Bagaimana dan Mengapa Venezuela Akan Mengatasi Krisis Finansial

Martin Saatdjian

Terlepas dari dampak kejatuhan ekonomi saat ini, pemerintah Venezuela telah mengambil keputusan ekonomi penting – bahkan sebelum terlihatnya krisis ini – yang sekarang menguntungkan dan mengamankan ekonomi dari ancaman krisis finansial.

Wawancara baru-baru ini dengan Menteri Ekonomi dan Keuangan, Ali Rodriguez, mengonfirmasikan bahwa ekonomi Venezuela memiliki pengaman yang cukup terhadap efek-efek negatif pelambanan (slowdown) ekonomi yang memukul ekonomi-ekonomi utama di dunia.

Meskipun begitu, Menteri tersebut menekankan bahwa perhatian mendalam harus diberikan kepada evolusi langkah-langkah yang diambil Amerika Serikat dan Eropa untuk mengatasi tantangan terbesar terhadap ekonomi-ekonomi kapitalis barat sejak the Great Depression tahun 1929.

Pengamatan tersebut harus menyertakan dampak krisis terhadap ekonomi riil dan fluktuasi harga komoditas yang masih menjadi sandaran Venezuela.

Penyelidikan singkat terhadap angka-angka dalam tahun 2007 menunjukkan bahwa Venezuela berada di atas kebanyakan negeri-negeri di dunia dan seluruh Hemisfer Amerika (termasuk Amerika Serikat dan Kanada) dalam hal cadangan devisa (international reserves – IR) per kapita terbesar.

Menurut angka tahun 2007, bagi tiap orang yang tinggal di Venezuela terdapat cadangan devisa sebesar $1.300 pada akhir tahun 2007 (total $34 milyar).[1] Jumlah per kapita ini melampaui ekonomi-ekonomi utama di Amerika Latin, seperti: Argentina ($1.141); Brasil ($919), Chile ($1.023) dan Meksiko ($799).[2]

Menurut angka-angka ini, cadangan devisa Venezuela melebihi negeri Amerika Latin kedua dengan cadangan devisa per kapita tertinggi, Uruguay, dengan selisih $113. Jumlah ini, bila dikalikan dengan seluruh penduduk Venezuela (26,4 juta), akan hampir mencapai total $3 milyar.

Jumlah sebesar ini dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif krisis finansial dan Venezuela akan dapat tetap berada pada daftar teratas dalam jumlah cadangan devisa per kapita di Amerika Latin.

Cadangan Devisa Per Kapita (IR/Populasi)

Venezuela $1,300

Uruguay $1,187

Argentina $1,141

Chile $1,023

Peru $932

Brasil $919

Meksiko $799

Bolivia $572

Kolombia $464

Paraguay $362

OPEC dan Kedaulatan Ekonomi

Kebijakan ekonomi independen dan berdaulat Presiden Chavez yang bertujuan untuk menghapuskan neoliberalisme memberikan penjelasan tentang pertumbuhan IR Venezuela. Kebanyakan dari kebijakan ini mendapat kritikan pedas dari media swasta di Venezuela dan afiliasinya di penjuru dunia.

Contohnya, di tengah-tengah harga minyak $8 dolar per barel petroleum pada 1999, administrasi Clinton merasa “dijengkelkan” oleh kunjungan Presiden Hugo Chavez ke negeri-negeri Pengekspor Minyak di Timur Tengah, termasuk Irak di bawah Saddam Hussein, untuk memperkuat OPEC.

Sebelum Chavez, Venezuela adalah negeri yang tunduk pada pengaruh AS dan, dengan demikian, partisipasinya di OPEC diwujudkan dengan mengganggu kesepakatan yang bertujuan mencapai kestabilan dan harga yang adil bagi barel minyak. Kelanjutan kunjungan tersebut, negeri-negeri OPEC menggelar Pertemuan Tingkat Tinggi di Caracas pada 2000 yang dimonitor dengan ketat oleh Washington.

Selama KTT OPEC, Venezuela mendapat peran kepemimpinan yang penting dalam organisasi ini, sehingga memungkinkannya memainkan peran signifikan dalam mengembalikan harga minyak dari titik terendahnya dalam beberapa tahun belakangan ini.

Dengan begitu, Venezuela mengamankan sumber pendapatan yang vital bagi ekonominya.

Menyusul kebijakan ini, Pemerintah Chavez memulai pembalikkan dari sistem produksi minyak yang paling bejat dan anti-nasional, “la apertura petrolera” (pembukaan petroleum). Dengan membuka sektor petroleum, Perusahaan Petroleum Venezuela (PDVSA) memberikan perusahaan minyak transnasional hak untuk mengekstraksi minyak dengan memberikan porsi yang tak signifikan kepada negara Venezuela.

Skema ini berarti bahwa, walaupun harga minyak sedikit membaik, sebagian besar profitnya mengalir ke korporasi transnasional. Kesepakatan-kesepakatan ini, yang penandatanganannya bertentangan dengan kepentingan rakyat Venezuela, diberikan kepada korporasi transnasional dengan masa berlaku 20 tahun.

Pembukaan petroleum nyaris menjadi privatisasi industri minyak Venezuela di masa puncak neoliberalisme di Amerika Latin. Membalikkan pembukaan industri petroleum Venezuela bukanlah tugas mudah bagi pemerintahan Chavez.

Para analis sepakat bahwa kudeta terhadap Chavez pada 2002 dan pemogokan minyak elitis pada 2002/2003 adalah konsekuensi langsung dari penerapan serangkaian Undang-Undang, termasuk Undang-Undang Hidrokarbon baru yang ditulis atas keputusan Presiden.

Menurut UU yang baru ini, “Kesepakatan Bersama” antara perusahaan minyak transnasional dan PDVSA mengenai produksi minyak, yang ditandatangani pada puncak dibukanya industri petroleum, akan dialihkan menjadi Usaha Campuran (Mixed Ventures).

Skema baru ini akan memberikan Negara Venezuela, melalui PDVSA, partisipasi mayoritas dalam produksi minyak. Juga, pajak dan royalti terhadap perusahaan transnasional akan ditingkatkan.

Merasa tak nyaman akibat keputusan berdaulat yang dibuat oleh pemerintah Chavez, Exxon-Mobil melakukan kekonyolan dengan mengajukan tuntutan terhadap Negara Venezuela pada pengadilan Inggris.

Awalnya, satu dari sejumlah pengadilan ini mengeluarkan keputusan yang berpihak pada Exxon-Mobil dengan menjatuhkan langkah pencegahan membekukan aset PDVSA sebesar $12 milyar; tapi setelah argumen yang dibuat oleh PDVSA diperdengarkan pada 18 Maret 2008, Tribunal Inggris lainnya membatalkan keputusan sebelumnya ini.

Menurut Menteri Energi dan Petroleum Venezuela, Rafael Ramirez, keputusan ini “100% menguntungkan” Venezuela dan merupakan kemenangan atas “pemerasan” korporasi transnasional.

Hasil akhirnya sudah jelas; terlepas dari harga barel minyak, faktanya adalah Venezuela, melalui “re-nasionalisasi” industri minyak, kini memiliki proporsi profit yang lebih besar dari ekspor minyak dibandingkan sebelumnya, sebagian diantaranya dikonversikan menjadi cadangan devisa.

Kontrol Pertukaran Mata Uang

Satu faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan cadangan devisa adalah Kontrol Pertukaran Mata Uang (Currency Exchange Control – CEC).

Hal yang penting diingat adalah CEC awalnya diterapkan pada puncak ketakstabilan politik di Venezuela yang dipicu oleh kelompok oposisi yang memimpin pemogokan di PDVSA.

Pemogokan ini disertai protes-protes massif dan iklan-iklan TV di media swasta yang memicu rakyat untuk berontak. Produksi minyak dihentikan dan berakibat menghancurkan ekonomi Venezuela dengan tingkat pendapatan yang menurun drastis dan PDB yang berkontraksi.

Ironisnya, Venezuela terpaksa mengimpor bensin.

Namun demikian, setelah sukses mengalahkan upaya kaum oposisi dalam menggulingkan pemerintah dan mengambil-alih operasi PDVSA, Pemerintah Chavez memerlukan penerapan CEC, sebagai langkah untuk menghindari pelarian kapital (capital flight) (sebuah problem yang konsisten dalam ekonomi Amerika Latin). Pemulihan produksi minyak dengan cepat pada 2003, sejalan dengan CEC memungkinkan Venezuela meningkatkan cadangan devisanya dengan cepat.

Media swasta dan pakar ekonomi terus-menerus memberikan tekanan untuk menghentikan CEC.

Untungnya, Pemerintah Venezuela mempertahankan CEC, dengan membolehkan penyesuaian kecil dalam tahun-tahun belakangan ini.

Hasilnya, menegakkan CEC telah memberikan Venezuela pengaman besar di tengah krisis finansial saat ini yang didemonstrasikan sebelumnya dengan pertumbuhan cadangan devisa.

Aspek positif CEC lainnya adalah harga dolar AS tetap dipatok untuk periode yang lama terlepas dari tingginya tingkat inflasi yang dicatat oleh ekonomi Venezuela dalam tahun-tahun sebelumnya [3]. Maka, bila krisis finansial semakin mendalam dan harga minyak jatuh, devaluasi kecil terhadap Bolivar (mata uang Venezuela), berikut pembelanjaan ketat (austerity spending) dalam tahun fiskal berikutnya dan langkah-langkah serupa lainnya akan memberikan Venezuela mekanisme pertahanan yang cukup, meskipun tanpa menggunakan cadangan devisa, untuk mengatasi krisis finansial.

_______________________________________

Martin Saatdjian ialah Sektretaris Ketiga dalam Kementerian Luar Negeri Republik Bolivarian Venezuela.

Catatan:

[1] Dalam wawancara yang diberikan oleh Menteri Ekonomi dan Keuangan pada 5 Oktober 2008, ia mengumukan bahwa saat ini cadangan devisa berada hampir pada jmulah $40 milyar.

[2] Informasi diambil dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/

[3] Walaupun inflasi relatif tinggi, upah telah meningkat dengan laju yang lebih cepat dibandingkan inflasi.

_______________________________________

Diambil dari venezuelanalysis.com

Diterjemahkan oleh NEFOS.org



Venezuela dan Sekutu Amerika Selatannya Majukan Integrasi

James Suggett

Mérida, 1 Oktober 2008 (venezuelanalysis.com)

Presiden Venezuela, Ekuador, Bolivia dan Brasil bertemu di Manaus, Brasil, pada hari Selasa untuk memajukan integrasi ekonomi dan politik di benua Amerika Selatan. Mereka berdiskusi tentang rencana untuk mengembangkan infrastruktur, pembentukan bank-bank baru di antara bangsa-bangsa Selatan di Dunia, dan dampak krisis finansial dunia di negeri-negeri mereka. Venezuela dan Brasil menandatangani perjanjian untuk menggenjot produksi kacang kedelai dan memperbaiki perumahan rakyat berpendapatan-rendah di Venezuela.

“Dengan semakin tenggelamnya neo-liberalisme, kita harus memajukan integrasi dan persatuan,” kata Presiden Venezuela Hugo Chavez dalam sebuah konferensi pers di Manaus. “Pilihan satu-satunya bagi kita adalah untuk mempercepat langkah menuju arah yang telah kita tuju selama ini.”

Keempat presiden tersebut mengelaborasikan rencana untuk mengintegrasikan industri gas di penjuru benua tersebut dan mengacu pada kota Manaus sebagai “titik pusat” yang akan menghubungkan Caracas, Quito, dan La Paz.

Menurut Chavez, proposal sebelumnya untuk membangun pipa gas terpanjang di dunia yang menghubungkan Venezuela, Brasil, dan Argentina terbukti susah, sehingga para pemimpin tersebut mendiskusikan alternatifnya, seperti jalan raya dan jalur pengapalan lewat laut.

Para presiden tersebut juga menyepakati apa yang mereka sebut sebagai sebuah “formula” bagi sebuah Bank Selatan untuk mendanai pengembangan di penjuru benua itu dan kini merencanakan untuk mengkonsultasikannya dengan para presiden lainnya di benua itu untuk melangkah maju dalam proyek tersebut.

Presiden Ekuador, Rafael Correa, mengatakan bahwa Bank Selatan adalah sebuah “solusi struktural jangka panjang, untuk belajar bersandar pada kekuatan kita sendiri, untuk membuat ekonomi di wilayah ini semakin independen [dan] mengumpulkan simpanan bagi wilayah ini (regional backup) sebagai persiapan bila mana krisis tiba.”

Chavez mengulangi usulannya tentang Bank Petroleum Internasional, yang akan menjadi inisiatif gabungan dari perusahaan-perusahaan minyak milik negara untuk mendanai apa yang disebut Chavez sebagai “aliansi energi” antar negeri.

Chavez telah mengusulkan versi lebih luas dari Bank Petroleum Internasional sebelumnya saat konferensi tingkat tinggi Organisasi Negeri Pengekspor Minyak (OPEC) yang digelar Venezuela pada tahun 2000, tapi, menurut Chavez, “tidak tercapai konsensus.”

Dalam empat tahun terakhir, Venezuela telah menginisiatifi kesepakatan integrasi energi seperti PETROCARIBE dan PETROSUR, yang mendorong pembangunan penyulingan baru, ekspansi fasilitas menyimpanan di negeri-negeri yang langka minyak, dan pertukaran minyak untuk barang dan jasa.

“Kita harus mulai menciptakan sebuah arsitektur finansial internasional baru, jangan menunggu hingga Utara menciptakan Bretton Woods lagi,” kata Chavez hari Selasa. “Kami akan menciptakan struktur kami sendiri di Selatan.”

Ketika ditanya tentang harga minyak, Chavez mengatakan bahwa itu tak bisa diprediksi, terutama dengan krisis finansial di AS, tapi harganya cukup “memadai” bila stabil di antara $80 dan $90 per barel.

Kesepakatan Brasil-Venezuela

Dalam pertemuan hari Selasa, Chavez dan Presiden Brasil Luiz Inacio “Lula” da Silva menandatangani berbagai dokumen yang mengatur pembangunan perusahaan campuran antara perusahaan minyak negara Venezuela PDVSA dan Brasil PETROBRAS, dan mengerjakan detil-detil konstruksi bersama penyulingan minyak di Brasil utara, sebuah proyek yang diresmikan Maret lalu.

Kedua pemimpin itu juga meluncurkan tahap kedua kesepakatan kerjasama industrial dan pertanian mereka yang dimulai tahun lalu. Mereka menandatangani kesepakatan transfer teknologi untuk membantu Venezuela menggenjot produksi kacang kedelainya dan menggalakkan usaha pertanian berbasiskan keluarga, mendirikan regulasi layanan penerbangan dan wilayah penerbangan antara negara-negara mereka, dan mendiskusikan pembangunan pabrik baja bersama di bagian tenggara Venezuela.

Brasil juga akan membantu Venezuela mendirikan program pendanaan perumahan berpenghasilan rendah yang didasarkan pada model yang kini dioperasikan di Brasil oleh Caixa Economica do Brasil, yang merupakan bank milik negara terbesar di Amerika Latin.

Saat konferensi pers hari Selasa, Lula membicarakan tentang “kewajiban untuk lebih bersolidaritas dengan ekonomi-ekonomi paling rapuh di benua tersebut” dan menyatakan bahwa Brasil “berperan berkontribusi sehingga semua negeri-negeri Amerika Latin tumbuh bersama dan kita akan menjadi benua yang lebih adil.”

Menurut Duta Besar Venezuela untuk Brasil, Julio Garcia Montoya, perdagangan antara Brasil dan Venezuela tahun ini sebesar $5.5 juta.

Baik Lula dan Chavez mengekspresikan keyakinannya bahwa ekonomi negeri-negeri mereka tidak akan dipengaruhi oleh krisis finansial yang dipicu oleh keruntuhan kredit pemilikan rumah sub-prima di Amerika Serikat.

“Kami cukup berhati-hati, sistem finansial kami tidak terbelit permasalahan ini, kami mengerjakan pekerjaan rumah kami, mereka tidak,” kata Lula.

Chavez mengatakan Venezuela siap untuk menghadapi krisis finansial karena telah mempertahankan pertumbuhan ekonominya, kekokohan bank-banknya, dan memiliki cadangan internasional yang besar, yang katanya telah mencapai $40 milyar.

Pembentukan bank dua-kebangsaan baru-baru ini dengan Rusia dan dana pembangunan bersama sebesar $12 milyar dengan Tiongkok juga membantu mengamankan ekonomi Venezuela, katanya.

Presiden Bolivia Evo Morales mengatakan krisis finansial mengindikasikan bahwa perlu menciptakan alternatif terhadap kapitalisme. “Kini kaum miskin di AS dan di seluruh dunia harus membayar harga krisis finansial,” kata Morales. “Ini seharusnya membuat kita merefleksikan dalam-dalam tentang perubahan model ekonomi.”

__________________________________

Diambil dari venezuelanalysis.com

Diterjemahkan oleh NEFOS.org


Presiden Hugo Chavez Melaunching Kampanye Pemilu Kepala Daerah

29 September 2008, oleh Tamara Pearson – Venezuelanalysis.com

Hugo Chaves berpidato di depan anggota PSUV pada hari Minggu, 29 September di Merida, pada acara inti launching kampanye pemilu Partai Persatuan Sosialis Venezuela . Presiden Venezuela, Hugo Chaves menyatakan bahwa tidak mungkin memenangkan posisi Gubernur kecuali dengan melakukan perlawanan terhadap kepuasaan diri dan pengkhianatan dan juga dengan melihat persoalan revolusi di luar panggung electoral.

Kandidiat PSUV dan anggota dari berbagai negara menghadiri acara tersebut di Stadion Poliedro di Caracas.

Chaves mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah mendatang pada bulan November sangat penting bagi Amerika Latin dan dunia, di mana mereka tidak hanya memenangkan posisi walikota dan posisi pemerintahan tapi juga menanamkan kesadaran massa .

Ia mengekspresikan kepuasannya bahwa sekarang Venezuela telah mempunyai partai revolusioner dan sosialis yang bersatu dan pengaruhnya telah meluas, meski baru terbentuk setahun lalu.

“Sudah saatnya kita memiliki sebuah partai politik kader yang memadai, sebuah partai massa yang sejati” kata Chaves

Ia menekankan bahwa sekalipun dengan kerja keras yang dilakukan, satu posisi Gubernurpun di 22 daerah pemilihan dari aliansi Patriotik (yang terdiri atas partai pendukung Chavez) tidak bisa secara obyektif menang. Ia mengatakan hal yang sama pada posisi di dewan legislatif dan walikota, dan cara memenangkannya adalah melalui organisasi, mobilisasi dan kesadaran sosialis serta revolusioner.

“Kita membutuhkan banyak pengetahuan, studi, (dan) aku tidak berbicara mengenai bagaimana meraih gelar Doktoral, (maksudku) studi mengenai realitas di sekitar kita, kesadaran melalui observasi, analisa, perdebatan, membaca dan kerja-kerja ideology… hanya dengan begitu kita dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran revolusioner, kesadaran sosialis. Kita tidak melupakan bahwa revolusi ini mempunyai jalan: Sosialisme, hanya ini, jalan yang dapat kita lakukan untuk mengkonsolidasikan kemerdekaan Venezuela”

Oleh karena itu, ia menambahkan, secara obyektif bukan hanya sekedar menang pemilu, tapi dengan memenangkannya melalui organisasi, kemampuan memobilisasi, dan meningkatkan kesadaran melalui sebuah perang gagasan karena negara ini “belum secara total dibangkitkan pada tingkat yang kita butuhkan”

“Hal ini dibutuhkan untuk membangkitkan kemauan berperang di setiap tempat, karena rakyat yang tidur tidak akan pernah menang, dan karena kampanye pemilu harus menjadi sebuah kesempatan dan sebuah skenario untuk membangunkan rakyat secara terus-menerus …. Karena kesadaran tidak akan pernah berhenti berkembang, kita yang seharusnya memasok kesadaran itu dengan perdebatan, pengetahuan, dan kritik terhadap diri sendiri, (untuk membangun sebuah) alat yang kuat dan dibutuhkan bagi sebuah revolusi sejati.”

Dalam pidatonya kepada para kandidat, ia memperingatkan pada mereka agar tidak berubah menjadi borjuis kecil dan mengatakan “Cukup sudah pengkhianatan, kami menginginkan gubernur yang revolusioner sejati, sosialis, jujur, dan walikota yang revolusioner dan sosialis, bagi kalian semua tidak hanya setelah 23 November nanti, namun juga harus siap saat ini”

Chaves menjelaskan bahwa pengkhianatan terhadap rakyat untuk ambisi dan kekayaan pribadi yang sering kali muncul selama lebih dari 200 tahun terakhir ini”

“(Aku) berbicara mengenai kota-kota tersebut di mana kelompok-kelompok kawan-kawan semua berada, kaum revolusioner di waktu lalu menyebrang ke tendensi politik lain, seperti Gubernur Carabobo atau Gubernur lainnya di Barinas , Gubernur Aragua, Gubernur Sucre. Aku katakan, dan akan terus kukatakan, permasalahannya, penyebab utama dari pembelotan tersebut adalah persoalan ideologi”

Ia juga memperingatkan mengenai “cepat puas akan kemenangan” yang dikatakannya sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap hilangnya suara untuk reformasi konstitusi tahun lalu.

”Kita seharusnya tidak merayakan kemenangan kita di negara manapun atau kotamadya manapun”

Setelah Pemilihan Berlangsung

Chavez mengingatkan kepada para hadirin, bahwa bangsa ini seharusnya pada tahun 2009 memperingati 60 tahun revolusi China, 50 tahun revolusi Kuba, dan 10 tahun revolusi Bolivaria di Venezuela dan demikian pula pada tahun 2010, kita semestinya memperingati 200 tahun gerakan pemberontakan pertama semenjak tgl 19 April, yang mengenyahkan pemerintahan Spanyol dari Venezuela.

“(Gerakan itu) merupakan gerakan pertama di benua ini. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2011, kita akan merayakan 200 tahun konstitusi pertama pada tgl 5 Julli dan kita akan merayakannya secara besar-besaran, sebuah revolusi kemerdekaan yang sepenuhnya”

Ia menjelaskan bahwa Revolusi Bolivarian tidak lebih dari kelanjutan proses kemerdekaan yang sama, sebuah tahap sejarah kedua dari proses kemerdekaan Venezuela dan Amerika Selatan.

“Apa yang seharusnya terjadi (dalam pemilihan kepala daerah) adalah menyurakaan kembali keberhasilan- keberhasilan itu, untuk mempercepat revolusi dan bergerak ke arah periode pembentukan sebuah negara baru dengan nilai-nilai sosialis” Kata Chavez.

Percobaan Kudeta dan Pembunuhan

“Hari-hariku dihitung karena mereka mengincarku”, Chavez juga mengatakan dalam pidatonya, merujuk pada kudeta terencana yang dilaporkan pada bulan ini dan 12 orang telah dipenjarakan.

Ia mengingatkan bahwa ada kemungkinan serangan yang akan dilakukan oleh kaum Oligarki dan “simpatisan Amerika” dalam bulan oktober dan telah merekomendasikan beberapa hal guna menghadapi percobaan tersebut, dengan menyebarkan intelejen di berbagai tempat, yang berhubungan langsung dengan Pemerintah Nasional dan institusi kepolisian.

Bagaimanapun, ia meyakinkan bahwa ”Ya, bulan oktober akan merah, merah dengan kebahagiaan, merah di jalan-jalan , gairah dan tanah air yang merah, merah bukan untuk kekerasan tapi untuk kedamaian, merah bukanlah kebencian terhadap kaum oposisi, tapi cinta terhadap rakyat dan PSUV . November kita akan merahkan dalam kemenangan dan sosialisme Kita tidak akan menjadi negara yang bodoh tapi negara yang merah”

Chavez mengambil kesempatan untuk memberikan selamat pada Menteri Kehakiman dan Dalam Negeri yang baru, Tarek El Aissami, yang dikatakannya mempunyai perang berat melawan peredaran narkoba dan ketidakamanan.

________________________________________________

Diambil dari http://www.venezuel analysis. com

Diterjemahkan oleh Dian Septi (Staf Pendidikan-Bacaan DHN-PPRM)



Pernyataan Solidaritas Terhadap Revolusi Bolivia dan Venezuela: Menanggapi Intervensi Imperialisme Amerika Serikat

indonesia.handsoffvenezuela.org

Lawan Intervensi Imperialisme Amerika Serikat dengan Mobilisasi Persatuan Rakyat

Bulan Agustus lalu, rakyat petani dan pekerja Bolivia menegaskan kembali dukungannya terhadap Presiden Evo Morales dengan perolehan suara 67.41% di dalam referendum. Angka ini melebihi 53.7% suara yang diperoleh Evo saat terpilih sebagai presiden pada tahun 2005. Kemenangan referendum ini merupakan mandat dari rakyat Bolivia kepada pemerintahan mereka untuk memperluas dan memperdalam proyek sosialisme di Bolivia. Yang artinya pula merupakan mandat untuk melawan segala bentuk intervensi imperialisme di negeri tersebut.

Menanggapi kekalahan ini, kaum oligarki Bolivia, dengan bantuan dan ijin dari tuan-tuan imperialisnya (terutama imperialis Amerika Serikat), mulai meluncurkan kampanye-kampanye kekerasan. Jorge Chavez, salah seorang pemimpin kelompok oligarki di Bolivia , mengatakan: “Bila perlu, kita tumpahkan darah. Kita perlu menumpas komunisme dan menggulingkan pemerintahan orang-orang Indian bajingan ini”. Saat ini, kaum borjuis lokal dan tuan-tuan tanah Bolivia mengorganisir kelompok-kelompok fasis bersenjata untuk menyerang para pendukung Evo Morales: petani dan buruh dipukuli dan ditembaki, gedung-gedung pemerintahan dibakar, kantor-kantor organisasi massa dirusaki, rumah-rumah pemimpin serikat buruh dan serikat tani dilempari bom molotov, jalan-jalan diblokade untuk menghentikan distribusi barang. Semua aksi sabotase politik dan ekonomi ini ditujukan untuk menggulingkan pemerintahan Evo Morales dan menghentikan laju sosialisme di Amerika Latin. Sampai saat ini, sekitar 30 pendukung Evo Morales telah dibunuh oleh para fasis ini dan banyak yang hilang dan masih belum ditemukan.

Pada saat yang sama, di Venezuela, ditemukan sebuah rencana kudeta yang direncanakan oleh kaum borjuis nasional Venezuela . Terlibat di dalam rencana kudeta ini adalah para jendral purnawirawan, media-media asing dan lokal, pemerintahan Kolombia, dan pemerintahan AS. Presiden Chavez lalu mengusir Duta Besar Amerika di Venezuela, Patrick Duddy, karena keterlibatan AS dalam rencana kudeta tersebut. Pengusiran ini juga merupakan solidaritas terhadap Bolivia yang lebih dulu mengusir Duta Besar Amerikanya, Philip Goldberg, karena terlibat dalam mendukung upaya destabilisasi di Bolivia .

Sejak tahun 2002-2006 setidaknya ada 6 kali upaya sabotase dan destabilisasi yang dilakukan/disokong AS di Venezuela, salah satu yang monumental (karena kegagalannya) adalah kudeta 11 April 2002. Tak kurang para kacung imperialis sekaliber Condolezza Rice dan Donald Rumsfeld menyatakan bahwa Chavez merupakan pengaruh negatif di AL yang sedang mengorganisir perlawanan bersenjata [Eva Golinger: Chronology of the 4th Generation War against Venezuela ]. Hal serupa juga dialami oleh Bolivia , diawali dengan permintaan otonomisasi wilayah-wilayah kaya sumber alam (yang memiliki ikatan kuat dengan, dan didukung oleh AS) oleh borjuasi lokal, lepas dari otoritas pemerintahan Morales.

Intervensi-intervensi serupa oleh AS juga telanjang terjadi di negeri AL lainnya, dan di berbagai belahan dunia. Intervensi di Kuba untuk mengulingkan pemerintahan Castro, intervensi di Haiti dalam menggulingkan pemerintahan Jean-Bertrand Aristide tahun 2004, di Chile era 1970-an, di Irak sejak tahun 2002, di Afganistan, di Palestina, di Nigeria, bahkan di Indonesia terlibat langsung dalam rencana penggulingan pemerintahan Soekarno sekaligus mengangkat Soeharto sebagai kacungnya.

Hingga detik ini pun AS terus melakukan intervensi ekonomi dan politik di seluruh dunia melalui lembaga-lembaga keuangan internasional dan kebijakan neoliberalisme yang sudah menyengsarakan milyaran rakyat dunia. Rakyat Indonesia adalah bagian dari rakyat dunia yang paling sengsara di bawah SBY-Kalla, dan ditangan seluruh partai-partai penyokong agenda neoliberal serta kacung Amerika Serikat saat ini. Rakyat Indonesia pun harus bangkit; menolak menjadi bangsa kuli; menolak menjadi kacung agen-agen imperialisme di dalam negeri. Artinya, rakyat Indonesia harus memperjuangkan kemandiriannya sendiri; baik ekonomi maupun politik, agar dapat bangkit menjadi bangsa yang maju dan produktif.

Dalam hal inilah, Revolusi yang sedang bergulir di Venezuela dan Bolivia menjadi sebuah inspirasi bagi rakyat tertindas di Indonesia dan di seluruh dunia, yang sedang berjuang untuk membebaskan dirinya dari cengkraman kapitalisme dan imperialisme. Revolusi ini membimbing rakyat Indonesia untuk bangkit dan percaya pada kekuatannya sendiri; bahwa berjuang untuk sosialisme tidaklah mustahil.

Oleh karena itulah, jika imperialisme dan oligarki menang di Venezuela dan Bolivia , maka akan menjadi pukulan berat bagi jalannya proses revolusi di Amerika Latin; sekaligus kemunduran bagi gerakan sosialisme di negeri manapun di dunia. Sebaliknya, jika revolusi sosialis menang di salah satu negeri ini, maka jalan menuju revolusi sosialis di seluruh kawasan Amerika Latin dan di seluruh dunia akan terlihat lebih jelas.

Oleh karena itu, adalah tugas semua kaum progresif dan revolusioner sedunia untuk membela Revolusi di Venezuela dan Bolivia . Kami yang bertandatangan di bawah ini menyerukan:

  1. Kepada Rakyat Amerika Serikat agar melakukan mobilisasi untuk menghentikan intervensi imperialisme pemerintah AS di Bolivia dan Venezuela .
  2. Kepada seluruh komunitas internasional untuk memprotes kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh kaum oligarki fasis di Bolivia.
  3. Kepada rakyat pekerja dan petani sedunia untuk mengkukuhkan solidaritasnya terhadap Revolusi di Bolivia dan Venezuela .
  4. Kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar melakukan tindakan politik dan hukum yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses konstitusional di Venezuela dan Bolivia ; serta memberikan sanksi terhadap intervensi AS di AL selama ini.
  5. Kepada rakyat Indonesia agar menyerukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono segera menghentikan segala bentuk kerjasama dengan pemerintahan AS; sekaligus mengusir keluar Duta Besar AS, Cameron R. Hume, dari Indonesia. Hal ini merupakan bentuk solidaritas kepada Bolivia dan Venezuela ; dan simbol penolakan terhadap imperialisme AS.

Kepada Rakyat Venezuela dan Bolivia ; kamerad Evo Morales dan Hugo Chavez:

  1. Segera tangkap para pelaku tindak kejahatan dan para organisator kudeta.
  2. Lanjutkan dan masifkan mobilisasi rakyat serta tindakan politik yang dibutuhkan untuk menghadapi kaum oligarki fasis yang tidak segan-segan menggunakan metode-metode kekerasan.
  3. Masifkan Nasionalisasi di bawah kontrol rakyat terhadap semua industri vital dan perbankan yang dimiliki oleh para pemodal asing dan borjuis nasional yang menjadi agennya; hanya dengan merebut kekuatan ekonomi dari tangan kaum oligarki dan tuan-tuannya lah kita dapat membuat ompong serangan mereka.
  4. Dengan mobilisasi rakyat yang semakin massif dan bersatu, MAJU lah menuju kemenangan mutlak sosialisme!

Jakarta, 27 September 2008

Hasta La Victoria Siempre!

Sosialisme atau Barbarisme!

Nama-nama organisasi yang sudah menandatangani surat solidaritas ini:

  • Hands Off Venezuela – Indonesia
  • Komite Politik Rakyat Miskin – Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD)
  • Rumah Kiri
  • Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
  • LMND-PRM
  • Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika
  • Libertan Bogor
  • Proletariat Resistance Bogor
  • Resist Book Yogyakarta
  • KSM Unas Jakarta

HOV Indonesia mengundang semua kalangan untuk turut serta dalam aksi solidaritas menentang intervensi AS di Amerika Latin dan menandatangani surat pernyataan ini.

hovindonesia@yahoo.com

Kontak person: 081513984237 (Jesús)

Jesús SA
Koordinator



Pemimpin-pemimpin Negara Amerika Selatan Mendukung Presiden Bolivia

Agence France-Presse, 16 September, 2008.

Presiden-presiden di Amerika Selatan mengadakan KTT krisis menanggapi kerusuhan yang terjadi di Bolivia, dan menghasilkan pernyataan tegas untuk memberikan dukungannya pada presiden Bolivia Evo Morales.

Pernyataan ini disetujui oleh Morales beserta presiden Argentina, Brazil, Chili, Kolombia, Ekuador, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela, yang juga menolak perpecahan wilayah di Bolivia.

Kesembilan presiden di ibukota Chili, Santiago, menyatakan “dukungan penuh dan tegas bagi pemerintahan konstitusional, presiden Evo Morales, yang mandatnya diratifikasi oleh mayoritas besar.”

Preside Argentina, Cristina Kirchner, mengatakan, setelah pembicaraan selama 6 jam ‘kesepakatan yang diperoleh bulat’.

Kirchner telah mengatur KTT ini dengan bantuan dan dukungan dari Perserikatan Negara-Negara Amerika Selatan yang baru saja terbentuk, yang sekarang ini diselenggarakan oleh Chili.

Para pemimpin negara tersebut juga mengungkapkan keinginan untuk membentuk sebuah komite untuk turut dalam pembicaraan antara pemerintahan Morales dengan gubernur-gubernur yang memberontak di timur Bolivia, yang menentang reformasi sosialisnya.

Minggu lalu Bolivia dilanda kericuhan sarat kekerasan yang menyebabkan 18 orang tewas dan seratusan orang luka-luka di daerah utara negara bagian Pando.

Gangguan keamanan yang melanda 5 negara bagian di bagian timur Bolivia yang dikepalai gubernur berkarakter konservatif yang menginginkan otonomi daerah.

Morales menyebut tekanan ini sebagai suatu upaya penggulingan yang illegal.

Setibanya di Santiago, Morales menuduh musuh-musuh dalam negerinya itu merencanakan upaya makar terhadapnya.

Pernyataan KTT para presiden “memperingatkan bahwa pemerintahan kami masing-masing menolak dengan tegas dan tidak akan mengakui upaya-upaya kudeta sipil dan hancurnya keteraturan kelembagaan yang sudah berjalan yang mampu berkompromi dengan integritas territorial di Republik Bolivia.”

Mereka juga mengutuk terbunuhnya warga sipil di Pando, dan menyerukan pembentukan komisi untuk menyelidiki pernyataan-pernyataan tanpa bukti tentang banyaknya kalangan petani pendukung Morales yang menjadi korban tertembak karena dijebak.

Diterjemahkan oleh Sistha (anggota LMND-PRM Yogyakarta), dari:

http://boliviarising.blogspot.com/2008/09/leaders-back-embattled-president.html



Sayap Pemuda Partai Persatuan Sosialis Venezuela (PSUV) Lahir

15 september 2008, oleh Tamara Pearson – Venezuelanalysis.com

Sayap Pemuda Partai Persatuan Sosialis Venezuela (PSUV) Lahir

Pada tanggal 11-13 September yang lalu, sekitar 1400 delegasi pemuda dari seluruh negara bagian di Venezuela bertemu di Puerto Ordaz, Negara Bagian Bolivar, untuk membentuk organisasi baru kepemudaan dalam Partai Sosialis Bersatu Venezuela [PSUV].

Konggres Pendirian Pemuda PSUV [J-PSUV] membahas beberapa tema, seperti: peran pemuda dalam pembangunan sosialisme, krisis energi dan pangan, peran pemuda dalam pertahanan nasional, struktur organisasional dalam J-PSUV, serta perkembangan revolusi.

Ada 47 pokja bagi para delegasi guna membahas statuta J-PSUV dan keluar dari perdebatan dengan cara memodifikasi 10 dari 20 pasal yang terdapat dalam proposal awal.

Konggres menghasilkan dokumen politik berjudul “Dokumen Cariuachi” yang berisi garis besar program baru kepemudaan yang akan diadakan di semua wilayah.

Dokumen tersebut mengacu pada tujuan sayap pemuda PSUV ini untuk mengorganisir, membentuk, dan menyertakan seluruh pemuda Venezuela menjadi revolusioner militan, guna berjuang untuk menghapus marjinalisasi dan diskriminasi terhadap kaum muda dan membentuk ruang-ruang bagi terciptanya kesetaraan, kebebasan, dan partisipasi aktif semua kaum muda.

Kaum muda militan juga harus aktif dalam perjuangan melawan korupsi dan birokrasi, serta terbangunnya sosialisme.

Dokumen tersebut menetapkan bahwa segala tindakan yang rasis, homofobia, seksis, ataupun ekspresi-ekspresi penghinaan lainnya, adalah perilaku yang ditentang oleh anggota J-PSUV, dan merupakan tanggungjawab semua anggota untuk turut serta dalam pertahanan integral negara.

Sedikitnya 10 kaum muda akan membentuk tim kepemimpinan negara yang masing-masing memilih 1 jubir beserta 1 jubir cadangan. Kesetaraan gender harus dijamin melalui pemilihan posisi dan penunjukkan posisi.

Tim Pemuda Nasional akan menjadi komponen permanen dari PSUV dan akan dibentuk dari 30 jubir, yang 27 diantaranya akan dipilih dalam pemilihan nasional, dan 3 sisanya dipilih oleh kaum muda kalangan pribumi.

Hector Rodriguez, anggota pimpinan nasional PSUV dan Mensesneg mengatakan, bahwa, perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap dokumen tersebut memperdalam demokrasi internal dalam partai dan menegakkan disipin unternal partai.

Konggres juga mendukung keputusan Presiden Venezuela Hugo Chavez yang mengusir diplomat AS dari negaranya. Berkenaan dengan rencana pembunuhan terhadap Chavez, lebih dari 30 delegasi internasional dan pemimpin muda mendeklarasikan ketidaksepakatan terhadap sabotase dan destabilisasi yang terjadi, tidak hanya terjadi di Venezuela namun terjadi pula di Paraguay, Guatemala, Ekuador dan Bolivia.

Para delegasi memberikan laporan yang bersemangat, optimistik dan serius dalam konggres. Salah satu slogan yang paling sering dikemukakan adalah, ‘bila situasi memburuk, kami menginginkan senjata!’

Carlos bello, delegasi dari kotapraja Sucre di negara bagian Miranda, menyampaikan pernyataan pada Venezuelanalysis.com, bahwa ‘pencapaian utama dari konferensi adalah perserikatan dan komitmen yang tak terbantahkan dari kaum muda Venezuela untuk mempertahankan negara dari serangan imperialis dan merasa berkepentingan untuk berpartisipasi dalam membangun tanah air.’

“Sayap pemuda dalam partai lahir untuk memperkuat struktur yang sudah ada. Sekarang tugas kita adalah belajar dan bekerja demi terbangunnya masyarakat yang berbeda dari sebelumnya dimana setiap orang memiliki kesempatan unuk hidup dengan harga diri, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan keluarga yang lebih baik dengan nilai-nilai baru.”

“Even ini sangat transendental dalam sejarah perpolitikan Venezuela. Untuk pertama kalinya dalam sejarah sebuah partai politik… memberikan peran utama bagi kaum muda yang terpilih dengan basis populer, yang tidak menginginkan apapun selain penghapusan ketidakadilan sosial”

Daniel Briceno, delegasi untuk kotapraja San Jacinto, Negara Bagian Merida, menyampaikan pada Venezuelanalysis.com bahwa ia berpendapat bahwa hal penting dari konferensi adalah persetujuan dari seluruh pokja dalam menghasilkan dokumen final dan bahwa capaian utamanya adalah artikulasi dan organisasi kaum muda dalam PSUV.

“sekarang kita harus menyampaikan informasi ini ke basis-basis dan mendiskusikannya sehingga tim pemuda mengetahui regulasi ini dan bisa mulai untuk menerapkannya,” katanya.

Hector Rodriguez, anggota pimpinan PSUV, menyebut konggres ini sebagai sebuah momen historis, karena “hari ini salah satu dari kekuatan pemuda yang terbesar yang pernah dimiliki dalam sejarah politik Venezuela dilahirkan.”

Cesar Trompiz, delegasi lainnya dalam konferensi mengatakan, “Kaum nuda harus percaya bahwa negara adalah milik kita, bahwa revolusi adalah milik kita.”

Dia menjelaskan bahwa sebelumnya para pemuda telah terlibat di dalam revolusi secara sukarela seperti juga pada saat ini, “kerja-kerja kaum muda dalam partai dikerjakan secara organis, terorganisir dan terarah. Yaitu dengan adanya tujuan-tujuan yang jelas”

Dalam program mingguan setiap hari Minggunya, “Halo Presiden,” Chavez menginginkan kandidat-kandidat PSUV yang terlibat dalam manajemen pemerintahan agar dipilih dalam pemilihan tanggal 23 November mendatang.

“Perlu bagi kita untuk memberikan ruang bagi kaum muda karena terkadang kita bilang ‘tidak…mereka belum dewasa’… (kita harus) berhati-hati terhadap konsep semacam itu,” kata Chavez.

Dalam sesi penutupan konggres, Chavez juga meyatakan bahwa kaum muda menjadi penggali kubur bagi Republik keempat (periode politik terbaru sebelum Chavez sejak 1958) dan akan menjadi pembangun era baru.

Di bulan Juli pemimpin PSUV mengajak orang muda dalam partai untuk mengorganisasikan diri ke dalam tim yang beranggotakan 10 orang atau lebih, sesuai dengan cabang masing-masing. Tim tersebut menunjuk seorang jubir dan para jubir ini kemudian bertemu dalam pembahasannya (terdiri dari, kurang lebih, 10 cabang), lalu memilih delegasi untuk menghadiri kongres.

Lebih dari 50% penduduk Venezuela berusia dibawah 30 tahun.

____________________________________

Diterjemahkan oleh Sistha (anggota LMND-PRM Yogyakarta), dari: http://www.venezuelanalysis.com/news/3798



Perjuangan untuk industri yang melayani rakyat

Federico Fuentes

Pada 27 Agustus, Presiden Venezuela Hugo Chavez mengumumkan berakhirnya negosiasi dengan mantan pemilik Ternium atas nasionalisasi pabrik baja Sidor, dengan menyatakan bahwa pemerintahnya akan “mengambil alih semua perusahaan yang dimiliki [perusahaan tersebut] di sini”, menegaskan bahwa Ternium “bisa angkat kaki”.

Continue reading “Perjuangan untuk industri yang melayani rakyat”

Hands Off Venezuela: Sebuah Surat Terbuka Merespon Perseteruan Antara Kaum Kiri Di Indonesia

Semenjak pembentukannya pada tahun 2002, kampanye Hands Off Venezuela (HOV) telah hadir di lebih dari 30 negara. Telah banyak organisasi yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam mendukung, membentuk, dan menjalankan kampanye ini.

Sebuah gerakan yang sehat adalah dimana gerakan tersebut penuh dengan diskusi antara partisipan-partisipannya mengenai ideologi, strategi, dan taktik; yang dapat mengambil banyak bentuk dari diskusi bersahabat sampai ke polemik. Oleh karena itu, HOV, sebagai bagian dari gerakan sosial, tidaklah imun dari diskusi dan polemik antara organisasi-organisasi dan individu-individu yang merupakan bagian dari kampanye HOV. Dan HOV memang dibentuk untuk memulai diskusi konstruktif mengenai Revolusi Venezuela. Akan tetapi, HOV selalu merupakan sebuah kampanye yang terbuka bagi siapa saja yang setuju dengan prinsip-prinsipnya:

– Solidaritas dengan Revolusi Bolivarian

– Oposisi terhadap intervensi imperialis di Venezuela

– Membangun hubungan dengan gerakan revolusioner dan gerakan serikat buruh di Venezuela

Pada awal tahun ini, ada sebuah perpecahan di tubuh PRD (Partai Rakyat Demokratik), salah satu partai revolusioner yang paling berpengaruh di Indonesia. Dan semenjak itu, dua organisasi ini, PRD dan KPRM-PRD (Komite Politik Rakyat Miskin) telah berpolemik dan kadang-kadang polemik ini berlangsung dengan sangat tajam. Sebagai sebuah kampanye solidaritas, bukanlah tempatnya bagi kami untuk berpihak pada salah satu organisasi. Kita hanya berpihak pada Revolusi Bolivarian. Akan tetapi, kami telah menerima informasi yang sangat disayangkan bahwa polemik ini telah mempengaruhi kerja HOV Indonesia. Sangatlah penting bagi HOV Internasional untuk mengambil sebuah posisi. Sebagai sebuah kampanye solidaritas revolusioner dengan objektif utama membela Revolusi Bolivarian dan menyebarkan revolusi ini, posisi HOV dalam masalah ini hanya dapat diambil dari prinsip-prinsipnya. Sekali lagi, HOV adalah sebuah kampanye terbuka dan siapa saja yang setuju dengan prinsip-prinsipnya dapat mendukung dan menjadi bagian dari kampanye ini untuk membela Revolusi Bolivarian.

Bukanlah tempatnya bagi kami untuk menyarankan KPRM dan PRD untuk bersatu dan melupakan perbedaan-perbedaan mereka. Ini benar bagi setiap organisasi yang secara politik bertentangan satu sama lain. Dan sesungguhnya, sejarah telah menunjukkan bahwa persatuan tanpa prinsip hanya akan “menyatukan 2 grup menjadi 5”. Akan tetapi, sebuah perjuangan bersama masih dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berbeda politik (dan kadang-kadang bertentangan). Membela Revolusi Bolivarian dari kaum oligarki lokal dan tuan imperialisnya adalah perjuangan bersama yang sangatlah penting, karena kekalahan Revolusi ini dapat menghancurkan moral rakyat tertindas sedunia yang melihat Venezuela sebagai sebuah contoh bahwa dunia yang berbeda adalah mungkin. Dan HOV menyediakan sebuah platform bagi organisasi-organisasi yang berbeda untuk bersatu di dalam perjuangan bersama ini.
Rakyat Venezuela telah membuka jalan ke depan. Mereka telah memercikkan revolusi di Amerika Latin dan telah meletakkan ide sosialisme kembali ke tempatnya, yakni di garis depan perjuangan dunia melawan kapitalisme dan imperialisme. Mari kita belajar dari Revolusi Bolivarian dan membela Revolusi tersebut dengan cara membangun revolusi kita sendiri!

Salam Revolusi,

Jorge Martin

(Sekretaris Internasional Hands Off Venezuela)

_______________________________

Hands Off Venezuela: A open letter responding to the polemics between the Lefts in Indonesia

Since its inception in 2002, Hands Off Venezuela campaign has been established in more than 30 countries around the world. Many organizations have been involved directly or indirectly in endorsing, setting up, and running this campaign.

A healthy movement is one which is abound with discussions amongst its participants on ideologies, strategies, and tactics which can take many forms from comradely discussions to polemical ones. Hands Off Venezuela, as a part of a wider social movement, is therefore not immune to such debates and polemics amongst organizations and individuals who make up the campaign. As a matter a fact, Hands Off Venezuela is created to foster a constructive discussion about the Venezuelan Revolution in the movement. However, HOV always remains an open campaign that welcomes anyone who agrees with its principles of:

– Solidarity with the Bolivarian Revolution

– Opposition to imperialist intervention in Venezuela

– And building direct links with the revolutionary and trade union movement in Venezuela.

Earlier this year, there was a split in PRD (People’s Democratic Party), one of the most influential revolutionary party in Indonesia. And since then, the two groups, PRD and KPRM-PRD (The Political Committee of The Poor – People’s Democratic Party) have been engaged in a polemical struggle which is sometimes carried out rather bitterly. As a solidarity campaign, it is not in our place to side with either group. We only side with the Bolivarian revolution. However, it has come to our attention that unfortunately the polemic has in one way or another affected HOV Indonesia. It is then very pertinent for HOV International to take a position. As a revolutionary solidarity campaign with a main objective of defending Bolivarian Revolution and spreading it afar, HOV?s position on this issue can only stems from its principles. Once again, HOV is an open campaign and anyone who agrees with its principles can support and be part of the campaign to defend the Bolivarian Revolution.

It is not in our place to call KPRM-PRD and PRD to unite and forget about their differences. This is true for any organizations who are politically opposed to each other. As a matter a fact, history has shown that unprincipled unity can only lead to “uniting 2 groups into 5”. However, a common struggle can still be waged by groups who are politically different (and sometimes opposed). The defense of Bolivarian Revolution from the local oligarchy and its imperialist masters is a common struggle which is very important to wage, because the defeat of the Revolution can in fact demoralize the oppressed masses of the world who look at Venezuela as an example that another world is possible. And HOV provides a platform for different organizations to unite for this common struggle.

The masses of Venezuela have paved the way forward. They have sparked the revolution in Latin America and have put the idea of socialism back to where it always belongs, the forefront of world struggle against capitalism and imperialism. Let us learn the lessons from the Bolivarian Revolution and defend the Revolution by building our own!

With Revolutionary Greetings,

Jorge Martin

(International Secretary of Hands Off Venezuela)



HOV Indonesia embraces youth, workers, women, urban poor, and young artists

By Ted Sprague – HOV Indonesia

Friday, 22 August 2008

Since its launch on 28 April 2008, HOV (Hands off Venezuela) Indonesia has become an active medium for discussions on the Venezuelan Revolution, especially around the issue of nationalization of the oil and gas industry in Indonesia, a central demand which has been rallied by nearly all youth and trade union militants, and has been welcomed with great enthusiasm. It has managed to reach out to various marginalized sectors of the population: the youth, workers, women, urban poor, and young artists.

On May 5th, HOV Indonesia was invited by a group of revolutionary students from UNAS (National University of Jakarta) to talk about political development in Venezuela and the gains made there. The discussion was so informative and inspiring that one student decided to do his thesis on the Bolivarian Revolution. On May 24th, a couple of weeks later, UNAS became a battleground when hundreds of police brutally attacked students inside the university who were protesting against fuel price increases. Tear gas was shot inside the campus and students were shot with rubber bullets. At the end 148 students were arrested and one student, Maftuh Fauzi, died from a head injury inflicted by the police. As has always been the case, the police and the state deny any responsibility and went as far as concocting a lie that Maftuh died of AIDS!

Women have been the most exploited layer of society in Indonesia. With the recent 30% increase in the price of fuel, women are bearing the brunt of this attack more than anyone else. On May 13th, HOV Indonesia along with JNPM (Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika or the Mahardhika Women National Network) organized a screening of No Volveran in response to this fuel price increase. Attended by dozens of urban poor housewives, this screening of No Volveran was followed by a discussion about the nationalization of the oil industry and how multinational oil companies cause this so-called “energy crisis”.

HOV Indonesia was also able to attract the interests of street musicians and artists in the city of Bogor. On June 5, HOV Indonesia was invited by a group of young street artists, known as “Libertan”, to talk about the gains made in Venezuela in their monthly political discussion group. “For us who are marginalized,” said one of the members of Libertan, “doing the arts is political. And we are hearing that there is a mass movement that is capable of bringing revolution in Venezuela”. At the end of the discussion, Libertan and HOV Indonesia agreed to hold more discussion groups in order to widen the understanding of socialism amongst street artists in Bogor.

No Volveran, which was premiered during the launching of HOV Indonesia, has become a very popular documentary. It has been screened by many organizations: youth, women, urban poor, students, and trade unions. The lessons of workers’ control in the factory of Sanitarios Maracay is of particular interest amongst the workers. To date, more than 200 copies have been distributed across Indonesia by Rumah Kiri, a member of the HOV Indonesia campaign. This number is more likely to be higher since there are other organizations who are distributing this documentary which HOV Indonesia is not aware of.

The HOV Indonesia website too has become a leading source of information on the unfolding revolutionary process in Venezuela. Many articles have been translated into Bahasa Indonesia, which is providing militants at home with lessons from Venezuela. The launch of Hands Off Venezuela in Indonesia was also mentioned by Telesur, a Pan-Latin American television program (Campa?a “Manos Fuera de Venezuela” llega hasta Indonesia).

In such a short time and with a minimal resources consisting of no more than a group of dedicated revolutionaries, the campaign has accomplished many things. As the revolution in Venezuela unfolds, and as the oppressed in Indonesia rise up to their historic task, this campaign will play an even more important role in linking up these struggles.



Chavez Menasionalisasi Bank Venezuela: Sebuah Langkah Maju Bagi Revolusi Bolivarian

Oleh : Ted Sprague

4 Agustus 2008

Pada tanggal 31 Juli, Chavez mengumumkan nasionalisasi Bank Venezuela (Banco de Venezuela) yang dimiliki oleh perusahaan multinasional Spanyol, Grupo Santander. “Kita akan menasionalisasi Banco de Venezuela. Saya mengajak Grupo Santander untuk datang kesini supaya kita bisa mulai bernegosiasi”.

Berita ini adalah berita yang menggembirakan, dan merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyelesaikan kontradiksi di dalam revolusi Bolivarian. Walaupun minyak yang merupakan sumber ekonomi terbesar di Venezuela sudah dinasionalisasi dan merupakan pilar ekonomi dimana hampir semua program sosial Venezuela (yang kerap disebut Mission) bersandar, makro ekonomi di Venezuela masih ada di tangan oligarki lokal dan modal asing. Perbankan merupakan sendi utama ekonomi negara yang mengatur jalannya kredit, modal, dan investasi; dan ini masih ada sepenuhnya di tangan kapitalis untuk melayani kepentingan mereka. Ini adalah kontradiksi yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, kita harus menyambut nasionalisasi Bank Venezuela sebagai satu langkah maju untuk menyelesaikan kontradiksi ini.

Seperti halnya nasionalisasi pabrik besi SIDOR belum lama ini (Chavez re-nationalises SIDOR: historic victory for the workers), maka nasionalisasi Bank Venezuela akan memberikan dorongan dan semangat kepada rakyat pekerja untuk menuntut ekpropriasi ekonomi dari tangan kapitalis, tuan tanah, dan bankir; dan bukan hanya menuntut, tetapi melakukannya sendiri di bawah kontrol buruh.

Akan ada orang-orang yang mengeluh “Tetapi, ini adalah kebijakan dari atas, dari elit, bukan dari rakyat. Revolusi haruslah dibangun dari bawah.” Tetapi permasalahannya bukan ini, yang kita hadapi sekarang adalah Chavez menyerukan nasionalisasi bank. Apakah kita akan menolaknya hanya karena ini datang dari inisiatif di atas, bukan dari bawah “Tentu saja tidak, kita dukung inisiatif ini karena ia akan memberikan semangat kepada rakyat pekerja untuk menuntut nasionalisasi ekonomi Venezuela di bawah kontrol buruh. Kita dukung sembari kita juga serukan: Ini adalah langkah yang tepat, tetapi nasionalisasi setengah-setengah tidak akan cukup untuk menyelesaikan kontradiksi ekonomi di dalam revolusi Bolivarian. Kita perlu menasionalisasi seluruh perbankan dan sektor finansial, ini adalah kondisi yang diperlukan untuk membentuk ekonomi sosialis yang terencana. Serta kita juga harus menasionalisasi tanah dan perusahaan-perusahaan besar. Semua di bawah kontrol buruh.”

Seruan Chavez

Di dalam acara TV nasional, Chavez mengatakan: “Beberapa bulan yang lalu, saya menerima informasi bahwa Banco de Venezuela, yang sudah diprivatisasi bertahun-tahun lamanya, akan dijual oleh pemiliknya di Spanyol; bahwa sebuah perjanjian telah ditandatangani oleh Grupo Santander dan sebuah perusahaan bank swasta di Venezuela, kemudian saya kirim sebuah pesan kepada mereka bahwa pemerintah Venezuela ingin membeli bank tersebut, kita ingin mengambilnya kembali. Kemudian pemilik bank tersebut mengatakan ‘tidak, kami tidak ingin menjualnya’. Jadi sekarang saya katakan ‘tidak, saya akan membelinya. Harganya berapa? Kita akan membayarnya, dan kita akan menasionalisasi Bank Venezuela'”.

Dari sini, kampanye media dari Spanyol dan internasional akan mulai. Mereka akan mengatakan bahwa Chavez adalahs seorang otokrat, bahwa Chavez adalah seorang diktatur, saya tidak peduli, kita tetap akan menasionalisasi bank ini.

Ada yang aneh disini karena sebelumnya pemilik bank tersebut benar-benar ingin menjualnya, dan sekarang mereka katakan bahwa mereka tidak ingin menjualnya kepada pemerintahan Venezuela. Kita akan menasionalisi Bank Venezuela supaya bank tersebut digunakan untuk melayani kepentingan rakyat Venezuela. Laba bank tidak akan diambil oleh grup-grup swasta, tetapi laba ini akan diinvestasikan di dalam proyek sosialis.

Chavez juga mengatakan bahwa simpanan para pelanggan Bank Venezuela akan dijamin, dan pekerja-pekerja bank tersebut tidak akan kehilangan pekerjaannya. Justru kondisi mereka akan meningkat seperti halnya dengan pekerja di perusahaan SIDOR setelah nasionalisasi.

Perbankan Venezuela

Bank Venezuela adalah salah satu bank terbesar di Venezuela yang menguasai 12 persen usaha kredit di Venezuela. Pada pertengahan tahun 2008, bank ini meraih laba sebesar 170 juta dollar Amerika (1500 milyar rupiah), ini meningkat 29% dari tahun sebelumnya. Bank Venezuela memiliki 285 cabang dan 3 juga pelanggan, dan aset sebesar 891 juta dollar Amerika.

Setelah krisis ekonomi pada tahun 1994 dimana 60% sektor perbankan ambruk dan bangkrut, Bank Venezuela dinasionalisasi. Tetapi 2 tahun kemudian bank ini diprivatisasi dan dibeli oleh perusahaan multinasional Grupo Santander dari Spanyol dengan harga yang sangat kecil, yakni 300 juta amerika dollar. Dalam waktu 9 bulan, Grupo Santander sudah balik modal. Tahun 2007 saja bank ini meraih laba $325.3 juta dollar, ini sudah melebihi apa yang mereka bayar untuk membeli bank tersebut.

Ini tentu mengingatkan kita kepada krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997, dimana perbankan Indonesia ambruk dan negara Indonesia ‘terpaksa’ (atau dipaksa) membayar semua hutang mereka dengan BLBI sebesar 13 milyar juta dollar (122 trilyun rupiah, saat itu ini adalah setengah dari anggaran negara). Dalam kata lain, negara Indonesia menasionalisasi hampir semua sektor perbankan di Indonesia. Tetapi tentu ada bedanya, disini pemerintah Indonesia menasionalisasi hutang bank-bank tersebut. Aset-aset bank-bank tersebut lalu dikumpulkan di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) untuk ‘disehatkan’ dan kemudian dijual kembali ke pihak swasta dengan harga yang sangat murah.

Sekarang, perbankan di Venezuela dikuasai oleh empat grup: BVVA dan Grupo Santander dari Spanyol, serta dua bank lokal, Mercantil dan Banesco. Grupo Santander adalah perusahaan bank terbesar di Amerika Latin dengan 4500 cabang, dan sepertiga laba mereka datang dari Amerika Latin. Ini adalah contoh bagaimana modal asing mengeruk sumber daya Amerika Latin.

Privatisasi Laba, Nasionalisasi Hutang

Para ahli ekonomi kapitalis sudah mulai memprotes langkah Chavez ini. Ahli ekonomi dari Goldman Sachs, Alberto Ramos, mengatakan: “Saya tidak setuju kalau perbankan harus berada di bahwa sektor publik. Sektor swasta lebih efektif dalam menjalankan perbankan.” Sunguh sebuah kemunafikan! Kita sudah lihat bagaimana efektifnya perbankan swasta di Indonesia, yang bangkrut dan harus diselamatkan oleh negara.

Bukan hanya di Indonesia, tetapi di negara-negara maju, perbankan swasta sudah mulai berjatuhan dan harus diselamatkan oleh negara. Belum lama ini, Federal Bank Reserve di Amerika Serikat harus menyelamatkan Bear Stearns dan membayar 29 milyar dollar Amerika untuk memfasilitasi penjualannya kepada JPMorgan. Di Inggris sendiri, salah satu bank terbesar, Northern Rock, ambruk dan harus dinasionalisasi. Nasionalisasi Northern Rock memakan biaya sebesar 40 milyar dollar, dan ini harus ditanggung oleh rakyat pekerja Inggris. Lalu, dua perusahaan kredit rumah terbesar di Amerika, Fannie Mae dan Freddie Mac, yang diambang kebangkrutan, harus diselamatkan oleh negara yang mengucurkan dana sebesar 25 milyar dollar. Kalau untuk menyelamatkan aset-aset mereka dan membayar hutang mereka, para ekonom ini tidak menolak nasionalisasi.

Inilah slogan kaum kapitalis: Privatisasi Laba, Nasionalisasi Hutang! Sungguh suatu kemunafikan yang tiada tara. Kapitalisme sudah menjadi sebegitu bangkrutnya dan bobroknya. Semua nilai-nilai kapitalisme mengenai pengambilan resiko dan kompetisi sudah tidak lagi valid. Tidak ada lagi pengambilan resiko, karena kalau mereka bangkrut dan terjebak hutang, maka negara akan ‘menyelamatkan’ dan ‘menyehatkan’ mereka dengan menggunakan uang rakyat pekerja. Dengan semakin memusatnya kapital di tangan beberapa individual, tidak ada lagi kompetisi, yang ada hanya monopoli dengan ilusi kompetisi. Memang dulu, nilai-nilai kapitalisme ini adalah suatu hal yang progresif secara historis; ia menghancurkan feudalisme yang sudah bangkrut, dan mengembangkan kekuatan produksi. Akan tetapi sekarang kapitalisme sudah menjadi parasit.

Nasionalisasi Dengan Kompensasi

Tentu akan ada beberapa orang yang meragukan nasionalisasi ini karena Chavez menawarkan untuk membeli bank tersebut, dan bukan menyitanya. Tetapi, masalah kompensasi ini bukanlah masalah prinsip. Marx juga tidak menolak kemungkinan untuk memberikan kompensasi kepada kaum kapitalis Inggris dalam menasionalisasi alat-alat produksi mereka, dan ini dengan tujuan untuk meminimalisasi perlawanan dari mereka. Dan kalau boleh saya tambahkan, ini juga akan mengekspos kemunafikan nilai-nilai kapitalisme. Para kapitalis bersama-sama dengan media bayaran mereka akan menyerang Chavez dan langkah nasionalisasi ini, dan rakyat pekerja sedunia akan melihat bahwa serangan-serangan tersebut hanyalah berdasarkan kemunafikan dan keserakahan. Grupo Santander berniat menjual Bank Venezuela ke pihak swasta. Tetapi ketika pemerintahan Chavez ingin membelinya guna kepentingan publik, mereka menolaknya. Ini akan membuat geram rakyat pekerja, mereka akan berseru: “Kalau mereka menolak, kita sita saja semuanya!”

Akan tetapi, kita tidak boleh berpikir seperti kaum reformis yang mengatakan bahwa kompensasi harus diberikan sesuai dengan harga pasar. Kebijakan kita adalah kompensasi minimum, dan hanya diberikan kepada pemegang saham kecil dan yang benar-benar membutuhkannya. Tidak ada kompensasi untuk mereka-mereka yang sangat kaya! Kita hitung kompensasi mereka dari laba-laba yang sudah mereka peroleh semenjak memperoleh Bank Venezuela. Grupo Santander membeli Bank Venezuela seharga 300 juta dollar, dan mereka sudah balik modal berulang-ulang kali. Jadi tidak ada alasan untuk membayar mereka sesen pun.

Nasionalisasi Penuh di Bawah Kontrol Buruh

Akan tetapi, janganlah kita terjebak dengan teknikalitas proses nasionalisasi ini. Hal yang terpenting adalah rakyat pekerja melihat nasionalisasi ini sebagai sebuah serangan terhadap kaum kapitalis, terhadap kepemilikan pribadi mereka yang sakral. Ini akan memberikan dorongan bagi rakyat untuk semakin mempertanyakan hak kepemilikan para kapitalis ini. Para kapitalis pun mengerti besarnya pengaruh sosial dan politik dari langkah ini, maka dari itu mereka beramai-ramai menyanyikan lagu lama mereka: “Chavez adalah seorang diktatur, ini akan menghancurkan perekonomian Venezuela”, dsb. Tugas setiap pendukung revolusi Bolivarian adalah untuk mendukung proses ini, dan mendorongnya untuk lebih maju. Nasionalisasi setengah-setengah tidak akan menyelesaikan kontradiksi ekonomi di Venezuela. Kendali ekonomi masih dipegang oleh para kapitalis, dan dengan mudahnya mereka bisa menyabotase industri-industri negara sembari berkoar: “Lihat industri nasional kita di bawah Chavez, semua rusak. Ini membuktikan bahwa nasionalisasi adalah langkah yang salah, ini membuktikan kegagalan sosialisme”. Bukankah para oligarki di Venezuela sudah berulang kali menyabotase ekonomi Venezuela?! Sabotase industri minyak tahun 2002/2003 yang disertai boss lock-out (mogok bos), kelangkaan bahan makanan, inflasi, dsb. Ini semua adalah sabotase ekonomi yang bertujuan untuk menjatuhkan kredibilitas revolusi Bolivarian dan sosialisme.

Kita tidak bisa mengkontrol apa yang tidak kita miliki. Apakah seorang buruh pabrik bisa dengan mudah meminta bos pabrik untuk meningkatkan gajinya. Hanya dalam mimpi saja ini terjadi. Kita perlu menasionalisasi seluruh perbankan dan sektor finansial, semua pabrik-pabrik besar, tanah-tanah milik tuan tanah besar, semua di bawah kontrol buruh. Jangan biarkan birokrasi-birokrasi lama menjalankan industri nasional, karena ingat mereka dulunya adalah agen-agen kapitalis, teman minumnya para oligarki lokal. Singkirkan birokrasi ini, bentuk komite-komite pekerja yang akan menjalankan industri nasional secara demokratis dan secara terencana.

Kita sambut nasionalisasi Bank Venezuela sebagai sebuah langkah maju. Tetapi objektif utama Revolusi Bolivarian masih belum tercapai: mengambil alih kekuatan ekonomi dan politik kaum oligarki dan pembentukan negara pekerja sosialis.

__________________________________________________________________________

*Sumber: Venezuela: The Nationalization of Banco de Venezuela oleh Alan Woods, 1 Agustus 2008.