Peluncuran Hands Off Venezuela (HOV) Malang

Tanggal 3 Maret lalu, bersamaan dengan launching buku Revolusi Permanen karya Leon Trotsky, Hands Off Venezuela Indonesia cabang Malang diluncurkan. Acara tersebut mengambil tempat di gedung Ikatan Alumni (IKA) Brawijaya Malang yang dihadiri oleh perwakilan dari organ-organ mahasiswa dan buruh. Para peserta yang hadir, selain ingin bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela, mereka juga tertarik untuk mengikuti bedah buku Revolusi Permanen. Acara Peluncuran HOV Malang dan launching buku Revolusi Permanen ini menghadirkan 3 pembicara: Jesus SA (HOV Indonesia), Andi Irfan (Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia, SPBI), dan Romo Robertus Wujanarko (pemerhati gerakan-gerakan sosial).

Acara peluncuran HOV Malang sangat pas bersamaan dengan bedah buku Revolusi Permanen. Hal ini tercermin dari pertanyaan beberapa peserta yang mengaitkan antara Revolusi Venezuela, internasionalisme, dan teori revolusi permanen. Selain itu, bedah buku ini memberi jalan awal bagi organ-organ revolusioner buruh dan mahasiswa untuk mengenal pemikiran Trotsky yang luar biasa, yang akan memberi petunjuk bagi terciptanya perubahan besar di Indonesia.

Terkait dengan Revolusi Permanen, Jesus SA, pembicara dari HOV Indonesia, juga mengulas kegagalan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mengemban tugas revolusi. PKI, sebagai partai yang memiliki massa besar, yang seharusnya bisa menggerakkan revolusi di Indonesia, ternyata mandeg dan hancur karena mengadopsi sebuah teori yang salah, yakni teori dua-tahap Stalin. Hadirnya buku Revolusi Permanen dalam bahasa Indonesia, menurut Jesus SA, akan memberi harapan dan bisa menjadi petunjuk yang cerdas bagi pembentukan partai politik kader di Indonesia, yang berkarakter Bolshevik, untuk melakukan perubahan besar dengan jalan revolusi sosialis.

Acara peluncuran HOV Malang dan bedah buku Revolusi Permanen ini juga memberi wacana baru bagi peserta yang hadir mengenai pentingnya bersolidaritas denganRevolusi Venezuela. Karena bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela bisa menajdi langkah awal untuk membangun revolusi sosialis berskala dunia. Karena sosialisme tidak bisa dibangun di satu negara, tetapi harus melewati batasan-batasan nasional. (Syaiful)

Penuhi Tuntutan Buruh MMC! Singkirkan Kekuatan Kontra Revolusi

Oleh : Perhimpunan Rakyat Pekerja

Pada tanggal 29 Januari (Waktu Venezuela) dua buruh dibunuh oleh Polisi di Provinsi Anzoategui, Venezuela. Dua buruh yang dibunuh tersebut adalah Pedro Suarez dari pabrik Mitshubishi dan Jose Marcano dari pabrik otomotif Macusa. Mereka dibunuh ketika polisi Anzoategui mencoba menggusur ratusan buruh yang telah menduduki pabrik Mitsubitshi (MMC).

Para buruh MMC telah menduduki pabrik tersebut sejak tanggal 22 Januari karena PHK terhadap 135 pekerja kontrak. Pada pertemuan buruh Mitsubitshi dimana 893 buruh hadir, 863 buruh memilih setuju untuk menduduki pabrik. Mereka juga meminta agar 135 buruh yang di PHK dipekerjakan kembali sebagai buruh tetap. Dan menyatakan bahwa nasionalisasi adalah satu-satunya solusi untuk konflik di pabrik Vivex, Franelas Gotcha, Industria Nacional de Articulos de Ferreteria (INAF) dan Acerven. Keputusan untuk menggusur para buruh itu sendiri dikeluarkan oleh tiga orang hakim yaitu: Henry Gabián Dietrich, Lourdes Villarroel dan Diana Vásquez. Para hakim tersebut mengabaikan fakta bahwa MMC telah melanggar hukum karena melakukan PHK massal.

Yang sangat menyedihkan adalah kejadian ini terjadi dalam masa Revolusi Bolivarian dan bukanlah yang pertama kali. Buruh Fundimeca (pabrik AC) di Valencia, buruh Alpina di Villa de Cura, buruh Sidor (pabrik besi) di Puerto Ordaz atau buruh bahan bakar didepan kantor Venezuelan Fuel Corporation Dairy Story di Anzoategui telah merasakan bagaimana kekerasan yang dilakukan oleh polisi dan dipicu oleh hakim-hakim korup.

Namun begitu, kami menyambut baik perkembangan terhadap kejadian tersebut. Termasuk diantaranya adalah penangkapan terhadap enam orang polisi yang diduga terlibat serta didirikannya berbagai Komisi untuk menangani kasus tersebut. Dan juga keputusan Gubernur Anzoategui untuk memberhentikan sementara dua hakim yang terlibat dalam kejadian tersebut. Dan hakim tersebut juga akan dipanggil oleh Mahkamah Agung. Sementara itu Dewan Nasional Venezuela juga akan menyelidiki kematian para buruh. Presiden Komisi Energi dan Pertambangan serta Presiden Subkomisi HAM telah bertemu dan mendiskusikan kebutuhan membentuk Komisi Tingkat Tinggi mengenai isu tersebut yang dikepalai oleh Wakil Presiden Venezuela, Menteri Pekerjaan, Gubernur Anzoategui dan bos pabrik Mitsubishi. Presiden Chavez sendiri sudah mengatakan bahwa pemerintahan nasional menyesali apa yang terjadi… untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi semacam itu dia telah meminta gubernur dan walikota untuk menjalankan proses pembersihan dalam kepolisian.

Bagi kami rakyat Indonesia, kami mempunyai pengalaman langsung dari kepercayaan terhadap satu Negara dapat hidup berdampingan kekuatan pro kelas pekerja dan anti kelas pekerja. Hasil dari kepercayaan tersebut adalah dihancurkannya kekuatan rakyat itu sendiri pada tahun 1965. Sekitar 3 juta orang dibantai, ratusan ribu dipenjarakan tanpa pengadilan, ribuan hidup terasing diluar Indonesia hingga sekarang. PRP dan gerakan buruh progresif lainnya di Indonesia mengikuti berita tentang bentrokan yang mengakibatkan korban jiwa buruh Mitshubishi di Venezuela. Pengalaman perjuangan kontrol buruh atas pabrik dan produksi saat ini menjadi bahan pembelajaran di antara kekuatan kelas pekerja di Indonesia, dan menjadi wacana alternatif mengatasi krisis kapitalisme global. Kami Perhimpunan Rakyat Pekerja menyerukan:

  1. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian harus memenuhi tuntutan buruh MMC.
  2. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian harus mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Tidak hanya para pelaku dilapangan namun juga oknum-oknum yang memberikan perintah tersebut
  3. Presiden Chavez dan Pemerintahan Republik Bolivarian Venezuela harus segera menyingkirkan kelompok-kelompok kontra revolusi yang ada didalam apparatus Negara Venezuela

Kemenangan akan dicapai oleh Rakyat Venezuela dalam bentuk persatuan dan keteguhan untuk bergerak dalam jalan Revolusi Sosialis Bolivarian. Dan kedepannya menuju persatuan rakyat pekerja seluruh dunia untuk menghancurkan kapitalisme yang sedang sekarat.

Jakarta, 13 Februari 2009

Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja

Ketua Nasional
(Anwar Ma’ruf)

Sekretaris Jenderal
(Rendro Prayogo)

KTT Amerika Latin Hadapi Krisis Kelaparan

Oleh Berta Joubert-Ceci
Mei 15, 2008 10:36 PM

hungerDengan tema “Kedaulatan dan Keamanan Pangan: Pangan untuk Kehidupan,” delegasi dari 15 negeri bertemu di Managua, Nikaragua, pada 7 Mei untuk mendiskusikan rencana dan strategi menghadapi krisis kelaparan serius yang melanda rakyat Amerika Latin dan Karibia.

KTT presiden ini adalah hasil dari pertemuan darurat 23 April antara empat dari lima negeri ALBA (Alternatif Bolivarian bagi Rakyat Amerika Kita) yang dilangsungkan di Caracas, Venezuela. Saat itu, Presiden Bolivia Evo Morales, Presiden Nikaragua Daniel Ortega, dan Wapres Kuba Carlos Lage bertemu dengan Presiden Hugo Chavez untuk menandatangani persetujuan khusus yang akan mengembangkan sektor-sektor pertanian dan industri untuk meningkatkan produksi biji-bijian seperti nasi dan jagung, kacang-kacangan yang mengandung minyak, daging dan susu. Menurut Prensa Latina, “Persetujuan yang dicapai oleh negeri anggota ALBA juga mendorong pembentukan jaringan komersialisasi pangan dan menyertakan komitmen bersama untuk menggalang dana sebesar $100 juta sebagai modal awal yang membuka jalan bagi implementasi program dan perencanaan bagi inisiatif tersebut.”

Namun, karena pada dasarnya ALBA adalah suatu integrasi dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Amerika Latin dan Karibia, dibutuhkan sebuah KTT yang lebih besar untuk mengatasi krisis pangan saat ini.

KTT di Managua pada 7 Mei ini dihadiri oleh delegasi dari Bolivia, Ekuador, Kostarika, Honduras, Haiti, St Vincent dan Grenadines, Kuba, Venezuela, El Salvador, Guatemala, Belize, Panama, Republik Dominika, Meksiko dan Nikaragua. Terdapat juga perwakian dari Organisasi Pangan dan Agrikultur (FAO) PBB, Bank Dunia, Bank Pembangunan Inter-Amerika, Program Pangan Dunia PBB, UNICEF, PARLACEN (Parlemen Amerikat Tengah) dan PARLATINO (Parlemen Amerika Latin).

Pidato pembukaan dari masing-masing negeri mengedepankan berbagai keprihatinan dan proposal mengenai krisis itu, tapi juga secara terang-terangan menunjuk pada kebijakan negeri imperialis sebagai biang kerok bencana tersebut. Jaringan televisi TeleSUR meliput rapat tersebut.

Ralph Gonsalves, perdana menteri St Vincent dan Grenadines, dengan piawai menyatakan butuhnya menyertakan perikanan dalam diskusi-diskusi agrikultur dan pangan, dengan menunjukkan bahwa negeri kepulauan kecil seperti negerinya tak memiliki ruang untuk memelihara ternak dan lebih bergantung pada ternak kecil dan hasil laut, tapi pemanasan global mempengaruhi penangkapan ikan, karena ikan-ikan cenderung berpindah lebih dalam ke laut. Ia menyimpulkan, “Saya tak melihat Amerika membantu kami, atau Eropa, dan faktanya, sering kali ketika membawa program diversikasi, produksi agrikultur, dsb, mereka meneruskan penipuan terhadap rakyat, mereka mengangkat harapan rakyat dan hanya memberikan sedikit hal.

Wapres Lage dari Kuba merangkum basis ril dari krisis yang terjadi saat ini: “Inti dari krisis ini bukan pada fenomena akhir-akhir ini, tapi pada distribusi kekayaan yang tak sama dan tak adil di tingkat global, dan juga pada model ekonomi neoliberal yang tak dapat dipertahankan, yang diterapkan secara tak bertanggungjawab dan fanatik selama 20 tahun belakangan ini.”

Presiden Ortega yang memimpin pertemuan itu menyampaikan krisis kelaparan melalui fakta-fakta: “Data dari organisasi internasional memberitahukan kita bahwa dalam tiap 5 detik seorang anak di bawah 10 tahun meninggal karena kekurangan gizi, karena kelaparan. Dalam tiap menit yang kita gunakan untuk berbicara di sini, bertukar ide tentang permasalahan ini, 12 anak meninggal. Dan dalam tiap jam, 720 anak di bawah 10 tahun meninggal karena kelaparan!”

Deklarasi akhir yang ditandatangani oleh 12 negeri menolak subsidi di negeri-negeri maju dan perdagangan tak adil yang berdampak bagi negeri-negeri kurang berkembang. Mereka juga menolak penggunaan pangan untuk bahan bakar organik (biofuel). Diusulkan pula suatu Rencana Aksi yang detil untuk membantu penguatan ekonomi dan produksi pangan yang berkelanjutan di negeri-negeri tersebut. Disetujui juga sebuah proposal dari Meksiko, yang menyumbangkan diri untuk menggelar pertemuan tingkat tinggi tentang teknologi pada akhir Mei.

Pertemuan lain tentang isu tersebut berlangsung di Amerika Latin. Agen Berita Kuba (ACN) melaporkan bahwa lebih dari 100 perwakilan dari 30 negeri-negeri Amerika Latin dan Karibia berpartisipasi dalam suatu konferensi tentang malnutrisi anak-anak di Santiago de Chile pada tanggal 6 Mei. Pada 16-17 Mei, KTT Uni Eropa-Amerika Latin dan Karibia (EU-LAC) akan digelar di Lima, Peru. Tema utamanya adalah “Kemiskinan, ketaksetaraan dan inklusi” dan “Pembangunan Berkelanjutan: lingkungan hidup, perubahan iklim dan energi.” Pada KTT presiden tanggal 7 Mei, diputuskan bahwa krisis pangan akan diangkat dalam (EU-LAC) dan semua pertemuan internasional lainnya ke depan.

Kaum Imperialis mengadakan rapat tertutup

Sembilan hari sebelum KTT Managua, pada 28 April, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia Josette Sheeran dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick mengadakan rapat tertutup di Berne, Swiss, dengan Sekretaris-Jendral PBB Ban Ki-moon dan eksekutif dari 27 agen PBB untuk mendiskusikan kenaikan harga pangan dan pergolakan di 37 negeri akibat kelaparan ekstrim.

Menurut ACN, Ban meminta dana bantuan sebesar $2.5 milyar untuk membantu memerangi krisis pangan dunia saat konferensi pers di Berne pada 22 April

Apakah solusi Zoellick terhadap krisis pangan? Menunjukkan kepentingan kelasnya yang sesungguhnya, ia menyerukan agar ekspor hasil produk minyak tidak dibatasi.

Bagaimana kaum imperialis dapat menyelesaikan krisis yang mereka ciptakan? Sebagaimana dinyatakan oleh Via Campesina, organisasi tani masyarakat asli dan petani kecil di seluruh dunia, dalam suatu dokumen berjudul “Jawaban terhadap Krisis Pangan Global” (www.viacampesina. org), kebijakan neoliberal telah menghancurkan kapasitas negeri-negeri untuk mencukupi kebutuhan pangannya sendiri.

Meskipun menyinggung tentang bahan bakar organik dan pemanasan global yang mempengaruhi panen dan menyebabkan krisis pangan, mereka memandang absennya kedaulatan pangan sebagai penyebab utamanya: “Krisis ini juga merupakan hasil dari bertahun-tahun kebijakan destruktif yang telah memberantas produksi pangan domestik. … Petani terpaksa memproduksi hasil perkebunan (cash crops) bagi korporasi transnasional (TNCs) dan membeli makanan mereka dari pasar dunia.”

Artikel itu menunjukkan contoh Meksiko, yang, setelah NAFTA, beralih dari negeri pengekspor jagung jadi menggantungkan 30 persen jagungnya dari impor AS. Walau demikian, karena kini jagung dari AS semakin banyak digunakan untuk bahan bakar, maka keberadaannya semakin berkurang di Meksiko. Disinggung juga kasus Indonesia, yang pada 1992 jumlah produksi kedelainya cukup untuk memenuhi konsumsi pangan pokok domestik untuk tahu dan tempe. Setelah membuka pintunya terhadap kebijakan neoliberal, kedelai murah dari AS membanjiri pasar dan menjatuhkan produksi domestik. Enam puluh persen kini diimport dari AS dan harganya meningkat dua kali lipat.

Maka, tanpa kemampuan memproduksi pangan sendiri akibat resep neoliberal, dikombinasikan dengan perubahan iklim secara drastis, negeri-negeri miskin menjadi korban spekulasi pasar pangan dan pengalihan produksi pangan menjadi bahan bakar organik. Sementara konsumsi pangan mungkin sebesar 10 hingga 20 persen dari penghasilan perorangan di kebanyakan negeri maju, di Dunia Ketiga angka tersebut mencapai 60 hingga 80 persen. Dan produk yang paling terkena dampak krisis saat ini adalah makanan pokok rakyat miskin, seperti nasi dan jagung.

Tidaklah mengherankan bila massa telah bangkit melawan di Meksiko, Indonesia, Yaman, Filipina, Kamboja, Maroko, Senegal, Uzbekistan, Guinea, Mauritania, Mesir, Kamerun, Bangladesh, Burkina Faso, Pantai Gading, Peru, Bolivia dan Haiti.

Haiti pantas mendapat perhatian khusus, karena negeri itu salah satu yang termiskin di Bumi di mana keserakahan genosidal korporasi transnasional terlihat secara jelas dan terang-terangan. Delapan puluh persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan dan 54 persen dalam kemiskinan ekstrim. Menurut Servicio Paz y Justicia en America Latina, “Dua puluh tahun lalu Haiti memproduksi 95 persen beras yang dikonsumsi rakyatnya; kini ia mengimpor 80 persen produk tersebut dari AS.” (www.serpajamerical atina.org)

Kelaparan ekstrim di Haiti telah memaksa rakyat untuk memberi makan anak-anak mereka dengan kue “Pica” yang terbuat dari lumpur, suatu pengobat lapar yang beracun. Dalam Cite-Soleil, kue tersebut dibuat dari lumpur kuning dari dataran tinggi di pedalaman negeri tersebut, yang dicampur dengan garam dan minyak. Dibutuhkan biaya sebesar $5 untuk membuat 100 kue, namun dengan harga demikian pun, banyak rakyat Haiti tak mampu membeli kue yang terbuat dari lumpur! Kue itu bisa mengisi perut anak-anak, tapi lumpurnya juga mengandung parasit dan bahan-bahan yang berpotensi mematikan. Kuba dan Venezuela telah bertindak untuk menolong rakyat Haiti. Venezuela, diantaranya, mengirim 600 ton pangan pada 13 April dan 50 truk pertanian. Kuba telah menyediakan perawatan kesehatan bagi lapisan masyarakat yang termiskin, yang tak memiliki akses terhadap dokter. Selama lima tahun, 400 dokter Kuba telah bekerja di Haiti; dan 600 pelajar Haiti belajar kedokteran di Kuba. Menurut Presiden Haiti Rene Preval, bagi rakyat Haiti “Setelah Tuhan, ada dokter Kuba.”

Rakyat kelaparan sementara korporasi pangan tumbuh subur

Dalam pernyataan pers pada 14 April, raksasa pangan AS Cargill melaporkan “pendapatan bersih sebesar $1.03 milyar dalam kwartal ketiga tahun 2008 yang berakhir pada 29 Feb., naik 86 persen dari $553 juta dalam periode sama setahun lalu. Pendapatan dalam sembilan bulan pertama bertotal $2.9 milyar, suatu kenaikan sebesar 69 persen dari
$1.71 milyar pada tahun lalu.” (www.cargill. com)

Pernyataan tersebut menyebutkan: “Cargill mencatat tiga kwartal yang kuat secara berturut-turut dalam setahun ketika dimensi perubahan dalam pertanian global sangat mencolok,” kata Greg Page, ketua dan pejabat kepala eksekutif Cargill. “Permintaan pangan di ekonomi berkembang dan permintaan enerji di dunia meningkatkan permintaan
barang-barang pertanian, pada saat yang sama investasi moneter mengaliri pasar-pasar komoditas. Relatif terhadap permintaan, stok biji-bijihan dunia saat ini adalah pada tingkat terendah dalam 35 tahun. Harga-harganya mencapai ketinggian baru dan pasar-pasarnya luar biasa rentan.”

Monsanto, perusahaan AS lainnya, juga melaporkan keuntungan besar. Dalam suatu berita pada 6 Mei, perusahaan tersebut menyatakan: “Sebagai perusahaan teknologi di pertanian, kami memiliki kesempatan unik karena teknologi kami menciptakan nilai jual bagi petani pelanggan kami tanpa mempedulikan tanaman apa yang mereka budidayakan, di mana mereka akhirnya menjual bijih-bijihan mereka, atau berapa harga jual bijih-bijihan itu di pasar komoditas. … Perkembangan pendapatan Monsanto yang kuat terus tercermin dalam pembayaran dividen. Monsanto telah meningkatkan dividennya enam kali – suatu peningkatan sebesar 200 persen – sejak 2001.” (www.monsanto. com)

Monsanto adalah biang kerok di balik benih rekayasa genetik (genetically engineered seeds) yang membanjiri dan menghancurkan pertanian di negeri-negeri Dunia Ketiga, membuat mereka bergantung pada benih-benih dan produk Monsanto.

_____________

Sumber Tulisan: Latin American summit confronts hunger crisis

Hands Off Venezuela – Indonesia Mendukung Aksi Front Pembebasan Nasional (FPN)

Oleh Jesus S. Anam

Hands Off Venezuela – Indonesia

Jakarta, 21 Mei 2008

Lagu Internationale mengalun berulangkali, mengiringi resah ribuan kaum buruh dan miskin kota yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional (FPN) dalam aksi menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM Juni mendatang. FPN juga mengutuk pemerintahan SBY-JK sebagai antek kaum modal dan bersama-sama menghabiskan kekayaan alam negeri ini hingga terjadi krisis energi.

Merdeka memang tidak mudah. Sudah enam puluh tiga tahun merdeka dan sudah sepuluh tahun pula lepas dari otoritarianisme Soeharto, ternyata tidak cukup berarti bagi rakyat. Rakyat tetap miskin dan sengsara. Rakyat tetap menjadi gelandangan di negeri sendiri. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM hingga 30 % nanti merupakan bukti bahwa rakyat di negeri yang kaya ini belum merdeka, karena masih hidup  dibawah penjajahan. Dan penjajahan kali ini lebih mengerikan dari sebelumnya: penjajahan kaum modal.

Alasan pemerintah menaikkan harga BBM karena Beban Anggaran Negara megalami defisit oleh sebab kenaikan harga minyak dunia sangatlah lucu. Defisit Anggaran Negara lebih disebabkan pembayaran hutang luar negeri yang besarnya bisa mencapai 150 trilyun rupiah per tahun. Selain itu, domonasi modal asing atas perusahaan-perusahaan minyak dan gas di Indonesia yang menjadi penyebab utama kebangkrutan negeri ini. Hasil minyak Indonesia oleh mereka (kaum modal) dijual di pasar internasioanal. Penjualan ke dalam negeri dibatasi hanya 25 % x (15 % x total produksi), dan pemerintah Indonesia harus membeli dengan harga internasional (itupun) setelah selama 60 bulan Modal Internasioanal dibebaskan menjual semua hasil produksinya ke pasar internasional.

Sekalipun Indonesia memiliki sedikitnya 329 blok/sumber minyak dan gas dengan lahan seluas 95 juta hektar, dengan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 300 milyar barel, dan produksi minyak mentah mencapai 1 juta barel perhari atau 159 juta liter per hari, sangatlah tidak berarti dan tidak berpengaruh bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika Minyak Mentah Indonesia bisa diolah sendiri sehingga tidak perlu mengolahnya di luar negeri dan dikembalikan lagi oleh para pemilik modal, para pedagang minyak, ke Indonesia dengan harga tinggi.

Kenyataan yang sudah parah ini perlu diatasi dengan membangun kekuatan-kekuatan politik ditingkat basis rakyat, terutama kaum buruh dan miskin kota, dengan agenda merebut kekuasaan yang berada di tangan politik elit; membangun kepemimpinan revolusioner yang berasal dari rakyat dan membangun barisan garda depan yang solid. Selain itu, melandaskan perjuangan pada ideologi yang revolusioner, progresif dan mapan adalah agenda yang terpenting guna mewujudkan cita-cita revolusi. Keberanian dan keberhasilan Castro di Kuba, Hugo Chavez di Venezuela, dan Evo Morales di Bolivia tidaklah lepas dari kekuatan ideologi yang menyertainya. Keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai Venezuela misalnya — kedaulatan politik dan ekonomi, partisipasi rakyat grassroot dalam politik via pemilihan umum dan referendum, kemandirian secara ekonomi, patriotisme, distribusi hasil kekayaan minyak yang merata, dan penghapusan korupsi —  merupakan kesatuan yang kuat dari kepemimpinan revolusioner, garda depan yang solid, kesadaran politik rakyat, dan ideologi revolusioner progresif yang menyertainya. PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela), partai yang dibangun Chavez bersama rakyat, tidak hanya mengadopsi dari Simon Bolivar, Miranda, Ezequiel Zamora, tetapi juga dari Marx, Engels, Lenin dan Trotsky.

Aliansi organ-organ kiri yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional secara eksplisit telah sepakat bahwa sosialisme adalah satu-satunya jalan menuju revolusi Indonesia. Hal ini terlihat dari spanduk yang dibawa oleh massa dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). Hands Off Venezuela –  Indonesia dan FPN akan terus bekerjasama dalam politik guna mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia. HOV – Indonesia akan menyodorkan fakta-fakta obyektif yang terjadi di Venezuela untuk didiskusikan bersama dan mengambil bagian-bagian yang paling relevan untuk konteks Indonesia.

Revolusi sosialis memang tidak bisa bertahan lama atau sulit diwujudkan jika berjalan sendiri. Kerjasama dan komunikasi intensif antara gerakan di tingkat internasional ataupun kawasan perlu dibangun. Membangun kerjasama gerakan-gerakan di Indonesia dengan gerakan-gerakan di Amerika Latin, atau dengan negara-negara di tingkat ASEAN perlu segera dilakukan, dan HOV – Indonesia akan mencoba memfasilitasi hingga tercapainya kerjasama ini.

Para Buruh dan Serikat Buruh Sutiss memenangkan pertempuran; Nasionalisasi Pekerjaan Baja Orinoco “SIDOR” – 09/04/2008

MERIDA, Venezuela (Reporter Komunitas Merida)

Para buruh di SIDOR dan serikat buruh Sutiss memenangkan perjuangan mereka untuk menasionalisasi perusahaan baja “Ternium-Sidor” setelah pemogokan, penyerangan, dan represi selama berbulan-bulan oleh Garda Nasional (tentara – pen.). Pagi ini, pukul 1:22 AM, Wakil Presiden Ramon Carrizales, diutus oleh eksekutif nasional dengam tujuan membuka jalan definitif untuk solusi konflik antara serikat buruh dan pengusaha transnasional. Dalam proses ini para buruh telah melaporkan berbagai keganjilan kontrak dan kondisi-kondisi eksploitasi kapitalistik yang ada kepada Kementrian Perburuhan, namun demikian tuduhan-tuduhan ini tidak diperhatikan oleh pejabat nasional.

Carrizales, berbicara atas nama Republik Bolivarian Venezuela mengumumkan keputusan yang diambil oleh presiden Hugo Chavez Frias untuk menasionalisasi “Ternium-Sidor”, industri baja utama negeri itu yang dikuasai oleh konsorsium Italia-Argentina “Techint”. Akhir tak terduga dari konflik industrial di SIDOR dikonfirmasikan malam tadi dg diumumkannya pengambil-alihan mayoritas saham perusahaan itu yg diprivatisasi pada 1997. Setelah menerima petisi Serikat Pekerja Baja dan Sejenisnya (Sutiss) untuk melanjutkan negosiasi kontrak dengan perusahaan, Eksekutif [Nasional] Senin lalu mengadakan pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan yang sejak awal pertemuan ditandai dengan penegasan wakil presiden untuk mengakhiri konflik ini sekali untuk selamanya. Kementrian Perburuhan tidak diundang dalam pertemuan Senin lalu.

Kenyataannya adalah tekanan yang dilancarkan oleh para buruh menyebabkan disetujuinya nasionalisasi. Sementara pengusaha menolak untuk mengakui: transfer pembayaran bagi 600 pekerja “outsourced” (kontrak – pen.) dan pembentukan dana pensiun sebesar tingkat upah minimum pagi para pensiunan.

Kemenangan para buruh

Pada tengah malam, suasana tegang meliputi ruang pertemuan kompleks hidroelektrik Macagua. Saat itu para buruh Sutiss mengajukan tawaran ekonomis tanpa mendapat respon dari pengelola perusahaan.

Sementara itu, ancaman nasionalisasi mengerubungi tempat tersebut dan semakin mengambil momentum. Dengan mengejutkan sebagian yang hadir, wakil presiden meminta agar dilakukan pencatatan terhadap penolakan perwakilan perusahaan transnasional dalam mengajukan tawaran balik, dan tak lama kemudian ia mengumumkan keputusan bahwa tidak perlu lagi proses lebih lanjut: Sidor akan dinasionalisasi.

_____________________

Diterjemahkan ke Bhs Inggris oleh Gonzalo Villanueva untuk Reporteros Comunitarios de Mérida. Teks asli dapat dilihat di www.aporrea.org

PELUNCURAN HOV INDONESIA DISAMBUT ANTUSIAS

Jakarta, 28 Maret 2008.

Peluncurn HOV Indonesia disambut sangat antusias oleh beberapa elemen pro perubahan di Indonesia. Dihadiri sekitar 70 arang , HoV Indonesia diluncurkan di Gedung  LBH Jakarta , hari jumat 28 Maret 2008. Beberapa yang ikut hadir, selain delegasi-delegasi dari organ-organ yang terlibat dalam kepanitiaan nasional HOV – Indonesia seperti Rumah Kiri, PRP, SMI, IGJ, SERIAL, KPRM – PRD, LMND – PRM, KSM UNAS, juga dihadiri oleh delegasi-delegasi dari Kelompok Miskin Kota, elemen-elemen yang peduli pada perubahan di Indonesia, dan individu-individu yang tertarik dengan proses revolusi di Venezuela.

Peluncuran diawali oleh pemutaran film No Volveran , sebuah flm dokumenter tentang perjuangan rakyat Venezuela dalam meruntuhkan rezim otoriter kapitalistik. Dilanjutkan diskusi bersama tentang
Venezuela. Zely Ariane , juru bicara HOV – Indonesia, berbicara tentang ekonomi baru dan demokrasi baru dengan belajar dari proses revolusi dan program-program sosialis di Venezuela. Sadikin Gani dari Rumah Kiri, yang juga menjadi narasumber pada diskusi peluncuran HOV – Indonesia, menekankan pentingnya gerakan internasional dalam upaya untuk menghancurkan kapitalisme. Menurutnya, gerakan seperti ini akan berhasil jika dilakukan oleh banyak negara.

Dari hasil diskusi pada peluncuran HOV – Indonesia ini telah memberi penegasan bahwa perjuangan rakyat Venezuela adalah manifestasi keberhasilan perjuangan kaum miskin  yang tidak memiliki akses pada kekuasaan. Perjuanganrakyat Venezuela bisa menjadi inspirasi bagi perjuangan dan perubahan bagi Indonesia. Kontekstualisasi perjuangan rakyat  Venezuela menjadi hal yang sangat mendasar.

Diskusi diakhiri dengan beberapa pernyataan yang mewakili elemen-elemen yang hadir untuk mendukung kampanye Revolusi Venezuela. Beberapa elemen sudah mempersiapkan diri untuk membuat serial diskusi di basis masing-masing, beberapa lagi akan terus memantau website HOV – Indonesia dan akan berkontribusi lewat tulisan. Selain itu, mereka merencanakan akan bertemu kembali untuk membuat rencana tindak lanjut terutama dalam rangka membangun jaringan yang bisa mendukung kampanye tentang Venezuela sebagai inspirasi gerakan di Indonesia.(JSA)

Dua Buruh Terbunuh Di Venezuela, Ketika Mempertahankan Pendudukan Pabrik Mitsubishi

Jumat, 30 Januari 2009

Oleh In Defence of Marxism

Pada hari Kamis sore, 29 Januari (Waktu Venezuela), dua pekerja dibunuh oleh polisi di negara bagian Anzoategui, Venezuela. Para pekerja yang terbunuh adalah Pedro Suarez dari pabrik Mitsubishi dan José Marcano dari pabrik autopart Macusa yang terletak dekat dengan pabrik Mitsubishi. Mereka terbunuh saat polisi daerah Anzoategui berusaha mengusir ratusan pekerja yang telah menduduki pabrik Mitsubishi (MMC).

Mitsubishi telah menduduki pabrik pada tanggal 20 Januari. Alasannya adalah bahwa 135 pekerja kontrak yang bekerja di pabrik tersebut melalui sub-krontraktor Induservis dipecat ketika pimpinan MMC memutuskan untuk berhenti kerjasama dengan Induservi. Dalam pertemuan massa di pabrik Mitsubitshi yang dihadiri 893 pekerja, 863 memilih untuk bertahan. Selain menuntut 135 pekerja untuk diterima bekerja kembali dan dikontrak secara penuh di pabrik Mitsubitshi, para pekerja juga menghubungkan perjuangan mereka dengan tuntutan nasionalisasi pabrik sebagai satu-satunya solusi atas perselisihan di pabrik-pabrik Vivex, Franela Gotcha, Industria Nacional de Artículos de Ferretería (INAF), and Acerven.

CMR (Corriente Marxista Revolucionaria atau Tendensi Marxis Revolusioner; yakni seksi Internationa Marxist Tendency di Venezuela) telah memainkan peran kepemimpinan di dalam gerakan pendudukan pabrik di kedua perusahaan Mitsubitshi dan Vivex.

Pembubaran okupasi pabrik tersebut diperintahkan oleh seorang hakim yang tiba di pabrik dengan sebuah perintah pengusiran segera. Akan tetapi, para pekerja menentang dan polisi menyerang para pekerja dengan kekerasan. Mereka menembaki pekerja dengan peluru sungguhan, membunuh dua pekerja dan melukai beberapa pekerja. Situasi ini segera berhenti ketika Tentara Nasional mengintervensi dan menghentikan aksi brutal dari para polisi daerah tersebut. Oleh karena itu, para pekerja masih berada di dalam pabrik, tetapi sang hakim memerintahkan para polisi untuk mengusir para buruh.

Pemerintahan Anzoategui dipimpin oleh gubernur Bolivarian, Tarek William Saab. Aksi kekerasan dari sang hakim dan para polisi Anzoategui benar-benar tidak dapat dibenarkan. Polisi Anzoategui sudah digunakan dalam penindasan melawan pekerja minyak yang berjuang untuk kontrak kerja mereka tahun lalu, dan pada dasarnya kepolisian sekarang ini sama dengan kepolisian sebelum revolusi dengan komandan yang sama. Gubernur Tarek William Saab dan pemerintah Venezuela harus mengadakan sebuah pemeriksaan dengan segera atas kejadian ini dan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.

Para pekerja yang menduduki pabrik Mitsubishi adalah pendukung Revolusi Bolivarian dan banyak di antara mereka telah berkomitmen untuk berkampanye secara aktif guna mendukung amandemen konstitusi pada tanggal 15 Februari. Mereka telah menerima dukungan yang luas atas tuntutan-tuntutan mereka dari pergerakan serikat buruh nasional dan daerah. Delegasi-delegasi dari para buruh pabrik Toyota dan Ford telah mengunjungi mereka beberapa hari yang lalu dan para buruh di pabrik-pabrik tersebut sedang berdiskusi untuk menduduki pabrik mereka sebagai bentuk solidaritas.

Kami meminta semua aktivis buruh dan kaum muda-mudi seluruh dunia untuk:

  • Mengirimkan pesan solidaritas kepada para buruh pabrik Mitsubishi. Kirimkan pesan tersebut ke FRETECO (frentecontrolobrero@gmail.com) dan Sindicato Nueva Generación, MMC (sindicatonuevageneracion@gmail.com)
  • Mengirimkan surat ke gubernur Anzoategui untuk menuntut penghentian semua bentuk kekerasan terhadap para buruh, dan mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan kedua buruh Mitsubishi harus segera dibawa ke pengadilan. Kirimkan email ke alamat berikut:

despacho@tarekrindecuentas.com,

rima.saab@tarekrindecuentas.com,

dalia.vega@tarekrindecuentas.com,

despacho@gobernaciondeanzoategui.com,

info@gobernaciondeanzoategui.com

  • Kirim surat ke pemerintahan Bolivarian Venezuela, duta-duta besar dan konsulat-konsulat, untuk menuntut pemeriksaan secara penuh terhadap pembunuhan ini, menuntut nasionalisasi Vivex dan pemenuhan tuntutan-tuntutan para buruh MMC. Hubungi Kantor Presiden Venezuela di dggcomunicacional@presidencia.gob.ve

______________

UPDATE:

Para Polisi yang terlibat di dalam represi terhadap pekerja Mitsubishi diberhentikan

Oleh Jorge Martin

30 Januari 2009

Kami baru saja mendengar berita bahwa semua petugas polisi yang terlibat di dalam penindasan terhadap para pekerja Mitsubishi telah diberhentikan dan diserahkan ke kantor kejaksaan, atas permintaan dari gubernur Anzoategui, Tarek William Saab. Gubernur Tarek juga mengumumkan bahwa dia telah menghubungi keluarga dari kedua buruh yang terbunuh dan perwakilan buruh Mitsubishi untuk mengungkapkan rasa dukacitanya dan menawarkan dukungan yang dapat dia berikan pada mereka.

Kami menyambut berita ini. Sekarang sebuah pemeriksaan yang menyeluruh harus dilakukan untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan, dan ini bukan hanya untuk mereka yang menembak senjata, tetapi juga mereka yang memberikan perintah. Protes yang berkembang di Venezuela dan di dunia internasional tentunya sangat penting dalam memastikan tanggapan cepat ini. Sekarang kita harus terus memberikan tekanan supaya pemeriksaan ini dapat diselesaikan sampai akhir.

Insiden ini sekali lagi menunjukkan kemustahilan untuk melakukan sebuah revolusi sembari mempertahankan aparatus kapitalis yang lama dan kekuatan-kekuatan penindasnya. Walaupun rakyat Venezuela berkehendak untuk membangun sosialisme, disini kita melihat bagaimana sistem pengadilan dan kepolisian masih digunakan untuk membela kepentingan para bos dan bukannya membela kepentingan kaum buruh. Meskipun pemerintah Bolivarian telah mengeluarkan undang-undang yang melarang pemecatan massal, para bos Mitsubishi mengabaikan undang-undang tersebut dan polisi serta hakim digunakan untuk melawan para pekerja, bukannya para kapitalis. Baik sekali bahwa sang Gubernur telah mengambil tindakan yang cepat, tetapi kita berhak bertanya, mengapa kepolisian Venezuela tidak dibersihkan sejak dulu?

Situasi ini hanya menguntungkan pihak konter-revolusi. Dengan sinis, media sayap kanan di Venezuela dengan cepat menggunakan kematian dua pekerja tersebut untuk menyerang pemerintah: “Sosialisme macam apa ini dimana para pekerja dibunuh oleh polisi?”, kata mereka. Dan mereka benar, tetapi mereka lupa untuk mengatakan bahwa jika mereka kembali ke tampuk kekuasaan, mereka akan menggunakan lebih banyak kekerasan untuk menghancurkan pergerakan revolusi para pekerja dan petani.

Esok hari, para buruh akan berdemonstrasi di Anzoategui untuk mengenang Pedro Suarez dan José Marcano. Para pekerja Mitsubishi dan kawan-kawan mereka dari pabrik-pabrik yang lain yang telah mendukung mereka akan menuntut keadilan dan menuntut permintaan mereka untuk dipenuhi

Sementara, kekuatan kontra revolusi sedang memobilisasi di jalan-jalan Venezuela, membuat kekacauan dan kekerasan sebelum referendum amendemen konstitusi. Ini adalah dua kekuatan yang secara fundamental bertentangan, dan sedang berada di dalam pertempuran hidup dan mati. Kemenangan para pekerja hanya dapat diraih dengan pengambilalihan pabrik-pabrik, tanah, dan bank-bank, dan menghancurkan sisa-sisa Negara kapitalis. Di dalam pertempuran ini, para buruh hanya dapat mempercayai kekuatan mereka sendiri.

_______________________________________________________
Diterjemahkan oleh kawan-kawan Kijaru, diedit oleh TS.

VIDEO :

Video: Pemakaman kedua buruh pabrik Mitsubishi yang dihadiri oleh lebih dari 2000 pekerja.

Video: Represi terhadap pekerja Mitsubishi oleh kepolisian negara bagian Anzoategui

Video: Pembunuhan kamerad Jose Marcano



Mahasiswa dan Pihak keamanan Venezuela Bentrok sebagai respon dari meningkatnya intensitas debat referendum

Oleh : Venezuelanalysis.com

29 Januari 2009

Protes pelajar yang dipenuhi kekerasan meletus lagi hari Selasa lalu di 6 kota besar Venezuela setelah satu minggu sebelumnya yang tenang. Ini mengintensifkan debat politik mengenai rancangan amandemen konstitusi yang akan menghapuskan limit dua-masa-jabatan, bila ini diterima dalam referendum nasional 15 Februari yang akan datang.

Selama protes melawan amandemen di Cagua ,negara bagian Aragua, polisi menahan setidaknya 12 demonstran yang dipersenjatai dengan bom Molotov dan batu. Sebagian dari demonstran berlindung ke dalam gedung kampus mereka, yang tidak bisa dimasuki oleh pihak keamanan berdasarkan Undang-undang Venezuela.

Gubernur Aragua, Rafael Isea yang baru saja terpilih November lalu sebagai kandidat dari Partai Persatuan Sosialis Venezuela, menyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak untuk berdemonstrasi dengan damai melawan amandemen, tapi menegaskan ,”Kami tidak akan mengizinkan mereka menggunakan kekerasan di dalam negara kami.”

Komentar serupa juga disuarakan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez minggu lalu, saat dia memberikan perintah langsung kepada Polisi dan Tentara Nasional untuk melindungi demonstrasi yang damai, dan membubarkan demonstrasi yang dipenuhi kekerasan.

Di kota Cumaná, negara bagian Sucre, Tentara Nasional yang merespon laporan bahwa para mahasiswa memblokade jalan utama menghadapi hujanan botol kaca dan batu yang melukai Sersan José Alexander Quero.

Mahasiswa dari University of the Andes di Merida dan San Cristoba, banyak yang menggunakan balaclavas yang sudah diimprovisasi, juga menutup jalan-jalan utama dengan membakar ban dan rumput kering Selasa lalu. Ini direspon oleh polisi dan tentara.

Di Merida, mahasiswa yang anti-amandemen mengutuk aksi yang dilakukan oleh Kelompok Kiri yang bersenjata sehari sebelumnya, yang memasuki gerbang kampus dengan motor seraya menembakkan pistol ke udara sebagai bentuk provokasi.

Patroli grup “revolusioner” non-pemerintah menjadi lebih aktif tahun belakangan ini sebagai respon terhadap koordinasi mahasiswa oposisi yang melakukan tindakan kekerasan, yang dilakukan untuk menciptakan kekacauan guna mempengaruhi hasil referendum 15 Februari yang akan datang.

“Kami hanya bersenjatakan buku dan ide-ide kami, dengan tangan terkepal di atas kepala kami, dan mereka melemparkan gas air mata dan menembaki kami,” ujar seorang mahasiswa anti-amandemen di Merida kepada Venezuelanalysis.

Akan tetapi, seorang reporter dari Venezuelanalysis menyaksikan sekitar 200 demonstran anti-amandemen bersenjatakan batu dan botol mendekat dan kemudian mereka menyerang garis batas polisi yang dibuat di sekitar kampus.

Setelah mahasiswa menyerang polisi secara fisik, polisi menembakkan shotgun berisi peluru karet dan gas air mata untuk melawan mahasiswa. Mahasiswa lalu menunjukkan luka memar karena tembakan tersebut, dan sejumlah anggota polisi terlihat merayakannya.

Di puncak konfrontasi antara mahasiswa dan polisi ,Gubernur Merida yang baru terpilih dari PSUV, Marco Diaz, mengintervensi. Diaz memerintahkan polisi untuk mundur dan sendirian berbicara langsung kepada mahasiswa yang marah. ”Kita harus mencegah kekerasan di jalanan kota kita. Saya disini sebagai Gubernur dan juga sebagai warga kota Merida untuk menghentikan kekerasan ini.” kata Diaz.

Gubernur Diaz setuju untuk segera berbicara dengan kelompok-kelompok Kiri yang bersenjata mengenai pelucutan senjata sebagai balasan untuk penghentian secepatnya kekerasan protes mahasiswa.

Sementara Gubernur Diaz mengadakan pertemuan tertutup dengan kelompok Kiri, tiga kendaraan lapis baja tentara berjalan perlahan sepanjang garis pertahanan kampus. Ini direspon oleh mahasiswa dengan melemparkan bom-bom kecil, Molotov, botol-botol kaca, dan batu-batu ke arah kendaraan lapis baja. Lalu para tentara menembakkan peluru karet dan setengah lusin gas air mata untuk membubarkan para mahasiswa.

Setelah 2 jam bernegosiasi dengan perwakilan kelompok-kelompok kiri yang bersenjata, Gubernur Diaz mengumumkan kepada para demonstran bahwa dia telah berhasil bernegosiasi mengenai pelucutan senjata. Lalu, Mahasiswa Oposisi mengumumkan gencatan sementara, ”Selama tidak ada provokasi dari polisi atau Kelompok-Kelompok Kiri”

Sementara itu, terjadi bentrokan yang serupa di kota Maturin, negara bagian Monagas. Seorang mahasiswa terluka setelah polisi menangkap 5 mahasiswa dalam demonstrasi Selasa lalu.

Menteri Dalam Negeri dan Kehakiman Tarek El-Aissami menuduh otoritas kampus dan media swasta telah memprovokasi konfrontasi mahasiswa dengan pihak keamanan untuk menyebarkan gambaran bahwa pemerintahan Chavez adalah represif.

El-Aissami juga menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang terluka lebih kecil dibandingkan dengan polisi dan tentara yang terluka selama kekerasan berlangsung, tetapi tidak mengacu pada perhitungan resmi total korban dari kedua belah pihak.



Venezuela: UNT dan Komite Pabrik – Analisa Marxis Untuk Strategi Revolusioner

Oleh Yonnie Moreno (Venezuela)

Apakah tugas dari soviet, komite buruh, dan serikat buruh di dalam revolusi? Apakah bentuk organisasi tersebut saling bertentangan? Apa sikap yang harus diambil oleh kaum revolusioner dalam hal komite buruh? Yonnie Moreno, kamerad dari Venezuela, memberikan analisanya berdasarkan pengalaman di Venezuela dan juga pengalaman dari Revolusi Rusia 1917 dan Revolusi Jerman 1923.

[Catatan: Artikel ini ditulis sebelum nasionalisasi SIDOR (pabrik besi terbesar di Venezuela) dan pemecatan José Rámon Rivero sebagai Menteri Buruh. Artikel ini diterbitkan di koran El Militante, no. 11, April 2008, yakni koran organisasi Marxis CMR (Corriente Marxista Revolucionaria) di Venezuela]

Pengambil-alihan perusahaan produksi susu “Los Andes” oleh pemerintahan Venezuela telah sekali lagi mendorong ke depan diskusi mengenai komite-komite buruh di dalam Revolusi Bolivarian, dan apa sikap kaum revolusioner dan kelas pekerja terhadap komite-komite tersebut.

Saat mengunjungi Merida setelah menyita perusahaan tersebut dan di dalam pidatonya kepada aktivis-aktivis PSUV (Partido Socialista de Venezuela, Partai Persatuan Sosialis Venezuela) di gedung pertemuan Poliedro, Chavez mengatakan:

“Komite-komite buruh harus dibentuk, yakni komite-komite sosialis, guna mentransformasi pabrik dari dalam. Para pekerja harus mengetahui apa yang terjadi di dalam perusahaan, dan berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan”. Dia kemudian menyimpulkan: “Kelas pekerja dan rakyat haruslah menjadi pelopor di dalam proses sosial ini”.

Ini bukanlah pertama kalinya Chavez menyerukan kelas pekerja untuk menjadi kaum pelopor revolusi dan seruan ini tidak boleh diremehkan oleh para pemimpin serikat buruh revolusioner. Untuk alasan ini, adalah sangat penting untuk mempunyai posisi yang tepat mengenai komite-komite pabrik yang disarankan belum lama ini oleh Menteri Buruh, José Rámon Rivero, dan sekarang oleh presiden Chavez.

UNT (Union Nacional de Trabajadores, Serikat Buruh Nasional Venezuela) dan seluruh gerakan buruh harus mengambil sebuah posisi yang tepat, dan yang paling penting mereka harus bertindak untuk membentuk komite-komite buruh dari bawah. Ini harus dilakukan di pabrik-pabrik yang sudah diokupasi oleh buruh, di pabrik-pabrik yang masih dikontrol oleh kapitalis, dan di perusahaan-perusaha an milik publik.

Langkah ini adalah fundamental bila kelas pekerja Venezuela ingin memenuhi tugas-tugasnya guna mendorong revolusi ini menuju Sosialisme. Ini berarti: ekspropriasi alat-alat produksi milik kapitalis, pabrik-pabrik, monopoli-monopoli besar, bank-bank dan tanah. Terlebih lagi, aparatus negara yang tua yang diwarisi dari Republik Keempat (Pemerintahan sebelum Chavez) harus dihancurkan dan digantikan dengan negara atau semi-state yang benar-benar revolusioner.

Bagi kaum Marxis, kelas pekerja Venezuela adalah satu-satunya sektor yang dapat mengorganisir sebuah negara revolusioner sebagai sebuah alternatif dari negara borjuis. Ini adalah satu poin fundamental yang membedakan kaum Marxis dari tendensi-tendensi lain di kiri.

Kaum tani, “sektor popular” [kaum miskin kota], dan kaum borjuis kecil, secara sendirian mereka tidak dapat mengorganisir struktur yang stabil. Yang diperlukan adalah partisipasi kelas pekerja secara terorganisir, dengan organ-organnya, dengan struktur kekuataan nasionalnya untuk berkoordinasi (bukan bertentangan atau tanpa berkonsultasi dengan mereka) dengan “sektor-sektor popular”, kaum tani, dan lapisan kelas menengah. Dengan begitu, akan mungkin untuk membangun negara revolusioner, sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh Revolusi Bolivarian ini.

Inilah alasan utama mengapa dewan-dewan komunal yang berdasarkan komunitas-komunitas tidak mampu mengorganisir sebuah alternatif dari negara borjuis selama bertahun-tahun revolusi, walaupun semua usaha dan kemajuan telah tercapai dan walaupun semua bantuan ekonomi telah diberikan kepada mereka oleh pemerintahan Venezuela.

Komunitas-komunitas ini, yakni komunitas kaum miskin kota di Venezuela, memiliki sebuah komposisi sosial yang heterogen. Tentu saja ada kaum revolusioner yang militan dan berdedikasi di dalam komunitas ini, akan tetapi sayangnya negera revolusioner tidaklah mungkin dibentuk hanya berdasarkan komunitas-komunitas .

Satu-satunya jalan adalah kelas pekerja membentuk organ kekuasaan mereka sendiri dan organ-organ ini harus berkoordinasi dengan dewan-dewan komunal; bukan untuk berkompetisi dengan mereka atau berdiri sendirian, tetapi membentuk komunikasi dan koordinasi. Sama halnya dengan komunitas-komunitas yang tidak mampu mengorganisir negara yang baru dengan sendirinya, kelas pekerja juga tidak akan bisa merebut kekuasaan dengan sendirinya bila ia tidak mampu mendapatkan kepercayaan, dukungan, dan solidaritas dari “sektor-sektor popular”. Untuk mencapai hal tersebut, sangatlah fundamental bagi kelas pekerja untuk mengikutsertakan tuntutan-tuntutan komunitas ke dalam tuntutan mereka dan di dalam semua perjuangan mereka kelas pekerja harus membuat hubungan dengan lapisan-lapisan “sektor popular” yang mencakupi mungkin 50% dari populasi Venezuela.

Proposal Dewan-Dewan Buruh

Dewan-dewan buruh yang pertama dibentuk di pabrik INVEVAL dan selama perjuangan buruh di Sanitarios Maracay dan di pabrik INAF di Cagua dengan inisiatif dari CMR dan FRETECO (Front Buruh Revolusioner di Pabrik-pabrik yang Diambilalih dan Dikendalikan Buruh) di Venezuela. Sayangnya, tidak ada organisasi politik lainnya di Venezuela yang memulai inisiatif membentuk organ-organ kontrol buruh di dalam produksi sebagai organ-organ kontrol buruh yang demokratis guna menjalankan produksi dan manajemen perusahaan.

Pada bulan Januari 2007, Menteri Buruh, José Rámon Rivero, secara verbal menggagaskan pembentukan dewan-dewan buruh. Sampai sekarang, belum ada undang-undang atau dekrit yang akan memungkinkan implementasi dewan-dewan buruh ini, ataupun indikasi mengenai apa fungsi dewan ini di dalam pabrik. Kekalahan referendum 2 Desember yang lalu telah memblok sebuah amendemen dimana disebutkan dewan-dewan buruh sebagai organ kekuasaan popular. Kemenangan referendum tersebut dapat memberikan dorongan yang besar untuk membentuk dewan-dewan buruh.

Dari tendensi serikat buruh FSBT (Fuerza Socialista Bolivariana de Trabajadores) dimana José Rámon Rivero adalah anggota, belum ada langkah-langkah konkrit untuk mengimplementasikan dewan-dewan buruh, dalam arena parlemen maupun dalam perjuangan di pabrik-pabrik. Ini tidaklah mengejutkan karena kepemimpinan FSBT adalah sektor serikat buruh yang paling dekat dengan kaum birokrasi reformis di dalam revolusi Bolivarian.

Proposal dari Mentri Buruh ditolak oleh tendensi-tendensi lain di dalam gerakan buruh, terutama oleh Orlando Chirino, salah satu pemimpin yang paling terkenal di UNT. Orlando Chirino juga menentang Referendum 2 Desember yang lalu. Ini adalah kesalahan yang sangat serius. Argumen utama dari Chirino dalam menentang pembentukan dewan buruh adalah bahwa ini merupakan manuver dari kaum birokrasi reformis di dalam pemerintahan untuk meng-subordinasi dan melemahkan gerakan serikat buruh di Venezuela dan untuk menghancurkan UNT.

“Akan sangat penting sekali bila organisasi-organisa si serikat buruh dapat mencapai persetujuan dengan komite-komite buruh, tetapi petunjuk persetujuan ini akan datang dari negara. Komite-komite buruh haruslah mempunyai otonomi dan apa yang kita sekarang saksikan adalah bahwa mereka mencoba untuk mengendalikan para buruh dan organisasi-organisa si serikat buruh mereka … Yang akan saya katakan secara terbuka adalah bahwa tujuan dari dewan buruh ini adalah untuk melemahkan aksi gerakan serikat buruh. Sayangnya, hari ini kita menyaksikan sebuah aksi yang berbahaya dari pemerintah melalui Menteri Buruh dalam melawan kebebasan dan otonomi serikat buruh.” (Wawancara dengan Orlando Chirinos, Koordinator Nasional UN, El Universal, 14 Oktober 2007)

Konflik antara Chirino dan sayap kanan FSBT dan Menteri Buruh diketahui dengan baik oleh banyak orang. Perpecahan antara Chirino, Marcela Maspero dan FSBT telah melumpuhkan UNT sebagai sebuah organisasi nasional, dan sebagai akibatnya ini telah melumpuhkan kelas pekerja dan maka dari itu membuatnya tidak mampu memenuhi tugas-tugas revolusionernya.

Menghadapi situasi ini, banyak pekerja yang kebingungan. Ini bahkan diperparah ketika FSBT mengatakan bahwa serikat buruh adalah institusi yang sudah kadaluarsa yang diciptakan oleh kapitalis dan hanya komite buruh lah yang harus dibentuk.

Ini adalah pendekatan yang reaksioner karena serikat buruh adalah alat perjuangan buruh untuk membela kepentingan mereka, yang diciptakan melalui pengorbanan yang luar biasa besar. Bila dibawah kondisi tertentu kepemimpinan serikat buruh dapat menjadi korup dan mengadopsi posisi yang pro-boss, ini disebabkan oleh sebuah pendekatan yang melihat perjuangan pekerja hanya dari sudut pandang serikat buruh-isme, yang hanya menekankan perjuangan sehari-hari dan menghindari hubungan dengan perjuangan untuk sosialisme dan melawan kapitalisme. Akan tetapi, ini bukanlah salah organisasi serikat buruh itu sendiri atau para buruh yang ada didalamnya, tetapi adalah kesalahan para pemimpin serikat buruh yang reformis dan pro-boss yang “memimpin” kelas pekerja pada momen-momen tertentu.

Kaum Marxis membela serikat-serikat buruh dan berjuang di dalamnya untuk sebuah kebijakan yang militan dan revolusioner. Tetapi kita tidak berhenti disana, kita juga menekankan bahwa tugas-tugas serikat buruh di dalam sebuah revolusi harus melampaui tugas-tugas “normal” mereka dan mereka harus merubah diri mereka menjadi instrumen untuk merebut kekuasaan. Inilah tugas utama UNT.

Dengan tujuan ini di dalam pikiran kita, para pekerja dari serikat-serikat buruh revolusioner harus mengambil sebuah posisi yang tepat dalam permasalahan komite buruh. Apa sikap yang harus diambil oleh aktivis buruh Venezuela dalam hal komite buruh? Apa kita harus mendukungnya atau menentangnya? Apakah ini adalah serikat buruh versus komite buruh? Kenyataannya adalah bahwa komite buruh adalah pondasi untuk membangun sebuah negara alternatif yang revolusioner.

Pengalaman Revolusi Rusia 1917 and Revolusi German 1923

Secara historis, komite-komite buruh muncul ketika perjuangan kelas telah mencapai satu titik dimana bentuk kepemilikan kapitalis dan kontrol kapitalis atas pabrik-pabrik dipertanyakan. Para buruh mulai menduduki pabrik-pabrik dan mengimplementasikan kontrol buruh dalam produksi. Munculnya komite-komite buruh menunjukkan betapa dalamnya krisis revolusioner dan potensial untuk mengorganisir kelas pekerja sebagai kelas penguasa dengan organ-organ kekuasaannya sendiri. Berulang kali di dalam sejarah, komite buruh adalah batu pondasi dari negara revolusioner.

Dalam hal ini, pengalaman Revolusi Rusia 1917 adalah penting. Soviet buruh (komite buruh) muncul dari komite mogok kerja yang berkepanjangan, yang mengkoordinasi pabrik-pabrik lain dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri, ke seluruh komunitas rakyat pekerja dan seluruh daerah. Komite buruh berfungsi sebagai bagian dari organ kontrol buruh, yang menjalankan kontrol buruh atas produksi, maka dari itu ia menjadi kepemimpinan buruh di dalam pabrik, yang anggotanya dipilih oleh buruh sendiri.

Soviet adalah organ embrio dari negara buruh. Akan tetapi, kaum Bolshevik tidak memuja bentuk Soviet seperti berhala. Pada satu ketika, mereka juga memikirkan kalau komite-komite pabrik dan bahkan serikat-serikat buruh dapat memainkan peran sebagai embrio negara buruh.

Pada tahun 1917, Bolshevik tidak menarik diri dalam berpartisipasi di komite-komite pabrik; bahkan mereka mulai membentuk komite-komite tersebut di seluruh pelosok negeri. Pada bulan Juli 1919 – setelah “Hari-Hari Juli” dimana kaum birokrasi reformis menindas kaum Bolshevik dan para buruh – Lenin menyarankan kelas pekerja untuk mengambil alih tampuk kekuasaan lewat komite pabrik, daripada lewat Soviet.

Seperti yang dijelaskan oleh Trotsky di dalam bukunya Sejarah Revolusi Rusia (Bab 26, Bolshevik dan Soviet):

“Pertanyaan mengenai organisasi massa mana yang akan menjadi kepemimpinan insureksi bagi partai Bolshevik tidak boleh dijawab dengan sebuah jawaban yang apriori. Instrumen insureksi bisa saja dimainkan oleh komite pabrik dan serikat buruh, yang sudah berada di bawah kepemimpinan Bolshevik, dan di dalam beberapa kasus oleh soviet-soviet tertentu yang telah bebas dari jeratan para reformis. Lenin, contohnya, mengatakan kepada Ordzhonikidze: ‘Kita harus memusatkan perhatian kita kepada komite pabrik dan perusahaan. Komite-komite ini harus menjadi organ-organ insureksi.(…)

“Hari-hari terakhir bulan Agustus membawa sebuah pergeseran korelasi kekuatan yang tiba-tiba. Rakyat ketika mereka terpanggil untuk berjuang tidak memiliki kesulitan untuk membawa Soviet ke posisi dimana mereka berada sebelum krisis bulan Juli. Dari sini, nasib soviet-soviet ada di tangan mereka sendiri. Kekuasaan dapat diraih oleh mereka tanpa kesulitan.”

Di dalam Revolusi Jerman 1923, peran komite-komite pabrik sangatlah penting. Sayangnya revolusi ini dikalahkan, karena kesalahan-kesalahan dari kepemimpinan Partai Komunis Jerman, yang diberi saran oleh Zinoviev dan Stalin.

Sebab kekalahan revolusi ini akan diulas di artikel yang berbeda. Tetapi di antara sebab-sebab kekalahan ini, kita harus menggarisbawahi ketidakmampuan kepemimpinan Partai Komunis Jerman untuk memahami peran revolusioner dari komite pabrik, dan pemahaman sempit mereka bahwa kekuasaan hanya bisa direbut melalui soviet.

Seperti yang Trotsky tulis di dalam artikelnya Pelajaran Revolusi Oktober, yang ditulis pada tahun 1924:

“Di negara kita, pada tahun 1905 dan 1917, soviet buruh tumbuh dari gerakan itu sendiri sebagai bentuk organisasi yang alami pada satu tahapan perjuangan. Tetapi partai-partai Eropa yang masih muda ini, yang kurang lebih telah menerima soviet sebagai sebuah ‘doktrin’ dan ‘prinsip’, akan selalu menemui bahaya fetisisme terhadap soviet, menganggap soviet semacam faktor yang harus dipenuhi di dalam sebuah revolusi. Akan tetapi, walaupun soviet memiliki keunggulan-keunggul an yang hebat sebagai organ perjuangan, ada kemungkinan dimana insureksi terjadi melalui bentuk organisasi yang berbeda (komite pabrik, serikat buruh, dsb), dan soviet mungkin akan terbentuk pada saat insureksi itu sendiri, atau bahkan setelah kemenangan telah diraih, sebagai organ kekuasaan negara.”

“Satu hal yang menekankan kembali poin ini adalah perjuangan dilakukan oleh Lenin setelah Hari-Hari Juli dalam melawan fetisisme terhadap bentuk organisasi Soviet. Karena Soviet-Soviet yang berada dibawah SR dan Menshevik telah menjadi, pada bulan Juli, organisasi-organisa si yang secara terbuka mendorong para tentara untuk melakukan penyerangan dan menghancurkan Bolshevik, maka dari itu gerakan revolusioner dari massa proletar harus dan terpaksa mencari jalan-jalan dan channel-channel baru. Lenin mengindikasikan komite-komite pabrik sebagai organisasi untuk perjuangan merebut kekuasaan. Sangat mungkin sekali ini dapat terjadi bila bukan karena pemberontakan Kornilov, yang mendorong soviet-soviet konsiliasonis untuk mempertahankan diri mereka sendiri dan memberikan kesempatan kepada Bolshevik untuk menginjeksi sebuah tenaga revolusioner yang baru, mengikat soviet-soviet ini dengan rakyat melalui sayap kiri, yakni kaum Bolshevik.”

“Permasalahan ini memiliki arti yang sangat penting secara internasional, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman di Jerman baru-baru ini. Di Jermanlah dimana soviet-soviet dibentuk beberapa kali sebagai organ insureksi tanpa ada sebuah insureksi yang terjadi – dan sebagai organ kekuasaan negara tanpa sebuah kekuasaan. Ini menyebabkan: pada tahun 1923, gerakan luas rakyat proletar dan semi-proletar mulai terkristalisasi sekitar komite-komite pabrik, yang pada prinsipnya memenuhi semua fungsi yang dimiliki oleh soviet-soviet kita (di Rusia) pada periode sebelum perjuangan langsung untuk merebut kekuasaan. Tapi justru pada bulan Agustus dan September 1923, beberapa kamerad mengusulkan untuk membentuk soviet-soviet di Jerman. Setelah sebuah diskusi yang panjang dan panas, proposal ini ditolak, dan memang ini mesti ditolak. Melihat kenyataan bahwa komite-komite pabrik telah menjadi pusat penggalangan rakyat revolusioner, soviet hanya bisa menjadi sebuah bentuk organisasi paralel tanpa isi sama sekali. Mereka hanya dapat mengalihkan perhatian dari target material insureksi (tentara, polisi, kelompok-kelompok bersenjata, rel kereta api, dll) dengan menerapkan bentuk organisasi yang lengkap.” (Leon Trotsky, Pelajaran Oktober, Bab 8)

Di dalam karya di atas, Trotsky menekankan bahwa kita tidak boleh memiliki fetisisme terhadap Soviet, bahwa kita harus fleksibel dan bahwa organ yang dapat digunakan oleh kelas pekerja untuk merebut kekuasaan adalah bukan hanya Soviet saja tetapi juga serikat buruh dan komite pabrik.

Di Venezuela, pelajaran utama yang dapat diambil dari pengalaman masa lalu ini adalah bahwa komite-komite pabrik, dan juga serikat-serikat buruh, di dalam revolusi-revolusi yang lain memainkan peran organ negara buruh yang baru, dan bahkan sebagai organ untuk merebut kekuasaan. Dan untuk alasan ini, mereka juga dapat memainkan sebuah peran revolusioner yang menentukan di Venezuela.

Buruh Venezuela Harus Menduduki dan Mengambilalih Pabrik-Pabrik

Proposal Mentri Buruh, dan presiden Chavez, untuk membentuk komite-komite buruh harus diadopsi oleh seluruh gerakan serikat buruh dan pekerja revolusioner, dan harus diimplementasikan. Bila komite-komite pabrik tersebar di seluruh Venezuela, atau setidaknya di pabrik-pabrik yang penting, mereka akan menjadi basis, bersama-sama dengan serikat-serikat buruh, untuk negara revolusioner di masa yang akan datang yang dibutuhkan oleh revolusi ini.

Tidak ada kontradiksi antara serikat buruh dan komite buruh atau pabrik. Sebaliknya, mereka saling melengkapi. Pengalaman perjuangan di Sanitarios Maracay sangatlah relevan dalam hal ini. Ketika pabrik Sanitarios Maracay diduduki, Komite Pabrik terdiri dari eksekutif serikat buruh dan sekelompok buruh yang dipilih oleh majelis buruh. Ini adalah struktur yang lebih fleksibel dan luas dibandingkan dengan serikat buruh. Pemimpin serikat buruh yang paling penting adalah juga pemimpin komite pabrik. Anggota-anggota komite pabrik juga dipilih oleh para buruh sendiri di dalam majelis buruh dan dapat dicabut mandatnya melalui recall.

Di negara mana ada seorang presiden yang menekankan bahwa rakyat harus membentuk komite-komite buruh? Tidak ada satu pun. Ini karena komite-komite buruh atau pabrik secara langsung akan mendorong isu kontrol buruh. Ini jelas-jelas berkontradiksi dengan kepemilikan kaum borjuis atas alat-alat produksi dan keberadaan negara borjuasi.

Inilah mengapa gerakan buruh revolusioner di Venezuela harus mengambil inisiatif ini dan mengembangkannya dari bawah daripada menunggu pemerintah untuk mengimplementasikan nya. Sektor-sektor reformis dari FSBT, dengan Menteri Buruh di depannya, mungkin ingin membentuk komite-komite pabrik dengan cara birokratik dengan tujuan untuk membangun basis mereka sendiri di antara para buruh dan menggunakannya untuk melawan serikat-serikat buruh yang revolusioner, dan terutama untuk melawan tendensi-tendensi lainnya di UNT.

Kita harus selalu waspada dan melawan setiap usaha untuk merubah komite-komite buruh menjadi alat kaum birokrat reformis yang bekerja sama dengan para bos untuk melawan gerakan serikat buruh. Tetapi akan sangat bodoh sekali bila kita tidak mengadopsi proposal tersebut (proposal pembentukan komite-komite pabrik – catatan penerjemah) dan mempraktekkannya, bukan dengan cara yang birokratis dan bukan untuk tujuan sektarian, tetapi untuk membangun struktur-struktur organisasi yang dapat menjadi batu-batu pembangun untuk kontrol buruh dan embrio dari negara buruh.

Revolusi Spanyol (1931-1937) dan Revolusi Bolivarian

Pengalaman di Venezuela sangatlah serupa dengan Revolusi Spanyol pada satu momen yang spesifik. Pada tahun 1931, pemimpin reformis dari PSOE (Partai Sosialis Spanyol), Largo Caballero, mulai menyerukan pembentukan komite-komite buruh di pabrik-pabrik.

Ini adalah sebuah proposal birokratik yang bertujuan untuk mengontrol gerakan buruh. Akan tetapi, nasehat Trotsky dan kaum komunis Spanyol adalah untuk tidak menyerukan sabotase terhadap komite-komite tersebut dan tidak mengutuknya sebagai sebuah manuver dari kaum birokrat reformis, tetapi sebaliknya untuk mengambil proposal Caballero dan mempraktekkannya secara revolusioner.

Di dalam suratnya kepada Andres Nin (pemimpin POUM, Partai Buruh Marxis Persatuan), seorang aktivis revolusioner di Spanyol, Soviet dan Masalah Balkanisasi, Trotsky mengatakan:

“Untuk mengutuk kontrol buruh hanya karena kaum reformis mendukungnya – di dalam kata-kata – adalah suatu kebodohan yang besar. Sebaliknya, justru karena alasan itu kita harus merebut slogan ini dengan penuh semangat dan mendorong para buruh reformis untuk mempraktekkannya melalui front persatuan dengan kita; dan melalui pengalaman ini kita akan mendorong para buruh reformis ini untuk menentang Caballero dan para pemimpin buruh yang palsu lainnya.”

“Kita berhasil membentuk Soviet-Soviet di Rusia hanya karena tuntutan tersebut didorong, bersama-sama dengan kita, oleh Menshevik dan SR, walaupun mereka memiliki tujuan yang berbeda. Kita tidak dapat membentuk Soviet-soviet di Spanyol karena kaum sosialis dan kaum sindikalis tidak menginginkan Soviet. Ini berarti bahwa front persatuan dan kesatuan organisasional dengan mayoritas kelas pekerja tidak dapat dilaksanakan dibawah slogan ini.”

“Tetapi disini, Caballero didorong oleh tekanan dari rakyat, dan sebagai akibatnya dia mengadopsi slogan kontrol buruh dan membuka sebuah kesempatan yang besar untuk kebijakan front persatuan dan untuk membentuk sebuah organisasi yang memeluk mayoritas kelas pekerja. Kita harus mengambil kesempatan ini dengan kedua tangan kita.”

“Tentu saja, Caballero akan mencoba untuk merubah kontrol buruh ini menjadi kontrol kapitalis terhadap kaum buruh. Tetapi permasalahan ini sudah berada di lingkupan yang lain, yakni relasi kekuatan di dalam kelas pekerja. Bila kita berhasil membentuk komite-komite pabrik di seluruh Spanyol, maka di dalam era revolusioner yang kita saksikan sekarang ini, tuan Caballero dan kroni-kroninya akan kalah di dalam perang yang menentukan ini.” (Mengenai Slogan Soviet, Leon Trotsky, Revolusi Spanyol)

Kalimat-kalimat di atas sangat cocok dengan kondisi Revolusi Venezuela sekarang dan mengindikasikan apa sikap yang harus diambil oleh serikat buruh dalam hal komite buruh. Aktivis buruh revolusioner dari UNT harus merebut inisiatif ini dengan kedua tangannya dan membangun komite-komite buruh di semua perusahaan di seluruh Venezuela guna memperkenalkan kontrol buruh atas produksi di dalam perusahaan-perusaha an tersebut.

Mereka harus meluncurkan sebuah kampanye nasional untuk menuntut pemerintahan Chavez menasionalisasi semua perusahaan yang sedang di ambang kebangkrutan, telah ditutup, telah diokupasi, atau yang sedang ada di dalam persengketaan dengan para pekerja, dan juga perusahaan-perusaha an yang menyabotase ekonomi dan menyebabkan kelangkaan produk-produk. Dalam hal ini, nasionalisasi industri semen baru-baru ini harus disoroti sebagai sebuah contoh yang harus diikuti dengan lebih banyak nasionalisasi.

Majelis-majelis rakyat dan pertemuan-pertemuan publik harus diorganisir di pabrik-pabrik bila memungkinkan, dimana komite-komite harus dibentuk dan resolusi-resolusi harus diputuskan. Hari aksi sedaerah harus diorganisir untuk mendukung pembentukan komite-komite buruh, dimana tugas sentral kelas pekerja di dalam konstruksi sosialisme dan perannya di dalam revolusi harus dibicarakan. Ini juga harus digunakan sebagai platform untuk meluncurkan kontrol buruh dan mempersiapkan satu tanggal untuk menduduki pabrik-pabrik yang menyabotase revolusi atau mengeksploitasi pekerjanya.

UNT tidak perlu menunggu pemerintah untuk mengekspropriasi pabrik-pabrik tersebut. Anggota-anggota serikat buruh di dalam UNT harus langsung mengambil aksi, duduki pabrik-pabrik tersebut dan memulai produksi: pabrik-pabrik harus dijalankan di bawah kontrol pekerja, dan tanah di bawah kontrol petani.

Inilah satu-satunya jalan untuk membangun sosialisme di Venezuela. Semua ini, yang harus dijalankan di sektor swasta, juga harus dijalankan di perusahaan-perusaha an publik yang sumber dayanya disalahgunakan oleh kaum birokrasi, disini kontrol buruh sangatlah dibutuhkan.

Tugas-tugas komite buruh adalah untuk melaksanakan kontrol sosial, berjuang melawan sabotase dan penimbunan produk, mengontrol produksi di setiap perusahaan, membuka pembukuan perusahaan, mengarahkan hasil surplus pabrik, dan melatih para pekerja di dalam manajemen dan kontrol pabrik-pabrik. Semua ini dengan perspektif kaum buruh mengambilalih kontrol perusahaan-perusaha an dan menyingkirkan para kapitalis dan birokrat.

Dengan menyebarluaskan komite-komite buruh, mengkoordinasikanny a dan membangun mereka berdasarkan serikat-serikat buruh UNT di setiap pabrik, kota, atau daerah, dengan bekerja sama dengan dewan-dewan komunal, kita dapat membangun struktur untuk sebuah negara revolusioner yang baru. Negara pekerja ini, bersama-sama dengan komunitas-komunitas yang terorganisir, akan dapat menggantikan negara yang diwarisi dari Republik Keempat dengan birokrasinya yang sangat berbahaya bagi Revolusi Venezuela. Inilah satu-satunya cara untuk membangun sosialisme di Venezuela.

______________________________________

(Diterjemahkan oleh Ted Sprague dari Venezuela: The UNT and factory committees – A Marxist analysis of revolutionary strategy, Yonnie Moreno, 22 Mei 2008)

Kontrol Buruh dan Nasionalisasi – Bagian I

Oleh Rob Lyon

Jumat, 13 Januari 2006

Kawan-kawan, kita telah meluangkan banyak waktu mendiskusikan revolusi Venezuela dalam beberapa hari terakhir ini, dan suatu elemen penting yang telah kita diskusikan adalah masalah cogestion atau co-management.

Cogestion bisa memiliki arti yang berbeda-beda untuk banyak orang, tetapi ini jelas bahwa bagi kelas buruh Venezuela, perjuangan untuk co-management adalah perjuangan untuk manajemen dan kontrol buruh yang sejati, dan transformasi menuju masyarakat sosialis.

Perjuangan kontrol buruh di Venezuela yang sedang berkembang menandakan keterlibatan kelas buruh Venezuela yang menentukan di dalam revolusi Bolivarian. Karena berkembangannya perjuangan ini di Venezuela, kita harus mendiskusikan persoalan-persoalan penting ini dalam barisan kita sendiri guna memberikan para kamerad sebuah gambaran yang jelas mengenai perkembangan di Venezuela dan untuk menjelaskan slogan-slogan dan posisi kita dalam mempersiapkan perjuangan revolusioner di berbagai negara di seluruh dunia.

Prinsip-Prinsip Kontrol Buruh

Kontrol buruh memiliki arti yang jelas: kelas buruh dan wakil-wakilnya di pabrik-pabrik memiliki hak untuk memeriksa pembukuan (neraca keuangan) sebuah perusahaan atau industri dll, mengecek dan mengontrol seluruh pemasukan dan pengeluaran, dan tindakan-tindakan manajemen.

Dalam buku Program Transisional, Trotsky menjelaskan bahwa langkah pertama menuju kontrol nyata atas industri adalah dengan menghapus “rahasia-rahasia bisnis”. Rahasia-rahasia bisnis, akuntasi dan pembukuan perusahaan, tentu saja dipakai untuk membenarkan penyerangan terhadap kelas buruh seperti pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja.

Ketika para bos mengklaim bangkrut, atau mengklaim bahwa mereka kehilangan keuntungan dan menuntut hal-hal yang sedemikian rupa (pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja), kontrol buruh memberikan para pekerja kesempatan untuk memeriksa pembukuan perusahaan dan meneliti situasi yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk menyingkap kapitalisme, untuk menunjukkan kepada kelas buruh detil-detil dari cara kerja sistem kapitalis, sebagai sebuah langkah menuju penghancurannya

Tugas-tugas mendesak dari kontrol buruh adalah untuk menjelaskan kredit dan debit masyarakat: pertama-tama memeriksa pendapatan dari setiap perusahaan untuk menentukan pendapatan nasional dari setiap kapitalis dan tentu saja pendapatan dari kelas penguasa secara keseluruhan. Tugas lain dari kontrol buruh adalah menunjukkan pemborosan tenaga kerja manusia dan pengejaran profit kotor, dan juga mengekspose transaksi-transaksi rahasia, penipuan, dan korupsi yang sudah inheren di dalam sistem kapitalisme.

Trotsky juga menjelaskan bahwa kontrol buruh atas industri merupakan sebuah “sekolah bagi perencanaan ekonomi”, memberikan kesempatan bagi kaum buruh untuk memperoleh sebuah pemahaman ilmiah tentang bagaimana ekonomi berfungsi supaya umat manusia dengan sadar dan demokratis bisa merencanakan produksi dan ekonomi secara keseluruhan. Melalui pengalaman kontrol buruh, kelas buruh mempersiapkan diri mereka untuk menjalankan manajemen langsung terhadap industri-industri yang dinasionalisasi.

Dengan demikian, kontrol buruh atas industri biasanya tidak bertahan lama, tidak stabil, dan merupakan bentuk kekuatan ganda di dalam pabrik atau perusahaan, dan tidak bisa bertahan selamanya kecuali jika kontrol ini ditransformasikan menjadi manajemen langsung.

Di sini kita bisa melihat perbedaan antara tuntutan manajemen dan kontrol buruh yang transisional dan revolusioner, dan tuntutan partisipasi buruh yang reformis dan setengah-setengah.

Trotsky telah menjelaskan hal ini pada tahun 1930-an bahwa, di bawah kapitalisme, jika partisipasi buruh dalam manajemen produksi ingin bertahan lama, stabil, dan ”normal”, itu harus bersandar pada basis kolaborasi kelas, dan bukan perjuangan kelas.

Kolaborasi seperti itu akan selalu direalisasikan melalui lapisan atas dari serikat buruh dan manajemen. Bahkan pada tahun 1930-an terdapat beberapa contoh partisipasi buruh di Jerman (”demokrasi ekonomi”), dan di Inggris (”Mondisme”). Akan tetapi, seperti yang terjadi kemudian di Eropa pada tahun 1970-an, ini bukanlah kontrol buruh atas modal, tetapi pengabdian birokrasi buruh terhadap modal. Esensinya, para birokrat buruh digunakan untuk menopang modal, dan diperalat untuk mengalihkan perjuangan buruh ke saluran-saluran yang ”aman”.

Dan bagaimana mengenai ide partisipasi buruh yang terjadi di Eropa? Partisipasi buruh, atau yang biasa disebut demokrasi industri, telah didiskusikan dan dimplementasikan secara luas pada tahun 1970-an di Eropa. Ini merupakan respon atas pertumbuhan militansi gerakan buruh yang diekspresikan pada peristiwa-peristiwa Mei 1968 di Perancis dan di beberapa tempat lain, pemogokan buruh tambang di Inggris tahun 1972 dan 1974, beberapa pemogokan umum di Italia dan Denmark, dan gelombang pemogokan-pemogokan yang menyebar ke Jerman Barat.

Kelas penguasa berusaha keras menahan gerakan-gerakan ini dengan ”social partnership” dan menggiring pergolakan buruh masuk ke jalur-jalur ”aman”. Dengan melibatkan lapisan atas dari serikat-serikat buruh, para bos berharap meningkatkan efisiensi dan level profit mereka.

Sebenarnya, contoh-contoh ini bisa dilihat lebih jauh ke belakang yakni pada tahun 1920-an di Inggris, ketika Sir Alfred Mond dari ICI, monopoli besar bahan-bahan kimia, mencoba untuk menciptakan ”demokrasi industrial” di pabrik-pabriknya.

Dengan partisipasi buruh semacam ini, para birokrat buruh dapat memberikan pihak manajemen (baca para bos) informasi dan saran-saran dari para pekerja. Sebagaimana kita semua tahu, para pekerjalah – yakni mereka yang melakukan pekerjaan – yang tahu bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Pada saat yang sama, melalui partisipasi buruh, dengan aman manajemen bisa juga memberikan instruksi kepada para pekerja dan mendiskreditkan para birokrat buruh dengan membuatnya seolah-olah merekalah yang bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang tidak populer.

Komite-komite dari para birokrat ini, yang merupakan organ-organ dari partisipasi buruh, sejatinya adalah komite-komite yang tidak memiliki kekuatan, tempat dimana kaum buruh dapat melepaskan sedikit kemarahannya. Partisipasi buruh juga telah menciptakan ilusi bahwa para pekerja memiliki suatu pengaruh dalam pembuatan keputusan – hal ini untuk menghindari kaum buruh dan organisasinya melakukan aksi independen. Contohnya di Jerman, komite-komite ini tidak bisa menyerukan pemogokan. Ini memberikan para bos dan para birokrat buruh kemampuan untuk melangkaui dan melemahkan serikat buruh. Bahkan, dewan-dewan buruh ini terus-menerus dibenturkan dengan serikat buruh sebagai usaha untuk melemahkan mereka (serikat buruh). Para bos dengan mudah menggunakan taktik ”divide et impera”, memainkan satu organisasi untuk melawan organisasi yang lain.

Pengalaman pertisipasi buruh telah menciptakan sebuah stratum baru yang terdiri dari para fungsionaris industri yang memiliki kepentingan yang sama dengan pihak manajemen – pendeknya, ia telah menciptakan suatu stratum istimewa di dalam kelas buruh.

Dan apa hasil dari semua ini? Saya membaca sebuah artikel di Independent edisi Kamis (28 Juli 2006) mengenai sebuah skandal korupsi di Volkswagen. Sebuah skandal masif baru saja diekspos di VW yang menyangkut dana terselubung, prostitusi, mobil sport, dll, dan direktur-direktur dewan buruh. Beberapa dari mereka telah menghabiskan 1 juta Euro dari uang perusahaan untuk rumah-rumah, jalan-jalan, dan mobil-mobil untuk kekasih gelapnya di seantero penjuru dunia. Ini yang tertulis di The Independent:

”Pihak-pihak utama yang mendapatkan anggaran hiburan yang besar dari Mr. Gebauer bukanlah warga Jerman biasa, tetapi segelintir pimpinan dewan buruh VW yang beruntung. Setiap perusahaan besar Jerman diharuskan membuat ruang untuk pimpinan-pimpinan ini, yang dipilih oleh para pekerja di pabrik untuk mengambil bagian dalam keputusan-kepurusan investasi. Ini adalah bagian penting dari model konsensus Jerman dan membantu untuk mencegah pemogokan-pemogokan di satu negara dimana serikat buruh masih memiliki kekuatan yang berarti.”

Inilah hasil akhir dari partisipasi buruh. Para birokrat serikat buruh, yang sudah tidak memiliki koneksi apapun dengan anggota-anggota serikat buruh, berkolusi dengan pihak manajemen dan eksekutif. Kepentingan kaum buruh dilempar ke sungai, ditukar dengan prostitusi, viagra dan jalan-jalan ke Brasil.

Dengan kata lain, kontrol buruh melalui komite-komite pabrik, atau dewan-dewan buruh adalah mungkin hanya atas dasar perjuangan kelas yang tajam. Di bawah kondisi ”normal”, kaum borjuasi tidak akan mentolerir kontrol buruh yang sejati, mereka tidak akan pernah mentolerir kekuasaan ganda di pabriknya. Kemampuan kelas pekerja untuk menegakkan kontrol atas produksi ditentukan oleh kekuatan gerak yang menyeluruh dari kelas proletar dalam melawan borjuasi. Kontrol buruh yang sejati harus dipaksakan kepada para pemilik modal, dan oleh karena itu terjadi seiring dengan periode krisis revolusioner masyarakat – ini terjadi seiring dengan menguatnya proletariat dan mundurnya kelas penguasa. Dengan demikian, kontrol buruh yang sejati terjadi seiring dengan periode revolusi proletariat.

Inilah mengapa di Venezuela, meskipun ada ketegangan dan masalah-masalah seputar masalah kontrol buruh yang akan kita bahas nanti, kita menyaksikan suatu pertumbuhan dari kontrol buruh. Perjuangan yang ini atau yang itu mungkin bersifat defensif di Venezuela, tetapi perluasan dan pertumbuhan dari cogestion terkait dengan gerak ofensif dari kelas buruh dan kemunduran kelas penguasa secara keseluruhan. Bangsa ini menemukan dirinya sendiri dalam situasi revolusioner, kaum buruh sedang bergerak maju, dan para bos dimana-mana mengambil langkah mundur.

Dalam perjuangan untuk kontrol buruh sejati, kelas buruh niscaya bergerak ke depan menuju perampasan kekuasaan dan alat-alat produksi. Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh atau manajemen buruh, hanya bisa beroperasi di dalam batas-batas ekonomi secara keseluruhan, yakni dalam batas-batas kapitalisme. Tidak mungkin berdiri sebuah pulau sosialisme di dalam lautan kapitalisme.

Satu contoh adalah pabrik pelebur aluminum Alcan di Jonquiere, Quebec. Alcan adalah pelebur aluminium terbesar dunia. Pelebur raksasa di Jonquiere tersebut direncanakan tutup pada tahun 2014 mendatang. Di awal tahun 2004, Alcan tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka akan menutup pabrik tersebut. Sebagai bagian dari perjuangan untuk mempertahankan pekerjaan mereka, para buruh menduduki pabrik tersebut. Mereka segera menyadari adanya sabotase dari pihak manajemen dan segera menendang keluar para mandor dan para manajer dari pabrik. Setelah ini, mereka melaporkan bahwa produksi mengalami peningkatan ketimbang saat sebelum para buruh mengambil alih kendali.

Tetapi seluruh sistem kapitalis bersekutu untuk menghancurkan para buruh di pabrik Alcan. Media dan negara melakukan tekanan yang hebat kepada mereka. Perusahaan-perusahaan yang lain menolak untuk menjual bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi aluminium dan pabrik pelebur ini dibuat sekarat. Sayangnya, pada akhirnya, perjuangan tersebut gagal (baca : Workers in Québec seize Alcan Smelter)

Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh, seperti di pabrik pelebur Alcan atau yang sekarang ada di Venezuela, harus berinteraksi dengan, membeli produk-produk dari, dan menjual barang-barangnya ke sektor privat. Mereka harus berinteraksi dengan pasar. Oleh karena itu, mereka berada dalam di bawah tekanan kapitalisme. Secara logika hal ini mendorong kaum buruh untuk berjuang melawan kekuatan modal.

Masalah kredit, bahan baku, dan pasar dengan segera menunjukkan perlunya untuk memperluas kontrol buruh melewati batas-batas satu perusahaan. Contoh baik dari ini adalah ALCASA, sebuah pabrik aluminium milik negara di Venezuela, yang saat ini berada di bawah bentuk cogestion yang paling maju. Selama periode sabotase para bos (lock-out) pada tahun 2002-2003, para penyabot memangkas suplai gas ke pabrik ALCASA dan menghentikan produksi. Buruh ALCASA, bersama-sama dengan para buruh dari pabrik baja sekitarnya, mempersenjatai diri mereka, berbondong-bondong menuju ke pabrik gas, menerobos pengamanan para polisi dari pihak oposisi dan memaksa memulai kembali produksi untuk menjamin suplai gas.

Dengan dominasi yang kuat dari pasar dunia, dan ketergantungan tiap-tiap negara atas perdagangan dunia, masalah ekspor-impor mendorong perlunya kontrol buruh pada level nasional. Ini dengan segera memperhadapkan organ-organ inti dari kontrol buruh dengan organ-organ dari kelas penguasa.

Kita tidak boleh berpikir secara mekanikal atau formal dalam konsepsi kita mengenai perkembangan revolusi sosialis, tetapi kita bisa melihat bagaimana kontrol buruh industri, atau kekuaasaan ganda di dalam pabrik, umumnya terjadi seiring dengan atau menghasilkan periode kekuasaan ganda di negara. Kekuasaan ganda di pabrik, dan kekuasaan ganda dalam negara tidak akan selalu dilahirkan pada hari yang sama. Kadang-kadang, kontrol buruh akan muncul sebelum kekuasaan ganda dalam negara, dan di saat yang lain justru sebaliknya.

Kontradiksi yang tak terdamaikan yang inheren dalam rejim kontrol buruh, inheren dalam rejim kekuasaan ganda, akan menajam dan mencapai suatu tahapan yang kritis dimana kontradiksi-kontradiksi ini tak bisa ditolerir lagi oleh kedua kubu. Kekuasaan ganda adalah sebuah tahapan dari perjuangan kelas dimana kontradiksi-kontradiksi kelas telah menjadi sedemikian tajamnya sehingga masyarakat terpecah ke dalam dua kubu yang saling bermusuhan, dua kekuatan yang bermusuhan, yang satu konservatif dan reaksioner, dan yang satu lainnya sedang tumbuh dan bersifat revolusioner. Satu-satunya jalan keluar dari situasi ini adalah kelas pekerja mengambil kekuasaan dan mengklaim kemenangan untuk revolusi, atau ini akan berakhir dengan kekalahan revolusi dan kemenangan kontra-revolusi. Kita hanya perlu melihat perbedaan dari kemenangan Revolusi Rusia dan kekalahan Revolusi Jerman dan Italia (yang melahirkan fasisme di Italia dan Jerman) untuk memahami ini.

Sebagaimana di Venezuela hari ini, kontrol buruh atas industri tidak hanya kontrol terhadap perusahaan-perusahaan yang operasional, tetapi juga mengontrol pabrik-pabrik yang setengah-operasional dan pabrik-pabrik yang ditutup atau dibiarkan menganggur. Tugas membuka kembali perusahaan-perusahaan yang telah ditutup ini di bawah komite-komite pabrik secara tidak langsung merupakan suatu permulaan dari sebuah perencanaan ekonomi. Pabrik-pabrik ini harus disuplai dengan bahan baku dan mampu mengirim produk-produknya. Ini secara langsung mengarah pada masalah administrasi industri negara. Seperti yang bisa juga kita lihat di Venezuela, perusahaan-perusahaan milik negara ini menghadapi sabotase dan masih berada di bawah tekanan kapitalisme, secara nasional maupun internasional. Ini akan secara langsung mendorong kita menuju masalah ekspropriasi para pemilik modal.

Ini semua berarti bahwa kontrol buruh bukanlah sebuah kondisi yang dapat bertahan lama, bukanlah sebuah kondisi ”normal”. Ini merupakan indikasi dari perjuangan kelas yang menajam, dan masalah kekuasaan ganda dalam industri harus diselesaikan. Sebagai sebuah langkah transisional yang eksis di bawah puncak dari perjuangan kelas, kontrol buruh merupakan sebuah jembatan ke arah nasionalisasi industri yang revolusioner, yang terjadi seiring dengan transisi dari rejim borjuasi ke proletariat.

Adalah penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara kontrol buruh dan manajemen buruh. Ini telah menjadi sumber kebingungan yang historis, dan kita harus menjernihkan masalah ini. Kontrol buruh berarti bahwa kontrol berada di tangan buruh, tetapi kepemilikan masih tetap berada di tangan kapitalis. Kontrol buruh mungkin dominan, mencakup keseluruhan aspek, tetapi hanya tetap sebagai kontrol.

Trotsky menjelaskan:

”Tujuan utama dari slogan [kontrol buruh] adalah perkembangan rejim transisional di dalam industri ketika para kapitalis dan para manajernya tidak bisa lagi mengambil suatu langkah tanpa persetujuan kaum buruh; tetapi pada pihak yang lain, ketika kaum buruh belumlah menyiapkan prasyarat-prasyarat politik untuk nasionalisasi, atau belumlah memiliki manajemen teknis, atau belum menciptakan organ-organ yang esensial untuk ini. Jangan lupa bahwa kontrol buruh disini bukan hanya mengenai kontrol produksi, tetapi juga penjualan produk-produk dan menyuplai pabrik dengan bahan baku, dan perangkat baru dan juga kredit operasi dll.”

Manajemen industri-industri yang dinasionalisasi memerlukan format negara dan administrasi yang baru, dan terutama sekali ini memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan bentuk organisasi yang tepat. Dalam periode latihan ini, yang terjadi sebelum atau sesudah perebutan kekuasaan, kelas pekerja mempunyai kepentingan untuk menyerahkan manajemen kepada pihak administrasi yang berpengalaman, di bawah kontrol buruh. Periode ini hanyalah untuk mempersiapkan elemen-elemen dari perencanaan ekonomi.

Manajemen buruh atas industri datang dari atas karena hal ini terkait dengan kekuasaan negara dan sebuah perencanaan ekonomi. Kontrol datang dari bawah dan dijalankan oleh komite-komite pabrik, sedangkan organ-organ manajemen terpusat di dewan-dewan buruh, terpusat di kekuasaan negara. Adalah penting untuk menjelaskan bahwa komite-komite pabrik tidaklah lenyap, bahwa peran mereka, meskipun berubah, masih penting.

Kita bukanlah kaum sindikalis. Kita tidak percaya bahwa kepemilikan pabrik-pabrik harus berada di tangan para pekerja di masing-masing pabrik tersebut. Salah satu tugas-tugas penting dalam perkembangan masyarakat sosialis adalah kepemilikan kolektif, kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan penghapusan kompetisi industrial dalam masyarakat – ini dimulai dengan kepemilikan negara atas alat-alat produksi.

Pada tahun 1917, Trotsky ditanya di dalam sebuah wawancara: apakah kaum buruh di tiap-tiap pabrik harus memiliki pabrik tempat dimana mereka bekerja, dan apakah keuntungannya akan dibagi diantara kaum buruh? Dia menjawabnya dengan mengatakan: ”Tidak, pembagian keuntungan adalah sebuah gagasan borjuis. Para pekerja dalam suatu pabrik akan dibayar dengan gaji yang memadai. Seluruh keuntungan yang tidak dibayarkan kepada para pemilik [yang akan menerima 5%-6% setiap tahun dari investasinya] akan menjadi milik masyarakat.” [In Defence of Russian Revolution, Workers’ Control and Nationalization oleh Leon Trotsky]. (Catatan: disini adalah kasus dimana pabrik-pabrik belumlah sepenuhnya diekpropriasi, yang ada di bawah kontrol buruh tetapi masih dimiliki oleh kapitalis secara penuh maupun parsial)

Dalam sebuah negara pekerja, jika manajemen utama dari industri tidak berada di tangan dewan-dewan buruh yang mewakili negara dan kelas buruh secara keseluruhan, maka industri-industri dan perusahaan-perusahaan tersebut akan bersaing satu sama lain, dan sebagai akibatnya mustahil untuk mengkoordinir sebuah rencana ekonomi nasional dan secara esensial ini berarti kita masih berada di bawah kapitalisme. Inilah mengapa kita menentang ide kaum Anarkis dan sindikalis bahwa para buruh di tiap-tiap industri harus memiliki pabrik-pabrik mereka sendiri. Gagasan mengenai kepemilikan ”lokal” ini, dimana kaum buruh di suatu pabrik akan memiliki pabrik tersebut, tidak mengubah peran produktif dan sosial dari pabrik tersebut. Ia masih merupakan sebuah perusahaan milik pribadi dan tidak dimiliki secara sosial. Sebuah perusahaan yang dimiliki oleh kaum buruh melalui suatu koperasi atau komite manajemen-swadaya masih merupakan sebuah perusahaan kapitalis, yang bergantung pada profit – tidak peduli apakah ini dimiliki oleh sebuah koperasi buruh beranggotakan 12, 250 atau hanya 1 orang. Ini bukan kepemilikan sosial. Hanya nasionalisasi industri-industri, dibawah kepemilikan negara dan kontrol buruh yang dapat menjamin karakter sosial dan nasionalisasi dari industri.

Program Marxis untuk manajemen buruh dan ekonomi yang terencana secara demokratis adalah dengan memiliki dewan-dewan manajemen dari semua industri yang telah dinasionalisasi, yang terpilih dan disusun sebagai berikut: 1/3 anggota dari dewan ini harus terdiri dari para buruh di industri tersebut melalui serikat buruh mereka guna melindungi kepentingan-kepentingan buruh di lapangan dan menyalurkan kreatifitas, pengetahuan, dan keahlian mereka. 1/3 anggota dewan harus mewakili kelas pekerja secara keseluruhan dan dipilih melalui badan serikat pekerja pusat (atau federasi serikat pekerja nasional), dan 1/3 yang lain mewakili negara pekerja untuk menjalankan rencana produksi nasional.

_____________________________

(Diterjemahkan oleh Jesus S. Anam, diedit oleh Ted Sprague, dari Workers’ Control and Nationalization oleh Rob Lyon, 13 Januari 2006)