Oleh : Venezuelanalysis.com
29 Januari 2009
Protes pelajar yang dipenuhi kekerasan meletus lagi hari Selasa lalu di 6 kota besar Venezuela setelah satu minggu sebelumnya yang tenang. Ini mengintensifkan debat politik mengenai rancangan amandemen konstitusi yang akan menghapuskan limit dua-masa-jabatan, bila ini diterima dalam referendum nasional 15 Februari yang akan datang.
Selama protes melawan amandemen di Cagua ,negara bagian Aragua, polisi menahan setidaknya 12 demonstran yang dipersenjatai dengan bom Molotov dan batu. Sebagian dari demonstran berlindung ke dalam gedung kampus mereka, yang tidak bisa dimasuki oleh pihak keamanan berdasarkan Undang-undang Venezuela.
Gubernur Aragua, Rafael Isea yang baru saja terpilih November lalu sebagai kandidat dari Partai Persatuan Sosialis Venezuela, menyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak untuk berdemonstrasi dengan damai melawan amandemen, tapi menegaskan ,”Kami tidak akan mengizinkan mereka menggunakan kekerasan di dalam negara kami.”
Komentar serupa juga disuarakan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez minggu lalu, saat dia memberikan perintah langsung kepada Polisi dan Tentara Nasional untuk melindungi demonstrasi yang damai, dan membubarkan demonstrasi yang dipenuhi kekerasan.
Di kota Cumaná, negara bagian Sucre, Tentara Nasional yang merespon laporan bahwa para mahasiswa memblokade jalan utama menghadapi hujanan botol kaca dan batu yang melukai Sersan José Alexander Quero.
Mahasiswa dari University of the Andes di Merida dan San Cristoba, banyak yang menggunakan balaclavas yang sudah diimprovisasi, juga menutup jalan-jalan utama dengan membakar ban dan rumput kering Selasa lalu. Ini direspon oleh polisi dan tentara.
Di Merida, mahasiswa yang anti-amandemen mengutuk aksi yang dilakukan oleh Kelompok Kiri yang bersenjata sehari sebelumnya, yang memasuki gerbang kampus dengan motor seraya menembakkan pistol ke udara sebagai bentuk provokasi.
Patroli grup “revolusioner” non-pemerintah menjadi lebih aktif tahun belakangan ini sebagai respon terhadap koordinasi mahasiswa oposisi yang melakukan tindakan kekerasan, yang dilakukan untuk menciptakan kekacauan guna mempengaruhi hasil referendum 15 Februari yang akan datang.
“Kami hanya bersenjatakan buku dan ide-ide kami, dengan tangan terkepal di atas kepala kami, dan mereka melemparkan gas air mata dan menembaki kami,” ujar seorang mahasiswa anti-amandemen di Merida kepada Venezuelanalysis.
Akan tetapi, seorang reporter dari Venezuelanalysis menyaksikan sekitar 200 demonstran anti-amandemen bersenjatakan batu dan botol mendekat dan kemudian mereka menyerang garis batas polisi yang dibuat di sekitar kampus.
Setelah mahasiswa menyerang polisi secara fisik, polisi menembakkan shotgun berisi peluru karet dan gas air mata untuk melawan mahasiswa. Mahasiswa lalu menunjukkan luka memar karena tembakan tersebut, dan sejumlah anggota polisi terlihat merayakannya.
Di puncak konfrontasi antara mahasiswa dan polisi ,Gubernur Merida yang baru terpilih dari PSUV, Marco Diaz, mengintervensi. Diaz memerintahkan polisi untuk mundur dan sendirian berbicara langsung kepada mahasiswa yang marah. ”Kita harus mencegah kekerasan di jalanan kota kita. Saya disini sebagai Gubernur dan juga sebagai warga kota Merida untuk menghentikan kekerasan ini.” kata Diaz.
Gubernur Diaz setuju untuk segera berbicara dengan kelompok-kelompok Kiri yang bersenjata mengenai pelucutan senjata sebagai balasan untuk penghentian secepatnya kekerasan protes mahasiswa.
Sementara Gubernur Diaz mengadakan pertemuan tertutup dengan kelompok Kiri, tiga kendaraan lapis baja tentara berjalan perlahan sepanjang garis pertahanan kampus. Ini direspon oleh mahasiswa dengan melemparkan bom-bom kecil, Molotov, botol-botol kaca, dan batu-batu ke arah kendaraan lapis baja. Lalu para tentara menembakkan peluru karet dan setengah lusin gas air mata untuk membubarkan para mahasiswa.
Setelah 2 jam bernegosiasi dengan perwakilan kelompok-kelompok kiri yang bersenjata, Gubernur Diaz mengumumkan kepada para demonstran bahwa dia telah berhasil bernegosiasi mengenai pelucutan senjata. Lalu, Mahasiswa Oposisi mengumumkan gencatan sementara, ”Selama tidak ada provokasi dari polisi atau Kelompok-Kelompok Kiri”
Sementara itu, terjadi bentrokan yang serupa di kota Maturin, negara bagian Monagas. Seorang mahasiswa terluka setelah polisi menangkap 5 mahasiswa dalam demonstrasi Selasa lalu.
Menteri Dalam Negeri dan Kehakiman Tarek El-Aissami menuduh otoritas kampus dan media swasta telah memprovokasi konfrontasi mahasiswa dengan pihak keamanan untuk menyebarkan gambaran bahwa pemerintahan Chavez adalah represif.
El-Aissami juga menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang terluka lebih kecil dibandingkan dengan polisi dan tentara yang terluka selama kekerasan berlangsung, tetapi tidak mengacu pada perhitungan resmi total korban dari kedua belah pihak.