Revolusi di Venezuela: Memecah Keheningan Sejarah

Written by Jesus S. Anam*

“Hiduplah di tahun 1953, maka kau akan menemui dua peristiwa besar yang menyejarah: mangkatnya Stalin dan matinya ideologi,” begitulah kata seorang kawan kapada saya, suatu malam, di ruang perpustakaan sebuah seminarium teologia.

Suasana hening, murung dan sedih tengah terjadi di malam 5 Maret 1953. Itulah hari meninggalnya Stalin. Dunia seakan terdiam, menahan gerak. Pemimpin Soviet yang berkuasa mutlak dan disembah-sembah itu telah menyelesaikan hidupnya, meninggalkan goresan hitam di tubuh sosialisme dan menjeburkannya di selokan peradaban. Seluruh Uni Soviet terguncang.

Hari itu rakyat Moskow berkerumun di lapangan Trubnaya, ingin mendekati keranda Stalin dan melambaikan tangan terakhir buat sang pemimpin. Soviet terlihat agak gelisah saat keranda yang membawa Stalin perlahan meninggalkannya. Tangis, senyum, diam, tawa, bercampur tidak jelas. Ia begitu terkenal meskipun menyakitkan. Ia memang ikon yang kontroversial.

Seusai 1953, banyak orang mulai enggan bicara sosialisme. Sosialisme tampak sekedar kontemplasi politis dan keheningan sejarah. Ia begitu eksotik sebagai perenungan tetapi bukan untuk dijalani.

Pada sekitar tahun yang sama, muncul pemikiran sinin terhadap ideologi. Daniel Bell dengan bukunya The End of Ideology tampil memukau di tengah-tengah publik. Buku itu segera mengisi rak-rak perpustakaan universitas. Dibaca banyak orang dan mendatangkan kebingungan. “Berakhirnya ideologi.” Orang pun manggut-manggut, kemudian ragu: mungkinkah ideologi bisa berakhir; mungkinkah sosialisme sudah terkubur bersama jasad Stalin?

Pada tahun 1960-an dan 70-an The End of Ideology ditendang dari rak-rak perpustakaan dan dicampakkan di keranjang sampah pemikiran. Orang-orang muda progresif tidak percaya bahwa ide-ide radikal sudah lekang meskipun Barat berulangkali mengulangi kata-kata sinisnya, bahwa revolusi sudah terlalu letih untuk dilanjutkan, ideologi sudah mati, dan sosialisme hanyalah utopia orang-orang miskin.

Kecurigaan dan sinisme Barat kini ditepis oleh sejarah yang sedang bangkit dari keheningannya. Pagi yang cerah telah menghapus duka senja. Revolusi tengah hadir di bumi Venezuela, tanah Simon Bolivar. Nyanyian riang terus mengiringi rakyat Venezuela yang sedang kegirangan. Mereka sedang menyambut sosialisme, seperti orang-orang majus dari timur saat menyambut kedatangan Kristus.

Perjuangan rakyat Venezuela adalah fenomena tersendiri yang layak dikaji. Kesadaran kelasnya dan keberhasilan mereka mengorganisir diri serta berjuang bersama-sama untuk melawan imperialisme, kapitalisme, dan mengambil alih kekuasaan adalah hal yang luar biasa di abad ini. Mengingat di belahan dunia yang lain, masyarakatnya sudah terkungkung oleh semangat individualisme dan asyik dengan benda-benda.

Selain itu, rakyat paham benar bahwa perjuangan bisa membuatnya berkeping-keping, seperti serpihan-serpihan yang berserakan. Darah bisa tertumpah sewaktu-waktu, dan kelaparan bisa mendera setiap saat. Mereka tidak gentar. Bahkan seorang ibu rela menjual TV-nya untuk membeli senapan – tentunya – demi revolusi.

Hal buruk pernah dialami dalam proses revolusi di Venezuela karena tindakan sabotase dari para bos. Disember 2002, para bos menutup bisnis mereka di penjuru Venezuela. Menelantarkan para pekerja dan pelanggannya selama 2 bulan. Di industri minyak, manajer dan ahli teknisi menyabotase mesin dan komputer sebelum meninggalkan posnya.Produksi minyak jatuh dari 3 juta barel sehari menjadi 25 ribu. Tanker-tanker minyak berhenti di lepas pantai. Pompa-pompa bensin di kota mongering. Tidak ada transportasi dan semakin menipisnya sumber daya. Tidak ada gas untuk memasak, sedikit makanan, dan rakyat terpaksa berjalan kaki. Bahkan ambulans tak bisa jalan dan para pasien di rumahsakit banyak yang meninggal. Tapi sebagai responnya, rakyat mulai mengorganisir diri, pekerja mengambil kendali minyak teknologi tinggi dan menjalankan kembali pompa-pompa.

Semangat rakyat dalam berjuang untuk memperoleh hak-haknya tidak lepas dari pidato-pidato provokatif Sang Presiden, Hugo Chavez. Pidato-pidato Chavez yang lantang melawan kapitalisme telah menjadi spirit yang terus bergejolak. Kapitalisme harus dihancurkan. Kapitalisme adalah biang dari semua persoalan.

“Kapitalisme adalah praktek yang bejat. Praktek bejat yang mengarah pada egoisme ekstrim. Pada individualisme, pada kebencian. Kapitalisme adalah penyebab Perang Dunia Pertama dan Kedua. Kapitalisme sesungguhnya biang kerok invasi ke Irak dan kudeta di Venezuela.” Itulah kata-kata Chavez yang terekam dalam film dokumenter No Volveran.

Pidato Chavez ini disambut dengan antusias oleh seluruh rakyat Venezuela yang pernah menelan pahitnya penindasan oleh karena kapitalisme. Kesadaran politik yang tinggi muncul di tengah-tengah rakyat. Rakyat paham bahwa kapitalisme biang dari seluruh persoalan dan mereka menyelesaikannya dengan sosialisme.

Gerakan rakyat, rakyat yang mengoganisir diri, dan intervensi aktif massa dalam kejadian-kejadian historis adalah hal yang sangat penting dalam revolusi. Sebagaimana kata Trotsky, bahwa revolusi diciptakan oleh manusia dan melalui manusia. Revolusi adalah bergantian tatanan sosial. Tatanan baru akan terjadi jika ia berbasis pada kelas yang progresif, yang mampu mengorganisir mayoritas rakyat yang besar jumlahnya.

Kenyataan ini terjadi di Venezuela. Sosialisme di Venezuela hadir dan memecah keheningan sejarah. Sejarah sosialisme yang muram karena kesalahan Stalis dalam memahami Marxisme.

Salam Revolusi!

___________________________________
* Koordinator Hands off Venezuela Indonesia

Hands off Venezuela – Indonesia: Solidaritas untuk Venezuela, Melanjutkan Revolusi Indonesia

Written by Putri Wulandari Gardono

Hands off Venezuela – Indonesia (HoV-Indonesia) sudah dibentuk. Menurut rencana peluncurannya akan dilaksanakan di Jakarta pada bulan Maret mendatang. Acaranya sendiri akan diisi dengan diskusi tentang perkembangan Venezuela terkini dan pemutaran film No Volveran: The Venezuelan Revolution Now. Menanggapi perkembangan itu, dalam kesempatan ini saya akan mengulas apa sebenarnya makna kehadiran HoV di Indonesia, baik bagi Venezuela sendiri maupun tentu saja bagi Indonesia. Mengapa hal penting diulas, sebab menurut saya munculnya inisiatif kawan-kawan di Indonesia untuk membentuk HoV-Indonesia dilandasi oleh prinsip yang bersesuaian dengan kenyataan di Venezuela di satu sisi, dan bercermin pada sejarah dan kenyatan Indonesia di sisi lain.

Hands off Venezuela atau “Jangan Sentuh Venezuela“, seperti bisa kita simak dari latar belakang pembentukkannya, muncul sebagai tanggapan terhadap usaha kaum reaksioner yang menentang Chavez guna menggembosi Revolusi Bolivarian. Mereka menggunakan media sebagai ujung tombak dalam melancarkan serangan terhadap Chavez dan kekuatan sayap kiri pendukungnya. Tentang bagaimana media memainkan peran dalam usaha menggembosi Revolusi Bolivarian bisa kita lihat jelas dalam film dokumenter The Revololution will not be Televised.

Menurut saya, Hands off Venezuela adalah aktualisasi dari prinsip yang menyatakan bahwa perlawanan terhadap kapitalisme tidak bisa hanya dilaksanakan di satu negara. HoV adalah gerakan internasionalisme. HoV-Indonesia selayaknya bisa mewadahi dua misi: pertama, memberikan dukungan penuh terhadap Revolusi Bolivarian di Venezuela sebagaimana yang dinyatakan dalam prinsip dan konstitusi Hands off Venezuela; dan kedua, mengkampanyekan usaha melanjutkan Revolusi Indonesia yang pada era Soekarno—meminjam istilah comrade Samsir Mohamad—dikompromikan, dan di era-era selanjutnya dipetieskan.

Secara praktis HoV-Indonesia harus mampu bermain di dua tataran. Pertama, menjadi wahana pembelajaran dan analisis terhadap sejarah dan dinamika politik di Venezuela dan Indonesia. Usaha untuk membandingkan keduanya tentu tidak bisa parsial dan hanya melihat keberhasilan-keberhasilan saja, melainkan justru harus jeli terhadap beberapa kelemahan dan (jika ada) ketidakonsistenan terhadap prinsip-prinsip sosialisme. Kedua, berdasarkan kajian dan analisis tersebut HoV-Indonesia selayaknya mampu memberikan kritik—dalam makna menunjukkan kekurangan/kelemahan dan memberikan alternatif jalan keluar—terhadap perkembangan di Venezuela dan Indonesia.

Lalu, bagaimana menerjemahkan itu di lapangan, dan jalan masuk apa yang realistis untuk ditempuh? Setelah membaca beberapa tulisan comrade Samsir Mohamad di Rumah Kiri, kiranya patut dipertimbangkan sekaligus dikaji lebih dalam lagi gagasan dia untuk menjadikan konstitusi Indonesia sebagai jalan masuk bagi usaha melanjutkan Revolusi Indonesia yang sejalan dengan tujuan RI didirikan. Ada banyak jalan menuju Roma, demikian juga Revolusi Indonesia.

Chavez dan Revolusi Bolivarian: Bukan Gerak Teaterikal

Written by Jesus S. Anam*

Impian adalah sah. Tidak ada salahnya menjangkau kebesaran dan kesuksesan. Tidak ada salahnya merindukan hasil yang cepat dan keuntungan seketika. Begitulah kata Mao, yang diucapkan pada bulan Januari 1958.

Mao memang berhasrat untuk melakukan lompatan besar yang terayun. Saat itu dia ingin menggiring negeri petani menjadi negeri industri secara cepat. Dia sedang mencoba melecut musim. Lalu seluruh Cina bergemuruh dan bergerak meski akhirnya terbentur dinding tua Tiongkok.

Namun demikian, saya tidak hendak mengatakan Cina adalah kegagalan, tetapi hendak menyatakan bahwa “revolusi sosialis bukanlah gerak teaterikal”. Revolusi sosialis haruslah gerak yang berpijak pada tumpukan realitas, tidak berdiri di sisi dan hanya mengintip. Bukan gerak bebas tanpa makna dan semu, bukan pula gerak yang terpotong-potong dan absurd seperti layaknya panggung-panggung teaterikal. Ia harus menjadi gerakan kontinyu, menyeluruh, mengejawantah, mengandungi misi membebaskan diri dari hegemoni kapitalis hingga benar-benar mewujud pada terbentuknya masyarakat tanpa kelas.

Continue reading “Chavez dan Revolusi Bolivarian: Bukan Gerak Teaterikal”

Chavez: Rakyat Venezuela Dapat Mengajukan Proposal Reformasi yang Baru

December 5th 2007, by Kiraz Janicke – Venezuelanalysis.com

Caracas, 5 Desember 2007, Rakyat Venezuela punya kapasitas untuk memodifikasi dan mengajukan kembali proposal reformasi yang kalah dalam referendum 2 Desember, kata Presiden Venezuela Hugo Chavez melalui telepon saat penayangan program politik populer La Hojilla (Silet) dalam TV pemerintah Venezuela channel VTV.

Saat telepon Chavez merefleksikan hasil referendum dan menegaskan bahwa ia kehilangan haknya untuk mengajukan proposal konstitusional. Namun, katanya, “Rakyat Venezuela punya kekuasaan dan hak untuk mengajukan permintaan reformasi konstitusional sebelum masa [jabatan presiden] ini selesai, yang masih tersisa 5 tahun.”

Dalam Konstitusi Bolivarian 1999, Presiden, Majelis Nasional atau 15 persen pemilih terdaftar berhak mengajukan proposal reformasi konstitusional.

Rakyat Venezuela, tekan Chavez, dapat mengajukan proposal reformasi “tahun depan atau dalam tiga tahun ini.”

“Tidak harus sama,” lanjutnya, “Bisa mengarah ke hal yang sama, tapi bentuknya berbeda, lebih baik dan lebih sederhana, karena saya harus menerima bahwa reformasi yang kami ajukan sangatlah kompleks. Dan dalam perdebatan itu menjadi lebih kompleks. Ini digunakan oleh lawan-lawan kami dan kami tidak mampu menjelaskannya.”

Continue reading “Chavez: Rakyat Venezuela Dapat Mengajukan Proposal Reformasi yang Baru”

Venezuela, “Laboratorium” Kita: Sebuah Perspektif

Written by Jesus S. Anam

Venezuela, hari ini, adalah gambar yang eksotik dan fenomenal. Gambar riang sebuah revolusi. Gambar yang mengekspresikan betapa eksotiknya perjuangan rakyat. Gambar yang mampu menyingkirkan dan mengganti wajah angker Stalin, yang cukup lama menempel di dinding kusam Soviet.

Hugo Chavez, Sosialisme Bolivarian, sorak-sorai rakyat pekerja, dan (tentunya) senyum bahagia seluruh rakyat adalah deret kata yang mungkin pas untuk menggambar Venezuela.

Fenomena tersebut sangat penting bagi kita, kaum kiri Indonesia. Dalam perjalanan Venezuela menuju sosialisme dan peran kaum pekerja revolusioner Venezuela kita bisa melihat bahwa aksi biasa tidaklah cukup dalam mewujudkan perubahan mendasar. Tuntutan-tuntutan kelas pekerja yang paling hakiki tidak akan pernah bisa dipenihi dalam struktur masyarakat kapitalistik. Kekuasaan harus diraih dan struktur sosial harus dirombak. Mencermati semangat luar biasa di atas, kita seperti sedang berziarah ke masa lalu, ke peristiwa Oktober 1917 di Rusia sebagaimana dilukiskan oleh Trotsky:

“Suasana revolusioner di kalangan rakyat jelata menjadi lebih kritis, lebih mendalam, lebih resah. Rakyat jelata — terutama yang pernah melakukan kesalahan dan kekalahan — mencari kepemimpinan yang bisa diharapkan. Mereka ingin menjadi yakin bahwa kita mampu dan berkeinginan untuk memimpin, dan bahwa dalam pertempuran yang menentukan, mereka dapat mengharapkan kemenangan… Kaum proletar berkata: tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari pemogokan, demonstrasi, dan aksi pemberqontakan biasa. Kini, kita harus bertempur.”

Dalam pernyataan Chavez (mengutip Marx), bahwa “para pekerja tidak bisa kembali ke dalam perbudakan kerja, ke dalam perbudakan kapital. Kapital harus berada di bawah para pekerja.” Bercermin dari sini, kelas pekerja harus merampas kekuasaan, jika tidak, mereka akan dihancurkan oleh kapital, oleh pemerintah kapitalis. Kekalahan kaum pekerja semasa Komune Paris, dan penindasan hebat setelah kegagalan revolusi 1905, sudah cukup menjadi pelajaran bagi kita, kaum revolusioner, dimana saja. Karena jelas, pada masa krisis politik, sosial, ekonomi, peralihan damai menuju demokrasi borjuis tidaklah mungkin. Dan revolusi 1917, telah malakukan tugas revolusioner ini, merebut kekuasaan dari tangan borjuis. “Jika kaum pekerja tidak melakukan revolusi pada tahun 1917, kata ‘fasisme’ bukan lagi berasal dari bahasa Italia, tetapi berasal dari bahasa Rusia,” tandas Trotsky.

Pemikiran cerdas Trotsky yang termuat dalam Program Transisional telah menyadarkan Chavez, bahwa jalan menuju sosialisme Venezuela benar-benar telah terbuka. Kondisinya telah tersedia untuk menjadikan Venezuela sebuah negara sosialis, negara sosialis yang makmur. Pembusukan kelas-kelas lama yang berkuasa, kelemahan politis dari kaum borjuis yang tidak mengakar pada massa rakyat, karakter revolusioner massa, dan beban-beban sosial yang menimpa rakyat — di Venezuela, menjadi prasyarat dan penggerak ke arah revolusi proletariat. Jika kondisi-kondisi yang matang ini tidak segera direspon oleh kepemimpinan revolusioner, bau busuk revolusi akan segera menyengat. Pembusukan kondisi-kondisi untuk revolusi proletariat bukanlah kesalahan kaum pekerja, tetapi ketidakcakapan kepemimpinan revolusioner dalam merespon dan menangkap fenomena. Chavez sadar akan hal ini. Ia bersama-sama dengan rakyat pekerja segera mengambil peran dalam revolusi, agar pembusukan dan ulat-ulat kapitalis tidak bernyanyi riang dalam kemenangan.

Kepekaan Chavez atas situasi ini dibuktikan dengan segera memanggili kaum pekerja untuk berada di garis paling depan revolusi. Ia juga mengajak kaum pekerja untuk mengambil tindakan kongkrit dengan menjadi aktor utama dalam gerak revolusi. Ia berulangkali mengajak kaum pekerja untuk menduduki pabrik-pabrik dengan slogan “pabrik tutup, duduki pabrik.”

Perjalanan heroik Venezuela menuju sosialisme, kini, telah menghasilkan tuaian, meski sana sini, musuh-musuh sosialisme, dengan perang opini, terus akan menggagalkan sosialisme di Venezuela. Media-media Barat dan antek-anteknya, termasuk di Indonesia, tidak pernah obyektif memahami perjuangan ini. Kepemimpinan Chavez yang terus bergerak ke arah kiri akan mengganggu stabilitas kawasan, demikian ungkap Mike Mullen, Kepala Staf Gabungan AS, saat mengunjungi Bogota, Kolumbia, belum lama ini.

Langkah-langkah radikal Cahvez selanjutnya, setelah menjadi pemimpin besar rakyat Venezuela, yang cukup mengguncang perasaan Washington, adalah pembelian 24 pesawat tempur Sukhoi dan 100.000 senjata serang jenis Kalashnikov AK 103 dari Rusia tahun 2006. Dan kini Chavez sedang dalam pembicaraan bagi pembelian kapal selam dan peralatan tempur lainnya.

Kebijakan Chavez untuk membeli senjata-senjata itu tentu bisa kita pahami. Serangan tiba-tiba Amerika ke Venezuela bisa saja terjadi. Seperti pencuri yang mengendap-endap, di malam hari. Atas nama stabilitas, atas nama demokrasi, Amerika bisa dengan leluasa memporak-porandakan revolusi. Ini bukan ketakutan yang berlebihan. Kita tahu, prilaku “setan” Amerika bisa kambuh setiap saat. Kaum kiri Indonesia seharusnya bisa memahami ini dan mendukung program sosialis Chavez. Revolusi Sosialis di Venezuela tidak boleh berhenti di tengah jalan. Venezuela adalah laboratorium kita. Jika gagal, kita ikut bertanggungjawab atas kegagalan itu. Dan sosialisme akan menjadi bahan tertawaan sejarah.

International Marxist Tendency bekerjasama dengan Proletariat Resistance, Rumah Kiri, dan organ-organ kiri revolusioner lainnya akan mengkampanyekan HANDS OFF VENEZUELA – INDONESIA, sebagai upaya menghubungkan secara erat kaum kiri Indonesia dengan Revolusi Sosialis di Venezuela. Revolusi Sosialis di Venezuela adalah karya besar yang sepenuhnya harus kita dukung.

Salam Pembebasan!

Repression of Venezuela discussion in Indonesia highlights hypocrisy of West over “freedom of speech”

Written by Ted Sprague

Jumat, 8 Juni 2007

In the midst of the hue and cry over the non-renewal of RCTV’s license in Venezuela, freedom of speech is being blatantly violated in other parts of the world. In Indonesia, an event to discuss Marta Harnecker’s book ‘Understanding the Venezuelan Revolution’ was disrupted through intimidations by the police and hooligans. As expected, we have yet to hear any hue and cry over the latter incident amongst the western media. The lackeys of the ruling class – the governments and the private media – have their own definition of what constitutes a violation of freedom of speech. When it comes to their freedom to slander and spread lies about the Chavez government, a democratically elected government, they will defend it tooth and nail. But when it comes to the right of the people to discuss about the Venezuelan Revolution, they turn a blind eye when those rights are suppressed. Once again, the hypocrisy of the ruling class is exposed.

It is not a cliché to say that what is happening in Venezuela is affecting the whole world. It affects those who fight for radical social change and also those who are desperately clinging to their power. For the former, particularly in this case for Indonesian youth, the Bolivarian revolution offers a glimpse of hope of what can be achieved by the people. And as for the latter, their knees tremble over the example the courageous Venezuelan masses have shown to their brothers and sisters throughout the world; that they can shake their old society and start to get rid of the fetters that have bound humanity for centuries – the old decrepit ruling class and its state. This fear was again shown just a week ago when the Indonesian police and the hooligans of the ruling class, through intimidations, prevented the youth from having a discussion on Hugo Chavez and Venezuelan Revolution.

The Chronology of Repression

The book discussion was a part of the ‘May Rally 2007’ event that took place from May 27th to June 1st at Ultimus Book Store (Jalan Lengkong Besar No.127, Bandung). Organized by many grassroots organizations from Jakarta and Bandung, the event was filled with activities ranging from a play to a documentary screening. The event was to culminate in a book discussion of Marta Harnecker’s interview with President Chavez in ‘Understanding the Venezuelan Revolution’. This book has been received with a warm welcome from Indonesian activists who are curious about Chavez’s political thoughts. This book surely offers a more truthful glimpse of the nature of the Venezuelan Revolution than the rabid lies spread by the media about how the Venezuelan Revolution is a personal project of an authoritarian power-hungry Chavez. On the contrary, Chavez is but a man who is pushed forward by the course of history to lead the dissatisfied Venezuelan people. This revolution is a social project, unprecedented in the history of Latin America, with the masses as its power house. Such is the idea and the experience that the Indonesian youth want to learn from so that they can apply it accordingly to the situation in Indonesia.

But learning is a privilege in Indonesia; the organizers of the event were forced to postpone the book discussion for fear of violent repression from a fundamentalist mob that has been instrumental in dispersing many public events and rallies. Entering Day 2 of the ‘May Rally 2007’ event, some unknown people were already seen ‘observing’ the event. But on Day 4, the day before the book discussion event, the intimidation become more open. The police visited and called the organizers several times, asking about the book discussion. The venue, which is a book store, was visited numerous times by suspicious people who were also asking about the book discussion. And the documentary screening on Day 4 was attended by a large group of people, most were never seen before around the book store. Such intimidation is all too familiar. Last year, on December 14, 2006, a public discussion on Marxism which was organized at the same venue was violently dispersed by a group of anti-communist thugs; the main organizer and the speaker were beaten while 9 other people were arrested. A couple of days before the fateful December 14 incident, the organizers of the event were also visited and called by the police numerous times, and there were many calls and visits by unknown people. Given the similarity of the intimidations, the book discussion on Venezuelan revolution was postponed for reasons of security. It seemed certain that the same thugs with the help of the police would try to break up the book discussion.

Indonesia and Venezuela

It is not unusual that the Venezuelan revolution holds the interest of many youth in Indonesia. Many similarities exist between Indonesia and Venezuela. Both countries share the same fate under free market where their natural resources are being plundered while their poor become poorer. Much like Venezuela, Indonesia is a country with abundant natural resources: oil, gas, minerals, forestry, etc. It has fertile soil, so fertile that there is an anecdote that if you throw away mango seed anywhere on the ground, it will grow into a mango tree without being attended. However, as of 2006, according to the World Bank [1], 49% of its 220-million population still lives on less than US$ 2 per day. Now one might think that US$ 2 a day is enough for Indonesian people; the following rough buying-power conversion rate will give you an idea how much US$ 2 can get you in Indonesia. At current rates, 2 dollars will only get you 3 liters of premium gasoline in Indonesia. It will only get you 4 kg of low-grade rice. Such is the real buying power of the majority of Indonesian people. Such a blatant contradiction between abundant natural resources and the unbearable life for the majority was the reason why the Venezuelan people moved to the left as manifested in Bolivarian Revolution. And it won’t be long before the Indonesian people, lead by the Venezuelan example, reach the same conclusion and undertake the same path.

Venezuela has provided many lessons. The most important lesson of Venezuelan revolution is that there is no way out under capitalism, that one cannot reform capitalism. For those in Indonesia who have an illusion that what is needed is a better reformed capitalism, Venezuela has shown that it is impossible to do so. When Chavez was elected in 1998, he was keen on reforming capitalism. He respected Tony Blair and was keen on undertaking Blair’s third way (a so-called middle path between capitalism and socialism). He tried to introduce progressive reforms here and there to help the poor, but the ruling class could not even accept such reforms. They organized a huge media campaign against the Chavez government that culminated in the April 2002 coup. This was defeated by the action of the masses in the streets, but the ruling class then organized an oil industry sabotage which was again defeated by the workers. Up until early 2005, Chavez never talked about socialism nor of going beyond capitalism, he had just tried to improve the situation of the majority of the population by introducing a series of reforms and reclaiming control over natural resources. But his experience, along with the experience of the people, taught him and the people that there is no way forward under capitalism. And in early 2005, Chavez for the first time talked about socialism:

“Everyday I become more convinced, there is no doubt in my mind, and as many intellectuals have said, that it is necessary to transcend capitalism. But capitalism can’t be transcended from within capitalism itself, but through socialism, true socialism, with equality and justice. But I’m also convinced that it is possible to do it under democracy, but not in the type of democracy being imposed from Washington,” Hugo Chavez (Caracas, January 30th 2005)

So, this is the lesson that the Indonesian left must learn. There is no way out under capitalism. There is no way out under reformism. For those who argue that we shouldn’t provoke the ruling class by talking about socialism, that we should just talk about reforms that can be accepted by the ruling class, the experience of Venezuelan revolution has shown us how far we can go with reforms. Not too far! The modest progressive reforms that Chavez once tried to implement were answered with a military coup and economic sabotage.

A socialist revolution in Venezuela could spark a movement in Indonesia. And while the Venezuelan revolution is the bastion of hope in Latin America, a revolution in Indonesia can have the same effect in Asia. Tan Malaka, an Indonesian revolutionary hero once said:

“If we can imagine capitalism as a building and all the countries in the world are its posts, then Indonesia is one of those posts. We know sooner or later that the whole building is going to collapse. But the form and the scope of its collapse and how it collapses, only experience will determine it. It is very possible that all the posts collapse simultaneously and along with it too the whole building collapses. But it is also possible that each of the posts don’t collapse simultaneously, but successively, every time a post collapses it brings another part of the building to collapses” Tan Malaka (Toward the Republic of Indonesia, 1925)

It is now the task of the Indonesian youth to learn the lessons and experiences of the Venezuelan revolution. The learning task itself is not easy as the recent repression of the book discussion has shown; but a repression is a sign of fear, a fear toward an idea so great that it shakes the whole foundation of society. To learn about Venezuela is the first step toward supporting the revolution in Venezuela, because the best way to support the revolution in Venezuela is to prepare the conditions for revolution in your own country, and the lessons of the Venezuelan revolution can help the Indonesian youth in building their own revolution.

Message of Solidarity

We appeal to all of those who defend the Venezuelan Revolution to send messages of solidarity to our comrades in Indonesia.

Send messages to: rumahkiri@rumahkiri.net

Let the Indonesian youth know that they are not alone, that there are those who are also learning from the experience of the Venezuelan Revolution and trying to build similar revolutionary conditions in their home countries.

In addition to the message of solidarity, we appeal to all workers to write protest letters to the Indonesian embassy or consulate in your country, and also to the below listed institutions, expressing your grave concerns regarding the intimidations against Ultimus Book Store (Jalan Lengkong Besar No.127, Bandung). Indonesian youth deserve freedom of expression. Let us raise our voice in condemnation of the intimidations of the police and the hooligans of the ruling class toward the Indonesian youth!

Model Letter:

We are writing to express our grave concern regarding intimidations against the Ultimus Book Store, (Jalan Lengkong Besar No.127, Bandung). Intimidatory actions by the Indonesian police supporting right-wing thugs have caused the disruption of a meeting on Marta Harnecker’s book ‘Understanding the Venezuelan Revolution’ originally planned for June 1st 2007. We demand that this meeting be allowed to continue without disruption and we will hold the Indonesian authorities responsible for any restriction of freedom of expression.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (The Republic of Indonesia National Police)

General Sutanto, Chief of National Police

Jl. Trunojoyo 3

Jakarta Selatan, Indonesia

Phone: +62-21-7218012, 7218144

Fax: +62-21-7207277

email: polri@polri.go.id

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (People’s Representative Council of Indonesia)

Mr. Trimedya Panjaitan

Chair of Commission III: Law, Human Rights, and Security

Jl. Gatot Subroto No. 6

Jakarta, Indonesia

Phone: +62-21-5715566, 5715569, 5715864

Email: humas@dpr.go.id

Lembaga Bantuan Hukum Bandung (Bandung Legal Aid Institute)

Mr. Gatot Rianto, President

Jalan Pagaden No.21

Antapani – Bandung, Indonesia

Phone/Fax: +62-22-7208312

Email: lbhbandung@lbhbandung.org

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (National Commission of Human Rights)

Mr. Abdul Hakim Garuda Nusantara, Chairperson

Jln. Latuharhary No. 4B, Menteng,

Jakarta Pusat 10310, Indonesia

Telp. +62 21 3925230 ext.225/221

Fax. +62 21 3925227

Email: info@komnasham.go.id

KONTRAS (The Commission for Disappearance and Victims of Violence)

Mr. Mouvty Makaarim Al Akhlak, Secretary General

Jl. Borobudur No.14 Menteng

Jakarta Pusat 10320, Indonesia

Phone: +62-21-3926983, 3928564

Fax: +62-21-3926821

Email: kontras_98@kontras.org

___________________________________________________________________
[1] World Bank Making the New Indonesia Work for the Poor – Overview.

Nasionalisasi di Venezuela – Apa Artinya Bagi Kaum Sosialis?

Oleh Alan Woods di Mexico

Jumat, 18 Mei 2007

Berita tentang langkah besar nasionalisasi akan disambut dengan antusias oleh buruh di seluruh penjuru negara. Ini merepresentasikan suatu langkah besar bagi revolusi Venezuela dan pukulan yang serius terhadap kapitalisme dan imperialisme.

Pada hari Selasa tanggal 15 Mei, James Ingham koresponden BBC News di Caracas, mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul Nationalisation sweep Venezuela, yang dimulai dengan:

“Para investor swasta dan kelompok oposisi menentangnya, dan para pendukung Presiden Hugo Chavez menginginkannya. Angin puyung nasionalisasi dan ancaman-ancaman untuk perusahaan-perusahaan swasta sedang mengubah iklim ekonomi Venezuela dan mengancam untuk melebarkan ketegangan sosial.

“Mr Chavez meningkatkan kampanyenya untuk mengubah Venezuela menjadi negara sosialis.

“Dia mengambil lebih banyak kendali terhadap aset-aset negara dan memperingatkan perusahaan-perusahaan yang tidak setuju dengan visinya bahwa ia akan mengambil alih perusahaan-perusahaan itu.”

Dengan segera setelah memegang kekuasaan, Presiden mengumumkan program nasionalisasi secara luas: “Segala sesuatu yang dulu diprivatisasi akan dinasionalisasi,” katanya. Hingga saat ini, Chavez tetap memegang ucapannya itu.

Nasionalisasi minyak

Pada tanggal 1 Mei, Hari Buruh, perusahaan-perusahaan minyak swasta yang masih tersisa di negara itu diambil alih. Di sebuah upacara di pabrik pengolahan minyak Jose Oil, Presiden Chavez mengatakan kepada buruh yang bersorak-sorai: “Ini adalah nasionalisasi yang sesungguhnya dari sumber-sumber alam kita… Hari ini kita sedang mengakhiri suatu lingkaran setan.”

Orinoco Belt Project, yang bertujuan untuk membangun salah satu cadangan minyak terbesar dunia, sebelumnya dikontrol oleh enam perusahaan asing: ConocoPhilips, Chevron dan Exxon Mobil dari Amerika, bekerjasama dengan BP dari Inggris, Statoil dari Norwegia dan Total dari Prancis. Monopoli besar asing ini sedang mempersiapkan keuntungan yang sangat besar dari proyek tersebut. Sekarang perusahaan minyak negara, PDVSA yang akan mengendalikan sekurang-kurangnya 60% dari proyek-proyek tersebut, dan keuntungan dari proyek-proyek itu akan dikembalikan ke Venezuela. Negosiasi masih berlangsung mengenai kelanjutan pemegang saham dan kemungkinan adanya kompensasi atas kilang-kilang minyak tersebut.

Dari sudut pandang sosialis, apakah hal ini diperbolehkan, yakni masuk ke dalam persetujuan dengan para kapitalis asing, atau dengan membayar kompensasi kepada perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi? Itu tergantung pada beberapa faktor. Di awal tahun 1920-an, Lenin siap memberikan kelonggaran bagi para kapitalis asing untuk membangun Siberia, yang pada saat itu Republik Soviet muda belum mampu menggarapnya. Bahkan ada beberapa negosiasi dengan kapitalis-kapitalis Amerika, yang sebagian besar diorganisir oleh pengusaha kaya Amerika, Arnold Hammer. Tetapi negosiasi-negosiasi tersebut sama sekali tidak menghasilkan apa-apa karena para imperialis hanya ingin menghancurkan negara Soviet, bukan berdagang dengannya.

Masalah kompensasi bukan juga merupakan masalah prinsip. Marx mengemukakan adanya kemungkinan untuk membeli seluruh saham kapitalis di Inggris. Trotsky juga pernah mengatakan bahwa di Amerika hal ini dimungkinkan untuk membayar kompensasi kepada para kapitalis dengan jaminan bahwa pabrik-pabrik tersebut diserahkan secara damai dan memperkecil kemungkinan adanya kerusuhan. Tetapi, apa yang tidak dibenarkan adalah ide para reformis untuk membeli perusahaan-perusahaan dengan harga pasar, yang akan menyebabkan seluruh ide mengenai nasionalisasi menjadi tidak mungkin. Satu slogan yang mungkin bisa dikemukan adalah: nasionalisasi dengan kompensasi minimum berdasarkan kebutuhan yang terbukti. Ini akan membayar dalam jumlah tertentu bagi para pemegang saham kecil tetapi sama sekali tidak bagi “kucing-kucing yang gemuk”.

Venezuela hanya mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan berdasar pada nilai buku proyek-proyek tersebut, ketimbang berdasarkan nilai bersih mereka yang sangat besar saat ini. Secara prinsipal, ini akan lebih bisa diterima, karena Venezuela memiliki kekayaan yang cukup besar dan mampu membayar kompensasi – dengan syarat bahwa industri-industri tersebut diserahkan tanpa penundaan dan tidak dengan sabotase. Tetapi sangatlah diragukan apakah syarat-syarat ini akan diterima oleh imperialis dan perusahaan-perusahaan besar asing. Paling tidak, sumber-sumber pemerintah sudah mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, kompensasi tidak akan diberikan sama sekali.

Koresponden BBC berkomentar sinis: “Ketika Chavez menyatakan pada acara penyerahan bahwa dia telah mengembalikan minyak kepada rakyat dan membebaskan Venezuela dari Imperialis Amerika Utara, para skeptis menyimaknya dengan kekhawatiran. Para analis memprediksikan bahwa PDVSA akan mengalami kesulitan untuk mengelola lading-ladang minyak yang sulit dikelola ini. Mereka mengatakan, tanpa pengalaman dan keahlian dari perusahaan-perusahaan swasta, produksi akan merosot.”

Ini adalah lagu lama yang sering kita dengar! Kaum borjuis tidak akan pernah menerima kenyataan bahwa adalah mungkin untuk menjalankan roda ekonomi tanpa bantuan dari bankir swasta dan kapitalis. Tetapi sejarah berkata lain. Pengalaman Rencana Lima Tahun pertama di Uni Soviet tidak hanya membuktikan bahwa bahwa hal ini mungkin untuk menjalankan sebuah negara yang sangat besar tanpa campur tangan kapitalis, tetapi juga bahwa ekonomi yang terencana secara nasional, meskipun dijalankan secara birokratis, bisa memberikan hasil yang cemerlang.

Selama bertahun-tahun para propagandis modal dengan tekun menyebarkan mitos bahwa kapitalisme bekerja lebih baik daripada suatu sistem ekonomi yang terencana dan sebuah dongeng bahwa dalam jangka panjang kesuksesan pasar akan menyelesaikan semua masalah, yang dijawab oleh Keynes: pada akhirnya kita semua akan mati.’

Suatu contoh sejarah yang sederhana dengan segera akan menyangkal tesis utama dari kaum pro-market tersebut. Dalam Perang Dunia II, ketika tentara Hitler sedang menyapu Eropa, dan Inggris menemukan dirinya sendirian dan dengan punggung ke arah tembok, apa yang dilakukan kaum borjuis Inggris? Apakah mereka berkata: Kita harus meninggalkan segalanya kepada perusahaan swasta dan “tangan gaib pasar”? Tidak! Mereka memusatkan ekonomi, memperkenalkan elemen-elemen perencanaan, pendistribusian, pengendalian buruh, dan bahkan menasionalisasi industri-industri yang dibutuhkan untuk memproduksi kebutuhan perang. Kenapa mereka melakukan ini? Karena ini memberikan hasil yang lebih baik

Aplikasi ekonomi pasar di Amerika Latin merupakan petaka besar bagi massa, yang tidak memperoleh keuntungan dari pertumbuhan ekonomi satu dekade yang lalu, yang hanya memberi keuntungan besar bagi para bankir, kapitalis, dan terutama, monopoli raksasa asing seperti Exxon. Kekhawatiran dari para gentleman ini bukanlah bahwa rakyat Venezuela kurang ahli dalam mengolah ladang minyak, tetapi bahwa para pemilik Exxon akan dihilangkan keuntungan besarnya.

Bahkan koresponden BBC ini terpaksa mengakui bahwa langkah ini akan menolong bagian termiskin dari populasi di Venezuela, rakyat yang memilih Chavez dan yang menginginkan perubahan fundamental di dalam masyarakat.

“Rakyat miskin akan tertolong sepanjang semua keuntungan digunakan untuk kepentingan proyek-proyek sosial.” Tetapi kemudian dia menambahkan catatan yang berbisa: “Tetapi ada kekawatiran bahwa langkah ini akan mengorbankan investasi jangka panjang dalam bisnis. Perusahaan-perusahaan multinasional tentu dapat tinggal sebagai partner minoritas, tetapi jika mereka tidak mendapat kesepakatan kompensasi yang menguntungkan, mereka akan pergi.”

Ini sungguh memalukan! Monopoli-monopoli asing ini telah merampas kekayaan minyak Venezuela selama bergenerasi-generasi. Mereka telah menjarah sumber daya alam dalam jumlah yang besar dengan mengorbankan rakyat Venezuela. Hampir dari seluruh waktunya, mereka bahkan tidak membayar pajak. Sekarang, saat rakyat Venezuela sedang mengambil kembali sesuatu yang adalah miliknya, burung-buruh nasar yang gemuk dan yang manja ini meminta kompensasi. Seharusnya rakyat Venezuelalah yang harus meminta kompensasi dari perusahaan-perusahaan transnasional itu untuk seluruh kekayaan yang telah mereka rampok selama berpuluh-puluh tahun.

Perusahaan-perusahaan besar asing ini sedang menggunakan isu kompensasi untuk memeras Venezuela. Intinya mereka berkata: “Kamu tidak boleh menghentikan kami merampokmu. Ini hak kami dan kami bersikeras untuk meneruskannya. Jika kamu menolak, kami akan menggunakan seluruh otot kami untuk melakukan sabotase terhadapmu. Kami akan keluar dari Venezuela, membatalkan seluruh kontrak dan memutus seluruh investasi eksternal. Kami akan mengorganisir secara internasional untuk memboikot Venezuela. Kami akan meruntuhkanmu. Kami akan membiarkanmu kelaparan supaya kamu tunduk!”

Perusahaan selanjutnya yang ada di daftar nasionalisasi adalah perusahaan telekomunisasi utama Venezuela, CANTV, yang diprivatisasi pada tahun 1991. Semenjak privitasasi itu, perusahaan itu telah menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemiliknya, tetapi pelayanannya tidak pernah sampai ke masyarakat paling miskin di negara itu. Kebanyakan rakyat miskin Venezuela menggunakan jaringan telpon dari kedai-kedai telepon yang dikendalikan oleh perusahaan telpon yang dipenuhi dengan stan-stan telpon, atau mereka menelpon dari kios-kios telpon yang ada di jalanan, dimana telpon-telpon genggam ditaruh pada sebuah meja dan para pengguna telpon membayar sewa telpon.

Dari bulan Juni, negara akan mengontrol perusahaan tersebut, merubahnya, dalam kata-kata Presiden Chavez, dari “perusahaan swasta kapitalis ke perusahaan sosialis yang dijalankan oleh negara”. Antrian-antrian panjang rakyat yang sedang menunggu untuk menelpon rumahnya akan menjadi masa lalu. Chavez merencanakan untuk menginstal lebih dari sejuta saluran baru dan memotong biaya telepon. “Sebelum tahun 2011, setiap wilayah dengan lebih dari 500 penduduk akan memilki akses ke jaringan telepon,” kata Chavez.

Perusahaan-perusahaan lainnya yang akan dinasionalisasi termasuk pemasok listrik utama negara, Electridad de Caracas. Pabrik-pabrik semen dan baja yang mengekspor mayoritas barang-barangnya telah diberitahu bahwa mereka akan diambil alih jika mereka tidak mulai menjual barang-barangnya ke rakyat Venezuela. Yang paling penting dari semua itu, adalah bank, yang berpikir dirinya bebas hingga sekarang, dihadapkan dengan nasionalisasi:

“Perbankan swasta harus memprioritaskan pembiayaan pada sektor-sektor industri Venezuela dengan biaya rendah,” kata Chavez belum lama ini. “Jika bank-bank tersebut tidak setuju dengan hal ini, lebih baik mereka pergi, mereka harus menyerahkan bank-bank tersebut kepada saya, kami menasionalisasi dan mengambil bank-bank itu untuk bekerja demi membangun negara, dan bukan untuk spekulasi dan memperoleh keuntungan besar.”

Bank-bank di Venezuela telah memperoleh keuntungan besar dalam periode terakhir ini. Majalah The Economist (8 Mei) berkomentar: “Mungkin sulit bagi bank-bank untuk protes atau melawan, terutama karena mereka sudah melaporkan pertumbuhan laba yang meningkat – hingga 33% di tahun 2006 – berkat meledaknya permintaan kredit domestik di tengah-tengah ekspansi ekonomi yang cepat (rata-rata lebih dari 12% dalam tiga tahun terakhir ini). Bahkan selain nasionalisasi, kabarnya pemerintah sedang berpikir untuk mengimplementasikan perbaikan-perbaikan di dalam sektor tersebut, yang mungkin termasuk suatu batasan pada keuntungan bank (kelebihannya untuk proyek-proyek sosial), dan kontrol langsung atas suku bunga dan alokasi kredit.”

Bahkan jika Chavez menunda nasionalisasi atas bank-bank dan memperkenalkan kontrol seperti itu, ini akan membuat jalannya bank-bank tersebut di atas dasar kapitalis menjadi tidak mungkin dan maka dari itu akan berakhir dengan nasionalisasi. Nasionalisasi bank merupakan syarat mutlak jika Venezuela ingin putus dengan kapitalisme. Bank-bank merupakan instrumen esensial dari kebijakan ekonomi dan penggerak yang sangat kuat. Kontrol terhadap kredit merupakan elemen esensial di dalam sebuah ekonomi terencana sosialis, dan harus berada di tangan negara. Ini akan memungkinkan negara untuk mengalokasikan sumber-sumber dan investasi menurut kebutuhan masyarakat secara umum, bukan menurut keuntungan bagi segelintir para parasit yang kaya.

Masalah kelas

Mr. Ingham menyimpulkan reaksi terhadap pengumuman nasionalisasi tersebut: “Ini adalah saat yang menggelisahkan bagi para investor dan perusahaan-perusahaan swasta. Tetapi bagi berjuta-juta rakyat yang menyandarkan hidupnya pada presiden dan pertolongan finansialnya, mereka akan gembira karena uang tampak bergerak dari orang-orang kaya ke orang-orang miskin.” Perkataan ini dari seorang musuh revolusi Bolivarian dan sosialisme cukup mengekspresikan realitas konflik kelas yang telah berkembang di Venezuela lebih dari satu dasawarsa dan sekarang telah sampai pada titik perubahan yang kritis. Masalah nasionalisi ada di pusat tahapan yang kritis ini, dan masa depan revolusi Bolivarian tergantung dari penyelesaian masalah ini.

Berita nasionalisasi ini diterima dengan sorak-sorai oleh para pekerja, petani, dan rakyat miskin Venezuela, yang berharap Chavez akan memenuhi janjinya untuk membuat revolusi Venezuela menjadi sebuah revolusi yang tidak dapat dibalikkan arahnya. Ini hanya dapat dilakukan dengan menantang secara langsung apa yang dinamakan dengan hak suci kepemilikan pribadi. Tanpa mengambil alih kekuatan ekonomi dari tangan kelas oligarki yang kontra revolusioner, revolusi Bolivarian tak akan pernah bisa memperoleh kemenangan dan segala sesuatu yang diperoleh dari revolusi tidak akan pernah langgeng.

Satu hal yang juga tidak mengejutkan adalah respon imperialis di setiap negara. Di sana sedang ada gonggongan protes dari semua pihak. Media massa penuh dengan cerita mengerikan tentang ancaman “diktator komunis” di Venezuela. Mereka mengabaikan detil kecil bahwa Presiden Hugo Chavez dalam 10 tahun terakhir ini menang dalam pemilihan, referendum, dan pemilihan-pemilihan umum lainnya lebih dari pemimpin politik manapun di dunia. Dalam pemilihan presiden Desember yang lalu Chavez menang dengan perolehan suara terbesar dalam sejarah Venezuela.

Para “demokrat” seperti George W. Bush dan Tony Blair hanya setuju dengan demokrasi selama demokrasi tidak mengancam kepentingan para bankir, tuan tanah, dan kapitalis. Tetapi ketika rakyat memilih sebuah pemerintah yang mencoba mengubah masyarakat dan mengancam kekayaan serta hak istemewa, dengan cepat sikap mereka berubah. Pada bulan April 2002, CIA merencanakan sebuah kudeta di Venezuela yang akan melantik seorang diktator berlumuran darah seperti Pinochet di Chile. Esok harinya, Washington mengakui pemerintah baru tersebut, yang dipimpin oleh seorang pengusaha, Carmona, yang sama sekali tidak pernah dipilih oleh siapapun. Inilah kredensial-kredensial “demokratis” dari imperialisme Amerika.

Apa yang sebenarnya ditakuti oleh mereka adalah, bahwa untuk membawa revolusi Bolivarian maju ke depan, Hugo Chavez mulai mengambil tindakan tegas melawan kepemilikan pribadi, dengan menasionalisasi perusahaan-perusahaan dan tanah yang dimiliki oleh kaum oligarki Venezuela dan perusahaan-perusahaan transnasional asing yang besar. Mereka takut contoh ini akan diikuti di negara lain (ini sudah terjadi) dan bahwa buruh Eropa dan Amerika akan mulai menuntut langkah yang sama melawan perusahaan-perusahaan besar yang mengeksploitasi buruh-buruhnya guna merauk keuntungan yang besar, merusak lingkungan dengan tumpahan minyak dan pencemaran dalam bentuk lain dan menutup pabrik-pabrik seolah-seolah mereka hanyalah sebuah kotak korek api guna mengeruk keuntungan besar dengan merampok negara-negara miskin.

Hingar Bingar “kemerdekaan pers”

Yang benar-benar menjijikkan, khususnya, adalah reaksi Media Barat. Sementara saya sedang menulis artikel ini di Mexico City, televisi pada semua saluran sedang menyiarkan, setiap setengah jam, riuh protes mengenai tidak diperpanjangnya ijin siar RCTV, yang diberitakan sebagai serangan terhadap “kebebasan berekspresi”. Perusahaan yang sedang dibicarakan ini, selama bertahun-tahun, telah memuntahkan propaganda yang paling menjijikkan dan penuh dusta melawan pemerintah terpilih, termasuk serangan-serangan personal melawan presiden, yang difitnah berulang kali sebagai orang gila dan fitnah-fitnah lainnya yang lebih parah. RCTV telah berulangkali menyiarkan panggilan-panggilan untuk menggulingkan pemerintahan Venezuela dan membunuh presiden Chavez.

Ini bukanlah hanya beberapa kelompok jurnalis televisi yang tidak bersalah yang sedang berdiri untuk mempertahankan kebebasan. Sebaliknya, perusahaan ini telah lama menjadi pusat kontra revolusioner yang bersekongkol untuk mengganggu kestabilan dan mengguling pemerintah yang dipilih secara bebas oleh rakyat. Pada bulan April 2002, ia merupakan pusat riil dari usaha kudeta, meminta kepada rakyat Venezuela untuk mendukung kudeta tersebut, mengeluarkan berita palsu tentang pembantaian oleh pemerintah. Perusahaan ini menolak mentah-mentah untuk mengijinkan para menteri yang terpilih untuk menjelaskan diri mereka sendiri di televisi.

Dengan kata lain, RCTV merupakan salah satu instrumen penting untuk persiapan sebuah kup yang bermaksud melantik kediktaturan di Venezuela yang akan meminta korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Ia merupakan salah satu instrumen oligarki dan CIA. Di negara lain manapun, stasiun tersebut sudah pasti akan ditutup sejak dulu dan para direkturnya sudah dibawa ke pengadilan. Di Venezuela tak seorang pun ditangkap – yang mana mereka seharusnya sudah ditangkap – dan stasiun TV tersebut sudah diijinkan untuk beroperasi sampai ijin siarnya kadaluwarsa. Pemerintah sungguh pantas menolak untuk memperpanjang ijinnya, yang mana secara sah mereka berhak melakukannya. Inilah kenyataannya. Oleh karena itu, seluruh kebisingan dan kemarahan yang dibangkitkan oleh pers yang menjijikkan ini mengenai apa yang dinamakan serangan atas kebebasan pers di Venezuela harus ditolak dengan jijik untuk kemunafikannya yang penuh dusta.

Apa yang dinamakan pers bebas dunia barat dalam kenyataannya merupakan milik pribadi segelintir orang-orang media super kaya seperti Rupert Murdoch. Jauh dari pejuang kebebasan berpendapat, kaum reaksioner yang keras ini merupakan juru bicara imperialis, bank dan monopoli besar. Mereka dengan tekun membela status quo, yaitu, suatu perbudakan rakyat seluruh dunia oleh segelintir parasit-parasit kaya. Mereka adalah musuh-musuh yang paling keras dari kemerdekan dan kemajuan dimana-mana.

Buruh di seluruh dunia tidak akan bisa dikelabui oleh kampanye yang bersuara nyaring di media ini. Mereka akan mengerti bahwa apa yang dipertaruhkan adalah perjuangan hidup-dan-mati antara kelas-kelas yang bertentangan, yang sedang terjadi pada skala dunia. Mereka dengan segera akan memahami fakta bahwa pers pengecut ini, yang secara sistematis berdusta dan memfitnah para buruh setiap kali mereka mogok untuk membela kepentingannya melawan bos-bos, mempunyai alasan tersendiri untuk menyerang Chavez dan Venezuela, dan bahwa alasan-alasan ini tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang tertulis di koran-koran mereka.

Revolusi Amerika Latin

Di seluruh Amerika Latin, massa sedang berkobar. Di Ekuador, kita mempunyai pemilihan Rafael Correa, yang disebut-sebut memodelkan dirinya seperti Chavez. Dia terkunci dalam sebuah konflik dengan Kongres dan memilki dukungan lebih dari 80% rakyat. Di Bolivia, Evo Morales, yang terinspirasi oleh nasionalisasi di Venezuela, sedang mengangkat masalah nasionalisasi sumber-sumber alam milik Negara:

“Pemerintah-pemerintah neo-liberal sudah menyerahkan secara gratis konsesi-konsesi atas bukit-bukit, sungai-sungai, dan tambang-tambang. Kita harus mulai mengambil kembali konsesi-konsesi tersebut,” kata Morales sebelum memulai proses nasionalisasi industri gas. Sebagaimana di Venezuela, pemerintah Bolivia dihadapkan dengan perlawanan sengit dari oligarki, dengan Washington dan perusahaan-perusahaan transnasional di belakangnya. Koresponden BBC di Caracas mengekspresikan ketakutan imperialis ini:

“Perubahan-perubahan di Venezuela sedang direfleksikan di tempat lain di Amereika Latin. Sekutu-sekutu Chavez di Bolivia dan Equador sedang membuat gerakan-gerakan yang sama.”

Di Bolivia, perusahaan energi negara YPFB mengatakan bahwa mereka akan mengontrol produksi dan pemasaran minyak dan gas alam di negara tersebut. Dalam sambutannya di peringatan May Day tahun ini, Morales berjanji untuk mengambil kontrol yang lebih besar terhadap ekonomi dari perusahaan-perusahaan asing:

“Kawan-kawanku, jika kita benar-benar ingin hidup di Bolivia yang bermartabat maka kita harus mengambil jalan anti-imperialisme, anti-liberalisme dan anti-kolonialisme,” kata Morales.

Pemerintahan Bolivia berharap untuk menyelesaikan nasionalisasi perusahaan telkom sebelum May Day, tetapi pembicaraan dengan Telecom Italia – yang memiliki separuh perusahaan telkom terbesar itu – terhenti untuk saat ini. Telcom Italia mengatakan minggu lalu bahwa ia berpikir untuk mencari arbitrasi internasional atas penjualan Entel setelah Bolivia mengeluarkan dua keputusan yang bertujuan menasionalisasi kembali perusahaan tersebut. Demikian, para imperialis menggunakan berbagai macam trik dan manuver guna menggagalkan keinginan rakyat dan menyabotase usaha mereka untuk memperoleh kembali kontrol atas sumber-sumber daya alam mereka. Tetapi gerakan untuk nasionalisasi tetap berkembang, mendapatkan dorongan dari rakyat Venezuela. Ini dilihat oleh Washington sebagai suatu usaha oleh Chavez untuk mengekspor revolusi.

Peluncuran Telesur, saluran televisi seluruh Amerika Latin yang disiarkan dari Caracas untuk jutaan rakyat di seluruh penjuru benua dan di luar itu, merupakan respon langsung terhadap kontrol atas siaran televisi yang digunakan imperialis Amerika melalui CNN. Chavez juga sudah mengatakan bahwa dia ingin mengeluarkan Venezuela dari IMF dan Bank Dunia.

Presiden Chavez mengatakan bahwa dia sudah memerintahkan Menteri Keuangan, Rodrigo Cabezas, untuk memulai kerja formal guna menarik diri dari dua lembaga internasional tersebut. Presiden Chavez telah mengutarakan keinginannya untuk mendirikan apa dia yang dinamakan Bank of the South, yang disokong oleh penghasilan minyak Venezuela, yang akan membiayai proyek-proyek di Amerika Selatan. Langkah ini juga akan dipandang sebagai ancaman terhadap cengkraman yang dimiliki oleh imperialisme terhadap benua Amerika Latin melalui institusi-institusi finansial ini (baca IMF dan Bank Dunia). Contoh diatas mudah menjalar. Di Nikaragua, Ortega telah berkata dia sedang melakukan negosiasi dengan IMF “untuk meninggalkan IMF” dan bahwa dia berharap untuk “keluar dari penjara” hutang IMF.

Para ahli strategi imperialis mencapai kesimpulan yang sama sebagaimana seorang Marxis: Kondisi-kondisi sudahlah matang untuk sebuah gerakan revolusioner secara umum di Amerika Latin yang akan memilki konsekuensi yang sangat besar di Amerika dan pada skala dunia. Pusat gerakan revolusioner tersebut ada di Venezuela, dimana, setelah satu dasawarsa perjuangan, revolusi sedang mencapai titik yang tak dapat dibalik.

Di sini di Mexico, kebijakan-kebijakan yang diumumkan oleh Chavez sudah melemahkan kelas penguasa, yang telah dihadapkan dengan sebuah pemberontakan massa yang tak ada henti-hentinya sejak kecurangannya dalam pemilihan tahun lalu. Seorang kawan dari Mexico berkata kepadaku: “Ini benar-benar mengejutkan. Mereka sedang menyerang pemerintahan Chavez setiap setengah jam pada seluruh saluran dan membela hak-hak jurnalis Venezuela, seolah-olah mereka sedang berbicara mengenai kejadian di Mexico.” Kata-kata ini masuk ke inti persoalan. Dari pihak imperialis dan antek-anteknya di Amerika Latin, ada alasan yang sangat kuat bagi kegarangan serangan-serangan melawan Venezuela itu. Mereka mempunyai alasan yang tepat untuk takut bahwa revolusi Venezuela tidak akan berhenti di perbatasan Venezeula, tetapi akan menyebar ke negara lain. Nasionalisasi-nasionalisasi baru-baru ini memberikan suatu contoh yang ingin diikuti oleh negara-negara lain. Ini mengakibatkan alarm di koridor kekuasaan dari Washington ke Mexico city dan sekitarnya berdering.

Di sini di Mexico, Calderon menduduki jabatannya sebagai presiden melalui kecurangan dalam pemilihan tahun lalu, setelah protes rakyat secara besar-besaran yang melibatkan jutaan buruh dan petani. Pada tanggal 31 Juli, tiga juta rakyat turun ke jalan menuntut pengakuan kandidat PRD Lopez Obrador sebagai presiden terpilih. Di Oaxaca, ada pemberontakan yang bertahan selama berbulan-bulan, termasuk pendirian soviet-soviet (APPO), milisi rakyat, dan pengambilalihan televisi.

Pemberontakan Oaxaca dihancurkan dengan kekerasan yang brutal dan tak diketahui jumlah yang dibunuh oleh pasukan keamanan. Tentu saja tidak ada satu kata pun tentang ini di “pers bebas” kita, yang hanya berteriak tentang “kediktatoran” ketika kepentingan kaum kaya terancam. Setiap orang di Mexico tahu bahwa Lopez telah memenangkan pemilihan dan Calderon secara demokratis tidak terpilih. Tetapi Washington dan London mengakui Calderon dan sedang mencoba dengan segala cara untuk tetap menjaga kekuasaannya, meskipun mereka tidak akan berhasil.

Gerakan di Mexico belumlah berhenti. Ia baru saja mulai. Pada tanggal 2 Mei terjadi pemogokan umum yang memperoleh dimensi yang sangat besar. Sebuah komite pemogokan nasional sudah dipersiapkan untuk mengorganisir pemogokan umum yang lain. Ada suatu gelora di serikat-serikat buruh, dimana pemimpin-pemimpin sayap kanan “charro” dikalahkan oleh anggota-anggotanya secara konsisten. Seluruh situasi disini siap meledak. Adakah sesuatu yang mengherankan bila kelas penguasa Mexico, dan majikan-majikannya di Washington, takut dengan apa yang sedang terjadi di Venezuela?

Akan tetapi, opsi-opsi dari imperialisme di Venezuela saat ini adalah sangatlah terbatas. Imperialisme Amerika, dengan seluruh kekayaan dan kekuatan militernya, menemukan dirinya dalam keadaan lumpuh. Di masa lalu mereka sudah akan mengintervensi langsung, dengan mengirim pasukan Marinir. Tetapi ini tidak mungkin untuk saat sekarang ini. Mereka terlibat dalam perang di Irak yang tidak popular dan yang tidak dapat dimenangkannya. Saat ini Bush adalah presiden yang paling tidak disukai di dalam sejarah Amerika. Oposisi terhadap perang Irak sedang berkembang pada semua level. Adalah tidak terpikirkan bila bahkan orang yang tolol seperti Bush akan melancarkan serangan militer ke Amerika Latin pada saat ini.

Tersisa opsi pembunuhan, yang pasti telah dipersiapkan oleh CIA cukup lama. Tetapi bahkan opsi ini mengandung resiko serius bagi imperialisme Amerika. Ini akan menyebabkan gelombang kemarahan di Amerika Latin dan di seluruh dunia, di mulai dari Venezuela, yang mana akibat pertamanya adalah pemutusan suplai minyak ke Amerika. Ini akan menyebabkan gelombang kemarahan dan reaksi di seluruh benua tersebut. Kemungkinan, tidak akan ada satupun kedutaan Amerika yang tersisa di kawasan tersebut. Kebencian terhadap Amerika akan bertahan selama bergenerasi-generasi dan mengakibatkan pemberontakan-pemberontakan dan ledakan-ledakan sosial selanjutnya.

“Appetite comes with eating”

Ada peribahasa kuno: “appetite comes with eating” (nafsu makan datang dari makanan). Jumlah buruh di Venezuela yang sedang menuntut kontrol buruh dan nasionalisasi semakin bertambah. Hal ini terjadi di Inveval, dimana buruh telah mengambil alih pabrik dan menjalankannya dengan sukses di bawah kontrol buruh. Hal yang sama terjadi di Sanitarios Maracay, seperti yang telah kita laporkan dalam artikel sebelumnya. Pabrik-pabrik ini dan yang lainnya telah mengorganisir Freteco, front pendudukan pabrik, yang sedang meluaskan pengaruhnya dan meningkatkan kampanye untuk nasionalisasi. Pernyataan-pernyataan Presiden Chavez akan memberikan dorongan baru bagi gerakan ini.

SIDOR adalah pabrik baja terbesar di kawasan Andean dengan kapasitas 4.2 juta ton per tahun. SIDOR memproduksi kawat dan pipa, termasuk berbagai jenis pipa yang dibutuhkan industri nasional Venezuela, dan menurut laporan perusahaan tersebut, 63% dari produksi ditujukan untuk pasar Venezuela dan 37% untuk ekspor.

Perusahaan ini merupakan perusahaan milik negara sejak berdirinya di tahun 1962 hingga 1998 ketika perusahaan itu diprivatisasi. 60 persen sahamnya diperoleh oleh suatu konsorsium yang bernama Amazonia, yang terdiri dari perusahaan Argentina Techint sebagai partner mayoritas, juga Hylsamex dari Mexico, Uniminas dari Brazil, dan perusahaan Venezuela, Sivensa sebagai partner minoritas. Pemerintah Venezuela menguasai 20 persen saham dan sisa 20 persen diberikan kepada buruh pabrik.

Chris Carlson melaporkan dalam Venezuelanalysis.com bahwa pada tanggal 9 Mei para pekerja di Mérida mengadakan protes di luar pabrik baja SIDOR di Puerto Ordaz, menuntut pemerintah menasionalisasi perusahaan itu. Pekerja-pekerja dari serikat buruh SIDOR berkumpul di luar pabrik kemarin, memblokir jalan, menghalangi pintu masuk pabrik sejak pagi hari.

Chávez telah memperingatkan bahwa ia akan menasionalisasi perusahaan tersebut jika mereka tidak memenuhi kebutuhan industri domestik dan tetap mengekspor ke pelanggan asing, walaupun untuk saat ini perusahaan tersebut tampaknya masih akan berada di tangan swasta.
“Sebagai buruh kita meminta suatu jawaban yang pasti mengenai situasi ini,” kata Ulmaro Ramos, sekretaris serikat buruh SIDOR, pada stasiun radio lokal. Seorang jurubicara serikat buruh menyatakan bahwa buruh mendukung niat presiden untuk menasionalisasi perusahaan tersebut.

“Kita mendukung maklumat presiden tentang kemungkinan untuk membebaskan perusahaan ini yang telah diperbudak kapitalisme neo-liberal selama 8 tahun terakhir,” kata José Meléndez, anggota serikat buruh Alianza Sindical de Sidor. Meléndez berkata bahwa ketika pabrik tersebut diprivatisasi, ada 11,600 karyawan dan sekarang hanya ada 5,700 buruh yang “dieksploitasi tanpa sedikitpun memperoleh keuntungan.”

“Kita tidak terpecahkan dan kita dengan sepenuhnya setuju bahwa presiden perlu mengendalikan perusahaan ini agar secepatnya dapat dialihkan ke kontrol oleh buruh,” kata Meléndez

Sekarang apa?

Chávez telah menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi para pejuang revolusioner untuk menggunakan institusi demokrasi formal borjuis guna mengerahkan massa untuk perubahan. Dia telah menjalankan suatu kebijakan cerdas yang sudah memungkinkan dia untuk memenangkan banyak pemilihan, mendasarkan dirinya pada suatu program tuntutan-tuntutan yang demokratis revolusioner dan perubahan-perubahan yang tidak melewati batasan kapitalisme tetapi menyatukan dan mengorganisir berjuta-juta buruh dan petani untuk mengubah masyarakat.

Kemenangan-kemenangan ini sudah melemahkan semangat dan mendemobilisasi kekuatan-kekuatan kontra-revolusioner. Kelompok oposisi, yang berusaha keras mengerahkan kekuatannya untuk mengusir Chávez pada bulan Desember, kini terpecah-pecah secara menyedihkan dan mengalami disorientasi. Mood sayap kanan saat ini sedang tertekan dan merasa kalah. Sekarang, kelompok oposisi tidak memiliki wakil di Majelis Nasional sebagai hasil dari keputusan mereka untuk memboikot pemilihan tahun 2005. Kemenangan telak Chávez’s (yang bahkan pengamat borjuis internasional tidak berani mempertanyakan) memberinya suatu tangan yang sangat kuat untuk terus maju dengan sebuah program sosialis. Dia hanya melakukan itu, dan dia harus diberi pujian atas hal ini.

Akan tetapi, Revolusi ini masih belum melewati titik kritis dimana kuantitas menjadi kualitas. Kekuatan-kekuatan yang besar sedang berusaha untuk menghentikan Revolusi ini dan melemahkannya dan menyabotasenya dari dalam. Kekuatan kontrarevolusioner borjuis terlalu lemah untuk melakukan tugas ini. Ini sedang dilaksanakan oleh kaum birokrasi Bolivarian – sayap kanan yang merepresentasikan Fifth Column dari kontrarevolusi dari dalam Gerakan Bolivarian ini, dan secara konsisten bekerja untuk mengisolasi Presiden dan menyabotase keputusan-keputusannya.

Venezuela masih belum memutuskan hubungan dengan kapitalisme tetapi berdiri di posisi separuh jalan yang mengkhawatirkan. Ada bahaya yang sangat besar di sini. Adalah mustahil untuk membuat sebuah revolusi yang setengah-setengah. Bahaya ini adalah bahwa, dengan memperkenalkan beberapa langkah nasionalisasi dan perubahan progresif lain, Chávez akan membuat operasi kapitalisme menjadi mustahil, tanpa meletakkan mekanisme-mekanisme perencanaan dan pengendalian yang merupakan kondisi awal bagi suatu sistem ekonomi sosialis.

Sedang ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan yang menunjukkan bahwa tidak semuanya sehat di dalam ekonomi. Inflasi sedang meningkat, yang mana akan memukul kaum yang termiskin dengan sangat keras, dan kekurangan-kekurangan produk sedang bermunculan pada tingkat yang berbeda-beda. Kapitalis sedang merespon dengan menghentikan modal dan ada perluasan sabotase, korupsi dan halangan birokratis. Majalah The Economist berkomentar:

“Dengan pendapatan yang besar dari ekspor minyak dalam tahun-tahun terakhir ini – hasil minyak menghasilkan hampir 59 milliar US$ di tahun 2006 – dan membengkaknya cadangan valuta asing, administrasi Chávez mempunyai dana untuk dibelanjakan. Akan tetapi, manakala dikombinasikan dengan pengeluaran belanja lainnya, khususnya program-program dan subsisi-subsidi sosial yang mahal, ini akan menambah tekanan lebih lanjut terhadap defisit anggaran yang telah melebar. Defisit ini setara dengan 1.8% GDP di tahun 2006, dan Economist Intelligence Unit memproyeksikan defisit ini akan berkembang menjadi 4.9% GDP tahun ini. (Keadaan fiskal yang sebenarnya lebih buruk, karena beberapa pengeluaran disalurkan off-budget via perusahaan minyak milik negara dan dana pembangunan nasional). Pertumbuhan GDP sendiri sedang melambat – mencapai 5.8% tahun ini dan 3.2% di tahun 2008, menurut ramalan kami.

“Radikalisasi kebijakan di bawah pemerintahan Chávez, yang dikombinasikan dengan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang tertekan – yang terbukti tidak hanya oleh pemburukan keuangan publik dan pertumbuhan yang lambat tetapi juga inflasi double-digit, yang paling tinggi di Amerika Latin – sedang membangitkan semakin banyak rasa takut diantara para investor. Indeks pasar bursa Caracas tengah merosot beberapa hari terakhir ini. Penanaman modal-langsung swasta juga telah mengalami kemunduran dalam beberapa tahun, dan tren ini mungkin akan memburuk sejak Januari. Penanaman modal-langsung asing adalah negatif tahun lalu. Pengurangan investasi akan semakin menurunkan pertumbuhan GDP melebihi term medium

“Dan lagi, premi yang dibayar untuk transaksi dolar pada pasar gelap tengah meningkat, dengan melemahnya mata uang bolívar sampai sekitar Bs3,950:US$1 (dibandingkan dengan kurs ofisial yang telah dipatok Bs2,150:US$1), mendekati poin yang rendah pada bulan Januari sekitar Bs4,000:US$1. Ini akan meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk mendevaluasi kurs ofisial, meskipun pemerintah akan ragu untuk melakukan hal itu, mengingat inflasi tahunan yang mendekati angka 20%.”

Kita menyambut dengan antusias langkah-langkah nasionalisasi. Pada saat yang sama, kita harus meminta dengan tegas bahwa nasionalisasi itu harus berjalan bergandengan dengan kontrol dan manajemen buruh yang benar-benar demokratis. Roda ekonomi harus dijalankan oleh buruh untuk buruh dan langkah-langkah harus diambil untuk menghentikan kaum birokrat mengambil kontrol.

Kita juga harus menunjukkan bahwa pada tahap ini, proses revolusi masih belumlah selesai. Samasekali tidak benar pandangan, yang seperti para birokrat dan reformis katakan, bahwa kita harus maju pelan-pelan dan secara berangsur-angsur agar tidak menggusarkan kaum borjuis dan memprovokasi imperialisme. Kaum borjuis telah cukup terganggu dan imperialis lebih dari itu.

Dengan menunda konflik yang tak terelakkan antara kelas-kelas, kita hanya akan memberikan waktu bagi kekuatan kontrarevolusioner untuk menyusun kembali dan mengorganisir rencana-rencana baru melawan revolusi. Lebih serius lagi, membiarkan kapitalis untuk melanjutkan sabotasenya, menciptakan kelangkaan barang secara artifisial dan mengacaukan produksi, ada bahaya bahwa massa akan menjadi lelah oleh kekurangan-kekurangan barang dan jatuh ke sikap apatis dan acuh tak acuh. Inilah yang benar-benar diingini oleh kelompok reaksioner. Segera setelah keseimbangan dari kekuatan-kekuatan itu mulai bergerak melawan revolusi, kelompok kontrarevolusioner akan menyerang lagi. Dan mereka memilliki banyak sekutu-sekutu terselubung di dalam kepemimpinan Gerakan Bolivarian yang ingin menghentikan revolusi dan sedang menunggu kesempatan untuk berbalik melawan Presiden. Bahaya ini masih ada. Oleh karena itu, kita harus bertindak dengan cepat untuk menyelesaikan masalah-masalah ini sampai pada akar-akarnya.

Perjuangan melawan birokrasi

Nasib akhir dari Revolusi Bolivarian akan ditentukan oleh suatu perjuangan internal untuk membersihkan gerakan dari elemen-elemen kelas yang asing dan mengubahnya ke dalam suatu instrumen yang siap untuk merubah masyarakat. Peluncuran Partai Persatuan Sosialis (PSUV) memberikan para buruh revolusioner, para petani, dan pemuda satu kemungkinan untuk melakukan hal ini. Mereka harus memperkuat partai tersebut dan merekrut lapisan-lapisan revolusioner baru dari massa dan mengabdi sepenuhnya kepada sosialisme. Mereka harus menyingkapkan dan mengusir elemen-elemen korup, pengejar karir, dan para birokrat yang ikut pergerakan hanya untuk kepentingan mereka sendiri dan akan berkhianat segera setelah ada kesempatan.

Partai baru ini bisa menjadi partai buruh revolusioner sejati hanya jika ia sangat demokratis. Anggota-anggota partai tersebut haruslah memutuskan semua permasalahan dan kepemimpinan harus dipilih, dapat diberhentikan dan terdiri dari elemen-elemen yang terbukti kejujurannya dan dedikasinya terhadap sosialisme dan kelas buruh.

Serikat-serikat buruh adalah unsur kunci yang lain dalam perumusan ini. Kaum Marxis berjuang untuk kesatuan serikat buruh, dan pada saat yang sama berjuang untuk gerakan serikat buruh yang demokratis militan. Serikat-serikat buruh harus memberi dukungan kepada pada langkah-langkah progresif pemerintah, terutama nasionalisasi, dan berjuang untuk memperluas semua langkah-langkah yang meningkatkan standar hidup rakyat dan memukul kaum oligarki. Tetapi serikat-serikat buruh harus mempertahankan independensi total dari negara. Hanya serikat yang merdeka dan independen yang bisa membela kepentingan buruh, dan pada saat yang sama secara serentak membela pemerintah revolusioner melawan musuh-musuhnya.

Dua musuh kembar tersebut adalah oportunisme dan sektarianisme. Perang melawan oportunisme pada satu pihak adalah perang melawan korupsi, karirisme dan birokratisme, di pihak yang lain, perang melawan ide-ide asing yang merasuk ke dalam gerakan, dan terutama menyangkut bagian-bagian kepemimpinan, yang sudah bertekuk lutut kepada pengaruh reformisme dan meninggalkan garis revolusioner.

Apa artinya ini?

Dari sudut pandang kelas buruh dunia, pentingnya perkembangan-perkembangan di Venezuela adalah nyata. Sejak kejatuhan Uni Soviet, borjuis sudah mengorganisir suatu kampanye yang sangat hebat melawan ide-ide sosialisme dan Marxisme. Mereka dengan khidmat mendeklarasikan akhir komunisme dan sosialisme. Mereka sangatlah percaya diri sampai-sampai mereka mendeklarasikan akhir sejarah. Tetapi sejarah belumlah berakhir. Ia baru saja mulai.

Setelah satu setengah dasawarsa, buruh sedunia bisa melihat realitas kasar dari dominasi kapitalis. Mereka menjanjikan kedamaian dunia, demokrasi dan kemakmuran. Sekarang semua ilusi dari borjuis ini sedang berada dalam reruntuhan. Semakin banyak masyarakat menjadi sadar bahwa kapitalisme tidak memberikan masa depan bagi kemanusiaan.

Ada permulaan kebangkitan di mana-mana: buruh, petani, pemuda, sedang bergerak. Ide bahwa sosialisme dan revolusi adalah jauh dari agenda telah terbukti salah di dalam praktek. Revolusi sudah dimulai di Venezuela, dan sedang meluas ke seluruh Amerika Latin, seperti ketika sebongkah batu besar dilempar ke kolam. Gelombang dari revolusi di Venezuela sedang mulai dirasa di Eropa dan Amerika. Di Pakistan dan India, di Rusia dan Ukraina, rakyat sedang bertanya: apakah yang sedang terjadi di Venezuela dan apa artinya ini?

Tidaklah perlu untuk seratus persen setuju dengan Hugo Chávez, atau mengidealisasi Revolusi Bolivarian guna memahami signifikansi kolosal dari peristiwa-peristiwa ini. Di sini untuk pertama kalinya dalam beberapa dasawarsa, seorang pemimpin dunia yang penting telah memproklamasikan kebutuhan akan sosialisme dunia dan mengutuk kapitalisme sebagai perbudakan. Dia telah berbicara secara publik di depan jutaan rakyat tentang perlunya membaca Marx, Lenin, Rosa Luxemburg dan Trotsky.

Yang terpenting dari semua itu, Chávez telah memobilisasi jutaan buruh, petani, dan pemuda di bawah panji revolusi sosialis. Dan dia sedang mencoba untuk mengantarkan suatu program nasionalisasi yang, jika diselesaikan hingga akhir, akan menandai kemenangan revolusi sosialis di suatu negara kunci di Amerika Latin dan akan menyebarkan api revolusi ke seluruh benua dan di luarnya.

Pentingnya revolusi ini dimengerti oleh kaum imperialis, yang sedang mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan revolusi yang baru saja lahir. Mereka sedang mengerahkan kekuatan besar untuk menghancurkan revolusi Venezuela. Buruh di seluruh dunia harus mengerahkan kekuatan dari gerakan buruh internasional untuk menghentikan mereka.

Pertahankan Revolusi Venezuela!


Hidup Sosialisme!


Hands Off Venezuela!

Mexico City, Jumat 18 Mei 2007
*Diterjemahkan oleh Shane, diedit oleh Ted Sprague, 26 Juni 2007

Chavez menganjurkan untuk belajar Trotksy, memuji Program Transisional

Oleh Jorge Martin (In Defence of Marxism, www.marxist.com)

Kamis, 26 April 2007

Dalam acara TV mingguannya Alo Presidente, yang ditayangkan pada hari Minggu, 22 April dari Urachiche di propinsi Yaracuy, presiden Chavez menganjurkan kepada semua rakyat Venezuela untuk membaca dan mempelajari tulisan-tulisan Leon Trotsky, dan memberikan komentar yang positif kepada Program Transisional, yang ditulis oleh Trotsky untuk kongres pembentukan Internasional Ke-empat pada tahun 1938.

Merespon telepon dari seorang pendengar acara Alo Presidente, Ramon Gonzalez, Chavez menjelaskan bahwa dia baru saja membaca pamphlet Program Transisional yang diberikan kepadanya oleh Menteri Buruh dan Jaminan Sosial, Jose Ramon Rivero. Menteri ini adalah seorang mantan aktivis buruh dari Bolivar yang memberitahukan Chavez bahwa dia adalah seorang Trotksis saat Chavez berniat untuk mengangkat dia sebagai Menteri Buruh.

“Saya tidak dapat disebut sebagai seorang Trotskis, tidak, tetapi saya bertendensi ke Trotsky karena saya sangat menghargai pemikiran-pemikiran Leon Trotsky, dan semakin saya menghormati dia semakin saya mengerti dia. Teori revolusi permanen, contohnya, adalah sebuah tesis yang sangatlah penting. Kita harus membacanya, kita harus mempelajarinya, kita semua, tidak ada seorangpun disini yang dapat berpikir bahwa dia sudah mengetahuinya”, Chavez menekankan.

Chavez menggarisbawahi ide Trotsky bahwa kondisi-kondisi untuk sosialisme sudahlah matang dan mengatakan bahwa ini adalah sangat benar di Venezuela. “Leon Trotsky, di dalam pamphlet yang tidak saya bawa sekarang, saya ingin membawanya tetapi saya lupa. Saya membacanya pagi hari ini, ini adalah teori transisi, sebuah buku yang tipis, tidak lebih dari 30, 40 halaman, tetapi buku ini mempunyai berat seperti emas, Leon Trotsky benar-benar seorang penulis yang memberikan inspirasi. Kemudian dia mengatakan, ketika kamu berbicara Ramon, Rafael Ramon Gonzalez dari Valera, dia mengatakan di dalam teleponnya bahwa di Venezuela kondisi-kondisi sudah tersedia untuk kita menjadi sebuah negara, tetapi sebuah negara sosialis, negara sosialis yang makmur, maju secara sosialis, karena saat kita berbicara mengenai perkembangan kita harus berhati-hati. Venezuela akan menjadi negara yang maju! Kita harus hati-hati, karena masalahnya adalah bukan untuk mengkopi model dari Utara (baca Amerika Serikat – catatan penerjemah), model tersebut menghancurkan dunia, temanku, oleh sebabnya saya menggunakan kosakata ini yang baru saja saya pikirkan: maju secara sosialis, maju di dalam lingkungan hidup”, Chavez berkata.

Presiden Chavez mengatakan bahwa dia terkesima oleh pernyataan Trotsky bahwa di Eropa dan negara-negara lain, kondisi-kondisi untuk revolusi proletar bukan hanya sudah matang tetapi sudah mulai membusuk.

“Trotsky di pamphlet ini, yang ditulis di antara dua perang, setelah Perang Dunia Pertama, dan dengan Perang Dunia Kedua yang hampir meledak, pada tahun 1930an, … Tahun berapa Trotsky dibunuh? Tidak ada yang ingat? Baiklah, ini adalah pekerjaan rumah untuk kalian semua yang hadir. Kemudian dia mengatakan, Rafael, bahwa kondisi-kondisi, menurut kriteria dia saat itu, di Eropa dan di negara-negara maju di Utara, kondisi untuk revolusi proletar bukan hanya sudah matang, tetapi sudah mulai membusuk, karena apa yang matang dapat juga menjadi busuk, ini benar terjadi, ini dapat terjadi. Pernyataan ini memberikan kesan yang sangat kuat kepada saya, Maria Cristina [Menteri Industri Kecil dan Perdagangan], karena saya sebelumnya tidak pernah membacanya, ini berarti bahwa kondisi-kondisi tersebut mungkin sudah tersedia, tetapi bila kita tidak melihat mereka, bila kita tidak mengerti mereka, bila kita tidak mampu mengambil kesempatan tersebut, mereka akan mulai membusuk, seperti halnya hasil-hasil bumi yang lain, mangga, dll”

Dan kemudian Chavez juga merujuk pada tesis utama Program Transisional-nya Trotsky, ketika dia menjelaskan bahwa “krisis umat manusia tereduksi ke krisis kepemimpinan revolusioner.”

“Kemudian”, lanjut Chavez, “Trotsky menunjukkan satu hal yang sangatlah penting, dan dia mengatakan bahwa [kondisi-kondisi untuk revolusi proletar] sudah mulai membusuk, bukan karena kaum buruh, tetapi karena kepemimpinan yang tidak melihat hal tersebut, yang tidak tahu, yang penakut, yang bertekuk lutut di bawah perintah kapitalisme, di bawah perintah demokrasi borjuis, mereka adalah serikat-serikat buruh. Mereka teradaptasi dengan sistem kapitalisme, partai-partai Komunis yang besar, Komintern (Komunis Internasional) teradaptasi dengan sistem kapitalisme, dan kemudian tidak ada seorangpun yang bisa meraih kesempatan (dari kondisi revolusi yang sudah matang), karena absennya sebuah kepemimpinan, sebuah kepemimpinan yang pandai, berani, dan tepat untuk mengorientasikan gerakan ofensif massa di dalam kondisi-kondisi tersebut. Dan kemudian Perang Dunia Kedua tiba dan kita tahu apa yang terjadi, dan setelah Perang Dunia Kedua, dan kemudian abad ke-20 diakhiri dengan jatuhnya Uni Soviet dan jatuhnya apa yang dikira sebagai satu-satunya sosialisme yang ‘nyata’.

Ini sangatlah jauh berbeda dengan mereka yang berargumen bahwa sosialisme tidak akan bisa hadir di Venezuela karena tingkat kesadaran kaum buruh “belumlah cukup tinggi”. Dan, walaupun ini adalah mengejutkan, bahkan ada orang-orang di Venezuela yang berargumen seperti itu. Kata-kata Chavez juga merupakan sebuah serangan terhadap pemimpin-pemimpin Partai Komunis Venezuela (PKV) yang menolak untuk bergabung dengan Partai Persatuan Sosialis yang baru (PSUV). Para pemimpin PKV, sebuah partai yang mempunyai banyak kelas pekerja militan yang jujur dan berani, sudah memainkan sebuah peran yang menyedihkan selama Revolusi Bolivarian. Daripada menjadi sebuah partai pelopor, yang berargumen bahwa sosialisme adalah satu-satunya jalan ke depan, mereka malah berargumen sebaliknya. Pada tahun-tahun pertama revolusi, mereka berargumen dengan keras bahwa revolusi Venezuela hanyalah berada di “tingkatan anti-imperialis dan demokratik” dan bahwa sosialisme tidak ada di agenda revolusi. Hanya ketika Chavez berbicara mengenai sosialisme, baru PKV berani menggunakan kata sosialisme. Dan bahkan sampai sekarang, mereka masih bersih keras bahwa “tahapan” sekarang adalah tahapan “pembebasan nasional”, suatu tahapan yang menuntut sebuah “aliansi kelas dan lapisan sosial dari banyak pihak, termasuk kelas borjuis non-monopoli”!!! (dari Tesis Kongres XIII, 2007)

Semenjak Chavez mulai berbicara mengenai sosialisme pada bulan Januari 2005, ini sudah menjadi topik perdebatan utama di seluruh pelosok Venezuela. Pernyataan Chavez bahwa di bawah kapitalisme tidak ada solusi untuk masalah-masalah masyarakat dan bahwa sosialisme merupakan jalan ke depan merepresentasikan sebuah langkah maju yang besar di dalam perkembangan politiknya. Dia memulai politiknya dengan berusaha melakukan reformasi terhadap sistem kapitalisme dan untuk memberikan kepada kaum miskin Venezuela pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak dan tanah, dan dia menjadi sadar melalui pengalamannya sendiri dan melalui bacaannya bahwa ini tidaklah mungkin dilakukan di bawah kapitalisme.

Akan tetapi, seketika setelah dia berujar mengenai sosialisme, kaum reformis, birokrat, dan penyusup konter-revolusioner di dalam gerakan Bolivarian menjadi panik. Mereka tidak dapat secara terbuka dan secara publik menentang Chavez karena ucapan-ucapannya berhubungan dengan perasaan dan aspirasi massa. Sebaliknya, mereka mencoba untuk mengencerkan apa yang dia ucapkan. Yang terkemuka di dalam usaha ini adalah Heinz Dieterich yang sudah mencoba untuk mengembangkan sebuah “teori” justifikasi yang bertentangan dengan sosialisme, tetapi membalut “teori” tersebut dengan jubah “Sosialisme Abad ke-21”. Secara umum, dia berargumen bahwa sosialisme tidaklah berarti penyitaan alat-alat produksi, sebaliknya sosialisme adalah sistem ekonomi gabungan. Dalam kata lain, bagi Dieterich, sosialisme sebenarnya merupakan … kapitalisme. Seperti seorang tukang sulap, Dieterich berpikir bahwa dia dapat mengambil pernyataan Chavez tentang sosialisme, memasukkannya ke dalam sebuah topi, dan menarik keluar seekor kelinci kapitalisme.

Akan tetapi, Chavez sangatlah jelas akan apa yang ada di dalam benaknya. Beberapa bulan belakangan ini, dia semakin menjadi tidak sabar dengan taktik ulur-waktu para birokrat dan konter-revolusioner di dalam gerakan Bolivarian. Chavez sudahlah sangat jelas saat dia berbicara mengenai membangun sosialisme, yang dia maksud adalah membangun sosialisme sekarang juga, bukan di masa depan yang akan datang. Di dalam komentarnya mengenai Trotsky, dia menekankan:

“Disini kondisi-kondisi untuk revolusi sudahlah tersedia, saya pikir pemikiran Trotsky ini sangatlah berguna di dalam zaman sekarang ini, disini kondisi-kondisi untuk revolusi sudahlah tersedia, di Venezuela dan Amerika Latin, saya tidak akan berkomentar mengenai Eropa sekarang, ataupun Asia, disana realitasnya berbeda, ritmenya berbeda, dinamikanya berbeda, tetapi di Amerika Latin kondisi-kondisi untuk revolusi sudahlah tersedia, dan di Venezeula masalahnya adalah untuk mejalankan revolusi yang sejati”.

Ini sangatlah berbeda dengan kaum reformis dan Stalinis, yang bahkan di dalam kondisi Venezuela sekarang ini, masih berpendapat bahwa kondisi di Venezuela belumlah matang untuk revolusi!

Sekali lagi, pemilihan presiden bulan Desember 2006 merupakan belokan ke kiri di dalam revolusi Bolivarian. Sayap kanan gerakan Bolivarian semakin khawatir akan apa yang terjadi, dengan Chavez berbicara mengenai Trotskisme pada saat acara penyumpahan anggota Kabinet baru, dan Chavez semakin bergerak ke kiri. Garis perperangan sudahlah ditarik dan perpecahan-perpecahan di dalam gerakan Bolivarian sudah terbuka secara umum dan ini tergambarkan di dalam polemik mengenai pembentukan partai baru (PSUV, Partido Socialista Unido de Venezuela, Partai Persatuan Sosialis Venezuela).

Chavez sangatlah sadar mengenai hal tersebut dan di dalam pertemuan pertama dengan pendukung-pendukung Partai Persatuan Sosialis yang baru ini, pada tanggal 24 Maret, dia menjelaskan “ketika revolusi ini semakin mendalam, semakin berkembang, kontradiksi-kontradiksi ini akan keluar dengan terbuka, bahkan beberapa kontradiksi yang sampai sekarang masih tertutupi, mereka akan menjadi semakin kuat, karena kita berhadapan dengan isu ekonomi, dan tidak ada yang menyakiti seorang kapitalis lebih daripada dompetnya”.

Figur-figur pemimpin beberapa partai Bolivarian (terutama PODEMOS dan PPT, juga PKV) sudah menolak untuk bergabung dengan Partai Persatuan Sosialis yang baru ini. Alasannya sangatlah jelas, mereka takut akan partai baru ini, mereka takut akan nafas massa revolusioner di belakang leher mereka, mereka takut akan semua pembicaraan mengenai sosialisme. Di dalam pertemuan baru-baru ini pada tanggal 19 April, dimana 16000 pendukung PSUV disumpah, Chavez secara terbuka menyerang sejumlah gubernur-gubernur PODEMOS. “Menurut saya, dia telah membuka topengnya dan bergabung dengan pihak oposisi” kata Chavez mengenai Ramon Martinez, gubernur Sucre dari partai PODEMOS. Menanggapi pernyataan Martinez bahwa dia mendukung “demokratik sosialisme”, Chavez membalas bahwa masalahnya adalah “saya adalah seorang sosialis dan dia adalah seorang sosial-demokrat”, dan dia menambahkan, “saya mendukung sosialisme revolusioner”.

Dalam berbicara mengenai perlunya sebuah kepemimpinan revolusioner, Chavez juga mengutip dari Lenin:

“Mengenai kepemimpinan, inilah mengapa saya sangat bersihkeras mengenai pentingnya sebuah partai, karena kita tidak mempunyai sebuah kepemimpinan revolusioner yang dapat menjalankan tugas-tugas yang diperlukan sekarang ini, sebuah kepemimpinan yang bersatu, berorientasi dalam strategi, tersatukan, seperti yang dikatakan Vladimir Ilyich Lenin, sebuah organisasi yang mampu menyatukan jutaan hasrat menjadi satu hasrat tunggal [1], ini sangatlah penting untuk melaksanakan sebuah revolusi, kalau tidak revolusi akan gagal, seperti sungai yang meluap, seperti sungai Yaracuy yang kehilangan arusnya dan menjadi rawa saat mencapai Laut Karibia.”

Pemikiran politik Chavez senada dengan dan merefleksikan kesimpulan-kesimpulan yang diraih oleh puluhan ribu aktivis revolusioner di Venezuela, di pabrik-pabrik, di komunitas-komunitas, di pedesaan. Mereka semakin tidak sabar dan menginginkan revolusi ini untuk meraih kemenangan mutlak.

Sanitarios Maracay

Kejadian baru-baru ini dimana sejumlah buruh Sanitarios Maracay ditangkap dan dipukuli ketika mereka sedang menuju Caracas untuk menghadiri sebuah demonstrasi untuk membela kontrol buruh (workers’ control) dan penyitaan pabrik menggambarkan secara singkat kontradiksi-kontradiksi dan bahaya-bahaya yang dihadapi oleh revolusi Venezuela. Para buruh Sanitarios Maracay telah menduduki pabrik tersebut dan telah berproduksi di bawah kontrol buruh selama hampir 5 bulan, dan menuntut penyitaan pabrik di bawah kontrol pekerja. Mereka telah mengorganisir komite pabrik untuk menjalankan perusahaan tersebut dan mengorganisir perjuangan mereka. Ini jelas merupakan aplikasi praktis dari apa yang Trotksy bicarakan di dalam Program Transisional:

Mogok kerja duduk (okupasi), … , melewati batas-batas prosedur kapitalis yang “normal”. Terpisah dari tuntutan-tuntutan pemogok kerja, penyitaan pabrik-pabrik secara sementara ini memberikan pukulan terhadap kepemilikan kapitalis. Setiap mogok kerja duduk secara praktis mendorong ke depan pertanyaan siapakah bos pabrik tersebut: kaum kapitalis atau kaum buruh? Bila mogok kerja duduk mendorong pertanyaan tersebut secara tak teratur, komite pabrik memberikan pertanyaan tersebut sebuah ekspresi yang terorganisir. Dipilih oleh semua karyawan pabrik, komite pabrik ini menciptakan sebuah kekuatan untuk melawan pihak administratsi.”

Inilah yang terjadi di Sanitarios Maracay dan intervensi dari kamerad CMR (Corriente Marxista Revolucionaria, Arus Marxis Revolusioner, sebuah organisasi Marxis di Venezuela yang merupakan bagian dari International Marxist Tendency – catatan penerjemah) melalui Front Okupasi Pabrik Revolusioner (FRETECO) membantu buruh Sanitarios Maracay untuk mengambil kesimpulan akhir dari pengalaman mereka. Berbeda dengan argumen beberapa pemimpin serikat buruh sayap kiri, peran serikat-serikat buruh di saat-saat revolusioner bukan hanya untuk perjuangan sehari-hari dalam menuntut gaji dan kondisi kerja yang lebih baik, tetapi untuk mengangkat pekerja ke ide pengambilan kekuasaan. Seperti yang Trotsky jelaskan di Program Transisional: “Serikat buruh bukanlah akhir; mereka hanyalah alat di dalam jalan menuju revolusi proletar.”, dan dia menambahkan, “di saat periode kebangkitan gerakan buruh yang luar biasa … adalah perlu untuk membentuk organisasi ad hoc, yang mencakup seluruh massa yang sedang berjuang: komite-komite mogok kerja, komite-komite pabrik, dan akhirnya, soviet-soviet.”

Bila pemimpin-pemimpin serikat buruh melaksakan sebuah kampanye okupasi pabrik yang serius dimana buruh-buruh menuntut para bos “untuk membuka pembukuan mereka” (salah satu tuntutan dari Program Transisional) dan kemudian menuntut penyitaan pabrik di bawah kontrol buruh, maka masalah pengambilan kekuasaan oleh buruh akan terdorong ke depan secara otomatis. Inilah yang sudah diperdebatkan oleh CMR di Venezuela, bertentangan dengan mereka yang meletakkan di tengah-tengah program mereka masalah pemilihan di dalam UNT (Union Nacional de Trabajadores, Serikat Buruh Nasional Venezuela).

Di pihak yang lain, penangkapan dan penindasan terhadap buruh Sanitarios Maracay mengangkat satu isu lainnya yang sangat penting, yang juga dibicarakan oleh Trotsky di Program Transisional di dalam kondisi di Eropa pada tahun 1930an: mengenai masalah mempersenjatai kaum buruh dan tani. Di Venezuela, kita mempunyai sebuah situasi dimana aparatus negara yang lama, walaupun sudah lemah, masihlah utuh. Gubernur Aragua (seorang konter-revolusioner yang menyamar sebagai seorang Bolivarian) mampu menggunakan polisi untuk menyerang buruh Sanitarios Maracay, dan Tentara Nasional bertindak di pihak polisi.

Ini menggarisbawahi satu poin yang selalu ditekankan oleh kaum Marxis: buruh tidak dapat mengambil alat negara yang sudah jadi dan menggunakannya untuk kepentingan mereka. Di Venezuela, masalah mempersenjatai kaum buruh dan tani dan membentuk milisi rakyat (yang dibicarakan di Program Transisional) adalah masalah yang krusial, dan ini dapat dilaksanakan dengan cukup mudah. Bila kaum buruh bergabung dengan pasukan cadangan dan tentara teritorial, secara terorganisir pabrik demi pabrik, ini akan sangat membantu dalam pembentukan milisi rakyat di bawah kontrol buruh.

Tugas Yang Akan Datang.

Di atas semua ini, insiden Sanitarios Maracay menunjukkan betapa bahayanya situasi sekarang ini. Kekuatan konter-revolusi semakin khawatir akan arah revolusi yang ke kiri. Mereka mensabotase semua pengalaman kontrol buruh (termasuk menggunakan taktik ulur-waktu untuk membuat bangkrut pabrik Inveval yang juga di bawah kontrol buruh). Beberapa bulan terakhir ini, mereka juga sudah mencoba kembali mensabotase ekonomi dengan cara menciptakan situasi kelangkaan bahan makanan pokok, dan sekarang mereka bersiap-siap untuk memobilisasi massa di jalanan sekitar tanggal 27 Mei saat ijin penyiaran RCTV (stasiun TV pihak oposisi yang berpartisipasi di dalam kudeta bulan April 2002) tidak akan diperbarui.

Jalan maju ke depan adalah dengan menyita hak milik kaum oligarki dan membangun negara revolusioner yang baru yang berdasarkan komite-komite pabrik dan komunitas. Untuk melaksanakan hal tersebut, dibutuhkan sebuah partai revolusioner dan sebuah kepemimpinan revolusioner. Inilah mengapa semua kaum revolusioner haruslah mengambil bagian di dalam Partai Persatuan Sosialis yang baru itu, menemani massa di dalam pengalaman mereka dan mengangkat ide-idenya Trotsky, ide-ide Marxisme, yang menyediakan pedoman yang paling akurat untuk kemenangan mutlak revolusi. Inilah yang sedang dilaksanakan oleh kamerad dari CMR dan kami mengajak semua kaum sosialis revolusioner yang sejati untuk bergabung dengan mereka.

[1] “Tugas-Tugas Liga Pemuda”

Diterjemahkan oleh Ted Sprague (22 Mei 2007) dari “Chavez recommends the study of Trotsky, praises The Transitional Programme”  karya Jorge Martin (26 April 2007).

Chavez memanggil klas pekerja untuk berada di garis terdepan revolusi

Oleh Euler Calzadilla dan Jose Antonio Hernandez (CMR, Corriente Marxista Revolucionaria) Jumat, 16 Februari 2007Dalam sebuah pertemuan pada hari Rabu, 14 Febuari dengan buruh-buruh pensiunan IVSS (Institut Keamanan Sosial Venezuela), di ruang Circulo Militar Venezuela, Presiden Republik Bolivarian, Hugo Chavez menyatakan (mengutip Marx) bahwa “para pekerja tidak dapat kembali ke dalam perbudakan kerja, ke dalam perbudakan kapital. Kapital harus berada di bawah para pekerja.” Bercermin dari ini, Chavez memerintahkan sebuah tinjauan terhadap jam kerja 8-jam sehari, dan juga mengatakan bahwa hari kerja harus dikurangi untuk menginjinkan para pekerja waktu untuk belajar. “Saya mengajak untuk mendukung sepenuhnya klas pekerja dan serikat buruh revolusioner yang sesungguhnya … Saya memanggil semua klas pekerja untuk akhirnya memainkan perannya di dalam revolusi ini.”Sekali lagi presiden mengulangi pernyataannya memanggil para pekerja untuk mengambil tindakan konkrit melalui serikat-serikat buruh. Dia sudah melakukan hal ini di masa lalu dengan sebuah panggilan kepada seluruh pekerja menggunakan slogan “pabrik tutup, duduki pabrik”. Akan tetapi, para pemimpin berbagai aliran di UNT (Union Nacional de Trabajadores, Serikat Buruh Nasional Venezuela) tidak mengetahui bagaimana mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Daripada mengfokuskan perdebatan pada masalah mengorganisir para pekerja untuk menduduki pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan dan menuntut nasionalisasi mereka di bawah kontrol para pekerja, mereka memfokuskan perhatiannya pada masalah pemilihan internal dan perjuangan mengenai aliran mana yang akan mengontrol kepemimpinan.

Chavez baru-baru ini membuat panggilan yang lain dalam salah satu pidatonya di “Alo Presidente”. Dengan kata-kata ini, dia mengatakan kepada pemimpin gerakan buruh bahwa sekarang adalah waktunya untuk bertindak. Para pemimpin semua tendensi gerakan buruh mempunyai sebuah tanggung jawab yang besar.Dari sudut pandang CMR (Corriente Marxista Revolucionaria, sebuah organisasi Marxis di Venezuela yang merupakan bagian dari International Marxist Tendeny – catatan penerjemah), ini adalah sangat mungkin. Pemimpin UNT harus membuat sebuah pertemuan nasional yang dihadiri semua sektor gerakan buruh untuk mendiskusikan Sosialisme Abad 21 dan tugas klas pekerja dalam Revolusi Bolivarian. Hari nasional pendudukan pabrik harus diorganisir, dan mendirikan dewan-dewan buruh yang intinya adalah serikat-serikat buruh. Dewan-dewan buruh ini harus mempunyai hubungan dengan masing-masing di tingkatan lokal, regional, dan nasional, dan harus berkoordinasi dengan petani, kaum muda dan dewan-dewan komunal.

Elemen-elemen di dalam pidato Chavez ini merupakan tambahan terhadap gelombang nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan strategis di dalam negara yang sudah banyak dibicarakan. Pemerintahan Bolivarian, berhadapan dengan intensifikasi perjuangan klas dan sabotase kapitalis terhadap ekonomi, dan semakin bertambahnya perdebatan terbuka tentang bagaimana membangun Negara Sosialis, sudah meluncurkan nasionalisasi sektor telekomunikasi dan energi, yang telah membangunkan dan menghidupkan massa dalam harapan yang sangat besar, memperkuat perjuangan antara reformasi dan revolusi.

Sekarang adalah waktunya bagi klas pekerja untuk memainkan tugasnya di dalam revolusi. Bagi klas pekerja, langkah-langkah ini dilihat sebagai sebuah langkah maju. Nasionalisasi sektor telekomunikasi dan energi harus disertai dengan pendirian kontrol para buruh terhadap industri-industri yang sudah dinasionalisasi, supaya birokrasi Negara tidak dapat merubah langkah-langkah progresif tersebut menjadi kebalikannya.

Langkah-langkah ini adalah sebuah langkah maju untuk revolusi, tetapi hanya sebuah langkah. Sekarang, revolusi menemukan dirinya di bawah tekanan imperialis yang mengancam sabotase ekonomi melalui antek-antek mereka, kaum kapitalis Venezuela. Jalan satu-satunya untuk mempertahankan revolusi adalah dengan menyandarkan diri pada para buruh.

Dengan cara yang sama dan karena adanya kekurangan beberapa produk-produk dasar dan persediaan yang disebabkan oleh klik kapitalis, Chavez menegaskan dalam pidato yang disebutkan di atas bahwa tidak ada pembenaran untuk kekurangan apapun. Dengan menggunakan dekrit President, dia telah membuat regulasi proses komersialisasi dan memanggil komunitas-komunitas dan para pekerja untuk mengorganisir diri mereka sendiri untuk melaporkan mereka-mereka yang mengakibatkan situasi semacam ini (kekurangan produk-produk dasar) supaya mereka dapat dinasionalisasikan. “Jika kamu berani untuk tidak menghormati penjualan produk-produk yang diregulasi, kamu akan dinasionalisasi, bahkan jika saya harus menasionalisasi semua industri tersebut dan meletakkannya ke dalam tangan-tangan dewan-dewan komunal,” jelas Presiden.

Secara tidak terelakkan, para birokrat-birokrat dan kapitalis-kapitalis nasional dan asing akan memboikot perusahan-perusahaan di bawah kontrol buruh. Akan tetapi, para buruh-buruh yang mengontrol perusahaan-perusahaan yang sudah dinasionalisi, di bawah congestion, yang terduduki, yang di dalam perjuangan, dll. harus bekerja bersama secara terorganisir untuk mempengaruhi transformasi ekonomi dan politik dalam masyarakat.

Dalam hal ini, FRETECO harus menjadi sebuah contoh teladan dan harus didukung gerakan buruh, dimana saat ini Presiden Chavez telah meminta para buruh untuk memainkan peran mereka. Medan perjuangan sudah terpaparkan. Tugas kaum revolusioner adalah untuk memperkuat pendidikan politik para buruh dan juga menjalankan sebuah aksi persatuan untuk mengkonsentrasikan kekuatan-kekuatan revolusi pada poin-poin kunci yang diperlukan untuk menyatukan gerakan buruh. Kita masih perlu memfasilitasi pertemuan klas pekerja dan ideologinya. Patria socialismo e muerte venceremos! (Tanah air, sosialisme atau mati, kita pasti menang!)

* Diterjemahkan oleh Xi Ann, dikoreksi dan diedit oleh Ted Sprague, 23 April, 2007. Sumber terjemahan “Chavez calls on the working class to put itself at the forefront of the revolution” oleh Euler Caldadilla dan Jose Antonio Hernandez (CMR).

“Apa masalahnya? Saya juga seorang Trotskis!” – Chavez disumpah sebagai Presiden Venezuela

Oleh: Jorge Martin (In Defence of Marxism, www.marxist.com)

Jumat, 12 Januari 2007

Pada hari Rabu, 10 Januari, Chavez disumpah sebagai Presiden Venezuela untuk masa jabatan baru, dan dia menyampaikan pidato dimana dia mengumumkan anggota kabinet dan mengulangi kebijakan utama pemerintahannya yang sudah digarisbawahi di dalam pidato utamanya hari Senin, 8 Januari.

Setelah kemenangan mutlak di pemilihan presiden di bulan Desember (dimana Chavez menerima 7.3 juta suara, 63%), Chavez menekankan bahwa ini bukan suara untuk dia sendiri, tetapi suara untuk proyek sosialis yang dia sudah pertahankan. Pernyataan yang dia buat beberapa hari lalu ini di Venezuela mengirimkan signal yang jelas dan kuat akan arah yang ia hendak tuju.

Komposisi pemerintahan baru tersebut dapat dicermati sebagai pergerakan ke arah kiri. Pertama-tama, wakil presiden Jose Vicente Rangel, yang secara publik menentang penyitaan lapangan golf Caracas oleh gubernur Caracas, Juan Barreto, and secara terus terang mengatakan bahwa pemerintah menghormati kepemilikan pribadi sudah disingkirkan. Dia digantikan oleh Jorge Rodriguez, yang secara umum dilihat berada di sayap kiri gerakan Bolivarian. Ayahnya, dengan nama yang sama, adalah pemimpin historis Serikat Sosialis di tahun 1970an dan meninggal akibat penyiksaan saat dia dikurung oleh polisi rahasia.

Chavez juga menegaskan bahwa “pertama kalinya dalam sejarah, kita mempunyai seorang menteri dari Partai Komunis di Venezuela”, merunjuk kepada David Velasquez yang baru dilantik sebagai Menteri Kekuatan Rakyat untuk Partisipasi dan Perkembangan Sosial. Partai Komunis Venezuela (PKV) belumlah memainkan peran vanguard (barisan depan) dalam revolusi Bolivarian. Sebelum Chavez mulai berbicara mengenai perlunya melewati kapitalisme dan mengenai sosialisme sebagai satu-satunya jawaban, PKV menekankan bahwa sosialisme bukanlah agenda yang harus segera dilaksanakan saat ini di Venezuela, bahwa revolusi pada tahap ini hanyalah sebuah perjuangan melawan imperialisme, ini mengulangi ide Stalinis, teori dua-tahap, yang tua dan berbahaya. PKV tidak mengantisipasi pernyataan Chavez mengenai perlunya perjuangan untuk sosialisme dan secara 180 derajat berubah mengekori apa yang Chavez nyatakan, demikianlah PKV mengikuti peristiwa daripada menawarkan kepemimpinan.

Di antara para menteri-menteri baru yang akan diikutsertakan di dalam pemerintah, Chavez juga mengangkat sebagai Menteri Buruh, Jose Ramon Rivero, yang dia lukiskan sebagai seorang yang “muda dan seorang pemimpin buruh”. “Saat aku panggil dia,” Chavez menjelaskan, “dia bilang kepadaku: ‘presiden, saya ingin memberitahukan anda sesuatu hal sebelum orang lain memberitahukannya kepada anda … saya adalah seorang Trotskis’, dan saya bilang, ‘Jadi apa masalahnya? Saya juga seorang Trotskis! Saya mengikuti garisnya Trotsky, yaitu revolusi permanen.”

Jose Ramon Rivero adalah seorang pemimpin serikat buruh di pabrik aluminium Venalum milik negara di propinsi industrial Bolivar, dan sudah menjadi salah satu anggota parlemen dari Front Buruh Bolivarian (Frente Bolivariano de Trabajadores, FBT). Dalam periode belakangan ini, FBT didominasi oleh elemen yang paling moderat yang sudah meluncurkan kampanye melawan sayap kiri di Serikat Buruh Nasional Venezuela (Union Nacional de Trabajadores, UNT). Harus dilihat dikemudian hari bagaimana sikap Rivero sebagai Menteri Buruh. Dia akan dinilai dari posisinya berhubungan dengan manajemen oleh buruh (workers’ management or workers’ control), pendudukan pabrik (factory occupation), nasionalisasi, dan perlindungan hak-hak buruh.

Tetapi, pernyataan Chavez bahwa dia adalah seorang Trotskis merefleksikan evolusi ke kiri dari ide politiknya dan tumbuhnya radikalisasi didalam kepribadiannya. Pada permulaan revolusi Venezuela di tahun 1998, Chavez secara terbuka mengakui bahwa dia berpihak pada “cara ketiga” (“third way”, yaitu jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme) dan tidak menentang kapitalisme sama sekali. Hanya pada bulan Januari 2005, disaat penyitaan pabrik Venepal, pertama kalinya dia mengatakan bahwa “di dalam batasan kapitalisme tidak ada solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi rakyat Venezuela” dan revolusi haruslah maju menuju “sosialisme abad ke-21”. Perubahan ide politiknya disebabkan oleh beberapa hal, Chavez mengatakan, dari pengalaman revolusi Bolivarian (mencoba menerapkan reformasi dasar seperti pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan untuk semua masyarakat dan dihadapkan dengan perlawanan bersenjata dari kelas kapitalis), membaca, dan diskusi.

Tidak lama sebelum dia menyatakan dirinya sendiri sebagai seorang sosialis, dia membeli buku “Revolusi Permanen” karya Leon Trotsky di sebuah pertemuan di Madrid dimana dia berbicara dihadapan para buruh dan pemuda di markas Komisi Pekerja Serikat Buruh (CCOO). Jelas-jelas dia menjadi tertarik dengan ide-idennya Trotsky, karena ide-ide tersebut memberikan ide sosialis yang sangat berlawanan dengan karikatur Stalinis yang sudah jatuh di Uni Soviet. Kira-kira pada saat yang sama, didalam sebuah interview dengan Al Jazeera dia menjelaskan bahwa di dalam opininya yang sudah gagal di Uni Soviet “bukanlah sosialisme, apa yang ada disana sudah bergerak menjauhi tujuan semula dari Lenin dan Trotsky, terutama setelah Stalin.”

Pada saat itu, ini merupakan titik perubahan utama di dalam revolusi Bolivarian dan membuka perdebatan mengenai sosialisme dan apa pengertiannya di seluruh Venezuela seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pernyataan Chavez baru-baru ini juga bisa dilihat sebagai hal yang sama, yang merupakan satu lagi titik perubahan utama di dalam revolusi.

Chavez juga menekankan bahwa menteri-menteri baru tersebut adalah “menteri kekuatan rakyat” dan bahwa mereka harus menghabiskan waktu mereka dari hari Senin sampai Rabu di dalam kantor mereka menjalankan tugas mereka, tetapi dari hari Kamis sampai Minggu mereka haruslah berada “di luar jalanan untuk mengimplementasikan rencana kerja”.

“Tidak ada satu halpun, tidak ada seorangpun yang bisa mengalihkan kita dari jalan menuju sosialisme Bolivarian, sosialisme Venezuela, sosialisme kita” dia tekankan. Pada saat penyumpahannya sebagai presiden, dia mengumandangkan bahwa satu tujuannya adalah untuk mendirikan Republik Bolivarian Sosialis Venezuela, dan bahkan formula yang dia pakai untuk sumpah presidennya sangatlah sosialis. “Saya bersumpah kepada rakyat dan kepada tanah tumpah darah bahwa saya tidak akan mengistirahatkan tangan saya ataupun mengistirahatkan jiwa saya; bahwa saya akan memberikan siang dan malam saya dan seluruh hidup saya untuk pembangunan sosialisme Venezuela, sebuah sistem politik yang baru, sebuah sistem sosial yang baru, sebuah sistem ekonomi yang baru.” Dan dia menutup pidatonya dengan sebuah sebuah pekik perjuangan “Tanah tumpah darahku, sosialisme atau kematian!”.

Seperti langkah maju utama lainnya di revolusi Bolivarian, Chavez mengartikan dan meresponse terhadap tekanan massa revolusioner dari bawah, tetapi pada saat yang sama dia mengambil inisiatif, meluncurkan ide dan proposal yang berani dan secara sadar mendorong seluruh proses ke depan. Sambutan dari anggota-anggota revolusioner terhadap pernyataan yang dia buat pada hari Senin, 8 Januari, dan terutama mengenai nasionalisasi perusahaan telekomunikasi CANTV dan perusahaan listrik EDC, sangatlah antusias. Aktivis serikat buruh sudah menghubungi para pemimpin UNT untuk mengekspresikan dukungan mereka terhadap tindakan-tindakan tersebut. “Aliansi Serikat Buruh” di SIDOR, sebuah pabrik besi di Bolivar yang diprivatisasi pada tahun 1990an, sudah mengeluarkan pernyataan meminta presiden untuk menasionalisasikan kembali pabrik tersebut. Mereka menambahkan bahwa nasionalisasi tersebut jangan hanya kembali ke situasi sebelumnya dimana SIDOR merupakan milik negara, tetapi ini harus disertai dengan manajemen oleh buruh seperti yang sudah dialami di pabrik aluminium ALCASA.

Menteri Buruh yang baru, Rivero, sudah mengorganisasikan pertemuan dengan serikat buruh yang merepresentasikan para pekerja di perusahaan-perusahaan yang akan dinasionalisasikan untuk membicarakan masa depan mereka, dan sudah menambahkan bahwa sebuah pertemuan sudah dilaksanakan di dewan menteri yang baru tentang “pembentukan dewan pekerja” di perusahaan-perusahaan tersebut, dimulai dari Kementerian Buruh sendiri.

Tetapi juga, seperti di titik perubahan sebelumnnya, elemen birokrasi dan reformis di dalam gerakan Bolivarian (dan terutama di dalam kepemimpinannya) sudah berkonspirasi untuk melunakkan isi dari pernyataan dan proposal Chavez, dan untuk memblokir inisiatif revolusioner dari massa. Pengumuman mengenai nasionalisasi CANTV dan EDC langsung menurunkan harga saham mereka secara tajam di bursa efek Caracas dan perdagangan saham tersebut dihentikan. Tetapi secara cepat Menteri Perdagangan yang baru, Rodrigo Cabezas, menjelaskan bahwa “proses nasionalisasi akan dijalankan dengan menghormati rangka konstitusi yang diantaranya melarang penyitaan”. Ini bukanlah kebijakan yang diambil oleh Rivero, Menteri Buruh yang baru, yang mengingatkan para jurnalis bahwa banyak pekerja dan eks-pekerja CANTV yang memiliki saham yang mereka dapat saat proses privatisasi yang dahulu (seperti halnya di SIDOR) dan bahwa mereka, bersama-sama dengan pemerintah, merepresentasikan 20% dari total pemegang saham. Dia mengatakan bahwa pemerintah akan mencari jalan untuk melindungi kepentingan para pemegang saham kecil ini, tetapi bukan kepentingan orang-orang yang “membeli saham mereka dari bursa efek New York (NYSE) atau darimanapun”.

Maka dari itu, perjuangan ini masih jauh dari selesai dan sangatlah perlu bagi para anggota revolusioner, dan terutama aktivis serikat buruh yang revolusioner, untuk mengambil inisiatif dari semua front dan untuk memberikan muatan kepada semua pernyataan ini: perlunya nasionalisasi sektor-sektor kunci ekonomi, perlunya untuk membongkar pemerintahan borjuis dan menggantikannya dengan pemerintahan revolusioner berdasarkan dewan pekerja dan rakyat, dan pembangunan partai persatuan revolusi sosialis. CMR (Corriente Marxista Revolucionaria, The Revolutionary Marxist Current) atau Arus Marxis Revolusioner di Venezuela mendesak perlunya sebuah konferensi buruh nasional untuk membicarakan semua isu tersebut dan peran kelas pekerja di tahap revolusi yang baru, dan konferensi tersebut harus meluncurkan hari aksi nasional pendudukan pabrik. Ini berhubungan erat dengan perjuangan para pekerja di Sanitarios Maracay, perusahaan pertama di Venezuela yang diduduki oleh pekerjanya dimana tenaga kerjanya mengproduksi dan menjual produknya dibawah kontrol pekerja. Sebuah panggilan sudah diisukan untuk sebuah demonstrasi nasional yang baru guna mendukung desakan para pekerja Sanitarios Maracay untuk nasionalisasi dibawah kontrol pekerja. Ini bisa menjadi pusat perhatian untuk aktivitas kelas pekerja di tahap revolusi yang baru, satu tahap lebih tinggi dari apa yang direpresentasikan oleh nasionalisasi Venepal pada tahun 2005.

Beberapa bulan ke depan adalah sangat penting bagi masa depan revolusi Bolivarian dan kelas pekerja harus memainkan peran utama.

12 Januari, 2007

Sumber: “What is the problem? I am also a Trotskyist!” – Chavez is sworn in as president of Venezuela.  (Diterjemahkan oleh MS)