Chavez: Pabrik-pabrik harus menjadi “sekolah”

Oleh Ady Thea

Dalam pertemuan yang bertema “transformasi sosialis” pada tanggal 21 Mei 2009 yang berlangsung di komplek industri CVG Ferrominera, Puerto Ordaz, Kota Guayana, Venezuela, Chavez mengumumkan beberapa pabrik yang baru saja dinasionalisasi, yaitu lima pabrik besi dan baja yang terdiri dari Pabrik besi dan baja Orinoco, Venezolana de Prerreducidos of Caroní (VENPRECAR), Materiales Siderúrgicos (MATESI), Complejo Siderúrgico de Guayana (COMSIGUA), Tubos de Acero de Venezuela (TAVSA) dan Pabrik Keramik Caraobo. Kelima pabrik besi dan baja serta satu pabrik keramik yang dinasionalisasi itu merupakan bagian dari langkah Chavez untuk membangun sosialisme Venezuela yang berbasiskan kekuatan massa rakyat pekerja. Chavez juga menjelaskan persetujuan perundingan secara kolektif dari CVG Ferrominera dan berencana untuk membuat komplek pabrik industri besi baja dimana pabrik-pabrik yang tergabung dalam komplek itu harus berada dibawah kontrol buruh. “Mari kita mulai proses nasionalisasi untuk membangun komplek industrial ini”, kata Chavez.

Pertemuan itu dihadiri sekitar 400 buruh, 200 orang diantaranya berasal dari buruh sektor industri alumunium dan 200 orang lainnya berasal dari sektor industri besi dan baja. Chavez, sebagai presiden Venezuela, dalam pertemuan itu ia didampingi oleh beberapa menterinya yaitu Jorge Giordani, Rodolfo Sanz, Rafael Ramírez, dan Alí Rodríguez Araque serta Gubernur Guayana, Francisco Rangel Gómez.

Untuk seluruh massa rakyat di Venezuela, khususnya mereka yang hadir dalam pertemuan itu, Chavez menegaskan bahwa perlunya menggiatkan pendidikan politik bagi buruh, ia mengatakan saat ini “setiap pabrik harus menjadi sekolah, seperti yang dikatakan Che, bahwa untuk membangun tidak hanya membutuhkan briket, besi, baja dan alumunium, namun juga, diatas semuanya, pemuda dan pemudi baru, sebuah masyarakat baru, sebuah masyarakat sosialis”. Chavez juga menegaskan kembali idenya untuk membuat sekolah-sekolah politik, seperti sekolah poltik yang ada di CVG Alcasa, dimana pengelolaannya berada di bawah kontrol pekerja dan diketuai oleh Carloz Lanz. “Saya pikir akan sangat bermanfaat jika segera dibuka Sekolah bagi buruh di Guayana, sebuah Sekolah pendidikan politik bagi buruh; dengan itu maka kita dapat memulai untuk menganalisa berbagai macam persoalan, baik mengenai sosialisme dan dunia, politik, budaya, masyarakat dan ekonomi”. Dengan sekolah-sekolah politik itu diharapkan kesadaran buruh akan meningkat. Sehingga buruh tidak hanya sekedar tahu tentang sosialisme, tapi juga paham, dan mengerti bagaimana mewujudkannya. Karena proyek besar pembangunan transisional menuju sosialisme yang terjadi di Venezuela membutuhkan partisipasi dengan penuh kesadaran massa rakyat pekerja.

Bagi Chavez, Guayana merupakan salah satu kota penting dalam membangun sosialisme di Venezuela , di kota ini program-program sosialisme sedang dijalankan. Dan diharapkan Guayana dapat menjadi kota percontohan bagi kota-kota lainnya di Venezuela bahkan di seluruh dunia. Dengan penuh optimis Chavez mengatakan “Saya yakin bahwa Guayana dan pergerakan di Guayana…akan menjadi platform sosialisme yang besar, dalam membangun sosialisme, kelas pekerja menjadi garda terdepan, kelas pekerja sebagai pelaku utama. Dan Guayana, akan menjadi – disinilah saya melihat – sebuah sekolah Sosialis”.

Chavez juga mengatakan bahwa pembangunan dan perencanaan proses Revolusi Venezuela ini membutuhkan partisipasi sadar dari kelas pekerja. Pidato yang dia berikan merupakan satu langkah maju, tetapi ini harus dipenuhi dan dijalankan melalui aksi-aksi konkrit oleh pekerja sendiri. Kita telah melihat berkali-kali bagaimana rencana-rencana yang telah dipaparkan oleh Chavez terkubur dan diabaikan oleh birokrasi-birokrasi pemerintah yang notabene masih merupakan warisan dari pemerintahan korup yang lama sebelum Chavez. Untuk berangkat dari pidato ke aksi, kelas pekerja Guayana dan segenap kelas pekerja Venezuela harus mengambil tanggung jawab ini.

Kelas pekerja harus mengambil sebuah langkah tegas dan aksi yang konkrit. Komite-komite pabrik harus dipilih secara demokratis dan dapat dipanggil kembali (recall) setiap saat supaya kontrol buruh yang sejati dapat terbentuk. Manajemen dan pembukuan perusahaan harus dikontrol oleh pekerja sendiri supaya surplus-surplus produksi tidak lari ke kantong para birokrat. Kelas pekerja Venezuela harus memiliki manejemen kolektif di dalam setiap divisi dan departemen industri, yang mengontrol semua aspek produksi, termasuk pemasaran dan penjualan, guna membentuk kontrol buruh yang efektif.

Menjelang akhir acara pertemuan itu Chavez menegaskan kembali bahwa revolusi Bolivarian yang sedang dijalankan di Venezuela ini memainkan peran yang sangat besar bagi perkembangan massa rakyat pekerja di seluruh dunia. Seluruh kelas pekerja dunia saat ini melihat dan berharap bahwa proses revolusi sosialisme yang berlangsung di Venezuela dapat mewujudkan terbentuknya Negara buruh sejati. Dengan penuh suka cita di akhir kalimat penutupnya Chavez berucap “Hidup kelas pekerja! Hidup kebebasan di Guayana! Hidup buruh! Hidup Negara sosialis! Patria, Socialismo o Muerte! Venceremos!”

Jakarta 29 Mei 2009

Gaji Guru Naik 30% di Venezuela

Oleh Jesus SA

Pemerintah Venezuela terus bergerak maju memberi pelayanan terhadap rakyatnya. Seperti, peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan kesejahteraan guru. Berita yang dihimpun www.Venezuelanalysis.com tanggal 14 Mei 2009 menyatakan, pemerintah Venezuela menetetapkan 30% kenaikan gaji dan menambah tingkat pendapatan bagi sekitar setengah juta guru yang masih aktif maupun yang sudah  pensiun.

Menurut Menteri Pendidikan Hector Navarro, guru-guru sekolah umum Venezuela sekarang memperoleh lebih dari 700% dari apa yang mereka telah  peroleh sepuluh tahun yang lalu, ketika Presiden Hugo Chávez pertama kali terpilih.

Dalam pernyataan Navarro yang disiarkan oleh TV pemerintah Venezuela, Venezolana de Television, juga mengatakan, guru yang saat ini dalam kondisi semakin baik, tidak hanya dari masalah gaji tetapi juga dalam hal organisasi.

Tidak hanya itu, pemerintah Venezuela juga memberikan jaminan transportasi, kesehatan bagi guru-guru yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, dan juga memberikan cuti hamil.

Kebijakan radikal di atas merupakan bukti keberhasilan kepemimpinan revolusioner Chavez yang berorientasi pada kemakmuran rakyat. Kebijakan-kebijakan pro rakyat yang tengah mengumandang di Venezuela tidak terjadi, atau sulit terjadi di banyak negara yang masih menyerahkan semua proses kehidupan rakyatnya kepada mekanisme pasar, tanpa intervensi kuat dari negara.

Melihat kemajuan di Venezuela, Indonesia terlihat masih jauh dari capaian itu. Di Indonesia,  guru merupakan  bagian dari jajaran  pegawai yang bergaji kecil, sangat tidak memadai untuk hidup. Departemen Pendidikan Nasional mencatat jumlah total guru berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) mencapai 2,7 juta orang (dari SD – SMU). Mereka bergaji antara Rp 1.040 juta per bulan termasuk  tunjangan untuk golongan terendah, I A, dan Rp 3,4 juta per bulan untuk golongan tertinggi, IV E dengan masa kerja 32 tahun. Dengan jumlah tersebut,  seorang  kepala keluarga misalnya dengan tanggungan 2 anak, akan mustahil bisa memenuhi biaya kebutuhan dasar secara layak (rumah sederhana layak huni, makan, pakaian dan pendidikan sampai perguruan tinggi, dan dana asuransi kesehatan yang memadai).

Memang, misalnya pada jaman pemerintahan Gus Dur, guru mendapat kenaikan gaji yang signifikan. Namun kebijakan tersebut masih belum bisa mendongkrak  kesejahteraan guru. Meskipun peristiwa itu pernah menjadi fenomena terbesar dalam sejarah kesejahteraan guru. Nyatanya, tingkat kesejahteraan guru  masih tetap memprihatinkan. Kenaikan gaji di atas laju inflasi tahun 2008, yang mencapai 11,2 %, yang diharapkan bisa menyesuaikan dengan inflasi, ternyata tidak begitu memberi makna apa-apa bagi kesejahteraan guru.

Mengingat jumlah guru PNS cukup besar dalam komposisi PNS, seharusnya bisa mendorong komitmen pemerintah Indonesia untuk segera memperbaiki tingkat kesejahteraan guru. Namun kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor pendidikan sama sekali belum menjawab persoalan yang secara faktual tetap muncul sepanjang sejarah pendidikan Indonesia—besaran  gaji guru tetap tak memadai jika dilihat dari  kenaikan harga kebutuhan pokok dan inflasi serta besarnya tanggung jawab pendidikan (menjaga mutu dan prefesionalisme).

Kebijakan Chaves dalam sektor pendidikan memberikan makna bahwa pemerintah Venezuela dengan program-program sosialisnya bersungguh-sungguh mensejahterakan rakyatnya salah satunya melalui kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan. Pada saat krisis finansial,  konsentrasi negara justru  lebih pada pembangunan kapasitas bangsa, bukan pada pembukaan industri berbasis investasi besar yang akan menguntungkan para investor atau pemodal pada skala besar, seperti yang terjadi di Indonesia.

_____________________________________________

Jesus SA adalah  aktivis Hands off Venezuela Indonesia

Buruh Plywood Jombang Bersatu Berlawan Membentuk Serikat Buruh

Oleh Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (wilayah Jombang)

Situasi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin lama tidak menentu ini sangat berpengaruh pada kondisi perburuhan yang semakin lama semakin tidak berpihak pada buruh. Reformasi telah berjalan lebih dari 10 tahun, rejim telah berganti 4 kali, tetapi kebijakan di sektor perburuhan justru semakin parah. Ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah dalam perburuhan dalam satu dekade terakhir, misalkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004. Kondisi buruh lebih mengenaskan dengan kemunculan legalisasi sistem kerja kontrak dan outsorcing di dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.

Situasi ini lebih parah dengan munculnya paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) mengenai kebijakan Labour Market Flexibillity (Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja). Beberapa kebijakan ini akhirnya dijadikan landasan bagi para pengusaha kapitalis untuk menindas buruh.

Menghadapi krisis ekonomi global yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia, pemerintah justru menelurkan satu paket kebijakan yang semakin membenamkan buruh jauh ke dasar jurang kemiskinan. Di antaranya, Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang dikeluarkan pada tahun 2008, di mana dalam satu pasalnya menyatakan bahwa kenaikan upah buruh tidak boleh melebihi pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Dibungkus dengan retorika bahwa ini adalah kebijakan yang akan menyelamatkan ekonomi Indonesia, arti sesungguhnya dari kebijakan ini adalah memaksa buruh untuk membayar kegagalan sistem kapitalisme. Krisis ekonomi ini juga dijadikan alasan bagi pengusaha untuk mempekerjakan buruh dengan status kerja kontrak dan membayar upah tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh gubernur.

Satu contoh kongkrit adalah sebagaimana yang dihadapi oleh kawan-kawan buruh PT. Sejahtera Usaha Bersama (SUB) atau biasa disebut PT. Plywood Jombang. Perusahaan ini bergerak di sektor kayu olahan dengan pangsa pasar di Timur Tengah dan mempunyai banyak pabrik di beberapa daerah di Jawa Timur, di antaranya Madiun dan Banyuwangi. PT. SUB yang ada di Jombang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan status kontrak dan harian lepas. Sampai hari ini buruh SUB Jombang belum juga mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan haknya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, di antaranya menyangkut status kerja. Ada sekitar 200 buruh yang sudah bekerja sekitar 3 tahun lebih tetapi status kerjanya masih kontrak.

Tidak puas dengan penghisapannya terhadap buruh, PT.SUB meminta uang dari buruh yang mau bekerja di perusahaannya berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 6 juta. Buruh yang mencoba mempertanyakan status kerjanya diancaman dipecat atau PHK. Padahal sudah terlihat jelas proses pelanggaran normatif yang telah dilakukan oleh pengusaha terhadap buruh tetapi sampai hari ini belum juga ada upaya kongkrit dari Dinas Tenaga Kerja Jombang untuk mengambil tindakan. Inilah yang menjadikan dasar mengapa para buruh hari ini mulai tidak percaya terhadap pemerintah.

Sebagian buruh PT. SUB tidak menyerah begitu saja. Sekitar 1 bulan yang lalu tepatnya 12 April 2009, sekitar 10 orang buruh menghadiri acara pemutaran film dokumenter “No Volveran” yang disponsori oleh kampanye Hands Off Venezuela dan juga SPBI (Serikat Buruh Perjuangan Indonesia). Film “No Volveran” ini menceritakan mengenai proses Revolusi Venezuela dan terutama mengenai perjuangan buruh Venezuela yang menduduki pabriknya setelah pemilik pabrik tidak membayar upah layak kepada mereka. Film ini memberikan semangat kepada kawan-kawan buruh.

Para buruh PT.SUB Jombang mulai tergerak untuk mendirikan serikat dan menggabungkan diri dalam SPBI. Proses bergabungnya kawan-kawan buruh bertujuan untuk mencoba memulai proses perjuangan dalam menuntut hak-haknya yang selama ini belum mereka dapatkan.

Beberapa hal yang hari ini sedang disiapkan oleh kawan-kawan SPBI di antaranya rencana dalam waktu dekat untuk melakukan perjuangan menuntut pihak disnaker melakukan proses verifikasi status kerja yang telah diterapkan oleh perusahaan. Kita akan menuntut status kerja dari sistem kontrak menjadi tetap, dan juga melakukan antisipasi terkait isu yang beredar di kalangan perusahaan yang akan melakukan “efisiensi” (baca PHK) sekitar 200 orang. Meskipun situasi ini sulit bagi kita, tetapi dengan kesabaran dan komitmen kita dalam perjuangan, kita tidak akan menyerah begitu saja; karena kita tidak bisa berharap pada siapapun kecuali dengan semangat solidaritas yang kita punya.

Elit plitik hari ini sama sekali tak menunjukkan keberpihakannya kepada buruh. Ini bisa kita lihat dari kampanye calon presiden dan juga partai-partai politik. Dalam setiap kampanye mereka tidak pernah menyentuh isu-isu perburuhan. Pemilu 2009 bukanlah pemilu rakyat dan juga semakin memperlihatkan bahwa partai-partai yang ada hanyalah sibuk dengan proses pembagian kekuasaan. Tidak ada partai yang mewakili rakyat pekerja. Buruh dan rakyat tertindas lainnya harus membangun organisasi politiknya sendiri yang memiliki program keberpihakan kepada buruh dan rakyat luas.

Untuk itu tidak ada kata lain bahwa hari ini buruh harus mulai sadar dengan kekuatannya dan mulai mengorganisir dirinya karena tanpa organisasi buruh hanyalah bahan mentah untuk dieksploitasi.

Tunduk Ditindas atau Bangkit Melawan

Karena Mundur adalah Bentuk Pengkhianatan.

Kaum Buruh Sedunia Bersatu!

Peringatan Kudeta April 2002 di Venezuela dan Kemunafikan Demokrasi Barat

Oleh Ted Sprague*
23 April 2009

Pada 13 April 2002 lalu, sebuah peristiwa bersejarah terjadi di Venezuela. Sebuah era yang baru telah tiba, yang didobrak oleh jutaan rakyat Venezuela dengan gemuruh derap langkah mereka seraya menyerukan: “Kembalikan pemimpin kami!”. Jutaan rakyat Venezuela berbondong-bondong mengepung istana presiden dan menuntut dikembalikannya presiden mereka, Hugo Chavez, yang dua hari sebelumnya diculik oleh para petinggi militer dan pemerintahan terpilihnya dibubarkan oleh kaum borjuasi reaksioner.

Berlagak seperti seorang demokrat sejati, Pedro Carmonas, pemimpin Asosiasi Pemilik Perusahaan mengangkat dirinya sendiri sebagai presiden baru beserta kroni-kroninya dengan secarik kertas dan sebuah pena membubarkan parlemen Venezuela yang terpilih secara demokratis. Media internasional pun dengan segera (seperti sudah terencana sebelumnya) melaporkan kudeta ini sebagai sebuah gerakan popular demokratis.

Sejarah Amerika Latin memang dipenuhi dengan kudeta-kudeta semacam ini yang biasanya diikuti dengan kediktatoran yang kejam di mana puluhan ribu aktivis dibantai. Kudeta terhadap Salvador Allende di Chile adalah salah satu contoh yang paling jelas. Akan tetapi, kali ini rakyat Venezuela tidak akan membiarkan sejarah gelap itu terulang kembali. Tidak kali ini, ketika mereka untuk pertama kalinya telah mencicipi kebebasan dan meraih harga diri yang dulu dirampas dari mereka. Dengan spontan rakyat miskin Venezuela segera memobilisasi diri mereka sendiri. Polisi-polisi dan tentara-tentara yang sebelumnya ditempatkan di sudut-sudut kota guna merepresi rakyat segera mencair dan menguap di hadapan jutaan massa yang turun ke jalan.

Tentara Venezuela pun pecah menjadi dua kubu: di satu pihak, kelompok minoritas yang terdiri dari perwira-perwira tinggi yang mendukung kelas penguasa di Venezuela; di pihak yang lain, mayoritas tentara-tentara bawahan yang berasal dari rakyat miskin yang naluri instingnya harus membela rakyat. Bertahun-tahun disiplin ketentaraan, di mana para tentara digembleng untuk selalu menuruti perintah komandannya, hancur menjadi debu dihantam godam rakyat yang bergerak. Para tentara Venezuela pun kemudian membangkang, menangkapi para perwira tinggi yang melakukan kudeta terhadap Chavez, dan mengembalikan Chavez kepada rakyat Venezuela. Peristiwa yang dramatis itu mengingatkan kita pada puisi Bertolt Brecht, seorang penyair revolusioner dari Jerman Timur:

“General, Your Tank Is a Powerful Vehicle”

It smashes down forests and crushes a hundred men.
But it has one defect:
It needs a driver.

General, your bomber is powerful
It flies faster than a storm and carries more than an elephant.
But it has one defect:
It needs a mechanic.

General, man is very useful.
He can fly and he can kill.
But he has one defect:

He can think.

Dalam bahasa Indonesia:

“Jendral, Tank Anda adalah Sebuah Kendaraan Yang Perkasa”

Ia meratakan hutan dan melindas ratusan rakyat.
Tetapi ia punya satu kelemahan:
Ia membutuhkan seorang sopir

Jendral, pesawat pembom Anda sangatlah hebat.
Ia terbang lebih cepat dari badai dan dapat mengangkut beban lebih berat dari seekor gajah.
Tetapi ia punya satu kelemahan:
Ia membutuhkan seorang mekanik.

Jendral, seorang tentara sangatlah berguna.
Dia dapat terbang dan dia dapat membunuh.
Tetapi dia punya satu kelemahan:
Dia dapat berpikir.

Usaha kudeta dari kelas borjuasi Venezuela ini, yang didukung oleh imperialis Amerika Serikat dan Eropa adalah respon terhadap reformasi-reformasi yang dilakukan oleh Chavez. Saat itu, Chavez hanyalah berusaha melakukan perubahaan-perubahaan kecil: distribusi laba perusahaan minyak negara (PDVSA) yang lebih adil, menggantikan pejabat-pejabat PDVSA yang korup, penggunaan tanah yang lebih adil untuk kaum tani miskin, dan lain-lain. Chavez hanya ingin membuat kapitalisme yang lebih manusiawi. Saat itu, Chavez adalah pengagum “Third Way”nya Tony Blair, Perdana Menteri Inggris saat itu dan pemimpin Partai Buruh di Inggris. “Third Way” adalah sebuah konsep jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme. Chavez belumlah menyebut dirinya sebagai seorang sosialis. Hanya pada tahun 2005 lah dia mengakui bahwa satu-satunya jalan keluar dari kesengsaraan kapitalisme adalah sosialisme.

Tetapi peristiwa kudeta ini mengajarkan satu hal kepada Chavez dan rakyat miskin Venezuela: reformasi kecil pun tidak akan terwujud di bawah kapitalisme karena kaum borjuis nasional dan kaum imperialis tidak akan membiarkannya. Semenjak kudeta April 2002, gerakan di Venezuela semakin bergerak menuju sosialisme. Melalui pecutan konter-revolusi ini, rakyat Venezuela menjadi semakin teguh dan semakin yakin akan cita-cita sosialisme. Tidak ada jalan tengah: sosialisme atau barbarisme!

Di perayaan 7 tahun kudeta di Caracas, pada 13 April 2009, berdiri di bawah spanduk besar yang bertuliskan “Ingat April”, Presiden Hugo Chavez mengatakan, “Saat itu saya adalah rajanya orang bodoh”. Dia merujuk pada keyakinannya dulu bahwa dia dapat mengubah kapitalisme menjadi kapitalisme yang lebih adil dan bekerja sama dengan kaum borjuis oligarki di Venezuela.

Di saat yang sama, media-media Venezuela yang masih dikuasai oleh kapitalis menyebarkan propaganda bahwa tidak ada kudeta pada bulan April 2002. Menurut mereka yang ada adalah gerakan demokratis untuk menerapkan kembali demokrasi sejati. Ya, demokrasi sejati untuk kaum borjuis. Sungguh sudah tidak ada urat malunya, para kapitalis di Venezuela dengan muka yang serius bisa mengatakan bahwa tidak ada usaha kudeta sama sekali. Tetapi kadang-kadang sebuah kebohongan yang diucapkan beratus-ratus kali bisa menjadi sebuah kebenaran bagi sang pembohong itu sendiri. Inilah kebangkrutan dari para kapitalis.

Mereka yang berpendapat bahwa revolusi Venezuela harus berjalan lambat supaya tidak memprovokasi kaum kapitalis adalah orang bodoh yang sebenarnya. Bukankah peristiwa kudeta April 2002 justru menunjukkan sebaliknya? Pemerintahan Chavez hanya ingin perubahan-perubahan kecil dan ini langsung dihantam dengan sebuah kudeta. Justru setelah gerakan Venezuela mengambil langkah yang lebih tegas menuju sosialisme, kelas borjuis ketakutan dan semakin melemah.

Revolusi adalah sebuah pertempuran, layaknya sebuah pertempuran militer. Bila kita menunjukkan kelemahan kita, musuh kita akan semakin percaya diri dan menyerang kita. Tetapi bila kita menunjukkan kegigihan dan bergerak maju, maka kita akan menghancurkan rasa percaya diri musuh kita dan membuatnya tak berkutik.

Apakah sosialisme sudah terwujud di Venezuela? Sayangnya belum. Ini merupakan satu kelemahan dari revolusi Venezuela yang harus dihadapi. 10 tahun sudah berlalu semenjak terpilihnya Hugo Chavez sebagai presiden, 4 tahun semenjak deklarasi Hugo Chavez bahwa revolusi Venezeula adalah revolusi yang bercita-citakan sosialisme, tetapi sistem ekonomi Venezuela masih didominasi oleh kapitalis. Negara Venezuela masihlah berbentuk negara borjuis yang dipenuhi oleh elemen-elemen birokrasi korup dari pemerintahan yang lama, yang secara sengaja menyabotase usaha-usaha Chavez dari dalam.

Pergulatan sengit masih terjadi di dalam gerakan Venezuela. Revolusi di Venezuela belum selesai. Masih ada 3 masalah utama yang harus diselesaikan: 1. Masalah ekonomi di mana industri-industri besar masih dimiliki oleh kelas borjuis; 2. Masalah negara di mana struktur negara Venezuela masihlah warisan lama yang notabene adalah negara borjuis; 3. Masalah kepemimpinan di mana belum ada partai massa revolusioner yang bisa menyatukan kehendak jutaan rakyat pekerja, petani, rakyat miskin, dan rakyat tertindas lainnya ke satu ekspresi politik yang terorganisir (PSUV, Partai Persatuan Sosialis Venezuela, baru saja dibentuk pada tahun 2008 dan merupakan usaha untuk menyelesaikan masalah kepemimpinan ini).

Industri-industri utama dan sistem perbankan Venezuela harus dinasionalisi dan dijalankan di bawah kontrol buruh. Struktur negara borjuis harus dihancurkan dan digantikan dengan sistem kekuasaan yang berdasarkan dewan-dewan komunal dan komite-komite pabrik. Sebuah partai massa revolusioner harus segera dibentuk untuk bisa mengorganisasi dan memimpin revolusi Venezuela ini menuju kemenangan mutlak sosialisme.

Hanya ada dua pilihan untuk revolusi Venezuela: meraih kemenangan mutlak dengan mewujudkan sosialisme atau dikalahkan oleh konter-revolusi dan jatuh ke barbarisme. Krisis ekonomi dunia sekarang ini semakin menajamkan kedua pilihan tersebut bagi Venezuela. Elemen-elemen yang paling maju di dalam gerakan Venezuela semakin sadar akan gentingnya situasi yang mereka hadapi. Gerakan-gerakan okupasi pabrik di bawah kontrol buruh yang dipimpin oleh FRETECO (lihat www.controlobrero.org) semakin menyebar dan menjadi inspirasi bagi pabrik-pabrik lainnya di Venezuela yang dijalankan oleh bos-bos kapitalis. Bahkan gerakan okupasi pabrik di Venezuela telah menjadi inspirasi bagi rakyat pekerja Indonesia dan negara-negara lainnya.

Pada saat yang sama, gerakan-gerakan buruh di negara lain juga akan memberikan dorongan moral pada rakyat Venezuela. Setiap kemenangan yang diraih oleh rakyat pekerja di belahan dunia yang lain dalam melawan kapitalisme akan semakin meneguhkan harapan rakyat Venezuela akan cita-cita sosialisme sedunia, dan juga sebaliknya. Cara terbaik untuk membela revolusi Venezuela adalah dengan membangun revolusi di negara kita masing-masing.

*Ted Sprague adalah aktivis Hands Off Venezuela

Penuhi Tuntutan Buruh MMC! Singkirkan Kekuatan Kontra Revolusi

Oleh : Perhimpunan Rakyat Pekerja

Pada tanggal 29 Januari (Waktu Venezuela) dua buruh dibunuh oleh Polisi di Provinsi Anzoategui, Venezuela. Dua buruh yang dibunuh tersebut adalah Pedro Suarez dari pabrik Mitshubishi dan Jose Marcano dari pabrik otomotif Macusa. Mereka dibunuh ketika polisi Anzoategui mencoba menggusur ratusan buruh yang telah menduduki pabrik Mitsubitshi (MMC).

Para buruh MMC telah menduduki pabrik tersebut sejak tanggal 22 Januari karena PHK terhadap 135 pekerja kontrak. Pada pertemuan buruh Mitsubitshi dimana 893 buruh hadir, 863 buruh memilih setuju untuk menduduki pabrik. Mereka juga meminta agar 135 buruh yang di PHK dipekerjakan kembali sebagai buruh tetap. Dan menyatakan bahwa nasionalisasi adalah satu-satunya solusi untuk konflik di pabrik Vivex, Franelas Gotcha, Industria Nacional de Articulos de Ferreteria (INAF) dan Acerven. Keputusan untuk menggusur para buruh itu sendiri dikeluarkan oleh tiga orang hakim yaitu: Henry Gabián Dietrich, Lourdes Villarroel dan Diana Vásquez. Para hakim tersebut mengabaikan fakta bahwa MMC telah melanggar hukum karena melakukan PHK massal.

Yang sangat menyedihkan adalah kejadian ini terjadi dalam masa Revolusi Bolivarian dan bukanlah yang pertama kali. Buruh Fundimeca (pabrik AC) di Valencia, buruh Alpina di Villa de Cura, buruh Sidor (pabrik besi) di Puerto Ordaz atau buruh bahan bakar didepan kantor Venezuelan Fuel Corporation Dairy Story di Anzoategui telah merasakan bagaimana kekerasan yang dilakukan oleh polisi dan dipicu oleh hakim-hakim korup.

Namun begitu, kami menyambut baik perkembangan terhadap kejadian tersebut. Termasuk diantaranya adalah penangkapan terhadap enam orang polisi yang diduga terlibat serta didirikannya berbagai Komisi untuk menangani kasus tersebut. Dan juga keputusan Gubernur Anzoategui untuk memberhentikan sementara dua hakim yang terlibat dalam kejadian tersebut. Dan hakim tersebut juga akan dipanggil oleh Mahkamah Agung. Sementara itu Dewan Nasional Venezuela juga akan menyelidiki kematian para buruh. Presiden Komisi Energi dan Pertambangan serta Presiden Subkomisi HAM telah bertemu dan mendiskusikan kebutuhan membentuk Komisi Tingkat Tinggi mengenai isu tersebut yang dikepalai oleh Wakil Presiden Venezuela, Menteri Pekerjaan, Gubernur Anzoategui dan bos pabrik Mitsubishi. Presiden Chavez sendiri sudah mengatakan bahwa pemerintahan nasional menyesali apa yang terjadi… untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi semacam itu dia telah meminta gubernur dan walikota untuk menjalankan proses pembersihan dalam kepolisian.

Bagi kami rakyat Indonesia, kami mempunyai pengalaman langsung dari kepercayaan terhadap satu Negara dapat hidup berdampingan kekuatan pro kelas pekerja dan anti kelas pekerja. Hasil dari kepercayaan tersebut adalah dihancurkannya kekuatan rakyat itu sendiri pada tahun 1965. Sekitar 3 juta orang dibantai, ratusan ribu dipenjarakan tanpa pengadilan, ribuan hidup terasing diluar Indonesia hingga sekarang. PRP dan gerakan buruh progresif lainnya di Indonesia mengikuti berita tentang bentrokan yang mengakibatkan korban jiwa buruh Mitshubishi di Venezuela. Pengalaman perjuangan kontrol buruh atas pabrik dan produksi saat ini menjadi bahan pembelajaran di antara kekuatan kelas pekerja di Indonesia, dan menjadi wacana alternatif mengatasi krisis kapitalisme global. Kami Perhimpunan Rakyat Pekerja menyerukan:

  1. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian harus memenuhi tuntutan buruh MMC.
  2. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian harus mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Tidak hanya para pelaku dilapangan namun juga oknum-oknum yang memberikan perintah tersebut
  3. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian Venezuela harus segera menyingkirkan kelompok-kelompok kontra revolusi yang ada didalam apparatus Negara Venezuela

Kemenangan akan dicapai oleh Rakyat Venezuela dalam bentuk persatuan dan keteguhan untuk bergerak dalam jalan Revolusi Sosialis Bolivarian. Dan kedepannya menuju persatuan rakyat pekerja seluruh dunia untuk menghancurkan kapitalisme yang sedang sekarat.

Jakarta, 13 Februari 2009

Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja

Ketua Nasional
(Anwar Ma’ruf)

Sekretaris Jenderal
(Rendro Prayogo)

KTT Amerika Latin Hadapi Krisis Kelaparan

Oleh Berta Joubert-Ceci
Mei 15, 2008 10:36 PM

hungerDengan tema “Kedaulatan dan Keamanan Pangan: Pangan untuk Kehidupan,” delegasi dari 15 negeri bertemu di Managua, Nikaragua, pada 7 Mei untuk mendiskusikan rencana dan strategi menghadapi krisis kelaparan serius yang melanda rakyat Amerika Latin dan Karibia.

KTT presiden ini adalah hasil dari pertemuan darurat 23 April antara empat dari lima negeri ALBA (Alternatif Bolivarian bagi Rakyat Amerika Kita) yang dilangsungkan di Caracas, Venezuela. Saat itu, Presiden Bolivia Evo Morales, Presiden Nikaragua Daniel Ortega, dan Wapres Kuba Carlos Lage bertemu dengan Presiden Hugo Chavez untuk menandatangani persetujuan khusus yang akan mengembangkan sektor-sektor pertanian dan industri untuk meningkatkan produksi biji-bijian seperti nasi dan jagung, kacang-kacangan yang mengandung minyak, daging dan susu. Menurut Prensa Latina, “Persetujuan yang dicapai oleh negeri anggota ALBA juga mendorong pembentukan jaringan komersialisasi pangan dan menyertakan komitmen bersama untuk menggalang dana sebesar $100 juta sebagai modal awal yang membuka jalan bagi implementasi program dan perencanaan bagi inisiatif tersebut.”

Namun, karena pada dasarnya ALBA adalah suatu integrasi dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Amerika Latin dan Karibia, dibutuhkan sebuah KTT yang lebih besar untuk mengatasi krisis pangan saat ini.

KTT di Managua pada 7 Mei ini dihadiri oleh delegasi dari Bolivia, Ekuador, Kostarika, Honduras, Haiti, St Vincent dan Grenadines, Kuba, Venezuela, El Salvador, Guatemala, Belize, Panama, Republik Dominika, Meksiko dan Nikaragua. Terdapat juga perwakian dari Organisasi Pangan dan Agrikultur (FAO) PBB, Bank Dunia, Bank Pembangunan Inter-Amerika, Program Pangan Dunia PBB, UNICEF, PARLACEN (Parlemen Amerikat Tengah) dan PARLATINO (Parlemen Amerika Latin).

Pidato pembukaan dari masing-masing negeri mengedepankan berbagai keprihatinan dan proposal mengenai krisis itu, tapi juga secara terang-terangan menunjuk pada kebijakan negeri imperialis sebagai biang kerok bencana tersebut. Jaringan televisi TeleSUR meliput rapat tersebut.

Ralph Gonsalves, perdana menteri St Vincent dan Grenadines, dengan piawai menyatakan butuhnya menyertakan perikanan dalam diskusi-diskusi agrikultur dan pangan, dengan menunjukkan bahwa negeri kepulauan kecil seperti negerinya tak memiliki ruang untuk memelihara ternak dan lebih bergantung pada ternak kecil dan hasil laut, tapi pemanasan global mempengaruhi penangkapan ikan, karena ikan-ikan cenderung berpindah lebih dalam ke laut. Ia menyimpulkan, “Saya tak melihat Amerika membantu kami, atau Eropa, dan faktanya, sering kali ketika membawa program diversikasi, produksi agrikultur, dsb, mereka meneruskan penipuan terhadap rakyat, mereka mengangkat harapan rakyat dan hanya memberikan sedikit hal.

Wapres Lage dari Kuba merangkum basis ril dari krisis yang terjadi saat ini: “Inti dari krisis ini bukan pada fenomena akhir-akhir ini, tapi pada distribusi kekayaan yang tak sama dan tak adil di tingkat global, dan juga pada model ekonomi neoliberal yang tak dapat dipertahankan, yang diterapkan secara tak bertanggungjawab dan fanatik selama 20 tahun belakangan ini.”

Presiden Ortega yang memimpin pertemuan itu menyampaikan krisis kelaparan melalui fakta-fakta: “Data dari organisasi internasional memberitahukan kita bahwa dalam tiap 5 detik seorang anak di bawah 10 tahun meninggal karena kekurangan gizi, karena kelaparan. Dalam tiap menit yang kita gunakan untuk berbicara di sini, bertukar ide tentang permasalahan ini, 12 anak meninggal. Dan dalam tiap jam, 720 anak di bawah 10 tahun meninggal karena kelaparan!”

Deklarasi akhir yang ditandatangani oleh 12 negeri menolak subsidi di negeri-negeri maju dan perdagangan tak adil yang berdampak bagi negeri-negeri kurang berkembang. Mereka juga menolak penggunaan pangan untuk bahan bakar organik (biofuel). Diusulkan pula suatu Rencana Aksi yang detil untuk membantu penguatan ekonomi dan produksi pangan yang berkelanjutan di negeri-negeri tersebut. Disetujui juga sebuah proposal dari Meksiko, yang menyumbangkan diri untuk menggelar pertemuan tingkat tinggi tentang teknologi pada akhir Mei.

Pertemuan lain tentang isu tersebut berlangsung di Amerika Latin. Agen Berita Kuba (ACN) melaporkan bahwa lebih dari 100 perwakilan dari 30 negeri-negeri Amerika Latin dan Karibia berpartisipasi dalam suatu konferensi tentang malnutrisi anak-anak di Santiago de Chile pada tanggal 6 Mei. Pada 16-17 Mei, KTT Uni Eropa-Amerika Latin dan Karibia (EU-LAC) akan digelar di Lima, Peru. Tema utamanya adalah “Kemiskinan, ketaksetaraan dan inklusi” dan “Pembangunan Berkelanjutan: lingkungan hidup, perubahan iklim dan energi.” Pada KTT presiden tanggal 7 Mei, diputuskan bahwa krisis pangan akan diangkat dalam (EU-LAC) dan semua pertemuan internasional lainnya ke depan.

Kaum Imperialis mengadakan rapat tertutup

Sembilan hari sebelum KTT Managua, pada 28 April, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia Josette Sheeran dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick mengadakan rapat tertutup di Berne, Swiss, dengan Sekretaris-Jendral PBB Ban Ki-moon dan eksekutif dari 27 agen PBB untuk mendiskusikan kenaikan harga pangan dan pergolakan di 37 negeri akibat kelaparan ekstrim.

Menurut ACN, Ban meminta dana bantuan sebesar $2.5 milyar untuk membantu memerangi krisis pangan dunia saat konferensi pers di Berne pada 22 April

Apakah solusi Zoellick terhadap krisis pangan? Menunjukkan kepentingan kelasnya yang sesungguhnya, ia menyerukan agar ekspor hasil produk minyak tidak dibatasi.

Bagaimana kaum imperialis dapat menyelesaikan krisis yang mereka ciptakan? Sebagaimana dinyatakan oleh Via Campesina, organisasi tani masyarakat asli dan petani kecil di seluruh dunia, dalam suatu dokumen berjudul “Jawaban terhadap Krisis Pangan Global” (www.viacampesina. org), kebijakan neoliberal telah menghancurkan kapasitas negeri-negeri untuk mencukupi kebutuhan pangannya sendiri.

Meskipun menyinggung tentang bahan bakar organik dan pemanasan global yang mempengaruhi panen dan menyebabkan krisis pangan, mereka memandang absennya kedaulatan pangan sebagai penyebab utamanya: “Krisis ini juga merupakan hasil dari bertahun-tahun kebijakan destruktif yang telah memberantas produksi pangan domestik. … Petani terpaksa memproduksi hasil perkebunan (cash crops) bagi korporasi transnasional (TNCs) dan membeli makanan mereka dari pasar dunia.”

Artikel itu menunjukkan contoh Meksiko, yang, setelah NAFTA, beralih dari negeri pengekspor jagung jadi menggantungkan 30 persen jagungnya dari impor AS. Walau demikian, karena kini jagung dari AS semakin banyak digunakan untuk bahan bakar, maka keberadaannya semakin berkurang di Meksiko. Disinggung juga kasus Indonesia, yang pada 1992 jumlah produksi kedelainya cukup untuk memenuhi konsumsi pangan pokok domestik untuk tahu dan tempe. Setelah membuka pintunya terhadap kebijakan neoliberal, kedelai murah dari AS membanjiri pasar dan menjatuhkan produksi domestik. Enam puluh persen kini diimport dari AS dan harganya meningkat dua kali lipat.

Maka, tanpa kemampuan memproduksi pangan sendiri akibat resep neoliberal, dikombinasikan dengan perubahan iklim secara drastis, negeri-negeri miskin menjadi korban spekulasi pasar pangan dan pengalihan produksi pangan menjadi bahan bakar organik. Sementara konsumsi pangan mungkin sebesar 10 hingga 20 persen dari penghasilan perorangan di kebanyakan negeri maju, di Dunia Ketiga angka tersebut mencapai 60 hingga 80 persen. Dan produk yang paling terkena dampak krisis saat ini adalah makanan pokok rakyat miskin, seperti nasi dan jagung.

Tidaklah mengherankan bila massa telah bangkit melawan di Meksiko, Indonesia, Yaman, Filipina, Kamboja, Maroko, Senegal, Uzbekistan, Guinea, Mauritania, Mesir, Kamerun, Bangladesh, Burkina Faso, Pantai Gading, Peru, Bolivia dan Haiti.

Haiti pantas mendapat perhatian khusus, karena negeri itu salah satu yang termiskin di Bumi di mana keserakahan genosidal korporasi transnasional terlihat secara jelas dan terang-terangan. Delapan puluh persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan dan 54 persen dalam kemiskinan ekstrim. Menurut Servicio Paz y Justicia en America Latina, “Dua puluh tahun lalu Haiti memproduksi 95 persen beras yang dikonsumsi rakyatnya; kini ia mengimpor 80 persen produk tersebut dari AS.” (www.serpajamerical atina.org)

Kelaparan ekstrim di Haiti telah memaksa rakyat untuk memberi makan anak-anak mereka dengan kue “Pica” yang terbuat dari lumpur, suatu pengobat lapar yang beracun. Dalam Cite-Soleil, kue tersebut dibuat dari lumpur kuning dari dataran tinggi di pedalaman negeri tersebut, yang dicampur dengan garam dan minyak. Dibutuhkan biaya sebesar $5 untuk membuat 100 kue, namun dengan harga demikian pun, banyak rakyat Haiti tak mampu membeli kue yang terbuat dari lumpur! Kue itu bisa mengisi perut anak-anak, tapi lumpurnya juga mengandung parasit dan bahan-bahan yang berpotensi mematikan. Kuba dan Venezuela telah bertindak untuk menolong rakyat Haiti. Venezuela, diantaranya, mengirim 600 ton pangan pada 13 April dan 50 truk pertanian. Kuba telah menyediakan perawatan kesehatan bagi lapisan masyarakat yang termiskin, yang tak memiliki akses terhadap dokter. Selama lima tahun, 400 dokter Kuba telah bekerja di Haiti; dan 600 pelajar Haiti belajar kedokteran di Kuba. Menurut Presiden Haiti Rene Preval, bagi rakyat Haiti “Setelah Tuhan, ada dokter Kuba.”

Rakyat kelaparan sementara korporasi pangan tumbuh subur

Dalam pernyataan pers pada 14 April, raksasa pangan AS Cargill melaporkan “pendapatan bersih sebesar $1.03 milyar dalam kwartal ketiga tahun 2008 yang berakhir pada 29 Feb., naik 86 persen dari $553 juta dalam periode sama setahun lalu. Pendapatan dalam sembilan bulan pertama bertotal $2.9 milyar, suatu kenaikan sebesar 69 persen dari
$1.71 milyar pada tahun lalu.” (www.cargill. com)

Pernyataan tersebut menyebutkan: “Cargill mencatat tiga kwartal yang kuat secara berturut-turut dalam setahun ketika dimensi perubahan dalam pertanian global sangat mencolok,” kata Greg Page, ketua dan pejabat kepala eksekutif Cargill. “Permintaan pangan di ekonomi berkembang dan permintaan enerji di dunia meningkatkan permintaan
barang-barang pertanian, pada saat yang sama investasi moneter mengaliri pasar-pasar komoditas. Relatif terhadap permintaan, stok biji-bijihan dunia saat ini adalah pada tingkat terendah dalam 35 tahun. Harga-harganya mencapai ketinggian baru dan pasar-pasarnya luar biasa rentan.”

Monsanto, perusahaan AS lainnya, juga melaporkan keuntungan besar. Dalam suatu berita pada 6 Mei, perusahaan tersebut menyatakan: “Sebagai perusahaan teknologi di pertanian, kami memiliki kesempatan unik karena teknologi kami menciptakan nilai jual bagi petani pelanggan kami tanpa mempedulikan tanaman apa yang mereka budidayakan, di mana mereka akhirnya menjual bijih-bijihan mereka, atau berapa harga jual bijih-bijihan itu di pasar komoditas. … Perkembangan pendapatan Monsanto yang kuat terus tercermin dalam pembayaran dividen. Monsanto telah meningkatkan dividennya enam kali – suatu peningkatan sebesar 200 persen – sejak 2001.” (www.monsanto. com)

Monsanto adalah biang kerok di balik benih rekayasa genetik (genetically engineered seeds) yang membanjiri dan menghancurkan pertanian di negeri-negeri Dunia Ketiga, membuat mereka bergantung pada benih-benih dan produk Monsanto.

_____________

Sumber Tulisan: Latin American summit confronts hunger crisis

Para Buruh dan Serikat Buruh Sutiss memenangkan pertempuran; Nasionalisasi Pekerjaan Baja Orinoco “SIDOR” – 09/04/2008

MERIDA, Venezuela (Reporter Komunitas Merida)

Para buruh di SIDOR dan serikat buruh Sutiss memenangkan perjuangan mereka untuk menasionalisasi perusahaan baja “Ternium-Sidor” setelah pemogokan, penyerangan, dan represi selama berbulan-bulan oleh Garda Nasional (tentara – pen.). Pagi ini, pukul 1:22 AM, Wakil Presiden Ramon Carrizales, diutus oleh eksekutif nasional dengam tujuan membuka jalan definitif untuk solusi konflik antara serikat buruh dan pengusaha transnasional. Dalam proses ini para buruh telah melaporkan berbagai keganjilan kontrak dan kondisi-kondisi eksploitasi kapitalistik yang ada kepada Kementrian Perburuhan, namun demikian tuduhan-tuduhan ini tidak diperhatikan oleh pejabat nasional.

Carrizales, berbicara atas nama Republik Bolivarian Venezuela mengumumkan keputusan yang diambil oleh presiden Hugo Chavez Frias untuk menasionalisasi “Ternium-Sidor”, industri baja utama negeri itu yang dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina “Techint”. Akhir tak terduga dari konflik industrial di SIDOR dikonfirmasikan malam tadi dg diumumkannya pengambil-alihan mayoritas saham perusahaan itu yg diprivatisasi pada 1997. Setelah menerima petisi Serikat Pekerja Baja dan Sejenisnya (Sutiss) untuk melanjutkan negosiasi kontrak dengan perusahaan, Eksekutif [Nasional] Senin lalu mengadakan pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan yang sejak awal pertemuan ditandai dengan penegasan wakil presiden untuk mengakhiri konflik ini sekali untuk selamanya. Kementrian Perburuhan tidak diundang dalam pertemuan Senin lalu.

Kenyataannya adalah tekanan yang dilancarkan oleh para buruh menyebabkan disetujuinya nasionalisasi. Sementara pengusaha menolak untuk mengakui: transfer pembayaran bagi 600 pekerja “outsourced” (kontrak – pen.) dan pembentukan dana pensiun sebesar tingkat upah minimum pagi para pensiunan.

Kemenangan para buruh

Pada tengah malam, suasana tegang meliputi ruang pertemuan kompleks hidroelektrik Macagua. Saat itu para buruh Sutiss mengajukan tawaran ekonomis tanpa mendapat respon dari pengelola perusahaan.

Sementara itu, ancaman nasionalisasi mengerubungi tempat tersebut dan semakin mengambil momentum. Dengan mengejutkan sebagian yang hadir, wakil presiden meminta agar dilakukan pencatatan terhadap penolakan perwakilan perusahaan transnasional dalam mengajukan tawaran balik, dan tak lama kemudian ia mengumumkan keputusan bahwa tidak perlu lagi proses lebih lanjut: Sidor akan dinasionalisasi.

_____________________

Diterjemahkan ke Bhs Inggris oleh Gonzalo Villanueva untuk Reporteros Comunitarios de Mérida. Teks asli dapat dilihat di www.aporrea.org

Dua Buruh Terbunuh Di Venezuela, Ketika Mempertahankan Pendudukan Pabrik Mitsubishi

Jumat, 30 Januari 2009

Oleh In Defence of Marxism

Pada hari Kamis sore, 29 Januari (Waktu Venezuela), dua pekerja dibunuh oleh polisi di negara bagian Anzoategui, Venezuela. Para pekerja yang terbunuh adalah Pedro Suarez dari pabrik Mitsubishi dan José Marcano dari pabrik autopart Macusa yang terletak dekat dengan pabrik Mitsubishi. Mereka terbunuh saat polisi daerah Anzoategui berusaha mengusir ratusan pekerja yang telah menduduki pabrik Mitsubishi (MMC).

Mitsubishi telah menduduki pabrik pada tanggal 20 Januari. Alasannya adalah bahwa 135 pekerja kontrak yang bekerja di pabrik tersebut melalui sub-krontraktor Induservis dipecat ketika pimpinan MMC memutuskan untuk berhenti kerjasama dengan Induservi. Dalam pertemuan massa di pabrik Mitsubitshi yang dihadiri 893 pekerja, 863 memilih untuk bertahan. Selain menuntut 135 pekerja untuk diterima bekerja kembali dan dikontrak secara penuh di pabrik Mitsubitshi, para pekerja juga menghubungkan perjuangan mereka dengan tuntutan nasionalisasi pabrik sebagai satu-satunya solusi atas perselisihan di pabrik-pabrik Vivex, Franela Gotcha, Industria Nacional de Artículos de Ferretería (INAF), and Acerven.

CMR (Corriente Marxista Revolucionaria atau Tendensi Marxis Revolusioner; yakni seksi Internationa Marxist Tendency di Venezuela) telah memainkan peran kepemimpinan di dalam gerakan pendudukan pabrik di kedua perusahaan Mitsubitshi dan Vivex.

Pembubaran okupasi pabrik tersebut diperintahkan oleh seorang hakim yang tiba di pabrik dengan sebuah perintah pengusiran segera. Akan tetapi, para pekerja menentang dan polisi menyerang para pekerja dengan kekerasan. Mereka menembaki pekerja dengan peluru sungguhan, membunuh dua pekerja dan melukai beberapa pekerja. Situasi ini segera berhenti ketika Tentara Nasional mengintervensi dan menghentikan aksi brutal dari para polisi daerah tersebut. Oleh karena itu, para pekerja masih berada di dalam pabrik, tetapi sang hakim memerintahkan para polisi untuk mengusir para buruh.

Pemerintahan Anzoategui dipimpin oleh gubernur Bolivarian, Tarek William Saab. Aksi kekerasan dari sang hakim dan para polisi Anzoategui benar-benar tidak dapat dibenarkan. Polisi Anzoategui sudah digunakan dalam penindasan melawan pekerja minyak yang berjuang untuk kontrak kerja mereka tahun lalu, dan pada dasarnya kepolisian sekarang ini sama dengan kepolisian sebelum revolusi dengan komandan yang sama. Gubernur Tarek William Saab dan pemerintah Venezuela harus mengadakan sebuah pemeriksaan dengan segera atas kejadian ini dan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.

Para pekerja yang menduduki pabrik Mitsubishi adalah pendukung Revolusi Bolivarian dan banyak di antara mereka telah berkomitmen untuk berkampanye secara aktif guna mendukung amandemen konstitusi pada tanggal 15 Februari. Mereka telah menerima dukungan yang luas atas tuntutan-tuntutan mereka dari pergerakan serikat buruh nasional dan daerah. Delegasi-delegasi dari para buruh pabrik Toyota dan Ford telah mengunjungi mereka beberapa hari yang lalu dan para buruh di pabrik-pabrik tersebut sedang berdiskusi untuk menduduki pabrik mereka sebagai bentuk solidaritas.

Kami meminta semua aktivis buruh dan kaum muda-mudi seluruh dunia untuk:

  • Mengirimkan pesan solidaritas kepada para buruh pabrik Mitsubishi. Kirimkan pesan tersebut ke FRETECO (frentecontrolobrero@gmail.com) dan Sindicato Nueva Generación, MMC (sindicatonuevageneracion@gmail.com)
  • Mengirimkan surat ke gubernur Anzoategui untuk menuntut penghentian semua bentuk kekerasan terhadap para buruh, dan mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan kedua buruh Mitsubishi harus segera dibawa ke pengadilan. Kirimkan email ke alamat berikut:

despacho@tarekrindecuentas.com,

rima.saab@tarekrindecuentas.com,

dalia.vega@tarekrindecuentas.com,

despacho@gobernaciondeanzoategui.com,

info@gobernaciondeanzoategui.com

  • Kirim surat ke pemerintahan Bolivarian Venezuela, duta-duta besar dan konsulat-konsulat, untuk menuntut pemeriksaan secara penuh terhadap pembunuhan ini, menuntut nasionalisasi Vivex dan pemenuhan tuntutan-tuntutan para buruh MMC. Hubungi Kantor Presiden Venezuela di dggcomunicacional@presidencia.gob.ve

______________

UPDATE:

Para Polisi yang terlibat di dalam represi terhadap pekerja Mitsubishi diberhentikan

Oleh Jorge Martin

30 Januari 2009

Kami baru saja mendengar berita bahwa semua petugas polisi yang terlibat di dalam penindasan terhadap para pekerja Mitsubishi telah diberhentikan dan diserahkan ke kantor kejaksaan, atas permintaan dari gubernur Anzoategui, Tarek William Saab. Gubernur Tarek juga mengumumkan bahwa dia telah menghubungi keluarga dari kedua buruh yang terbunuh dan perwakilan buruh Mitsubishi untuk mengungkapkan rasa dukacitanya dan menawarkan dukungan yang dapat dia berikan pada mereka.

Kami menyambut berita ini. Sekarang sebuah pemeriksaan yang menyeluruh harus dilakukan untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan, dan ini bukan hanya untuk mereka yang menembak senjata, tetapi juga mereka yang memberikan perintah. Protes yang berkembang di Venezuela dan di dunia internasional tentunya sangat penting dalam memastikan tanggapan cepat ini. Sekarang kita harus terus memberikan tekanan supaya pemeriksaan ini dapat diselesaikan sampai akhir.

Insiden ini sekali lagi menunjukkan kemustahilan untuk melakukan sebuah revolusi sembari mempertahankan aparatus kapitalis yang lama dan kekuatan-kekuatan penindasnya. Walaupun rakyat Venezuela berkehendak untuk membangun sosialisme, disini kita melihat bagaimana sistem pengadilan dan kepolisian masih digunakan untuk membela kepentingan para bos dan bukannya membela kepentingan kaum buruh. Meskipun pemerintah Bolivarian telah mengeluarkan undang-undang yang melarang pemecatan massal, para bos Mitsubishi mengabaikan undang-undang tersebut dan polisi serta hakim digunakan untuk melawan para pekerja, bukannya para kapitalis. Baik sekali bahwa sang Gubernur telah mengambil tindakan yang cepat, tetapi kita berhak bertanya, mengapa kepolisian Venezuela tidak dibersihkan sejak dulu?

Situasi ini hanya menguntungkan pihak konter-revolusi. Dengan sinis, media sayap kanan di Venezuela dengan cepat menggunakan kematian dua pekerja tersebut untuk menyerang pemerintah: “Sosialisme macam apa ini dimana para pekerja dibunuh oleh polisi?”, kata mereka. Dan mereka benar, tetapi mereka lupa untuk mengatakan bahwa jika mereka kembali ke tampuk kekuasaan, mereka akan menggunakan lebih banyak kekerasan untuk menghancurkan pergerakan revolusi para pekerja dan petani.

Esok hari, para buruh akan berdemonstrasi di Anzoategui untuk mengenang Pedro Suarez dan José Marcano. Para pekerja Mitsubishi dan kawan-kawan mereka dari pabrik-pabrik yang lain yang telah mendukung mereka akan menuntut keadilan dan menuntut permintaan mereka untuk dipenuhi

Sementara, kekuatan kontra revolusi sedang memobilisasi di jalan-jalan Venezuela, membuat kekacauan dan kekerasan sebelum referendum amendemen konstitusi. Ini adalah dua kekuatan yang secara fundamental bertentangan, dan sedang berada di dalam pertempuran hidup dan mati. Kemenangan para pekerja hanya dapat diraih dengan pengambilalihan pabrik-pabrik, tanah, dan bank-bank, dan menghancurkan sisa-sisa Negara kapitalis. Di dalam pertempuran ini, para buruh hanya dapat mempercayai kekuatan mereka sendiri.

_______________________________________________________
Diterjemahkan oleh kawan-kawan Kijaru, diedit oleh TS.

VIDEO :

Video: Pemakaman kedua buruh pabrik Mitsubishi yang dihadiri oleh lebih dari 2000 pekerja.

Video: Represi terhadap pekerja Mitsubishi oleh kepolisian negara bagian Anzoategui

Video: Pembunuhan kamerad Jose Marcano



Mahasiswa dan Pihak keamanan Venezuela Bentrok sebagai respon dari meningkatnya intensitas debat referendum

Oleh : Venezuelanalysis.com

29 Januari 2009

Protes pelajar yang dipenuhi kekerasan meletus lagi hari Selasa lalu di 6 kota besar Venezuela setelah satu minggu sebelumnya yang tenang. Ini mengintensifkan debat politik mengenai rancangan amandemen konstitusi yang akan menghapuskan limit dua-masa-jabatan, bila ini diterima dalam referendum nasional 15 Februari yang akan datang.

Selama protes melawan amandemen di Cagua ,negara bagian Aragua, polisi menahan setidaknya 12 demonstran yang dipersenjatai dengan bom Molotov dan batu. Sebagian dari demonstran berlindung ke dalam gedung kampus mereka, yang tidak bisa dimasuki oleh pihak keamanan berdasarkan Undang-undang Venezuela.

Gubernur Aragua, Rafael Isea yang baru saja terpilih November lalu sebagai kandidat dari Partai Persatuan Sosialis Venezuela, menyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak untuk berdemonstrasi dengan damai melawan amandemen, tapi menegaskan ,”Kami tidak akan mengizinkan mereka menggunakan kekerasan di dalam negara kami.”

Komentar serupa juga disuarakan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez minggu lalu, saat dia memberikan perintah langsung kepada Polisi dan Tentara Nasional untuk melindungi demonstrasi yang damai, dan membubarkan demonstrasi yang dipenuhi kekerasan.

Di kota Cumaná, negara bagian Sucre, Tentara Nasional yang merespon laporan bahwa para mahasiswa memblokade jalan utama menghadapi hujanan botol kaca dan batu yang melukai Sersan José Alexander Quero.

Mahasiswa dari University of the Andes di Merida dan San Cristoba, banyak yang menggunakan balaclavas yang sudah diimprovisasi, juga menutup jalan-jalan utama dengan membakar ban dan rumput kering Selasa lalu. Ini direspon oleh polisi dan tentara.

Di Merida, mahasiswa yang anti-amandemen mengutuk aksi yang dilakukan oleh Kelompok Kiri yang bersenjata sehari sebelumnya, yang memasuki gerbang kampus dengan motor seraya menembakkan pistol ke udara sebagai bentuk provokasi.

Patroli grup “revolusioner” non-pemerintah menjadi lebih aktif tahun belakangan ini sebagai respon terhadap koordinasi mahasiswa oposisi yang melakukan tindakan kekerasan, yang dilakukan untuk menciptakan kekacauan guna mempengaruhi hasil referendum 15 Februari yang akan datang.

“Kami hanya bersenjatakan buku dan ide-ide kami, dengan tangan terkepal di atas kepala kami, dan mereka melemparkan gas air mata dan menembaki kami,” ujar seorang mahasiswa anti-amandemen di Merida kepada Venezuelanalysis.

Akan tetapi, seorang reporter dari Venezuelanalysis menyaksikan sekitar 200 demonstran anti-amandemen bersenjatakan batu dan botol mendekat dan kemudian mereka menyerang garis batas polisi yang dibuat di sekitar kampus.

Setelah mahasiswa menyerang polisi secara fisik, polisi menembakkan shotgun berisi peluru karet dan gas air mata untuk melawan mahasiswa. Mahasiswa lalu menunjukkan luka memar karena tembakan tersebut, dan sejumlah anggota polisi terlihat merayakannya.

Di puncak konfrontasi antara mahasiswa dan polisi ,Gubernur Merida yang baru terpilih dari PSUV, Marco Diaz, mengintervensi. Diaz memerintahkan polisi untuk mundur dan sendirian berbicara langsung kepada mahasiswa yang marah. ”Kita harus mencegah kekerasan di jalanan kota kita. Saya disini sebagai Gubernur dan juga sebagai warga kota Merida untuk menghentikan kekerasan ini.” kata Diaz.

Gubernur Diaz setuju untuk segera berbicara dengan kelompok-kelompok Kiri yang bersenjata mengenai pelucutan senjata sebagai balasan untuk penghentian secepatnya kekerasan protes mahasiswa.

Sementara Gubernur Diaz mengadakan pertemuan tertutup dengan kelompok Kiri, tiga kendaraan lapis baja tentara berjalan perlahan sepanjang garis pertahanan kampus. Ini direspon oleh mahasiswa dengan melemparkan bom-bom kecil, Molotov, botol-botol kaca, dan batu-batu ke arah kendaraan lapis baja. Lalu para tentara menembakkan peluru karet dan setengah lusin gas air mata untuk membubarkan para mahasiswa.

Setelah 2 jam bernegosiasi dengan perwakilan kelompok-kelompok kiri yang bersenjata, Gubernur Diaz mengumumkan kepada para demonstran bahwa dia telah berhasil bernegosiasi mengenai pelucutan senjata. Lalu, Mahasiswa Oposisi mengumumkan gencatan sementara, ”Selama tidak ada provokasi dari polisi atau Kelompok-Kelompok Kiri”

Sementara itu, terjadi bentrokan yang serupa di kota Maturin, negara bagian Monagas. Seorang mahasiswa terluka setelah polisi menangkap 5 mahasiswa dalam demonstrasi Selasa lalu.

Menteri Dalam Negeri dan Kehakiman Tarek El-Aissami menuduh otoritas kampus dan media swasta telah memprovokasi konfrontasi mahasiswa dengan pihak keamanan untuk menyebarkan gambaran bahwa pemerintahan Chavez adalah represif.

El-Aissami juga menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang terluka lebih kecil dibandingkan dengan polisi dan tentara yang terluka selama kekerasan berlangsung, tetapi tidak mengacu pada perhitungan resmi total korban dari kedua belah pihak.



Venezuela: Presiden Chavez memerintahkan penyelidikan kasus pembunuhan aktivis serikat buruh, dan menyerukan ekspropriasi perusahaan-perusahaan

Oleh Jorge Martín

Selasa, 02 Desember 2008

Saat berbicara pada acara pengambilan sumpah gubernur Aragua dari PSUV yang baru saja terpilih, yakni Rafael Isea, presiden Hugo Chávez memerintahkan investigasi penuh dalam kasus pembunuhan tiga pemimpin serikat buruh di negara bagian tersebut dan mengancam untuk menasionalisasi perusahan-perusahaan yang melanggar hak-hak buruh.

Dia menyatakan dengan tegas bahwa “tidak ada kejahatan yang bisa lolos dari hukuman, baik dalam kasus ini maupun kasus yang lain”, dan menjelaskan bahwa pembunuhan para pemimpin serikat buruh, Richard Gallardo, Carlos Requena dan Luis Hernandez adalah tindakan sicariato, sebuah pembunuhan politik.Terkait dengan pabrik susu Alpina milik perusahaan Kolumbia, Chavez mengatakan bahwa “sebuah perusahaan tertentu perlu diinvestigasi. Ini adalah perusahaan asing dimana para pekerja sedang bertarung melawan serangan-serangan dari perusahaan tersebut. Saya telah memerintahkan sebuah investigasi atas aksi-aksi yang telah dilakukan oleh perusahaan ini.” Chavez menambahkan, “karena ada banyak perusahaan di belahan dunia lainnya yang telah menggunakan pembunuh bayaran untuk membunuh para pemimpin kaum tani dan kaum buruh, dan sekarang mereka ingin mempraktekkannya di sini. Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi di Venezuela! Dan kita harus berjuang keras melawannya.”

Dengan merujuk pada penggunaan kekuatan kepolisian dalam memerangi aksi-aksi kaum buruh oleh mantan gubernur Aragua, Didalco Bolivar, Chavez berkata: “Isea, anda memiliki dukungan penuh dari saya untuk, secara radikal, mentransformasi kekuatan lembaga kepolisian dan aparat keamanan negara bagian Aragua.”

Kemudian dalam pidato yang sama, Chavez menyebutkan konflik-konflik sosial dan ekonomi di Aragua, dan meminta informasi yang baru mengenai perjuangan kaum buruh Sanitarios Maracay. “Semua perusahaan dimana terdapat banyak masalah dengan para pekerja, dimana pekerja tidak dibayar upahnya, dimana para majikan mengeksploitasi buruh, atau dimana sebuah perusahaan menutup perusahaannya dan tidak membayar gaji para buruhnya, atau perusahaan tersebut memiliki banyak hutang dan tidak dapat membayar para buruhnya, dengan demikian, mereka harus dinasionalisasi, diambil alih.” Dia lalu menambahkan bahwa “inilah yang dinamakan sosialisme, sebuah kepemilikan sosial atas alat-alat produksi.”

Presiden Chavez juga menekankan bahwa dalam hal ini (pengambilalihan dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan), “kelas pekerja memiliki peran kunci” dan membuat sebuah seruan kepada “para pekerja di Aragua dan kelas pekerja”.

Ini bukan yang pertama kalinya Chavez menyerukan secara terang-terangan kepada kaum pekerja untuk mengambil alih pabrik-pabrik untuk dinasionalisasi. Namun di masa lalu, para pemimpin serikat buruh UNT (Serikat Buruh Nasional Venezuela) (karena mereka menentang kontrol buruh atau karena adanya sikap sektarian terhadap pemerintah) tidak menggunakan kesempatan ini untuk meluncurkan sebuah kampanye pendudukan pabrik yang serius dan perjuangan dalam skala nasional untuk kontrol buruh.

Hanya Front Revolusioner Pendudukan Pabrik (Freteco, www.controlobrero.org) satu-satunya organisasi di Venezuela yang telah merealisasikan seruan ini dalam praktek, tetapi dengan kekuatan yang masih terbatas. Dalam beberapa kasus, seperti perjuangan Sanitarios Maracay, di Aragua, kaum buruh telah melakukan pendudukan pabrik dan sudah mulai melakukan kegiatan produksi di bawah kontrol buruh. Tetapi kemudian Menteri Tenaga Kerja, Ramon Rivero (yang sudah dipecat), menolak untuk menasionalisasi perusahaan tersebut dan menyabotase perjuangan para pekerja Sanitarios Maracay. Sayap yang berbeda-beda di dalam kepemimpinan UNT juga memainkan peran yang menjijikkan di dalam perjuangan ini, beberapa secara terbuka mendukung kebijakan anti-mogok dari Ramon Rivero, dan yang lain (seperti Orlando Chirino) menentang ide nasionalisasi di bawah kontrol buruh dan bahkan mengusulkan bahwa kaum buruh harus bernegosiasi dengan para pemilik modal.

Perjuangan kaum buruh di Sanitarios Maracay meliputi masalah-masalah utama dalam revolusi Venezuela: sabotase dari birokrasi sayap kanan dalam kepemimpinan gerakan Bolivarian, aparatus negara kapitalis yang lama masih bercokol dan telah digunakan untuk melawan kaum buruh, dan tidak adanya sebuah kepemimpinan alternatif yang serius di dalam gerakan buruh..

Semua ini kontras dengan semangat perjuangan revolusioner dari rakyat pekerja Venezuela, yang mana pada pagi hari, Selasa, 2 Desember, mengorganisir pertemuan-pertemuan massa di pabrik-pabrik, mengadakan demonstrasi, memblokade jalan-jalan dan berhenti bekerja di Aragua, sebagai bagian dari hari protes atas pembunuhan tiga pemimpin serikat buruh. Laporan-laporan awal mengenai aksi protes ini melaporkan keterlibatan para pekerja dari perusahaan-perusahan berikut: Produvisa, Cervecería Regional, Vasos Selva, Cativen, Remavenca, HV Envases, Industrias Iberia, Alconca, Plumrose, Titán, Diablitos Underwood, Pepsio-Cola, Toronocas, Venezolana de Riego, Serviquim, Sindicato de la Alcaldía del municipio Zamora, Nestlé, Vasos Dixie, Tupaca, Manpa Higiénico, Sanitarios Maracay, Mom, Aluminios Reynolds, Galletera Puig, Central El Palmar, Cebra, Inica. Demonstrasi dan pemblokadean jalan-jalan diadakan di Villa de Cura, Cagua dan Maracay, melumpuhkan seluruh negara bagian.

Satu-satunya cara untuk mengakhiri provokasi dan pembunuhan-pembunuhan yang reaksioner adalah dengan merebut kekuasaan politik dan ekonomi dari para bos, bankir dan tuan tanah. Ini adalah tugas kelas buruh Venezuela dan satu-satunya cara untuk menjamin kemenangan revolusi Bolivarian.

__________________________________

(Diterjemahkan oleh Jesus S. Anam, diedit oleh Ted Sprague. Sumber: Venezuela: President Chavez orders investigation into killing of trade unionists, calls for expropriation of companies oleh Jorge Martin, 2 Desember 2008)