Oleh HOV Indonesia
Jorge Martin di Konferensi Sosialisme Abad 21 Kuala Lumpur
Di acara Konferensi Sosialisme Abad 21 yang diselenggarakan oleh Partai Sosialis Malaysia dari tanggal 7 hingga 9 Nopember bertempat di New Era College Kajang Malaysia, sekitar 100-200 kamerad hadir dari berbagai negara: Swedia, Belgia, Australia, Inggris, Pakistan, Nepal, Taiwan, Hongkong, Indonesia, Thailand, Singapore, India, dan Sri Lanka.
Jorge Martin berbicara di dalam sesi mengenai Revolusi Venezuela dan Amerika Latin bersama-sama dengan Lisa MacDonald dari Australian-Venezuela Solidarity Network. Jorge menjelaskan latar belakang gelombang revolusi di Amerika Latin yang merupakan akibat dari kegagalan kapitalisme untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Revolusi Venezuela dimulai dari usaha untuk menyelesaikan masalah kesehatan, pendidikan, kontrol nasional terhadap sumber daya alam, reformasi agraria, dll. Tetapi usaha ini dihadang oleh para oligarki dengan pemberontakan bersenjata (Kudeta April 2002, dll). Dari tahun 2005, Chavez kemudian mulai menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keluar adalah sosialisme, dan kapitalisme tidak akan mampu menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang dihadapi oleh rakyat.
Sekarang, menurut Jorge, krisis ekonomi global dari kapitalisme bisa menjadi momentum bagi kelas pekerja untuk membangun kekuatan perlawanan berskala internasional. Membangun solidaritas antar kelas pekerja di berbagai negara merupakan poin penting untuk menyikapi krisis global yang terjadi saat ini. Kelas pekerja harus mempersiapkan diri untuk menggantikan sistem kapitalisme yang rapuh dan sedang dalam krisis ini dengan sosialisme, mengambil alih pabrik-pabrik, bank-bank, dan sektor-sektor bisnis besar untuk dijalankan di bawah kontrol buruh. Karena, menurut Jorge, hanya kelas pekerja yang bersatu secara internasional yang bisa melakukan revolusi.
Selain Jorge Martin, dalam konferensi sosialis Malaysia, koordinator HOV Indonesia, Jesus S. Anam, yang berbicara dalam sesi Political Coalition juga menyinggung pentingnya membangun kekuatan kiri revolusioner (dari kalangan pekerja, petani, dan miskin kota). Transformasi ideologi dan kesadaran politik di semua level sangat dibutuhkan untuk membangun organisasi yang kuat, terutama organisasi pekerja sebagai basis yang terpenting dalam revolusi. Menurut Jesus dalam konteks Indonesia, prioritas utama dalam gerakan kiri Indonesia saat ini adalah membangun kader-kader yang berkualitas dan memiliki miltansi yang tinggi. Bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela merupakan cara untuk membangun kekuatan bersama dengan pemikiran bahwa Revolusi Venezuela merupakan titik masuk menuju revolusi sosialis di seluruh dunia.
Jorge di PT Istana Jakarta
Jorge sampai ke PT Istana bersama rombongan KASBI (Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia). Perjalanan dari sekretariat KASBI ke PT Istana dihadang banjir Rob (air laut yang naik) yang mengakibatkan kemacetan cukup lama. Dengan disambut whiteboard bertuliskan ”Selamat Datang Jorge Martin” para buruh menyambut kedatangan rombongan dan langsung makan siang di salah satu ruang pabrik.. Setelah mengajak Jorge mengunjungi banyak ruang-ruang pabrik PT Istana, para buruh PT Istana yang telah menduduki pabrik selama 15 bulan, yang berjumlah sekitar 75 orang perempuan dan 2 orang buruh laki-laki, melakukan diskusi bersama Jorge Martin. Pada diskusi tersebut juga dihadiri anggota PRP (Perhimpunan Rakyat Pekerja), ABM (Aliansi Buruh Menggugat), FPBJ (Federasi Perjuangan Buruh Jabotabek), dan SMI ( Serikat Mahasiswa Indonesia). Jumlah total peserta diskusi mencapai 100 orang lebih.
Diskusi berlangsung hampir 3 jam dari Pkl 15.00 – 18.00 WIB. Jorge menjelaskan tentang proses revolusi Venezuela, pendudukan dan pengambilalihan banyak pabrik di Venezuela, termasuk pengambilalihan pabrik minyak yang sangat spektakuler [Catatan: pada saat sabotase industri minyak oleh para oligarki tahun 2002-2003]. Buruh menjalankan produksi tanpa manager, direktur, dan dukungan kelompok lain yang menguasai teknologi. Selain itu Jorge menjelaskan tentang pentingnya konsolidasi, memperoleh dukungan organ buruh secara meluas, kerjasama antar organisasi buruh dalam pemasaran dan proses produksi serta bagaimana bertahan dalam tekanan dan keterbatasan logistik untuk menjalankan pabrik. Jorge juga menjelaskan sabotase dan ancaman yang terus menerus dari kaum kapitalis – oligarki. Dalam jangka panjang, Jorge menjelaskan bahwa kita tidak bisa membangun sosialisme di satu pabrik, dan gerakan okupasi pabrik hanya akan berhasil bila ia menjadi bagian dari perjuangan yang lebih menyeluruh dari kelas pekerja untuk menasionalisasi sektor-sektor ekonomi yang penting di bawah kontrol buruh.
Jorge menekankan pentingnya melakukan konsolidasi intensif dan penyadaran kelas buruh secara massif agar muncul banyak pabrik yang bisa diduduki, tidak hanya di PT Istana. Munculnya sebuah gerakan bersama pendudukan pabrik akan banyak membantu tahapan lanjutan dari gerakan buruh, seperti di Argentina. Diskusi berlangsung cukup intensif, beberapa peserta menanyakan tentang kondisi buruh saat ini (pasca revolusi Venezuela), dukungan pemerintah, peran organ mahasiswa, serta kondisi buruh Indonesia yang saat ini banyak berhadapan dengan kasus buruh kontrak, outsourcing, upah dibawah standar dan PHK massal. Jorge mengunci semua pernyataan bahwa sumber masalah perburuhan adalah sistem kapitalistik yang eksploitatif. Krisis finansial saat ini, menunjukkan bahwa pembusukan kapitalisme sedang terjadi yang membuktikan sitem kapitalisme terbukti tidak aman lagi.
Pertemuan ditutup dengan pemberian cinderamata dari Buruh ke Jorge dan menyanyikan lagu internationale.
Jorge di Diskusi Panel di Universitas Indonesia
Global Economic Crisis adalah isu yang yang dilontarkan Jorge di depan peserta diskusi yang berjumlah sekitar 70 orang. Para peserta diskusi berasal dari kalangan akademisi dan aktivis buruh, dan panel diskusi ini diorganisir dengan bantuan dari Lab Sosiologi Universitas Indonesia Selain Jorge, ada tiga pembicara dalam acara tersebut, yakni Anwar Ma’ruf (koordinator Aliansi Buruh Menggugat), Dodik (ketua Serikat Buruh PLN), dan Silvia Tiwon (Praxis).
Jorge memaparkan dengan jelas bahwa krisis global yang terjadi sekarang ini merupakan pembusukan dari sistem kapitalisme. Capaian-capaian besar dari kapitalisme ternyata disangga oleh kaki-kaki yang rapuh. Solusi yang tepat untuk mengatasi krisis ini adalah mengganti sistem kapitalisme dengan sosialisme: nasionalisasi perusahaan-perusahaan migas, bank-bank, dan sektor-sektor penting dibawah kontrol rakyat. Hal yang sama juga disampaikan oleh Anwar Ma’ruf, bahwa sosialismelah satu-satunya solusi untuk mengatasi krisis global ini.
Silvia Tiwon, memiliki perspektif yang agak berbeda dengan Jorge dan Anwar Ma’ruf. Satu poin penting yang bisa ditangkap dari penjelasan Silvia Tiwon adalah, bahwa pencerdasan masyarakat merupakan titik masuk untuk menghadapi krisis. Cara pandang ini jelas akan mengundang sebuah pertanyaan kritis, mungkinkah krisis yang telah membusuk ini cukup deselesaikan dengan cara yang parsial?
Di akhir acara, seorang kamerad mengatakan bahwa diskusi ini adalah sebuah diskusi yang bersejarah, karena untuk pertama kalinya, selama lebih dari 40 tahun, ide sosialisme didiskusikan di sebuah pertemuan formal di UI.
Jorge di Kelompok Studi Mahasiswa Universitas Nasional (KSM UNAS)
Kenapa harus dengan sosialisme? Kenapa harus bersolidaritas dengan Revolusi Venezuela? Apakah Venezuela sudah menjadi negara sosialis? Bagaimana peran kelas kelas pekerja dalam Revolusi Venezuela?
Di atas adalah pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari beberapa anggota Kelompok Studi Mahasiswa UNAS, yang terlihat cukup antusias untuk mendengar paparan kritis dan ilmiah dari Jorge Martin.
Sebagaimana telah dikatakan oleh Jorge di acara-acara diskusi sebelumnya, bahwa kapitalisme terbukti telah gagal. ”Free Market” dengan kompetisi pencarian profit yang tak terkontrol menyebabkan surplus produksi. Penumpukan hasil produksi mengharuskan para kapitalis menjual barangnya dengan harga murah. Akibatnya, perusahan-perusahaan tersebut dengan segera akan bangkrut dan kolap. Dampak dari kebangkrutan tersebut adalah pemecatan massal tenaga kerja dan meluapnya pengangguran. Kelas pekerjalah yang harus menanggung kerugian tersebut dengan hilangnya pekerjaan mereka, bukan para bos. Satu-satunya solusi adalah dengan mengambilalih tuas-tuas kunci ekonomi (bank-bank, tanah, dan industri-industri penting), menempatkannya di bawah kontrol buruh secara demokratis melalui rencana produksi sosialis.
Selama sepuluh tahun revolusi Venezuela, bisa dilihat bahwa massa rakyat telah mengamankan revolusi dari kekalahan dalam pertarungan hebat dengan kaum oligarki: peristiwa kudeta tahun 2002 dan dilanjutkan oleh sabotase dari para bos, referendum tahun 2004, dan pemilihan presiden tahun 2006.
Kegigihan kaum buruh dan rakyat secara keseluruhan di Venezuela merupakan inspirasi penting bagi rakyat tertindas dan kaum buruh di seluruh dunia dan pintu masuk untuk membangun kekuatan-kekuatan massa rakyat di berbagai tempat. Dengan bersolidaritas dengan Venezuela, berarti kita sedang membangun kekuatan sosialisme di seluruh dunia. Sebagaimana yang pernah dikatakan Trotsky, bahwa sosialisme tidak akan berhasil jika dibangun hanya di satu negara, tetapi sosialisme harus melintasi batas-batas negara.
Memang, menurut Jorge, Venezuela belum menjadi negara sosialis, tetapi sedang menuju ke sana. Revolusi Venezuela harus diselesaikan atau revolusi ini akan dikalahkan.
Jorge di Pertemuan PRP Jakarta
Tepatnya hari Kamis tanggal 13 November, Jorge berdiskusi intensif dengan anggota PRP di kantor PRP pusat. PRP, sebagai main organizer dalam acara kunjungan Jorge ke Indonesia ini, sangat antusias untuk sharing tentang pengalaman pendudukan pabrik-pabrik di Venezuela. Kerjasama antara HOV dengan PRP sangat memungkinkan untuk dilakukan di hari-hari mendatang. Karena mengkonsolidasi gerakan buruh secara internasional merupakan poin penting bagi HOV. PRP sebagai organ buruh revolusioner di Indonesia bisa menjadi patner yang tepat untuk membangun kekuatan baik di tingkat kawasan maupun di tingkat internasional.
Jorge di Pertemuan Buruh – PRP Bandung
Dengan dihadiri sekitar 35 orang buruh pabrik yang menjadi anggota beberapa organisasi buruh, Jorge menjadi narasumber diskusi yang difasilitasi oleh PRP dan KASBI. Kamerad HoV Bandung ikut serta dalam diskusi tersebut. Jorgi menjelaskan tentang proses revolusi di Venezuela. Peran rakyat yang turun kejalan untuk menuntut dikembalikannya Chaves dari penjara, merupakan fenomena yang tak pernah terjadi dalam sejarah. Buruh dan rakyat bersatu menghentikan kudeta kaum oligarkhi yang didukung media kapitalis.
Selanjutnya, Jorge menjelaskan kondisi pengambilalihan pabrik di Venezuela, dimana Chaves mendukung penuh proses dan penguasaan buruh atas`pabrik-pabrik, serta menjelaskan sabotase dan upaya kelompok oligarki dalam menghancurkan proses revolusi menuju sosialisme di Venezuela.
Beberapa peserta diskusi menanyakan tentang peran sayap militer yang pro buruh di Venezuela, cara menjalankan pabrik tanpa logistik dan dukungan penguasaan teknologi, membuka pasar yang sebelumnya tidak dikuasi, landasan hukum dalam pendudukan, juga situasi organisasi buruh di Venezuela, dan organ lain yang mendukung perjuangan buruh.
Jorge menekankan bahwa tantangan di Indonesia dan Venezuela sebelum revolusi hampir sama (adanya sumber daya alam yang kaya, banyak penduduk miskin, donor asing yang mengontrol birokrasi (IMF, World Bank dll) serta militer yang tidak kondusif mendukung buruh) namun kita harus belajar dari Venezuela bahwa momentum dan situasi politik bisa menjadikan transformasi kesadaran kelas menjadi gerakan politik yang effektif.
Jorge menutup sesi diskusi dengan mengatakan bahwa perbedaan bahasa, budaya, negara bukanlah halangan untuk semangat solidaritas mendukung perjuangan buruh dimanapun, karena kelas pekerja adalah satu kelas internasional yang memiliki musuh bersama, kepentingan bersama, dan perjuangan bersama.
Jorge Di Acara Launching Hov Bandung
Di ruang 29 Campus Center (CC), kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jorge Martin hadir sebagai pembicara utama dalam launching Hands Off Venezuela Indonesia seksi Bandung.
Acara launching diawali dengan pemutaran film “No Volveran” yang bercerita tentang proses revolusi dan program-program sosialis di Venezuela. Dalam film tersebut kita juga bisa melihat bagaimana rakyat Venezuela mampu mengorganisir diri dan kaum buruh yang sedang mengambilalih pabrik-pabrik dan menjalankannya meskipun tanpa tenaga-tenaga ahli dalam manajemen dan teknologi.
Acara peluncuran HOV Bandung ini diinisiasi oleh Majalah Ganesha ITB dan individu-individu yang bersepakat dengan prinsip kampanye HOV.
Dalam diskusi ini Jorge Martin menjelaskan bahwa demokrasi Venezuela belumlah bisa dijadikan sebagai sebuah tatanan demokrasi sejati karena beberapa elemen dari kekuasaan masih dikuasai oleh kaum oligarki dan kapitalis. Namun, proses gerakan massa yang terorganisir melalui communal council dan serikat-serikat buruh yang mampu mengokupasi pabrik di Venezuela telah mendorong kepada menguatnya kesadaran rakyat. Mereka melawan oligarki dengan merubah demokrasi oligarki menjadi demokrasi partisipatoris dan inilah yang dijadikan titik awal bagi pembangunan sosialisme di Venezuela.
Diskusi ini mengambil kesimpulan bahwa kapitalisme bukanlah sebuah akhir dan demokrasi partisipatoris merupakan sebuah langkah awal yang sanggup membawa rakyat terlibat dalam politik dan pengambilan kebijakan publik dan mengarahkan rakyat pada terwujudnya sosialisme. Dalam hal ini Venezuela merupakan salah satu contoh nyata bagaimana proses transformasi sebuah sistem oligarki (baca: demokrasi borjuis) menjadi demokrasi partisipatoris dan membangun sosialisme yang dilandaskan oleh kesadaran rakyat. Akan tetapi, Jorge menekankan bahwa bila struktur lama negara kapitalis tidak dihancurkan, kita tidak akan bisa meraih demokrasi yang sejati.
Acara ini pun diakhiri dengan pernyataan dari Roliv selaku koordinator HOV bandung meresmikan pembangunan kampanye solidaritas dan mengajak semua elemen progresif di bandung untuk ikut serta dalam kampanye solidaritas ini dan mempelajari revolusi Bolivarian di Venezuela untuk mengeksplorasi peluang revolusi Indonesia dengan belajar dari kasus Venezuela.