Kontrol Buruh dan Nasionalisasi – Bagian I

Oleh Rob Lyon

Jumat, 13 Januari 2006

Kawan-kawan, kita telah meluangkan banyak waktu mendiskusikan revolusi Venezuela dalam beberapa hari terakhir ini, dan suatu elemen penting yang telah kita diskusikan adalah masalah cogestion atau co-management.

Cogestion bisa memiliki arti yang berbeda-beda untuk banyak orang, tetapi ini jelas bahwa bagi kelas buruh Venezuela, perjuangan untuk co-management adalah perjuangan untuk manajemen dan kontrol buruh yang sejati, dan transformasi menuju masyarakat sosialis.

Perjuangan kontrol buruh di Venezuela yang sedang berkembang menandakan keterlibatan kelas buruh Venezuela yang menentukan di dalam revolusi Bolivarian. Karena berkembangannya perjuangan ini di Venezuela, kita harus mendiskusikan persoalan-persoalan penting ini dalam barisan kita sendiri guna memberikan para kamerad sebuah gambaran yang jelas mengenai perkembangan di Venezuela dan untuk menjelaskan slogan-slogan dan posisi kita dalam mempersiapkan perjuangan revolusioner di berbagai negara di seluruh dunia.

Prinsip-Prinsip Kontrol Buruh

Kontrol buruh memiliki arti yang jelas: kelas buruh dan wakil-wakilnya di pabrik-pabrik memiliki hak untuk memeriksa pembukuan (neraca keuangan) sebuah perusahaan atau industri dll, mengecek dan mengontrol seluruh pemasukan dan pengeluaran, dan tindakan-tindakan manajemen.

Dalam buku Program Transisional, Trotsky menjelaskan bahwa langkah pertama menuju kontrol nyata atas industri adalah dengan menghapus “rahasia-rahasia bisnis”. Rahasia-rahasia bisnis, akuntasi dan pembukuan perusahaan, tentu saja dipakai untuk membenarkan penyerangan terhadap kelas buruh seperti pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja.

Ketika para bos mengklaim bangkrut, atau mengklaim bahwa mereka kehilangan keuntungan dan menuntut hal-hal yang sedemikian rupa (pemotongan gaji, pemecatan, dan peningkatan jam kerja), kontrol buruh memberikan para pekerja kesempatan untuk memeriksa pembukuan perusahaan dan meneliti situasi yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk menyingkap kapitalisme, untuk menunjukkan kepada kelas buruh detil-detil dari cara kerja sistem kapitalis, sebagai sebuah langkah menuju penghancurannya

Tugas-tugas mendesak dari kontrol buruh adalah untuk menjelaskan kredit dan debit masyarakat: pertama-tama memeriksa pendapatan dari setiap perusahaan untuk menentukan pendapatan nasional dari setiap kapitalis dan tentu saja pendapatan dari kelas penguasa secara keseluruhan. Tugas lain dari kontrol buruh adalah menunjukkan pemborosan tenaga kerja manusia dan pengejaran profit kotor, dan juga mengekspose transaksi-transaksi rahasia, penipuan, dan korupsi yang sudah inheren di dalam sistem kapitalisme.

Trotsky juga menjelaskan bahwa kontrol buruh atas industri merupakan sebuah “sekolah bagi perencanaan ekonomi”, memberikan kesempatan bagi kaum buruh untuk memperoleh sebuah pemahaman ilmiah tentang bagaimana ekonomi berfungsi supaya umat manusia dengan sadar dan demokratis bisa merencanakan produksi dan ekonomi secara keseluruhan. Melalui pengalaman kontrol buruh, kelas buruh mempersiapkan diri mereka untuk menjalankan manajemen langsung terhadap industri-industri yang dinasionalisasi.

Dengan demikian, kontrol buruh atas industri biasanya tidak bertahan lama, tidak stabil, dan merupakan bentuk kekuatan ganda di dalam pabrik atau perusahaan, dan tidak bisa bertahan selamanya kecuali jika kontrol ini ditransformasikan menjadi manajemen langsung.

Di sini kita bisa melihat perbedaan antara tuntutan manajemen dan kontrol buruh yang transisional dan revolusioner, dan tuntutan partisipasi buruh yang reformis dan setengah-setengah.

Trotsky telah menjelaskan hal ini pada tahun 1930-an bahwa, di bawah kapitalisme, jika partisipasi buruh dalam manajemen produksi ingin bertahan lama, stabil, dan ”normal”, itu harus bersandar pada basis kolaborasi kelas, dan bukan perjuangan kelas.

Kolaborasi seperti itu akan selalu direalisasikan melalui lapisan atas dari serikat buruh dan manajemen. Bahkan pada tahun 1930-an terdapat beberapa contoh partisipasi buruh di Jerman (”demokrasi ekonomi”), dan di Inggris (”Mondisme”). Akan tetapi, seperti yang terjadi kemudian di Eropa pada tahun 1970-an, ini bukanlah kontrol buruh atas modal, tetapi pengabdian birokrasi buruh terhadap modal. Esensinya, para birokrat buruh digunakan untuk menopang modal, dan diperalat untuk mengalihkan perjuangan buruh ke saluran-saluran yang ”aman”.

Dan bagaimana mengenai ide partisipasi buruh yang terjadi di Eropa? Partisipasi buruh, atau yang biasa disebut demokrasi industri, telah didiskusikan dan dimplementasikan secara luas pada tahun 1970-an di Eropa. Ini merupakan respon atas pertumbuhan militansi gerakan buruh yang diekspresikan pada peristiwa-peristiwa Mei 1968 di Perancis dan di beberapa tempat lain, pemogokan buruh tambang di Inggris tahun 1972 dan 1974, beberapa pemogokan umum di Italia dan Denmark, dan gelombang pemogokan-pemogokan yang menyebar ke Jerman Barat.

Kelas penguasa berusaha keras menahan gerakan-gerakan ini dengan ”social partnership” dan menggiring pergolakan buruh masuk ke jalur-jalur ”aman”. Dengan melibatkan lapisan atas dari serikat-serikat buruh, para bos berharap meningkatkan efisiensi dan level profit mereka.

Sebenarnya, contoh-contoh ini bisa dilihat lebih jauh ke belakang yakni pada tahun 1920-an di Inggris, ketika Sir Alfred Mond dari ICI, monopoli besar bahan-bahan kimia, mencoba untuk menciptakan ”demokrasi industrial” di pabrik-pabriknya.

Dengan partisipasi buruh semacam ini, para birokrat buruh dapat memberikan pihak manajemen (baca para bos) informasi dan saran-saran dari para pekerja. Sebagaimana kita semua tahu, para pekerjalah – yakni mereka yang melakukan pekerjaan – yang tahu bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Pada saat yang sama, melalui partisipasi buruh, dengan aman manajemen bisa juga memberikan instruksi kepada para pekerja dan mendiskreditkan para birokrat buruh dengan membuatnya seolah-olah merekalah yang bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang tidak populer.

Komite-komite dari para birokrat ini, yang merupakan organ-organ dari partisipasi buruh, sejatinya adalah komite-komite yang tidak memiliki kekuatan, tempat dimana kaum buruh dapat melepaskan sedikit kemarahannya. Partisipasi buruh juga telah menciptakan ilusi bahwa para pekerja memiliki suatu pengaruh dalam pembuatan keputusan – hal ini untuk menghindari kaum buruh dan organisasinya melakukan aksi independen. Contohnya di Jerman, komite-komite ini tidak bisa menyerukan pemogokan. Ini memberikan para bos dan para birokrat buruh kemampuan untuk melangkaui dan melemahkan serikat buruh. Bahkan, dewan-dewan buruh ini terus-menerus dibenturkan dengan serikat buruh sebagai usaha untuk melemahkan mereka (serikat buruh). Para bos dengan mudah menggunakan taktik ”divide et impera”, memainkan satu organisasi untuk melawan organisasi yang lain.

Pengalaman pertisipasi buruh telah menciptakan sebuah stratum baru yang terdiri dari para fungsionaris industri yang memiliki kepentingan yang sama dengan pihak manajemen – pendeknya, ia telah menciptakan suatu stratum istimewa di dalam kelas buruh.

Dan apa hasil dari semua ini? Saya membaca sebuah artikel di Independent edisi Kamis (28 Juli 2006) mengenai sebuah skandal korupsi di Volkswagen. Sebuah skandal masif baru saja diekspos di VW yang menyangkut dana terselubung, prostitusi, mobil sport, dll, dan direktur-direktur dewan buruh. Beberapa dari mereka telah menghabiskan 1 juta Euro dari uang perusahaan untuk rumah-rumah, jalan-jalan, dan mobil-mobil untuk kekasih gelapnya di seantero penjuru dunia. Ini yang tertulis di The Independent:

”Pihak-pihak utama yang mendapatkan anggaran hiburan yang besar dari Mr. Gebauer bukanlah warga Jerman biasa, tetapi segelintir pimpinan dewan buruh VW yang beruntung. Setiap perusahaan besar Jerman diharuskan membuat ruang untuk pimpinan-pimpinan ini, yang dipilih oleh para pekerja di pabrik untuk mengambil bagian dalam keputusan-kepurusan investasi. Ini adalah bagian penting dari model konsensus Jerman dan membantu untuk mencegah pemogokan-pemogokan di satu negara dimana serikat buruh masih memiliki kekuatan yang berarti.”

Inilah hasil akhir dari partisipasi buruh. Para birokrat serikat buruh, yang sudah tidak memiliki koneksi apapun dengan anggota-anggota serikat buruh, berkolusi dengan pihak manajemen dan eksekutif. Kepentingan kaum buruh dilempar ke sungai, ditukar dengan prostitusi, viagra dan jalan-jalan ke Brasil.

Dengan kata lain, kontrol buruh melalui komite-komite pabrik, atau dewan-dewan buruh adalah mungkin hanya atas dasar perjuangan kelas yang tajam. Di bawah kondisi ”normal”, kaum borjuasi tidak akan mentolerir kontrol buruh yang sejati, mereka tidak akan pernah mentolerir kekuasaan ganda di pabriknya. Kemampuan kelas pekerja untuk menegakkan kontrol atas produksi ditentukan oleh kekuatan gerak yang menyeluruh dari kelas proletar dalam melawan borjuasi. Kontrol buruh yang sejati harus dipaksakan kepada para pemilik modal, dan oleh karena itu terjadi seiring dengan periode krisis revolusioner masyarakat – ini terjadi seiring dengan menguatnya proletariat dan mundurnya kelas penguasa. Dengan demikian, kontrol buruh yang sejati terjadi seiring dengan periode revolusi proletariat.

Inilah mengapa di Venezuela, meskipun ada ketegangan dan masalah-masalah seputar masalah kontrol buruh yang akan kita bahas nanti, kita menyaksikan suatu pertumbuhan dari kontrol buruh. Perjuangan yang ini atau yang itu mungkin bersifat defensif di Venezuela, tetapi perluasan dan pertumbuhan dari cogestion terkait dengan gerak ofensif dari kelas buruh dan kemunduran kelas penguasa secara keseluruhan. Bangsa ini menemukan dirinya sendiri dalam situasi revolusioner, kaum buruh sedang bergerak maju, dan para bos dimana-mana mengambil langkah mundur.

Dalam perjuangan untuk kontrol buruh sejati, kelas buruh niscaya bergerak ke depan menuju perampasan kekuasaan dan alat-alat produksi. Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh atau manajemen buruh, hanya bisa beroperasi di dalam batas-batas ekonomi secara keseluruhan, yakni dalam batas-batas kapitalisme. Tidak mungkin berdiri sebuah pulau sosialisme di dalam lautan kapitalisme.

Satu contoh adalah pabrik pelebur aluminum Alcan di Jonquiere, Quebec. Alcan adalah pelebur aluminium terbesar dunia. Pelebur raksasa di Jonquiere tersebut direncanakan tutup pada tahun 2014 mendatang. Di awal tahun 2004, Alcan tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka akan menutup pabrik tersebut. Sebagai bagian dari perjuangan untuk mempertahankan pekerjaan mereka, para buruh menduduki pabrik tersebut. Mereka segera menyadari adanya sabotase dari pihak manajemen dan segera menendang keluar para mandor dan para manajer dari pabrik. Setelah ini, mereka melaporkan bahwa produksi mengalami peningkatan ketimbang saat sebelum para buruh mengambil alih kendali.

Tetapi seluruh sistem kapitalis bersekutu untuk menghancurkan para buruh di pabrik Alcan. Media dan negara melakukan tekanan yang hebat kepada mereka. Perusahaan-perusahaan yang lain menolak untuk menjual bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi aluminium dan pabrik pelebur ini dibuat sekarat. Sayangnya, pada akhirnya, perjuangan tersebut gagal (baca : Workers in Québec seize Alcan Smelter)

Pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan di bawah kontrol buruh, seperti di pabrik pelebur Alcan atau yang sekarang ada di Venezuela, harus berinteraksi dengan, membeli produk-produk dari, dan menjual barang-barangnya ke sektor privat. Mereka harus berinteraksi dengan pasar. Oleh karena itu, mereka berada dalam di bawah tekanan kapitalisme. Secara logika hal ini mendorong kaum buruh untuk berjuang melawan kekuatan modal.

Masalah kredit, bahan baku, dan pasar dengan segera menunjukkan perlunya untuk memperluas kontrol buruh melewati batas-batas satu perusahaan. Contoh baik dari ini adalah ALCASA, sebuah pabrik aluminium milik negara di Venezuela, yang saat ini berada di bawah bentuk cogestion yang paling maju. Selama periode sabotase para bos (lock-out) pada tahun 2002-2003, para penyabot memangkas suplai gas ke pabrik ALCASA dan menghentikan produksi. Buruh ALCASA, bersama-sama dengan para buruh dari pabrik baja sekitarnya, mempersenjatai diri mereka, berbondong-bondong menuju ke pabrik gas, menerobos pengamanan para polisi dari pihak oposisi dan memaksa memulai kembali produksi untuk menjamin suplai gas.

Dengan dominasi yang kuat dari pasar dunia, dan ketergantungan tiap-tiap negara atas perdagangan dunia, masalah ekspor-impor mendorong perlunya kontrol buruh pada level nasional. Ini dengan segera memperhadapkan organ-organ inti dari kontrol buruh dengan organ-organ dari kelas penguasa.

Kita tidak boleh berpikir secara mekanikal atau formal dalam konsepsi kita mengenai perkembangan revolusi sosialis, tetapi kita bisa melihat bagaimana kontrol buruh industri, atau kekuaasaan ganda di dalam pabrik, umumnya terjadi seiring dengan atau menghasilkan periode kekuasaan ganda di negara. Kekuasaan ganda di pabrik, dan kekuasaan ganda dalam negara tidak akan selalu dilahirkan pada hari yang sama. Kadang-kadang, kontrol buruh akan muncul sebelum kekuasaan ganda dalam negara, dan di saat yang lain justru sebaliknya.

Kontradiksi yang tak terdamaikan yang inheren dalam rejim kontrol buruh, inheren dalam rejim kekuasaan ganda, akan menajam dan mencapai suatu tahapan yang kritis dimana kontradiksi-kontradiksi ini tak bisa ditolerir lagi oleh kedua kubu. Kekuasaan ganda adalah sebuah tahapan dari perjuangan kelas dimana kontradiksi-kontradiksi kelas telah menjadi sedemikian tajamnya sehingga masyarakat terpecah ke dalam dua kubu yang saling bermusuhan, dua kekuatan yang bermusuhan, yang satu konservatif dan reaksioner, dan yang satu lainnya sedang tumbuh dan bersifat revolusioner. Satu-satunya jalan keluar dari situasi ini adalah kelas pekerja mengambil kekuasaan dan mengklaim kemenangan untuk revolusi, atau ini akan berakhir dengan kekalahan revolusi dan kemenangan kontra-revolusi. Kita hanya perlu melihat perbedaan dari kemenangan Revolusi Rusia dan kekalahan Revolusi Jerman dan Italia (yang melahirkan fasisme di Italia dan Jerman) untuk memahami ini.

Sebagaimana di Venezuela hari ini, kontrol buruh atas industri tidak hanya kontrol terhadap perusahaan-perusahaan yang operasional, tetapi juga mengontrol pabrik-pabrik yang setengah-operasional dan pabrik-pabrik yang ditutup atau dibiarkan menganggur. Tugas membuka kembali perusahaan-perusahaan yang telah ditutup ini di bawah komite-komite pabrik secara tidak langsung merupakan suatu permulaan dari sebuah perencanaan ekonomi. Pabrik-pabrik ini harus disuplai dengan bahan baku dan mampu mengirim produk-produknya. Ini secara langsung mengarah pada masalah administrasi industri negara. Seperti yang bisa juga kita lihat di Venezuela, perusahaan-perusahaan milik negara ini menghadapi sabotase dan masih berada di bawah tekanan kapitalisme, secara nasional maupun internasional. Ini akan secara langsung mendorong kita menuju masalah ekspropriasi para pemilik modal.

Ini semua berarti bahwa kontrol buruh bukanlah sebuah kondisi yang dapat bertahan lama, bukanlah sebuah kondisi ”normal”. Ini merupakan indikasi dari perjuangan kelas yang menajam, dan masalah kekuasaan ganda dalam industri harus diselesaikan. Sebagai sebuah langkah transisional yang eksis di bawah puncak dari perjuangan kelas, kontrol buruh merupakan sebuah jembatan ke arah nasionalisasi industri yang revolusioner, yang terjadi seiring dengan transisi dari rejim borjuasi ke proletariat.

Adalah penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara kontrol buruh dan manajemen buruh. Ini telah menjadi sumber kebingungan yang historis, dan kita harus menjernihkan masalah ini. Kontrol buruh berarti bahwa kontrol berada di tangan buruh, tetapi kepemilikan masih tetap berada di tangan kapitalis. Kontrol buruh mungkin dominan, mencakup keseluruhan aspek, tetapi hanya tetap sebagai kontrol.

Trotsky menjelaskan:

”Tujuan utama dari slogan [kontrol buruh] adalah perkembangan rejim transisional di dalam industri ketika para kapitalis dan para manajernya tidak bisa lagi mengambil suatu langkah tanpa persetujuan kaum buruh; tetapi pada pihak yang lain, ketika kaum buruh belumlah menyiapkan prasyarat-prasyarat politik untuk nasionalisasi, atau belumlah memiliki manajemen teknis, atau belum menciptakan organ-organ yang esensial untuk ini. Jangan lupa bahwa kontrol buruh disini bukan hanya mengenai kontrol produksi, tetapi juga penjualan produk-produk dan menyuplai pabrik dengan bahan baku, dan perangkat baru dan juga kredit operasi dll.”

Manajemen industri-industri yang dinasionalisasi memerlukan format negara dan administrasi yang baru, dan terutama sekali ini memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan bentuk organisasi yang tepat. Dalam periode latihan ini, yang terjadi sebelum atau sesudah perebutan kekuasaan, kelas pekerja mempunyai kepentingan untuk menyerahkan manajemen kepada pihak administrasi yang berpengalaman, di bawah kontrol buruh. Periode ini hanyalah untuk mempersiapkan elemen-elemen dari perencanaan ekonomi.

Manajemen buruh atas industri datang dari atas karena hal ini terkait dengan kekuasaan negara dan sebuah perencanaan ekonomi. Kontrol datang dari bawah dan dijalankan oleh komite-komite pabrik, sedangkan organ-organ manajemen terpusat di dewan-dewan buruh, terpusat di kekuasaan negara. Adalah penting untuk menjelaskan bahwa komite-komite pabrik tidaklah lenyap, bahwa peran mereka, meskipun berubah, masih penting.

Kita bukanlah kaum sindikalis. Kita tidak percaya bahwa kepemilikan pabrik-pabrik harus berada di tangan para pekerja di masing-masing pabrik tersebut. Salah satu tugas-tugas penting dalam perkembangan masyarakat sosialis adalah kepemilikan kolektif, kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan penghapusan kompetisi industrial dalam masyarakat – ini dimulai dengan kepemilikan negara atas alat-alat produksi.

Pada tahun 1917, Trotsky ditanya di dalam sebuah wawancara: apakah kaum buruh di tiap-tiap pabrik harus memiliki pabrik tempat dimana mereka bekerja, dan apakah keuntungannya akan dibagi diantara kaum buruh? Dia menjawabnya dengan mengatakan: ”Tidak, pembagian keuntungan adalah sebuah gagasan borjuis. Para pekerja dalam suatu pabrik akan dibayar dengan gaji yang memadai. Seluruh keuntungan yang tidak dibayarkan kepada para pemilik [yang akan menerima 5%-6% setiap tahun dari investasinya] akan menjadi milik masyarakat.” [In Defence of Russian Revolution, Workers’ Control and Nationalization oleh Leon Trotsky]. (Catatan: disini adalah kasus dimana pabrik-pabrik belumlah sepenuhnya diekpropriasi, yang ada di bawah kontrol buruh tetapi masih dimiliki oleh kapitalis secara penuh maupun parsial)

Dalam sebuah negara pekerja, jika manajemen utama dari industri tidak berada di tangan dewan-dewan buruh yang mewakili negara dan kelas buruh secara keseluruhan, maka industri-industri dan perusahaan-perusahaan tersebut akan bersaing satu sama lain, dan sebagai akibatnya mustahil untuk mengkoordinir sebuah rencana ekonomi nasional dan secara esensial ini berarti kita masih berada di bawah kapitalisme. Inilah mengapa kita menentang ide kaum Anarkis dan sindikalis bahwa para buruh di tiap-tiap industri harus memiliki pabrik-pabrik mereka sendiri. Gagasan mengenai kepemilikan ”lokal” ini, dimana kaum buruh di suatu pabrik akan memiliki pabrik tersebut, tidak mengubah peran produktif dan sosial dari pabrik tersebut. Ia masih merupakan sebuah perusahaan milik pribadi dan tidak dimiliki secara sosial. Sebuah perusahaan yang dimiliki oleh kaum buruh melalui suatu koperasi atau komite manajemen-swadaya masih merupakan sebuah perusahaan kapitalis, yang bergantung pada profit – tidak peduli apakah ini dimiliki oleh sebuah koperasi buruh beranggotakan 12, 250 atau hanya 1 orang. Ini bukan kepemilikan sosial. Hanya nasionalisasi industri-industri, dibawah kepemilikan negara dan kontrol buruh yang dapat menjamin karakter sosial dan nasionalisasi dari industri.

Program Marxis untuk manajemen buruh dan ekonomi yang terencana secara demokratis adalah dengan memiliki dewan-dewan manajemen dari semua industri yang telah dinasionalisasi, yang terpilih dan disusun sebagai berikut: 1/3 anggota dari dewan ini harus terdiri dari para buruh di industri tersebut melalui serikat buruh mereka guna melindungi kepentingan-kepentingan buruh di lapangan dan menyalurkan kreatifitas, pengetahuan, dan keahlian mereka. 1/3 anggota dewan harus mewakili kelas pekerja secara keseluruhan dan dipilih melalui badan serikat pekerja pusat (atau federasi serikat pekerja nasional), dan 1/3 yang lain mewakili negara pekerja untuk menjalankan rencana produksi nasional.

_____________________________

(Diterjemahkan oleh Jesus S. Anam, diedit oleh Ted Sprague, dari Workers’ Control and Nationalization oleh Rob Lyon, 13 Januari 2006)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *