Ditulis oleh Militan
Senin, 14 September 2009 09:01
Amerika Latin saat ini merupakan basis bagi perubahan peta politik dunia di abad ini dan sekaligus menunjukkan kegagalan ideologi neoliberal. Capaian Revolusi Bolivarian telah menjawab, meskipun belum sepenuhnya, persoalan-persoalan mendesak rakyat diluar syarat-syarat kapitalisme, dan keberhasilan ini bisa menjadi inspirasi bagi konsolidasi gerakan melawan kapitalisme dan imperialisme, dan menegakkan kedaulatan nasional di seluruh Amerika Latin dan, tentunya, di seluruh dunia.
Bagi banyak kalangan progresif di Indonesia, pengalaman Amerika Latin menyediakan sebuah cermin menarik untuk menemukan atau merefleksikan strategi anti kapitalisme dan anti imperialisme di dalam negeri. Pendapat ini terungkap dalam diskusi bertajuk “Amerika Latin dan Pengalaman Perjuangan Pembebasan Nasional”, yang diselenggarakan oleh Berdikari Online di Jakarta pada tanggal 11 September lalu.
Acara yang bertempat di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Pembebasan Nasional (Papernas) di Jakarta, dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai macam organisasi social dan politik. Acara itu menghadirkan beberapa pembicara, yakni Budiman Sudjatmiko dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ras Muhammad yang merupakan seorang musisi, Jesus S. Anam dari Hands Off Venezuela-Indonesia, Veronika dari International Global Justice (IGJ), dan Rudi Hartono dari website nefos[dot]org.
Diskusi diawali dengan apresiasi Ras Muhamad, Duta Reggae Indonesia. Ras Muhamad berbicara mengenai perjuangan pembebasan nasional di Indonesia. Menurutnya, seniman Indonesia harus ambil bagian dalam perjuangan kedaulatan nasional, setidaknya dengan mereflesikan keadaan atau penderitaan rakyat di sekelilingnya dalam karya-karya mereka.
Sebagai seorang musisi, ia menyoroti klaim Malaysia terhadap budaya Indonesia. “Indonesia adalah negara yang beradab, untuk menyelesaikan kasus itu, tidak harus dilakukan lewat perang secara fisik”, katanya. Ia juga menambahkan bahwa klaim budaya itu dapat terjadi karena para pemuda-pemudi Indonesia apatis terhadap budaya-budaya lokal. Ia berpendapat bahwa kedaulatan nasional dapat dipertahankan dan ditegakkan jika masyarakat Indonesia turut aktif dalam membangun kedaulatan nasional.
Sementara itu, Budiman Sudjatmiko dari PDIP menekankan pentingnya penyebaran teori-teori revolusioner melalui bahasa yang dipahami oleh rakyat. Menurutnya, keberhasilan Amerika Latin karena mampu mempertahankan orang-orang yang menyebarkan gagasannya melalui bahasa rakyat. “Pada era kediktatoran militer, proses penindasan hanya bisa menguasai rakyat secara fisik, tetapi gagal untuk mengubur gagasan-gagasan revolusioner dan kerakyatan yang ada di sana,” ujarnya. Lebih jauh, Budiman menekankan pentingnya meliberalkan gagasan, agar gagasan kaum revolusioner bisa sampai ke rakyat. Menurutnya, gerakan-gerakan kiri, serevolusioner apapun, tidak pernah mencapai sukses jika belum meliberalkan gagasan. Dengan menggunakan tolak ukur kesuksesan dalam pemilihan legislatif kemarin, ia mengatakan bahwa para aktivis kiri belum banyak yang sukses, bahkan untuk untuk pemilihan di tingkat lokal.
Peneliti Institute For Global Justice (IGJ) Veronika Saraswati menjelaskan soal praktik eksploitasi kekayaan alam Amerika Latin dari segi historis. Menurutnya, pemberlakuan doktrin “Monroe” merupakan bentuk pengkaplingan terhadap kawasan atau wilayah di Amerika Latin. Dalam proyek ini, AS menanamkan rencananya untuk menguasai wilayah ini melalui sejumlah perjanjian perdagangan dan propaganda menghentikan komunisme.
Dalam penjelasannya, Veronika condong menunjukkan pengalaman Kuba dalam menggagas dunia baru, sebuah tatanan masyarakat yang berada diluar kontrol AS dan sekutunya. Dengan pilihan ini, AS dan sekutunya berupaya menundukkan pemerintahan revolusioner di Kuba, mulai dari Peristiwa Teluk Babi hingga bentuk diplomasi setengah hati; embargo dan blokade ekonomi. Sekarang ini, setelah melalui perjuangan panjang melawan kepungan dan blokade ekonomi AS dan sekutunya, Kuba berhasil menciptakan sebuah antitesa terhadap sistim kapitalisme. Di bidang pendidikan, misalnya, Kuba berhasil memberantas buta huruf dan menerapkan pendidikan gratis di semua jenjang pendidikan. Kuba juga unggul dalam bidang pelayanan kesehatan, dimana keberhasilan mereka disejajarkan dengan negara-negara maju.
Terkait perubahan politik di Amerika Latin sekarang ini, Jesus S. Anam dari Hands off Venezuela (HOV) Indonesia mengatakan, kemenangan elektoral di sejumlah Negara Amerika Latin merupakan pertanda kebangkitan politik rakyat. Lebih jauh lagi, perubahan politik di Amerika Latin bisa menjadi basis bagi perubahan politik dunia, terutama dalam menginspirasi perjuangan anti neoliberalisme dan anti kapitalisme di negara atau kawasan lain guna menegakkan kedaulatan nasional di seluruh Amerika Latin dan di seluruh dunia.
Namun, untuk menegakkan kedaulatan nasional di Amerika Latin, menurut Jesus, para pemimpin ini perlu didorong terus untuk mendasarkan pemerintahannya pada ideologi sosialis yang sejati, mengingat banyak dari para pemimpin “kiri” di Amerika latin tersebut memiliki basis historis yang becek, dan dari beberapa pemimpin kiri Amerika Latin juga masih punya potensi menjadi figur-figur Bonapartis yang tengah menempatkan diri mereka di garis depan gerakan massa hanya untuk menungganginya dan pada akhirnya akan menjaga sistem kapitalis.
Masih menurut Jesus, revolusi Venezuela, sebagai kekuatan sentral bagi revolusi-revolusi di Amerika Latin selanjutnya, harus menjadi revolusi yang permanen. Sebuah revolusi dikatakan permanen karena, pertama, revolusi tersebut tidak berhenti hanya pada revolusi borjuis dengan agenda menuntaskan tugas-tugas demokratik, tetapi harus langsung masuk pada agenda-agenda sosialis. Kedua, mendasarkan kekuatan revolusi di atas kelas progresif, yakni kelas buruh yang didukung oleh kelas tani dan miskin kota – bukan borjuasi nasional – dan meluaskan revolusi bukan hanya dalam batasan nasional tetapi juga mengarah pada revolusi internasional.
Sedangkan pembicara dari nefos[dot]org, Rudy Hartono, menekankan bahwa kita jangan begitu saja mengkopi gerakan di Amerika Latin secara “mentah-mentah”, namun harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Dan ia juga menegaskan bahwa penerapan sosialisme di tiap-tiap negara itu berbeda-beda. Menurutnya, ada tiga pergeseran pokok yang menonjol di Amerika Latin sekarang ini. Pertama, pengaktifan kembali negara sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan, terutama yang menempatkan rakyat sebagai protagonist dan sasaran. Kedua, penerapan kebijakan sosial, ekonomi, politik yang pro-kerakyatan, tentunya dengan kadar yang berbeda-beda, khususnya dalam program menghapus kemiskinan di kawasan ini. ketiga, adanya dorongan kuat untuk integrasi regional yang bersifat alternatif, khususnya untuk menggantikan model kerjasama regional yang berbau perdagangan bebas.
Setelah sesi diskusi selesai, acara itu diakhiri dengan makan malam bersama dan pemutaran film tentang sosok Tan Malaka.
kunjungan perdana dari bumi bornoe