, CEMEX, yang bermarkas di Meksiko sekaligus penghasil semen utama di Venezuela, menurut harian Venezuela El Nacional tidak memberikan komentar kepada umum.

Namun, pejabat Meksiko menyatakan bahwa pemerintah “akan mengupayakan segala yang masih dalam jangkauannya, untuk melindungi kepentingan sah perusahaan Meksiko di luar negeri.”

Departemen hubungan luar negeri Meksiko mengumumkan lewat pernyataan singkat bahwa mereka telah mengontak para pejabat Venezuela “untuk mencari tahu jangkauan dan sifat deklarasi ini,” dan telah memanggil Kedubes Venezuela di Meksiko untuk mendapatkan perincian lebih lanjut.

Perusahaan semen Perancis, Lafarge, yang ketiga terbesar di Venezuela setelah Cemex dan Holcim dari Swiss, sejauh ini juga menolak mengomentari soal nasionalisasi.

Menteri Ekonomi Perancis, Christine Lagarde, berkata pada pers bahwa kementriannya “dengan cermat mengikuti perkembangan situasi dan akan meminta penjelasan.” Menteri tersebut menegaskan bahwa Venezuela dan Perancis menandatangani kesepakatan pada 2001, yang menjamin “penebusan yang layak dan segera, yang jumlahnya harus sama dengan nilai riil investasi yang bersangkutan” dalam peristiwa nasionalisasi.

Jubir Holcim Peter Gysel berkata, “kami sangat serius akan hal ini,” tapi mengklarifikasi bahwa perusahaannya “tenang-tenang saja karena ini bukan pertama kalinya Chavez mengumumkan bahwa sektor ini akan dinasionalisasi,” dan berkesimpulan bahwa “kita harus menunggu dan melihat apa yang akan terjadi.” Pemerintah Swiss belum berkomentar hingga kini.

Menurut El Nacional, Holcim mencapai rekor harga stok pada 2007 dan investasinya di Venezuela bernilai 1% dari total pendapatan perusahaan dan merupakan 1,5% dari produksinya sedunia, kata Gysel kepada pers Jumat lalu.

Laporan trimester ketiga 2007 oleh CEMEX-Venezuela menunjukkan kenaikan penjualan bersih sebesar 30% dan menyatakan bahwa “investasi publik tetap menjadi motor utama aktivitas konstruksi,” terutama dalam bidang perumahan dan infrastruktur.

Nasionalisasi industri semen merupakan kelanjutan dari nasionalisasi di beberapa sektor seperti listrik, perusahaan telekomunikasi utama di negeri itu (CANTV), dan sejumlah proyek produksi minyak. Contohnya, pada Mei 2007, pemerintah secara sebagian menasionalisasi proyek-proyek perminyakan penting di sekitar Sabuk Minyak Orinoco. Semuanya diberikan kompensasi melalui kesepakatan bersama antara pemerintah dan pemilik awalnya.

***

2. CHAVEZ UMUMKAN 3 MILYAR DOLAR UNTUK REVOLUSI “ENERGI” VENEZUELA

31 Maret 2008, oleh Chris Carlson

31 Maret 2008 – Presiden Venezuela Hugo Chavez menyetujui pendanaan dan mengumumkan rencana baru bagi revolusi “energi” dalam acara mingguannya Aló Presidente yang lalu.

Presiden meresmikan sebuah perumahan komunitas “sosialis” baru yang dibangun dari derivat minyak, dan mengumumkan bahwa Venezuela akan menjadi produsen besar derivat minyak seperti pupuk dan plastik pada 2013.

Bersiaran dari negara bagian di pusat negeri, Carabobo, Presiden Chavez memantau komunitas baru berupa 459 rumah yang dibuat dari Polyvinyl klorida (PVC), material plastik hasil produksi migas. Industri petrokimia milik negara Venezuela memproduksi PVC dari produk sampingan (by-products) industri minyak, sehingga lebih murah dari material bangunan tradisional.

Komunitas yang pertama bagi jenisnya itu seluruhnya terdiri dari rumah-rumah yang dibangun perusahaan negara Venezuela, Petrocasa, yang memproduksi bermacam bentuk plastk untuk dicor dengan semen. Venezuela berencana membangun komunitas “sosialis” di penjuru negeri dan sekitar 60.000 rumah sejenis ini per tahun.

“Ini komunitas Petrocasa pertama yang kami resmikan, tapi kami akan mengisi Venezuela dengan rumah-rumah ini,” kata Chavez.

Program perumahaan baru ini hanyalah satu bagian dari apa yang oleh Presiden Chavez disebut sebagai revolusi “energi”, suatu program untuk mengembangkan berbagai industri yang memproses bahan-bahan baku, seperti industri petrokimia.

Chavez mengumumkan bahwa pemerintah Venezuela akan berinvestasi sebesar 20 milyar dolar selama enam tahun ke depan untuk mengembangkan 52 proyek-proyek industri, dan menyetujui total dana sebesar 2,96 milyar dolar untuk diinvestasikan tahun ini. Presiden menekankan bahwa dalam pemerintahan sebelumnya investasi seperti ini tidaklah mungkin.

“Sebelumnya, untuk membuat investasi seperti ini mereka harus memanggil Dana Moneter International (IMF) atau Bank Dunia (World Bank), atau menyerahkan negeri ini ke investor asing. Kini tak lagi, karena kita telah menciptakan dana pembangunan kita sendiri,” katanya.

Investasinya akan berasal dari dana pembangunan nasional Venezuela, Fonden, yang sebagaimana ditunjukkan Chavez, kini memiliki sekitar 35 milyar dolar yang dapat diinvestasikan bagi pembangunan negeri itu. Dana pembangunan nasional dipasok oleh sebagian pemasukan negara yang dialihkan dari cadangan internasional negeri itu.

Chavez menekankan bahwa banyak proyek industri baru ini ditempatkan di wilayah selatan negeri itu untuk memberikan pembangunan ekonomi kepada wilayah-wilayah yang lebih miskin dan kurang berkembang. Pemerintah juga memperkirakan bahwa lebih dari 600.000 lapangan pekerjaan baru akan diciptakan sebagai hasil langsung program itu.

Presiden berbicara melalui satelit kepada pimpinan komunitas terdekat di mana 700 rumah baru lainnya sedang dibangun, tapi ia bersikeras agar pemerintah mempercepat pembangunan perumahan baru, dan mengusulkan dibuatnya pajak baru terhadap keuntungan migas untuk mendanainya.

“Kita harus meningkatkan laju penggantian perumahan kumuh dengan komune-komune sejati dan komunitas-komunitas,” kata Chavez,”di mana rakyat dapat hidup sepenuhnya, dengan kebahagiaan sebesar mungkin.”

Chavez juga berbicara melalui satelit dengan Menteri Pangan Felix Osorio untuk peresmian “Mercal” baru, yakni pasar-pasar pangan subsidi pemerintah. Ia menjelaskan bahwa Venezuela berupaya untuk swasembada (self-sufficient) cadangan pangannya, dan berterimakasih pada pemerintah Brazil, Argentina, dan Uruguay dalam menyediakan teknologi baru yang dibutuhkan untuk membangun pabrik-pabrik produksi bahan pangan di Venezuela.

Ia menambahkan bahwa Venezuela akan segera swasembada produksi pangan, tapi sebelum produksi domestik dapat mencukupi kebutuhan pangan, mereka akan tetap mengimpor bahan pangan dari tetangga mereka.

“Kami sedang mengupayakan berbagai proyek untuk memproduksi semua ayam yang dapat kita konsumsi. Tapi, untuk sementara waktu, karena produksi nasional kita belum cukup, kita akan menghadirkan produksi terbaik dari Argentina, Brasil, Nikaragua, Kolombia, Ekuador, dan negeri-negeri lainnya,” kata Chavez.

Presiden Venezuela itu juga menekankan bahwa pemerintahan Amerika Serikat menjalankan rencana-rencana menciptakan kelangkaan pangan di negeri itu untuk mendestabilisasi pemerintahannya. Ia mengacu kepada kasus-kasus sebelumnya di Nikaragua dan Kuba, di mana pemerintah AS memblokir impor pangan dengan tujuan mendestabilisasi pemerintahan-pemerintahan itu.

“Ketika Bush bicara tentang kelangkaan pangan, ia tidak bicara tentang kenyataan, melainkan keinginannya. Tapi saya jamin bahwa kita akan mengalahkannya, karena kini rakyat Venezuela diberi makan dengan lebih baik; tak hanya dengan makanan, tapi dengan kesehatan, perumahaan, pekerjaan, dan industri,” katanya.

***

3. CHAVEZ ANCAM NASIONALISASI PABRIK NESTLE DAN PARMALAT DI VENEZUELA

13 Februari 2008, oleh James Suggett

Mérida, 13 Februari, 2008

Presiden Venezuela Hugo Chavez mengancam akan menasionalisasi pabrik-pabrik susu Nestle dan Parmalat; dituduhnya bahwa perusahaan transnasional tersebut menyuap para produsen dan mengakibatkan jaringan pabrik pemrosesan susu milik negara dan koperasi tak mendapatkan produk yang dibutuhkan.

“Pemerintahan ini perlu mengencangkan sekrup-sekrupnya,” tegas presiden dalam acara Alo Presidente pada hari Minggu. “Jika, misalnya, terbukti bahwa [Nestle dan Parmalat], melalui mekanisme atau tekanan ekonomi tertentu, menahan produksinya dan membuat pabrik-pabrik negara dan koperasi kehilangan pasokan susu yang dibutuhkannya, kita harus menerapkan konstitusi dan mengintervensi dan menasionalisasi pabrik-pabrik itu.”

Nestle mengklaim bahwa akan “prematur” bagi perusahaan tersebut merespon ancaman nasionalisasi itu, yang baru didengarnya lewat media, hingga ada suatu “komunikasi langsung, formal dan resmi dari pemerintahan Mr. Chavez.” Namun, Nestle berkomentar dalam pers: “kami menjaga hubungan dekat dengan produsen susu Venezuela karena kami adalah pelanggannya, itu wajar…hubungan itu selalu berada dalam aturan-aturan legal yang ditentukan oleh tiap negeri.”

Pemerintah Chavez telah menasionalisasi sektor-sektor kunci industri telekomunikasi, listrik dan migas di Venezuela. Keuntungan dari perusahaan yang dinasionalisasi seperti raksasa telekomunikasi CANTV telah disalurkan menuju penurunan tarif secara umum, plus tarif khusus bagi pengorganisir komunitas dan para pengguna berpenghasilan rendah.

Tahun lalu, kelangkaan bahan pangan dasar di Venezuela mencapai 25%, sementara kelangkaan susu mencapai 80% menurut firma polling Venezuela, Datanalisis. Sejalan dengan itu, inflasi harga bahan-bahan dan layanan dasar mencapai 22% pada 2007. Sektor-sektor kaum oposisi menyalahkan kontrol harga pemerintah, nilai berlebih (overvaluing) mata uang Venezuela, dan pengelolaan ekonomi yang tidak efesien oleh pemerintah sebagai permasalahannya. Pemerintah, di lain pihak, mengatakan bahwa mereka memerangi spekulasi harga, penimbunan pangan, dan penyelundupan, yang menurut Chavez pada hari Minggu adalah bagian dari “konspirasi ekonomi” yang mengancam keamanan nasional di saat kapasitas konsumsi Venezuela telah sangat meningkat berkat kesuksesan program-program sosial.

Pada akhir Januari, Institut Pembela Konsumer Nasional (Indecu) dan Angkatan Bersenjata mengawasi penyaluran hampir 2 juta kilogram susu bubuk oleh Nestle ke berbagai kota di 11 negara bagian Venezuela. Juga, Pengawas Lumbung Nasional (National Silos Supervisor) memanggil Parmalat dan Nestle dalam sejumlah pertemuan yang bertujuan “mengambil alih kendali terhadap inventaris negara,” demikian lapor Menteri Pangan. Agenda pertemuan tersebut menyertakan evaluasi sistem nasional, rencana distribusi sektor swasta, dan presentasi Sistem Kendali Internal bagi Pangan dan Pertanian.

Selama bulan lalu, pemerintah telah mencabut regulasi harga pada semua kecuali 10 produk pangan dasar, termasuk sedikit peningkatan harga susu dan berbagai keju. Sementara itu, Administrasi Mata Uang Asing (CADIVI) memberikan ijin bagi pembayaran langsung transaksi internasional untuk mempercepat impor susu, yang merupakan sumber utama susu di negeri tersebut.

Nestle, yang mempekerjakan 4000 Venezuela secara langsung maupun tak langsung, adalah salah satu perusahaan swasta yang melalui Kamar Industri Pangan Venezuela pada 2003 menjual produknya dengan potongan harga kepada pasar pangan subsidi pemerintah yang dikenal sebagai Mercal. Ini adalah salah satu kebijakan pemerintahan Chavez yang bertujuan menyediakan makanan bagi mayoritas rakyat miskin negeri tersebut.

Tapi Nestle bukan bagian dari badan usaha terbaru milik pemerintah untuk distribusi pangan, PDVAL, yang dijalankan melalui perusahaan minyak dan listrik negara. Pemerintah justru menandatangani kontrak impor susu selama 12 tahun dengan koperasi Argentina, Sancor, dan juga akan menjual minyak yang diimpor dari Brasil. PDVAL akan mendistribusikan susu yang diproduksi dalam pabrik pengelolahan susu milik negara yang dibentuk oleh pemerintah tahun ini.

Anggaran federal tahun ini berinvestasi besar-besaran dalam sektor pertanian yang sedang berkembang dan dikelola negara, yang beroperasi menurut prinsip-prinsip ’sosialis’ seperti partisipasi komunitas dan memprioritaskan kebutuhan manusia di atas keuntungan. Ini menyertakan pembentukan Dana Produksi Minyak Nasional yang diumumkan oleh presiden Sabtu lalu, yang disambut baik oleh Konfederasi Nasional Agrikulturalis Venezuela. Dana ini akan disalurkan kepada “para pengusaha kecil yang memproduksi susu, yang selama ini telah ditelantarkan, untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri.”

Chavez memberikan pengumuman yang berkaitan dengan ini pada hari Minggu bahwa kekuatan paramiliter Kolombia semakin menginfiltrasi komunitas Venezuela dan industri-industri swasta. Nestle adalah satu dari sekian perusahaan transnasional yang mempekerjakan pasukan paramiliter untuk merepresi para buruh yang mengorganisir fasilitas-fasilitasnya di Kolombia, demikian menurut Ahli Ilmu Politik Jerman, Dario Azzellini, yang bermarkas di Caracas dan menghadiri siaran Alo Presidente hari Minggu lalu.

______________________________________

Diterjemahkan dan dihimpun oleh Data Brainanta